• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 KAJI LITERATUR. 2.1 Crashworthiness

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 KAJI LITERATUR. 2.1 Crashworthiness"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 2 Kaji Literatur

BAB 2

KAJI LITERATUR

Crashworthiness tidak bisa dilepaskan dari peristiwa tumbukan akibat

tabrakan. Tumbukan adalah permasalahan dinamik dan nonlinier yang terjadi dalam waktu yang singkat, dalam orde milidetik sampai mikrodetik. Tabung yang mengalami tumbukan pada arah aksial akan mengalami fenomena yang dikenal sebagai progressive buckling. Pada fenomena ini energi tumbukan diubah menjadi lipatan-lipatan yang berurut dan berulang. Referensi yang digunakan pada pembahasan bab ini adalah [1], [2],[3], [4], [7], [8], [9], [15], [16], [18] dan [20].

2.1 Crashworthiness

Pengertian crashworthiness secara umum adalah ketahanan struktur terhadap tabrakan. Pentingnya crashworthiness didalam dunia transportasi telah diaplikasikan di berbagai negara maju. Pada bidang otomotif, hampir semua produsen mobil telah melakukan uji crashworthiness (gambar 2.1) terhadap kendaraan jenis terbaru sebelum menjualnya ke konsumen, contohnya subaru yang baru-baru ini melakukan uji crashworthiness untuk model mobil terbarunya.

Ada dua kriteria yang harus dipenuhi oleh mobil untuk memenuhi crashworthiness :

1. Kompartemen penumpang tidak berubah bentuk dan tidak ada intrusi benda luar yang bisa membahayakan penumpang.

2. Tersedianya jarak deformasi di depan kompartemen penumpang sehingga deselarasi berlebihan pada penumpang dapat dicegah.

Pada mobil untuk melindungi bagian kompartemen penumpang karena tabrakan dibagian depan dipasang sistem bumper. Sistem bumper ini akan menyerap energi tumbukan akibat tabrakan dengan cara berdeformasi. Dengan berdeformasi, sistem bumper dapat mengurangi kerusakan pada kompartemen penumpang yang mengakibatkan penumpang terluka serta memberikan perlambatan yang berada pada tingkat aman terhadap tubuh penumpang.

(2)

Bab 2 Kaji Literatur

Sistem bumper terdiri dari frontal bar dan longitudinal. Ketika tabrakan didepan terjadi frontal bar menyalurkan energi tumbukan pada longitudinal. Energi tersebut kemudian diserap oleh longitudinal, dengan cara deformasi plastis berupa lipatan-lipatan berulang pada longitudinal.

Gambar 2.1 Uji crashworthiness pada mobil (Auto Motor und Sport spezial 1992, photo H.P. Seufert)

2.2 Tumbukan

Tumbukan adalah suatu perubahan momentum yang tiba-tiba pada saat dua benda saling bersentuhan, tanpa perubahan posisi yang berarti.

Berdasarkan Salah Faik dan Witteman [4] ada empat aspek penting dalam masalah tumbukan yaitu :

1. Mekanika klasik

2. Propagasi gelombang elastik 3. Mekanika kontak

(3)

Bab 2 Kaji Literatur

2.3.1 Mekanika Klasik

Mekanika klasik membahas tumbukan berdasarkan aplikasi dari hukum-hukum mekanika dasar untuk memprediksi kecepatan setelah tumbukan. Hukum impuls-momentum merupakan inti dari pendekatan ini. Matematika aljabar yang digunakan cukup mudah dan dimengerti oleh semua ahli teknik. Energi yang hilang telah diperhitungkan dengan menggunakan definisi koefisien restitusi. Akurasi dari koefisien ini sangat penting untuk mendapatkan hasil yang benar. Kerugian pendekatan ini adalah tidak mampu memprediksi gaya kontak antara kedua benda atau stress diantara keduanya.

2.3.2 Propagasi Gelombang Elastik

Tumbukan disertai dengan gelombang stress yang merambat pada benda yang mengalami tumbukan dan menjauhi daerah tempat terjadinya tumbukan. Jika energi yang berubah menjadi getaran adalah bagian yang terpenting dalam energi total maka pendekatan mekanika klasik tidak dapat digunakan pada masalah tumbukan ini. Pendekatan ini digunakan pada tumbukan pada batang arah longitudinal (gambar 2.2), tumbukan suatu benda penumbuk pada batang dan untuk mengetahui efek viskoelastis pada perilaku tumbukan.

Gambar 2.2 Propagasi gelombang elastik [22] L

Kecepatan batang (V)

Saat t = 0

dL Stasioner dan tertekan

Stress wave (C) Tidak tertekan L

Saat waktu t

(4)

Bab 2 Kaji Literatur

2.3.3 Mekanika Kontak

Tegangan (Stress)pada bidang kontak akibat tumbukan antara dua benda menjadi bagian lain yang menarik pada studi mengenai tumbukan. Mekanika kontak konvensional dengan basis kontak statis sudah diperluas untuk memberikan solusi pendekatan pada masalah tumbukan. Pada permukaan bola, teori Hertz digunakan untuk mendapatkan hubungan antara gaya dan deformasi yang dibutuhkan untuk menghitung lamanya tumbukan dan jarak maksimum akibat tumbukan. Pendekatan ini telah dipeluas pada kasus-kasus yang mengandung deformasi plastis. Persamaan gaya-deformasi sering diperluas dengan memberikan efek redaman untuk merepresentasikan disipasi pada daerah kontak, sehingga daerah kontak dapat dimodelkan secara lebih efektif sebagai sistem spring-damper.

2.3.4 Deformasi Plastis

Ketika regangan plastis berada diatas skala deformasi yang ada, model propagasi gelombang elastik tidak dapat lagi digunakan untuk menganalisis tumbukan. Ini adalah domain dari tumbukan dengan kecepatan tinggi yang pada umumnya berkaitan dengan ledakan dan proyektil. Goldsmith memberikan studi mengenai subyek ini dengan menggunakan dua pendekatan yaitu teori hidrodinamik dari perilaku benda solid dan teori propagasi gelombang plastis. Pada teori hidrodinamik, deformasi permanen diperhitungkan sebagai hasil dari perubahan kerapatan benda. Persamaan keadaan untuk material yang menghubungkan tekanan dengan perubahan kerapatan dan temperatur atau entropi digunakan bersama dengan hukum konservasi momentum, energi dan massa. Pada teori propagasi regangan plastis, material dipertimbangkan sebagai inkompresibel pada domain plastis.

(5)

Bab 2 Kaji Literatur

2.4 Perkembangan Penelitian Tumbukan pada Tabung

Telah banyak penelitian mengenai tumbukan pada struktur berdinding tipis [7]. Wierzbicki dan Abramowicz (1983,1989) serta Jones (1983) mengeluarkan teori dasar mengenai mekanika struktur berdinding tipis. Teori dasar ini membahas hubungan antara lebar, ketebalan dinding dan bentuk geometri pada penyerapan energi untuk modus pelipatan (folding) tertentu. Wang dan Yuan (1992) membuat analisis untuk tabung lingkaran yang memiliki modus pelipatan berbeda-beda. Kemudian Kim (1996) melakukan eksperimen dan analisis untuk tabung berpenampang persegi empat.

Pengaruh material pada penyerapan energi juga sangat menarik. Beermann (1982), Behler (1991) dan Markiewiez (1996) meneliti pengaruh strain rate baja pada tumbukan dinamik. Belingardi (1994) meneliti perilaku tumbukan pada tabung aluminium. Serta Albertini (1996) Magee (1978) dan Wheeler (1998) memberikan perbandingan perilaku tumbukan antara material aluminium dengan baja.

Wheeler (1998) dan Kormi (1995) mempublikasikan penggunaan penguat (stiffener), dari pengamatan mereka penggunaan stiffener ternyata memberikan perilaku pelipatan yang kurang stabil. Giess (1998) menjelaskan simulasi numerik dengan penampang bujur sangkar dengan ketebalan dinding bervariasi, temanya mengenai optimisasi beban buckling. Penelitian yang lain membahas mengenai tabung yang di las atau di tempel dengan lem, jarak antara spot weld memberikan pengaruh pada perilaku pelipatan (Nishino 1992, Eichhorn 1984, Barbat 1995), serta pengaruh dari pemicu (trigger) (Krauss 1994, Yamaguchi 1985). Pada umumnya penelitian hanya berdasarkan beban aksial (longitudinal), beban yang lebih realistik adalah beban yang diberi sudut incident (Crutzen 1996).

(6)

Bab 2 Kaji Literatur

2.5 Progressive Buckling

Sebuah tabung aluminium diberi beban aksial (gambar 2.3) maka akan didapatkan kurva gaya (crushing force) terhadap perpindahan (crushing length) yang diperlihatkan pada gambar 2.4.

Gambar 2.3 Tabung aluminium diberi pembebanan aksial [20]

Gambar 2.4 Kurva gaya (crushing force)-perpindahan (crushing length) tabung aluminium yang diberi beban aksial [20]

Tiap pasang puncak pada kurva gaya-perpindahan (gambar 2.4) berhubungan dengan terjadinya sebuah lipatan pada tabung. Lipatan yang terjadi pada tabung aluminium untuk kurva gaya-perpindahan diatas dapat dilihat pada gambar 2.5.

(7)

Bab 2 Kaji Literatur

Biasanya lipatan-lipatan ini terjadi secara berurutan dari salah satu ujung tabung. Fenomena terbentuknya lipatan-lipatan ini disebut juga sebagai progressive buckling.

