• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

7

2.1 Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu 2.1.1 Teori Stakeholder

Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007). Konsep tanggung jawab sosial perusahaan secara umum dikenal dengan stakeholder theory artinya kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Stakeholder theory dimulai dengan asumsi bahwa nilai (value) secara eksplisit dan tak dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha (Kusumadilaga, 2010).

Tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya melampaui tindakan memaksimalkan laba untuk kepentingan pemegang saham (stakeholder), namun lebih luas lagi bahwa kesejahteraan yang dapat diciptakan oleh perusahaan sebetulnya tidak terbatas kepada kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan stakeholder, yaitu semua pihak yang mempunyai keterkaitan atau klaim terhadap perusahaan. Mereka adalah pemasok, pelanggan, pemerintah, masyarakat lokal, investor, karyawan, kelompok politik, dan asosiasi

(2)

perdagangan. Seperti halnya pemegang saham yang mempunyai hak terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, stakeholder juga mempunyai hak terhadap perusahaan (Untung dan Hartini, 2005).

Kekuatan para stakeholder pada dasarnya dapat mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan. Oleh karena itu power stakeholder ditentukan oleh besar kecilnya power yang dimiliki stakeholder atas sumber tersebut. Power tersebut dapat berupa kemampuan untuk membatasi pemakaian sumber ekonomi yang terbatas (modal dan tenaga kerja), akses terhadap media yang berpengaruh, kemampuan untuk mengatur perusahaan, atau kemampuan untuk mempengaruhi konsumsi atas barang dan jasa yang dihasilkan perusahaan (Ghozali dan Chariri, 2007). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut. Kelangsungan hidup perusahaan tergantung pada dukungan stakeholder dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakeholdernya. Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholdernya dengan mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholdernya, terutama stakeholder yang mempunyai kekuatan terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk perusahaan dan lain-lain (Danu, 2011).

(3)

2.1.2 Signaling Theory

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan selalu berdampak pada para stakeholders seperti karyawan, pemasok, investor, pemerintah, konsumen, serta masyarakat dan kegiatan-kegiatan tersebut menjadi perhatian dan minat dari para stakeholders, terutama para investor dan calon investor sebagai pemilik (calon) dan penanam (calon) modal perusahaan. Oleh karenanya, perusahaan berkewajiban untuk memberikan laporan sebagai informasi kepada para stakeholders. Laporan yang wajib diungkapkan oleh perusahaan setidaknya meliputi satu set laporan keuangan. Tetapi, perusahaan diijinkan untuk mengungkapkan laporan tambahan, yaitu laporan yang berisi lebih dari sekedar laporan keuangan, misalnya laporan tahunan tentang aktivitas CSR perusahaan ataupun laporan mengenai penerapan GCG (Good Corporate Governance) pada perusahaan. Tujuan dari laporan tambahan ini adalah untuk menyediakan informasi tambahan mengenai kegiatan perusahaan sekaligus sebagai sarana untuk memberikan tanda (signal) kepada para stakeholders mengenai hal-hal lain, misalnya memberikan tanda (signal) tentang kepedulian perusahaan terhadap wilayah sekitarnya, atau tanda bahwa perusahaan tidak hanya menyediakan informasi berdasarkan ketentuan peraturan tetapi menyediakan informasi yang lebih bagi para stakeholders. Tanda-tanda (signals) ini diharapkan dapat diterima secara positif oleh pasar sehingga mampu mempengaruhi kinerja pasar perusahaan yang tercermin dalam harga pasar saham perusahaan. Menurut Prasetyaningrum (2008) teori sinyal (signaling theory) menjelaskan mengapa perusahaan memiliki dorongan untuk memberikan laporan keuangan kepada pihak eksternal. Dorongan

(4)

perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan pihak luar (investor).

Menurut Morris dalam Prasetyaningrum (2008), asimetri informasi dapat terjadi apabila salah satu pihak memiliki sinyal informasi yang lebih lengkap dari pihak lain. Asimetri informasi terjadi jika manajemen tidak menyampaikan semua informasi yang diperoleh secara penuh sehingga mempengaruhi nilai perusahaan yang terefleksi pada perubahan harga saham karena pasar akan merespon informasi yang ada sebagai sinyal. Menurut Drever et al., (2007) signaling theory menekankan bahwa perusahaan pelapor dapat meningkatkan nilai perusahaan melalui pelaporannya. Jika perusahaan gagal dalam menyajikan informasi yang lebih, maka para stakeholders hanya akan menilai perusahaan sebagai perusahaan rata-rata sama dengan perusahaan-perusahaan yang tidak mengungkapkan laporan tambahan. Hal ini memberikan motivasi bagi perusahaan-perusahaan untuk mengungkapkan, melalui laporan keuangan, bahwa mereka lebih baik dari pada perusahaan yang tidak melakukan pengungkapan. Dengan demikian, signaling theory menekankan bahwa perusahaan akan cenderung menyajikan informasi yang lebih lengkap untuk memperoleh reputasi yang lebih baik dibandingkan perusahaan-perusahaan yang tidak mengungkapkan, yang pada akhirnya akan menarik investor.

Menurut Pramastuti (2007) menyatakan bahwa salah satu informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat digunakan sebagai tanda (signal) adalah kebijakan dividen perusahaan. Terdapat 3 syarat yang perlu diperhatikan dalam mengoptimalkan kebijakan dividen sebagai sinyal, yaitu:

(5)

(1) Manajemen harus memiliki insentif yang sesuai untuk mengirimkan sinyal yang jujur, meskipun beritanya buruk,

(2) Sinyal dari perusahaan yang sukses tidak mudah diikuti oleh pesaingnya yaitu perusahaan yang kurang sukses,

(3) Sinyal itu harus memiliki hubungan yang cukup berarti dengan kejadian yang diamati (misalnya pembagian deviden yang tinggi pada masa sekarang akan dihubungkan dengan arus kas yang tinggi pula di masa mendatang).

Roida (2008) menyatakan bahwa informasi yang disampaikan oleh pasar atau yang diterima oleh pasar merupakan sebuah sinyal yang dapat bermakna positif atau negatif, tergantung preferensi atas sinyal tersebut. Informasi jika dilihat dalam konteks sinyal dapat meningkatkan reputasi perusahaan, sehingga sinyal merupakan biaya untuk mendapatkan return (tingkat keuntungan) yang diharapkan oleh perusahaan. Salah satu corporate action yang merupakan informasi sekaligus tanda (signal) adalah perusahaan yang mengumumkan aktivitas CSR yang dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan. Roida (2008) juga menegaskan bahwa perusahaan yang sudah menerapkan kebijakan formal berupa CSR akan mengirimkan sinyal positif bagi pasar. Namun jika dihubungkan dengan apa yang dijalankan saat ini dengan reputasi perusahaan di masa lampau yang seperti perusakan lingkungan (Newmont di Minahasa, Freeport di Papua, dan Shell di Nigeria), eksploitasi buruh (Nike, GAP), melakukan suap untuk mendapatkan proyek, dan melakukan rekayasa keuangan, maka program CSR ini hanya menjadi alat untuk meningkatkan nilai perusahaan melalui

(6)

mempertahankan sahamnya. Begitu juga dengan sinyal bahwa CSR adalah budi pekerti korporat. Jika budi pekertinya tidak baik, maka masyarakat akan melihat budi pekerti korporat juga tidak baik. Pencitraan sebagai perusahaan dengan budi pekerti yang baik merupakan sebuah metode untuk mentransfer rival costs yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menghadapi pesaing pada industri sejenis. Sebagai contoh PT. HM. Sampoerna, tbk yang mencitrakan dirinya sebagai perusahaan yang menjalankan CSR melalui kepedulian pada pendidikan yang mana hasilnya diharapkan nilai perusahaan akan mengalami peningkatan atau dengan kata lain tujuan finansial perusahaan akan tercapai (Roida, 2008).

2.1.3 Corporate Social Responsibility

Pengertian CSR berdasarkan The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) menjelaskan, Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun untuk pembangunan (Solihin, 2008: 28).

Pengertian lainnya dari Corporate Social Responsibility (CSR) telah dikemukakan oleh banyak pakar. Diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh Darwin (2004) mendefinisikan CSR sebagai mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan stakeholders yang

(7)

melebihi tanggung jawab organisasi di bidang hukum. Tanggung jawab sosial secara lebih sederhana dapat dikatakan sebagai timbal balik perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan sekitarnya karena perusahaan telah mengambil keuntungan atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Proses pengambilan keuntungan tersebut perusahaan seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan dan dampak sosial lainnya. Berdasarkan definisi tersebut aktivitas CSR dapat dirangkum sebagai aktivitas perusahaan dalam mencapai keseimbangan atau integrasi antara aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial tanpa mengesampingkan ekspektasi para pemegang saham (menghasilkan profit).

Di lain pihak, pendukung konsep corporate social responsibility (CSR) berargumentasi bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab-tanggung jawab yang lebih luas dari sekedar mencari untung dan taat hukum terhadap para pemegang sahamnya. Tanggung jawab perusahaan itu mencakup isu-isu seperti lingkungan kerja, hubungan dengan masyarakat sekitar, dan perlindungan terhadap lingkungan (Zadek, 2006).

Garriga dan Mele (2004) memetakan teori-teori dan konsep-konsep mengenai CSR. Dalam kesimpulannya, Garriga dan Mele (2004) menjelaskan CSR mempunyai fokus pada empat aspek utama, yakni mencapai tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang berkelanjutan. Kedua, menggunakan kekuatan bisnis secara bertanggungjawab. Ketiga, mengintegrasikan kebutuhan-kebutuhan sosial. Keempat, berkontribusi ke dalam masyarakat dengan melakukan hal-hal yang beretika. Dengan demikian, teori-teori CSR secara praktis dapat digolongkan ke dalam empat kelompok teori yang berdimensi profit, politis, sosial, dan nilai-nilai etis.

(8)

Beberapa tahun terakhir banyak perusahaan semakin menyadari pentingnya menerapkan program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bagian dari strategi bisnisnya, ini berkaitan dengan tuduhan bahwa industri adalah penyumbang terbesar dari terjadinya pemanasan global jelas tidak terbantahkan lagi. Penggunaan energi yang boros hingga buangan limbah gas karbon akibat proses produksi merupakan dampak negatif operasi perusahaan yang terjadi setiap harinya. Pemanasan global selalu menjadi isu yang didengungkan perusahaan besar di dunia. Kondisi ini berbeda dengan apa yang terjadi di Indonesia. Menurut data yang dihimpun melalui (www.csrindonesia.com) mengatakan bahwa dalam CSR Indonesia 2007 yang menampilkan beragam perusahaan yang telah mengimplementasikan program CSR baru-baru ini, nampak jelas terlihat bahwa isu yang dibangun belum menyentuh masalah pemanasan global sama sekali. Banyak perusahaan menyatakan dengan gagah bahwa dengan programnya secara nyata akan mengurangi permasalahan bangsa dan masyarakat Indonesia terutama kemiskinan, pengembangan masyarakat, hingga pendidikan dan kesehatan.

Pertanggungjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan yang disebut Sustainability Reporting. Sustainability Reporting adalah pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (Anggraini, 2006). Sustainability report harus menjadi dokumen strategik yang berlevel tinggi yang menempatkan isu, tantangan dan peluang Sustainability Development yang membawanya menuju kepada core business dan sektor industrinya.

(9)

2.1.4 Pengungkapan Corporate Social Responsibility

Menurut Martin Freedman, dalam Kuntari dan Sulistyani (2007), ada tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja sosial, yaitu :

1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)

Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari operasioperasi yang dilakukan perusahaan. Pemeriksaan sosial dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba mengestimasi dan mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas-aktivitas tersebut. 2. Laporan Sosial (Social Report)

Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial telah diajukan oleh para akademis dan praktisioner. Pendekatan-pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosialnya ini dirangkum oleh Dilley dan Weygandt menjadi empat kelompok sebagai berikut (Kuntari dan Sulistyani, 2007) : a. Inventory Approach

Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini harus memuat semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat positif maupun negatif.

(10)

b. Cost Approach

Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan dan mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing aktivitas tersebut. c. Program Management Approach

Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan itu.

d. Cost Benefit Approach

Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap masyarakat.

3. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan (Disclosure In Annual Report) Pengungkapan sosial adalah pengungkapan informasi tentang aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosial perusahaan. Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai media antara lain laporan tahunan, laporan interim/laporan sementara, prospektus, pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa. Perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut. Gray, et al., dalam Florence, et al., 2004 menyebutkan ada tiga studi, yaitu :

(11)

a. Decision Usefulness Studies

Anggraini (2006) mengemukakan bahwa perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya dalam laporan keuangan. Sebagian dari studi-studi yang dilakukan oleh para peneliti yang mengemukakan pendapat ini menemukan bukti bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para pemakai laporan keuangan. Para analis, banker dan pihak lain yang dilibatkan dalam penelitian tersebut diminta untuk melakukan pemeringkatan terhadap informasi akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak terbatas pada informasi akuntansi tradisional yang telah dinilai selama ini, namun juga informasi yang lain yang relatif baru dalam wacana akuntansi. Mereka menempatkan informasi aktivitas sosial perusahaan pada posisi yang moderately important.

b. Economic Theory Studies

Studi ini menggunakan agency theory dimana menganalogikan manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Lazimnya, prinsipal diartikan sebagai pemegang saham atau tradisional users lain. Namun, pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh interest group perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik.

c. Social and Political Theory Studies

Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi organisasi dan teori ekonomi politik. Teori stakeholder mengasumsikan bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder.

(12)

Pengungkapan sosial yang dilakukan oleh perusahaan umumnya bersifat voluntary (sukarela), unaudit (belum diaudit), dan unregulated (tidak dipengaruhi oleh peraturan tertentu).

Anggraini (2006) mengatakan bahwa Corporate Social Responsibility terbagi menjadi 3 kategori yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan dan kinerja sosial. Sedangkan dalam penelitian ini mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan pelaporan sosial perusahaan berdasarkan standar GRI (Global Reporting Initiative). Global Reporting Initiative (GRI) adalah sebuah jaringan berbasis organisasi yang telah mempelopori perkembangan dunia, paling banyak menggunakan kerangka laporan keberlanjutan dan berkomitmen untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan penerapan di seluruh dunia (www.globalreporting.org).

2.1.5 Nilai Perusahaan

Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm) (Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Menurut Husnan (2000) nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Sedangkan menurut Keown (2004) nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan

(13)

merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Hal ini juga dikuatkan oleh penelitian Pamadanu (2011) bahwa semakin tinggi nilai peusahaan (PBV) maka akan semakin tinggi nilai return saham perusahaan.

Nilai perusahaan didefinisikan sebagai nilai pasar karena nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan. Sedangkan Wahyudi (2006) dalam Nurlela dan Islahuddin (2008) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut dijual. Dalam penilaian perusahaan terkandung unsur proyeksi, asuransi, perkiraan, dan judgment. Ada beberapa konsep dasar penilaian yaitu: nilai ditentukan untuk suatu waktu atau periode tertentu; nilai harus ditentukan pada harga yang wajar; penilaian tidak dipengaruhi oleh kelompok pembeli tertentu.

Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan, di antaranya adalah: a) pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio, metode kapitalisasi proyeksi laba; b)

(14)

pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas; c) pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen; d) pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva; e) pendekatan harga saham; f) pendekatan economic value added (Suharli, 2006). Pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Akan tetapi di balik tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan index yang tepat untuk mengukur tingkat efektifitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau memaksimalisasikan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi. Herwidayatmo (dalam Kurniawan, 2008) mengatakan nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Pada neraca keuangan, ekuitas menggambarkan total modal perusahaan. Selain itu, nilai pasar bisa menjadi ukuran nilai perusahaan. Penilaian terhadap perusahaan tidak hanya mengacu pada nilai nominal. Menurutnya kondisi perusahaan mengalami banyak perubahan setiap waktu secara signifikan.

Menurut Fama (1978) nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan

(15)

penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan. Sebelum krisis nilai perusahaan dan nominalnya cukup tinggi. Tapi setelah krisis kondisi perusahaan merosot sementara nilai nominalnya tetap ().Suatu perusahaan dikatakan mempunyai nilai yang baik jika kinerja perusahaan juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai sahamnya tinggi bisa dikatakan nilai perusahaannya juga baik. Karena tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Gapensi, 1996 dalam Wahidahwati, 2002).

Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena dalam Tobin’s Q memasukkan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh asset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh asset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber

(16)

pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur. Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar asset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku asset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004).

