AKHIRNYA, MENEMUKAN JALAN
KULTURAL
Hidup untuk berjuang, hidup untuk agama itulah yang sedang dijalani oleh Drs Harun Al Rosyid, muballigh yang juga menjadi salah satu trio pemimpin Pondok Al Hikmah Sumberejo Karangmojo Gunungkidul. Drs Harun Al Rosyid , bersama Drs Muhammad Chirzin MAg dan Ngadni Al Huda AMD memang beberapa waktu terakhir ini mendapat amanat untuk mengasuh pondong pesantren di pelosok Gunungkidul. “Sebenarnya yang lebih mendalam ilmu agamanya adalah dua Kiai tersebut,” kata lelaki berusia 44 tahun pengagum Nabi Muhammad dan seluruh umat manusia ini merendah.
Menurutnya tidak gampang menemukan jalan yang tepat dan cocok bagi dirinya untuk berdakwah. Sebelum menemukan jalan pendidikan, di masa muda Harun dikenal sebagai aktivis yang penuh semangat dan pernah mencoba berbagai bidang. Ia pernah mencoba pengabdian dakwahnya lewat jalur hukum. Waktu itu ia bependapat bahwa untuk memperbaiki masyarakat dan bangsa Indonesia, harus lewat pembenahan hukum, termasuk hukum syariat. Bersama teman-temannya ia mendirikan lembaga pengkajian hukum, mengadakan berbagai pertemuan dan menerbitkan tulisan tentang hukum. Akan tetapi karena merasa tidak menguasai bidangnya Harun pun kemudian mencari bidang lain.
Pada suatu hari ia bersama dengan kelompoknya menemukan sebuah gagasan, bahwa ekonomi merupakan urat nadi umat dan urat nadi bangsa. Oleh karena itu ia pun berusaha melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dan umat lewat jalur ekonomi. Ia membuka Warung Muslim, dan pada waktu ada perayaan Sekaten mencoba membuka stand di sana. Hasilnya lumayan, tetapi tidak cukup mengubah keadaan. Ia pun mencoba membangun solidaritas ekonomi di kalangan umat Islam dengan melakukan kampanye bahwa sebaiknya umat Islam kalau berbelanja di tempat pengusaha dan toko-toko milik orang Islam. Tantangan cukup berat, dan salah seorang temannya melakukan evaluasi atas kegiatannya itu. “Mas Harun, kalau bergerak di bidang ekonomi, maka ibaratnya Mas Harus masih merangkak, pihak lain sudah berlari kencang, sulit mengejar mereka. Kecuali dengan
mendakwahi mereka,” begitu tuturnya.
Kegiatan dakwah pun terus ia lakukan. Dan lelaki yang bersekolah di sekolah Muhammadiyah sejak SD sampai SMU, kemudian kuliah di Fakultas Psikologi UGM kemudian menemukan kenyataan bahwa masyarakat dan umat Islam ternyata selama ini menyukai kesenian. Sayang, mereka banyak yang hanya menjadi konsumen. Nah ketika karya seni yang ditampilkan banyak yang tidka sesuai dengan nilai dan norma Islam mereka hanya mampu berteriak-teriak. Tentu saja teriakan mereka, menurut Harun tidak akan mengubah keadaan.
dan pidato, pembacaan puisi, penulisan cerpen di kampungnya. Bahkan ia bergaul dengan banyak musisi dari AMI (Akademi Musik Indonesia). Maka tak
mengherankan, ketika disuruh memberi pengajian Harun yang menikah dengan Suarmi pada tahun 2000 ini sekarang banyak menyelipkan lagu-lagu Islami yang ia karang sendiri. “Seringkali naik turun ke Gunungkidul ternyata mengandung hikmah. Dalam perjalanan naik bis, saya bisa mengarang lagu. Itu asyiknya,” tuturnya kepada SM di rumahnya, dekat Pasar Gading Yogyakarta.
Menurut da’i yang juga berpengalaman menjadi kepala sekolah beberapa sekolah swasta dan sekarang sedang menunggu kelahiran anaknya yang pertama, dakwah itu seharusnya dilakukan dan disadari sebagai sesuatu kegiatan yang kaffah. Maksudnya, meliputi berbagai bidang. Ada dakwah ilmu, dakwah politik, dakwah ekonomi, dakwah pendidikan dan dakwah budaya. Masing-masing orang Islam adalah dai’ dan bisa memilih bidangnya masing-masing. Asal ia iklhas dan percaya kepada petunjuk Allah, serta sungguh-sungguh dalam berdakwah di dibangnya, Insya Allah pasti ada jalan keluar dan pasti akan mudah meningkatkan kemampuannya. “Selain itu, untuk menunjukkan kekafahannya, maka kita semua yang berdakwah di berbagai bidang itu harus banyak-banyak melakukan
silaturahmi. Itulah kunci keberhasilan dakwah kaaffah yang sata maksudkan,” katanya. “Saya sendiri sebenarnya merasa sangat sedikit memiliki ilmu. Tetapi saya merasa bagaimana Allah menyayangi saya dengan tambahan ilmu dan orang sering melihat kalau ilmu saya banyak. Itu sering membuat saya heran.”
Yang jelas, setelah mencoba-coba berbagai jalan dakwah, akhirnya ia menemukan dakwah kultural sebagai pilihannya. Dakwah pendidikan dilengkapi dengan sentuhan seni budaya. Untuk ini ia memahami pengajian, ceramah dan dialog sebagai bagian dari pendidikan sosial. Dan sangat menaruh perhatian kepada potensi anak muda untuk menciptakan perubahan. Inilah yang menyebabkan ia memutuskan untuk menekuni pendidikan di pesantren.
(tof)
---Sumber: