• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1 Pendahuluan

1.1Latar Belakang

Jepang merupakan negara maju dari segi ekonomi juga dalam bidang teknologi, pendidikan, dan informasi. Generasi muda diharapkan untuk dapat menjadi seorang yang berkualitas. Umumnya, orang tua menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah ternama dan mendukung sampai maksimal agar anak-anak mereka mendapat prestasi terbaik sehingga kelak menjadi seorang yang berguna. Akan tetapi ada juga anak yang mengalami tekanan pada anak-anaknya. Rutinitas yang dilakukan setiap hari, berbagai macam tugas yang harus diselesaikan, setiap hari belajar tanpa ada waktu untuk bermain-main menjadi tekanan karena harus menjadi yang terbaik dan membanggakan orang tua mereka.

Timbul fenomena yang terjadi dalam masyarakat Jepang dikarenakan tingginya tuntutan hidup dalam masyarakat yang mengakibatkan tingkat stress yang semakin meningkat. Bagi mereka yang tidak dapat bertahan, maka kemungkinan akan mengambil jalan pintas yaitu dengan mengakhiri hidupnya, karena itu lebih mudah untuk dilakukan daripada harus tetap bertahan setiap harinya menghadapi situasi sulit dalam masa hidupnya, dimana mereka diharuskan untuk merasa tertekan setiap harinya. Artikel Japan Today 12 Maret 2015, menjelaskan angka bunuh diri di Jepang mencapai 25,427 jiwa pada tahun 2014. Penyebabnya adalah masalah keuangan, pekerjaan, keluarga, patah hati dan gangguan mental.

Tekanan yang datang dari berbagai arah tentu membawa dampak perubahan dalam cara bergaul masyarakat Jepang. Contohnya seperti yang kuat menindas yang lemah, sedangkan yang lemah merasa sama sekali tidak berdaya sehingga hanya dapat

pasrah menjalani hidupnya yang berat. Dalam artikel The Japan Times (25 Oktober 2014) berjudul “School Bullying on the Increase” menjelaskan bahwa

tercatat kasus bullying di sekolah Jepang meningkat sebesar 30% atau sebanyak 3,500 kasus pada sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Situasi yang sulit menyebabkan orang yang menjadi korban bullying tentu akan menjadi seseorang yang

(2)

pasif, dimana mereka hanya akan mengikuti alur hidup yang dijalaninya tanpa adanya rasa untuk memberontak atau usaha untuk memperbaiki.

Berdasarkan jurnal “Hikikomori : Investigations into the Phenomenon of Acute Social Withdrawal in Contemporary Japan” oleh Michael J. Dziesinski (2003) mengungkapkan bahwa tekanan yang timbul dalam kehidupan yang dialami oleh para remaja Jepang, akan memunculkan kemungkinan dalam diri mereka yang berpikir dan memutuskan bahwa menarik diri dari masyarakat merupakan salah satu cara untuk menghindari hal-hal yang selama ini mereka takuti dan ingin hindari. Mereka yang menarik diri dari masyarakat tersebut dikenal dengan sebutan hikikomori yang merupakan salah satu fenomena yang terjadi dalam masyarakat Jepang.

Tindak ijime dapat menyebabkan seseorang merasa tertekan dan stress, meskipun ada juga beberapa dari mereka yang tidak demikian, yakni misalnya memberontak sebagai respon, tetapi tidak sedikit dari mereka yang merasa tertekan dan depresi mereka mulai menyadari bahwa mereka tidak berdaya dan merasa putus asa. Depresi tidak selalu mengarah kepada pengurungan diri, melainkan dapat juga mengarah ke tindak bunuh diri atau gangguan jiwa dan sebagainya. Tetapi, pada masyarakat Jepang, depresi dapat mengarah ke hikikomori, yakni tindakan mengurung diri dari dunia luar karena mendapat tekanan dari luar seperti stress, depresi, dan sebagainya.

Mereka yang menjalani hidup sebagai hikikomori adalah mereka yang biasanya mendapat tekanan dari masyarakat yang menyebabkan diri mereka menjadi stress dan merasa tidak tahan akan tekanan yang dihadapinya sehingga memilih untuk mengisolasi diri mereka dari masyarakat karena bagi mereka mengurung diri merupakan jalan yang terbaik yang dapat dilakukan ketimbang menghadapi tekanan yang kemungkinan akan didapat dari luar (Isobe, 2004).

Tamaki, Saito ( 斎藤 環 ) mendefinisikan hikikomori sebagai perilaku pengurungan diri seseorang di dalam kamar ataupun rumah dalam kurun waktu lebih dari 6 bulan dan ketat membatasi komunikasi dengan orang lain. Di Jepang, para perilaku hikikomori biasanya merujuk pada sekelompok kaum muda yang memutuskan untuk mengundurkan diri dari dari kehidupan sosial dan untuk tidak memiliki hubungan

(3)

dengan dunia luar selain dengan keluarganya. Mereka juga tidak berkerja atau berpartisipasi dalam segala bentuk kegiatan pendidikan melainkan hanya tetap berada di dalam kamarnya dalam kurun waktu yang cukup lama. Kebanyakan dari perilaku hikikomori adalah laki – laki dan sebagian besar terjadi selama masa pubertas dan remaja. Dan tidak sedikit dari mereka yang melakukan hikikomori adalah mereka yang mengalami penolakan sekolah (Tamaki, 1998).

Salah satu penyebab dari hikikomori menurut Michael Dziesinski (2003) adalah tekanan akibat ijime dimana hal ini juga merupakan sebuah fenomena yang marak terjadi di Jepang. Tekanan yang dihadapi secara terus menerus menyebabkan mereka merasa tertekan dan memilih untuk mengisolasi diri mereka. Ijime yang memiliki arti ‘penganiyaan’ yang terjadi di Jepang cenderung mengarah ke penganiyaan batin daripada fisik.

Pengalaman ditindas berhubungan dengan phobia sosial dimana korban mengalami depresi dan kecemasan. Jika ijime memiliki pengaruh terhadap terjadinya hikikomori, maka tidak heran sekolah Jepang menjadi tempat berkembang biaknya para pelaku hikikomori dilihat dari cukup tingginya tingkat ijime yang terjadi di sekolah Jepang.

Fenomena Hikikomori ini terlihat dalam sebuah drama yang berjudul Kazoku Game yang disutradarai oleh Sato Yuichi. Drama Kazoku Game ditayangkan pada tahun 2013, dan drama yang berjumlah 10 (sepuluh) episode ini merupakan adaptasi dari novel karya Honma Yohei. Drama Kazoku Game diperankan oleh beberapa aktor dan aktris yang cukup ternama, seperti Sakurai Sho sebagai pemeran utama dalam drama tersebut, kemudian Kamiki Ryunosuke, Uragami Seishuu, dan lainnya. Drama ini ditayangkan oleh Fuji TV yang memiliki genre family dan school.

Drama Kazoku Game menceritakan tentang seorang pengajar privat, Yoshimoto Koya yang diperankan oleh Sakurai Sho. Koya adalah pengajar privat dari Numata Shigeyuki (Uragami Seishu), seorang anak yang sedang berada di ambang putus sekolah menengah. Mengharapkan hasil segera, ayah Shigeyuki, Numata Kazushige (Itao Itsuji), membuat kesepakatan dengan Koya jika ia dapat membuat Shigeyuki kembali ke sekolah dalam waktu seminggu maka ia akan mendapat bonus dari gaji yang seharusnya

(4)

diterimanya. Shigeyuki adalah seorang anak yang telah diintimidasi di sekolah, dikhianati oleh sahabatnya, sehingga ia memutuskan untuk mengurung diri di kamar dan tidak ingin pergi ke sekolah.

Shigeyuki sebagai pelaku hikikomori menunjukkan alasan atau penyebab ia memilih untuk mengurung dirinya di kamar selama berhari – hari. Dalam keadaan yang semua serba tersedia di kamar, menjadikan Shigeyuki merasa tidak perlu keluar dari kamarnya karena ia telah memiliki semua yang ia butuhkan di dalam kamarnya, seperti komputer maupun manga sebagai temannya, banyak tersedianya botol air minum serta makanan yang menyebabkan ia merasa tidak perlu keluar kamar.

Alasan Shigeyuki mengurung diri di kamarnya adalah karena ia merasa nyaman dibandingkan harus datang ke sekolah dan menghadapi tindakan ijime yang dilakukan oleh teman – temannya kepadanya yang menimbulkan rasa tertekan pada dirinya. Jauh dari kehidupan sosial merupakan pilihannya karena ia merasa nyaman dan tidak akan ada yang dapat menyakitinya jika ia hanya tinggal diam di dalam ruangannya.

Keadaan – keadaan yang mencerminkan perilaku dari seorang hikikomori dalam drama Kazoku Game memperlihatkan bahwa terdapat pengaruh antara tindakan ijime di sekolah terhadap kelangsungan hidup seorang anak yang seharusnya dapat memiliki kehidupan yang normal tanpa harus memutuskan untuk mengurung dirinya. Seperti yang dikemukakan oleh Dziesinski (2003), bahwa ijime merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya hikikomori. Dengan alasan demikian, penulis tertarik untuk menganalisis perilaku kehidupan hikikomori pada tokoh Numata Shigeyuki yang terjadi karena tindakan ijime yang dilakukan oleh teman–teman sekolahnya yang menyebabkan Shigeyuki mengurung diri dan tidak mau pergi ke sekolah.

1.2Masalah Pokok

Berdasarkan latar belakang di atas, pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah pengaruh tindakan ijime terhadap fenomena hikikomori yang terdapat dalam masyarakat Jepang.

(5)

1.3Formulasi Masalah

Formulasi masalah dalam penelitian ini adalah penulis akan menjabarkan tentang ciri tindakan hikikomori yang disebabkan oleh ijime, menggunakan teori hikikomori, konsep ijime, serta teori psikologi yaitu depresi tokoh Shigeyuki yang terdapat dalam drama Kazoku Game.

1.4Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini, penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada fenomena hikikomori yang terdapat pada drama Kazoku Game karya Sato Yuichi sebagai korpus data. Hal ini dikarenakan dalam drama tersebut dibahas mengenai ciri tindakan dan penyebab hikikomori yang terjadi pada tokoh Shigeyuki, dimana hikikomori merupakan fenomena yang terjadi pada masyarakat Jepang saat ini. Bagian yang dianalisis yaitu dari episode ke-1 dan episode ke-2, karena kedua episode tersebut mencerminkan tindakan hikikomori yang terjadi pada tokoh Shigeyuki yang disebabkan oleh tindakan ijime oleh teman – teman sekolahnya.

1.5Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tindakan ijime terhadap munculnya fenomena hikikomori pada tokoh Shigeyuki dalam drama Kazoku Game karya Sato Yuichi.

1.6Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dilakukan melalui buku berbahasa Indonesia, Inggris, maupun Jepang, dan juga didukung oleh jurnal penelitian. Pada penelitian ini, penulis akan membahas mengenai ciri tindakan hikikomori yang disebabkan oleh ijime pada tokoh Shigeyuki dalam drama Kazoku Game episode 1 dan 2.