2.1.6 Profitabilitas

Banyak pimpinan mendasarkan kinerja perusahaan yang dipimpinnya pada financial performance. Paradigma yang dianut oleh banyak perusahaan tersebut adalah profit oriented. Perusahaan yang dapat meperoleh laba besar, maka dapat dikatakan berhasil atau memiliki kinerja financial yang baik. Sebaliknya apabila laba yang diperoleh perusahaan relatif kecil, maka dapat dikatakan perusahaan kurang berhasil atau kinerja yang kurang baik, hal tersebut dikarenakan profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaan. Menurut Brigham and Houston (2001), profitabilitas adalah serangkaian kebijakan dan keputusan. Profitabilitas dapat dikatakan sebagai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada periode akuntansi. Profitabilitas adalah faktor yang memberikan kebebasan dan fleksibelitas kepada manajemen untuk melakukan dan mengungkapkan kepada pemegang saham program tanggung jawab sosial secara lebih luas (Heinze, 1976 dalam Florence, et al., 2004)

(17)

Menurut Saidi (2004) Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Para investor menanamkan saham pada perusahaan adalah untuk mendapatkan return, yang terdiri dari yield dan capital gain. Semakin tinggi kemampuan memperoleh laba, maka semakin besar return yang diharapkan investor, sehingga menjadikan nilai perusahaan menjadi lebih baik.

Apabila seorang manajer telah bekerja keras dan berhasil meningkatkan penjualan sementara biaya tidak berubah, maka laba harus meningkat melebihi periode sebelumnya, yang mengisyaratkan keberhasilan. Profitabilitas yang tinggi menunjukan prospek perusahaan yang baik, sehingga investor akan merespon positif sinyal tersebut dan nilai perusahaan akan meningkat (Sujoko dan Soebintoro, 2007). Hubungan antara profitabilitas perusahaan dengan pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan telah menjadi postulat (anggapan dasar) untuk mencerminkan pandangan bahwa reaksi sosial memerlukan gaya manajerial. Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial (Bowman & Haire, 1976 dan Preston, 1978, Hackston & Milne, 1996 dalam Anggraini, 2006).

Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mencerminkan suatu pendekatan manajemen adaptive dalam menghadapi lingkungan yang dinamis dan multidimensional serta kemampuan untuk mempertemukan tekanan sosial dengan reaksi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, ketrampilan manajemen perlu dipertimbangkan untuk survive dalam lingkungan perusahaan masa kini (Cowen, et al., 1987 dalam Florence, et al., 2004). Menurut Petronila dan Mukhlasin (2003) dalam Wahidahwati (2002) profitabilitas merupakan gambaran dari kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan. Ukuran profitabilitas dapat berbagai

(18)

macam seperti: laba operasi, laba bersih, tingkat pengembalian investasi/aktiva, dan tingkat pengembalian ekuitas pemilik. Wahidahwati (2002) mengungkapkan bahwa rasio profitabilitas atau rasio rentabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.

2.1.7 Return On Assets (ROA)

ROA merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki perusahaan. Kinerja perusahaan dinilai baik apabila nilai ROA meningkat (Fitriyani, 2012). Penelitian mengenai pengaruh kinerja keuangan dalam hal ini ROA terhadap nilai perusahaan menunjukkan hasil yang tidak konsisten. ROA yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila ROA yang negatif menunjukkan bahwa perusahaan mengalami kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan. Sebaliknya, jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak memberikan laba artinya perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat pertumbuhan. Semakin tinggi ROA menunjukkan semakin baik kinerja perusahaan, karena dana yang diinvestasikan ke dalam aset dapat menghasilkan Earning After Tax (EAT) yang semakin tinggi (Ang, 1997).

Menurut Brigham dan Houston (2006) secara sistematis ROA dapat dihitung dengan rumus:

(19)

2.1.8 Return on Equity (ROE)

Return on Equity (ROE) merupakan salah alat utama investor yang paling sering digunakan dalam menilai suatu saham. Return on Equity (ROE) merupakan rasio keuangan yang banyak digunakan untuk mengukur kenerja perusahaan, khususnya menyangkut profitabilitas perusahaan. Return on Equity (ROE) untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atas modalnya sendiri. Profitabilitas dapat diproksi melalui Return on Equity (ROE) sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. Menurut Brigham and Houston (2001) Return on Equity adalah rasio laba bersih setelah pajak terhadap modal sendiri. Maksud dari definisi ROE yang dikemukakan oleh Brigham and Houston tersebut adalah bahwa rasio ini mengukur tingkat pengembalian atas investasi bagi para pemegang saham.

Dari definisi ROE di atas dapat disimpulkan bahwa, tingkat pengembalian modal atau ROE adalah rasio yang mengukur berapa besar pengembalian yang diperoleh pemilik perusahaan (pemegang saham) atas modal yang disetorkannya untuk perusahaan tersebut. Secara umum, semakin tinggi ROE, semakin baik kedudukan pemilik perusahaan sehingga akan meyebabkan baiknya penilaian investor terhadap perusahan yang menyebabkan meningkatnya harga saham dan nilai perusahaan. Penelitian Susanti (2010) menyimpulkan bahwa faktor profitabilitas berpengaruh signifikan dalam meningkatkan nilai perusahaan, dalam penelitiannya menunjukkan profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan saham. Selanjutnya permintaan saham yang meningkat akan

(20)

menyebabkan nilai perusahaan yang meningkat. Return on Equity (ROE) dapat di rumuskan sebagai berikut:

2.1.9 Net Profit Margin (NPM)

Untuk mengukur keberhasilan sebuah manajemen dalam mengelola perusahaan serta seberapa besar perusahaan tersebut mampu mendapatkan laba, ada sebuah alat analisa yang dapat mengukur kedua hal diatas, alat analisis tersebut dinamakan net profit margin (NPM). NPM juga merupakan bagian dari rasio profitabilitas yang mengukur seberapa jauh perusahaan mendapatkan laba dari kegiatan operasionalnya. Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya perusahaan pada periode tertentu.

Rasio ini membandingkan antara keuntungan bersih setelah pajak terhadap penjualan bersih. Kalau rasio ini semakin tinggi berarti menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Apabila rasio ini rendah menunjukkan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Rasio ini memberi gambaran laba untuk para pemegang saham sebagai persentase dari penjualan. Net Profit Margin (NPM) dapat di rumuskan sebagai berikut:

(21)

2.2 Penelitian Terdahulu

Hasil-hasil penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1

Hasil Penelitian Terdahulu

Nama

Peneliti Tahun Judul Variabel yang Digunakan Hasil yang Diperoleh

Barbara Gunawan dan Suharti Sri Utami 2008 Peranan Corporate Social Responsibility Dalam Nilai Perusahaan a. Variabel Dependen: Nilai Perusahaan; b. Variabel Independen: Corporate Social Responsibility; c. Variabel Moderating: Kepemilikan manajerial dan tipe industri 1. Corporate Social Responsibility memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan

2. Variabel kepemilikan manajerial dan tipe industri memiliki

pengaruh sebagai variabel moderasi yang

memperkuat hubungan antara Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan.

Rimba Kusumadilaga 2010 Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating 2.2 Variabel Dependen: Nilai Perusahaan; 2.3 Variabel Independen: Corporate Social Responsibility; 2.4 Variabel Moderating: Profitabilitas 1. Variabel CSR berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. 2. Variabel profitabilitas

mempengaruhi hubungan CSR dan nilai perusahaan. 3. Terdapat perbedaan luas

pengungkapan CSR periode sebelum dan sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Reny Dyah Retno M. dan Denies Priantinah M.Si., Ak. 2012 Pengaruh Good Corporate Governance Dan Pengungkapan Corporate Social Responsibilty Terhadap Nilai Perusahaan a. Variabel Dependen: Nilai Perusahaan; b. Variabel Independen: Pengungkapan Corporate Social Responsibility dan GCG Pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan dengan variabel kontrol Ukuran Perusahaan, Jenis industri, Profitabilitas, dan Leverage pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2007-2010. Laras Surya Ramadhani dan Basuki Hadiprajitno 2012 Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bei a. Variabel Dependen: Nilai Perusahaan; b. Variabel Independen: Corporate Social Responsibility; c. Variabel Moderating: Prosentase Kepemilikan Manajemen 1. Corporate Social Responsibility tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan 2. Variabel kepemilikan

manajerial memiliki pengaruh sebagai variabel moderasi yang

memperkuat hubungan antara Corporate Social Responsibility terhadap nilai perusahaan.