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai fenomena hikikomori, dalam jurnal yang berjudul ‘Hikikomori among Young Adults in Japan’ (2007), Koichi menyatakan sejak tahun 1990-an, Hikikomori sudah menjadi sebuah masalah sosial di Jepang. Dimana para remaja yang telah lulus dari sekolah atau perguruan tinggi, maupun yang dikeluarkan dari sekolah atau perguruan tinggi, tidak memiliki suatu pekerjaan dan memilih untuk mengisolasi dirinya dari masyarakat dengan mengurung diri di rumah. Tidak berbicara kepada anggota keluarganya bahkan mengurung dirinya

(6)

di kamar dengan pola waktu yang terbalik, tidur di siang hari dan bangun di malam hari. Bagi mereka, media adalah prioritas utama dalam pengambilan keputusan. Oleh sebab itu, mereka lebih memilih untuk hidup bersama orangtua mereka karena mereka merasa nyaman akibat semua telah disediakan oleh orangtua mereka, walaupun mereka tidak bekerja. Di Jepang, para orangtua pun terkadang dengan senang hati membiarkan anaknya untuk menetap di rumah dan hidup melalui uang jajan yang diberikan oleh orangtuanya hingga anak tersebut berusia 30-an.

Dari hasil penelitian Michael Dziesinski dalam jurnal nya yang berjudul “Hikikomori : Investigations into the phenomenon of acute social withdrawal in contemporary Japan” (2003), dinyatakan bahwa pelaku hikikomori cenderung remaja laki – laki berusia dari antara 16 – 30 tahun. Jangka waktu para pelaku hikikomori mengurung diri berkisar dari 6 bulan hingga 5 tahun lebih. Terdapat beragam penyebab hikikomori yaitu tekanan dari keluarga, laki – laki harus sukses agar bisa dijadikan sebagai role model, tingkat pendidikan, ijime, dan berbagai macam tekanan – tekanan lain yang dialami sehingga menyebabkan pelaku hikikomori tersebut mengurung dirinya. Banyak dari mereka yang memutuskan menjadi seorang hikikomori sebagai petunjuk atau tanda bahwa mereka sangat tertekan dan merasa sangat stress dan lelah terhadap kehidupan mereka, dalam hal sekolah atau pekerjaan, sehingga mereka tidak dapat menjadi remaja pada umumnya. Tekanan yang dihadapi menyebabkan rasa depresi yang kemudian berlanjut pada hikikomori, karena mereka tidak lagi memiliki semangat, mereka memilih untuk mengurung diri dan tidak keluar karena dengan begitu mereka merasa aman, atau bisa di katakan menghindar dari kenyataan.

Hikikomori bukanlah suatu penyakit melainkan hanya kebiasaan yang tidak sehat, seperti yang diungkapkan oleh Barr (2000), pelaku hikikomori bukanlah orang yang memiliki sakit mental, mereka juga manusia normal. Mereka hanya butuh pengalaman lebih banyak lagi sebagai manusia normal.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa kompetensi profesional guru adalah kemampuan yang dimiliki oleh guru sesuai dengan standar kompetensi

Dalam rangka mendukung pencapaian prioritas nasional sebagaimana telah ditetapkan dalam visi dan misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih yang dijabarkan dalam RPJMN periode

Halaman Game Indoor 3 Prototipe Jika user memilih game 4, user akan masuk pada tampilan game seperti lapangan permainan bowling dimana user mengikuti pergerakan

Simpulan berdasarkan hasil penelitian kegiatan Media Relations Hotel Santika Premiere Jakarta mengandalkan hubungan media cetak dan media elektronik melihat strategi

Sedangkan yang dimaksud dengan Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas

Menimbang, bahwa oleh karena pada waktu putusan perkara Nomor : 122/Pdt.G/2014/PN.Cbi dibacakan dipersidangan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cibinong pada

Ekstrak etanol jahe merah pada penelitian ini diformulasikan dalam bentuk krim untuk meningkatkan kemudahan penggunaannya dan efektivitasnya terhadap penurunan intensitas

Ada tiga faktor yang masih berpeluang untuk ditingkatkan yakni faktor aksesibilitas dengan indikator jangkauan pelayanan, faktor kehandalan/ketepatan dengan