(22)

Olivia Tjia and Lulu

Setiawati 2012

Effect of CSR Disclosure to Value of the Firm: Study for Banking Industry in Indonesia a. Variabel Dependen: Nilai Perusahaan; b. Variabel Independen: Pengungkapan Corporate Social Responsibility; Pengungkapan Corporate Social Responsibility tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang diukur oleh TobinsQ Priyatna Bagus Susanto dan Imam Subekti 2012 Pengaruh Corporate Social Responsibility dan Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan (Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia) a. Variabel Dependen: Nilai Perusahaan; b. Variabel Independen: Pengaruh Corporate Social Responsibility dan GCG

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengungkapan corporate social responsibility tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Hal ini dapat dikarenakan

perusahaan belum mengkomunikasikan

corporate social responsibility secara tepat dan sebagian besar perusahaan publik hanya berfokus pada faktor

keuangan.

2.3 Kerangka Berpikir

Gambar 1 Kerangka Berpikir

2.4 Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan

Corporate Social Responsibility menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan karena salah satu dasar pemikiran yang melandasi Corporate Social Responsibility yang pada saat ini dianggap sebagai

Profitabilitas (X2) Nilai Perusahaan (Y) Corporate Social Responsibility (X1)

(23)

inti etika bisnis adalah kesadaran bahwa perusahaan tidak hanya memiliki kewajiban ekonomi dan legal terhadap pemegang saham (shareholder) saja, tetapi juga memiliki kewajiban sosial terhadap stakeholder (pemangku kepentingan) seperti pemerintah, customers, investors, masyarakat, pegawai dan bahkan kompetitor. Stakeholder theory berpandangan bahwa perusahaan harus melakukan pengungkapan sosial sebagai salah satu tanggung jawab kepada para stakeholder.

Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaaan. Nilai perusahaan akan terjamin tumbuh secara berkelanjutan (sustainable) apabila perusahaan memperhatikan dimensi ekonomi dan lingkungan hidup karena keberlanjutan merupakan keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan. Dimensi tersebut terdapat di dalam penerapan Corporate Social Responsibility yang dilakukan perusahaan sebagai bentuk pertanggungjawaban dan kepedulian terhadap lingkungan di sekitar perusahaan. Survei yang dilakukan Booth-Harris Trust Monitor pada tahun 2001 dalam Sutopoyudo (2009) menunjukkan bahwa mayoritas konsumen akan meninggalkan suatu produk yang mempunyai citra buruk atau diberitakan negatif. Banyak manfaat yang diperoleh perusahaan dengan pelaksanan corporate social responsibility, antara lain produk semakin disukai oleh konsumen dan perusahaan diminati investor.

Peneliti lain, Gunawan dan Utami (2008) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan, artinya bahwa CSR merupakan faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya nilai

(24)

perusahaan. Semakin banyak perusahaan mengungkapkan item pengungkapan sosialnya dan semakin bagus kualitas pengungkapannya, maka akan semakin tinggi nilai perusahaannya. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitan dari Kusumadilaga (2010) yang menyatakan tentang adanya pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan.

Sebaliknya, terdapat beberapa peneliti yang menyatakan bahwa CSR tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Menurut Ramadhani dan Hadiprajitno (2012), variabel Corporate Social Responsibility tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang berarti bahwa semakin luas pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan tidak berpengaruh terhadap naik atau turunnya nilai perusahaan. Peneliti lainnya Tjia dan Setiawati (2012:177) menyatakan bahwa pada perusahaan perbankan, pengungkapan CSR ternyata tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat menarik hipotesis sebagai berikut:

H₁ : Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.

2. Pengaruh Profitabilitas sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan

Profitabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktivitas yang dilakukan pada periode akuntansi. Profitabilitas dapat menjadi pertimbangan penting bagi investor dalam keputusan investasinya, karena semakin besar dividen akan semakin

(25)

menghemat biaya modal, di sisi lain para manajer (insider) menjadi meningkat powernya bahkan bisa meningkatkan kepemilikannya akibat penerimaan deviden sebagai hasil keuntungan yang tinggi. Dengan tawaran mendapatkan hasil keuntungan yang tinggi, diharapkan dapat menarik minat investor didalam berinvestasi. Pengungkapan sosial perusahaan diwujudkan melalui kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial. Semakin baik kinerja yang dilakukan perusahaan didalam memperbaiki lingkungannya (kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial), maka nilai perusahaan semakin meningkat sebagai akibat dari para investor yang menanamkan sahamnya pada perusahaan. Hal tersebut dikarenakan para investor lebih tertarik untuk menginvestasikan modalnya pada korporasi yang ramah lingkungan.

Menurut Preston (1978) semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Corporate Social Responsibility akan meningkatkan nilai perusahaan pada saat profitabilitas perusahaan meningkat. Sebaliknya, hasil penelitian Kusumadilaga (2010) menunjukkan bahwa variabel profitabilitas sebagai variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR dan nilai perusahaan. Dengan kata lain Corporate Social Responsibility tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan pada saat profitabilitas perusahaan tinggi, dan sebaliknya CSR tidak dapat menurunkan nilai perusahaan pada saat profitabilitas perusahaan rendah.

(26)

a. Pengaruh ROA sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan.

Definisi Return On Asset (ROA) menurut Sawir (2001), yaitu “Return On Asset (ROA) yaitu rasio antara Net Income After Tax terhadap aset secara keseluruhan menunjukan ukuran produktivitas aktiva dalam memberikan pengembalian pada penanaman modal”.

Penelitian sebelumnya Su’aidah (2010) menunjukkan adanya pengaruh ROA terhadap nilai perusahaan. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Putri (2012) yang menunjukkan hasil yang sama yaitu ROA berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Sedangkan hasil berbeda diperoleh dari penelitian Suranta dan Pratana (2004) serta Carningsih (2009) yang menemukan bahwa ROA justru berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

H₂ : ROA memiliki pengaruh positif sebagai variabel moderating dalam hubungan antara Corporate Social Responsibility dan nilai perusahaan.

b. Pengaruh ROE sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara

Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan.

Rentabilitas modal sendiri atau return on equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi pemilik

(27)

perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan didalam perusahaan. (Syamsudin ,2007 : 64)

Menurut Su’aidah (2010) dan Peni (2011) ROE terbukti memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian

Carningsih (2009) Return On Equity (ROE) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan

.

Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H3 : ROE memiliki pengaruh positif sebagai variabel moderating dalam

hubungan antara Corporate Social Responsibility dan nilai perusahaan.

c. Pengaruh NPM sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara

Corporate Social Responsibility dan Nilai Perusahaan.

Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih. Menurut Bastian dan Suhardjono (2006), Net Profit Margin adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Rasio ini sangat penting bagi manajer operasi karena mencerminkan strategi penetapan harga penjualan yang diterapkan perusahaan dan kemampuannya untuk mengendalikan beban usaha.

Peneletian Susanti (2010) menyatakan bahwa profitabilitas (NPM) berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian Ardiani (2007) dan Rinati (2008:9) menunjukkan bahwa NPM tidak

(28)

mempunyai pengaruh terhadap harga saham, dimana harga saham menurut Pamadanu (2011) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H4 : NPM memiliki pengaruh positif sebagai variabel moderating dalam

Gambar

Gambar 1  Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

signifkan terhadap kepuasan konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis Ho ditolah dan Ha diterima. Artinya, service excellence yang terdiri dari veriabel

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar atau

Dalam hal ini ia dapat bergerak satu kaki , asalkan yang lain tetap di tempat nya sebagai poros kaki. Menghidupkan kaki poros diperbolehkan. Dia dapat mengubah pivot dan bergerak

Kemudahan dalam mendapatkan pinjaman modal juga mempengaruhi keputusan petani untuk budidaya melon, karena modal yang dibutuhkan untuk budidaya melon cukup besar dan

Ketidakharmonisan tersebut menyebabkan setiap makhluk hidup harus berusaha mencari kebutuhan hidupnya agar terpenuhi dan bertahan hidup dikala terjadi kegagalan usaha

Terkait dengan terbatasnya data dan informasi biologi udang di Teluk Cempi, perlu dilakukan kajian nisbah kelamin, sebaran panjang dan berat, hubungan panjang dan berat, TKG,

Asumsi yang umum pada program groupware adalah pesan yang dikirim dari satu komputer akan tiba dalam bentuk yang sama pada komputer lain. Ini bergantung pada protocol