Gambar 2.5 Rekaman fotografi dari proses pembentukan lipatan [20]

Gambar 2.5 menunjukkan bagaimana terbentuknya lipatan-lipatan. Penggunaan paling efisien dari tabung sebagai komponen penyerap energi adalah ketika tabung tersebut mengalami deformasi plastis seperti gambar 2.6.

Gambar 2.6 Tabung baja berdinding tipis berpenampang bujur sangkar sebelum dan setelah pembebanan longitudinal (Quasi -Static) [20]

Gaya awal yang menyebabkan terjadinya pelipatan pada tabung sangat erat kaitannya dengan gaya maksimum pada awal siklus buckling (Peak load). Gaya ini

(8)

Bab 2 Kaji Literatur

sangat penting untuk desain crashworthiness yang memberikan indikasi besarnya gaya untuk memicu terjadinya progressive buckling dan memulai proses penyerapan energi. Kemudian gaya penghancur rata-rata / mean crushing force (Pm) menentukan besarnya penyerapan energi oleh tabung selama berdeformasi plastis.

2.6 Elemen Dasar Progressive Buckling

Mekanisme terbentuknya lipatan ini dibangun dengan asumsi material yang rigid dan plastis serta dengan menggunakan kondisi kontinuitas kinematik pada batas antara daerah rigid dan daerah yang terdeformasi. Perhitungan dengan menggunakan keseimbangan energi menunjukan bahwa dua pertiga energi plastis selalu dilepaskan melalui deformasi inextensional, dan sepertiganya lagi dilepaskan melalui deformasi extensional [1].

Ada dua buah elemen dasar yang digunakan untuk menganalisis perilaku

progessive buckling / collapse dari tabung bujursangkar secara teoritik yaitu elemen

dasar tipe 1 dan elemen dasar tipe 2.

Gambar 2.7 Elemen dasar tipe 1 (a) dan elemen dasar tipe 2 (b) [9]

Dijelaskan dalam referensi [9] energi yang diserap oleh elemen dasar tipe 1 dengan sisi atas dan sisi bawah yang dijepit sebesar

2

1 O(16 1 / 2 4 3 / )

(9)

Bab 2 Kaji Literatur

Dimana I1 = 0,555 dan I3 =1,148. Parameter H diperlihatkan pada gambar 2.8 dan r adalah radius toroidal elemen shell pada wilayah kecepatan yang dapat diterima secara kinematik [1]. Untuk elemen dasar tipe 2 energi ini diberikan oleh

2

2 O(8 / 2 4 )

E =M H t+ πb+ H (2-2)

2.7 Modus Progressive Buckling pada Tabung Bujursangkar

Ada empat modus progressive buckling yang muncul pada tabung bujursangkar. Modus ini dibagi menurut besarnya energi yang diserap oleh lipatan-lipatan yang terjadi. Modus yang pertama adalah modus simetris, kemudian yang kedua adalah modus asimetris tipe A, lalu modus asimetris tipe B dan modus ekstensional.

2.7.1 Modus Simetris

Modus simetris ini memiliki satu lapis yang memiliki empat lipatan yang berdeformasi kedalam, tiga lipatan yang berdeformasi ke dalam dan satu keluar, atau dua lipatan yang berlawanan berdeformasi kedalam dan dua lipatan yang lain berdeformasi keluar (modus quasi-inextensional). Gambar model kertas serta spesimen uji untuk modus simetris ini diperlihatkan pada gambar 2.8.

Modus simetris memiliki satu lapis yang terdiri dari empat buah elemen dasar tipe 1 dengan energi yang diserap sesuai persamaan (2-1). Dengan menyamakan kerja luar dan kerja dalam kemudian meminimalisasinya terhadap r dan H, didapatkan prediksi mean crushing force (Pm) serta H (setengah panjang lipatan) :

1/ 3 0 38.12 m P b M t ⎛ ⎞ = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (2-3) 2 / 3 0.99 H b t t ⎛ ⎞ = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (2-4) Dimana 2 0 0 / 4 Mt 0

σ adalah flow stress dari material tabung,

(

) (

)

2 3 0 2 2 1 2 y u n n σ σ σ = + + (2-5)

(10)

Bab 2 Kaji Literatur

Gambar 2.8 Model kertas (a) dan spesimen uji (b) modus simetris (quasi-inextensional) [9]

2.7.2 Modus Asimetris Tipe A

Modus asimetris tipe A memiliki satu lapis yang memiliki tiga lipatan berdeformasi keluar serta satu lipatan yang berdeformasi kedalam. Gambar model kertas serta spesimen uji untuk modus ini diperlihatkan gambar 2.9.

Modus asimetris tipe A memiliki dua lapisan yang terdiri dari kombinasi enam elemen dasar tipe 1 dan dua elemen dasar tipe 2. Untuk modus jenis ini prediksi mean crushing force (Pm) serta H (setengah panjang lipatan):

2 92 . 2 58 . 33 3 / 2 3 / 1 + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = t b t b M P o m (2-6) 3 / 2 73 . 0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = t b t H (2-7)

(11)

Bab 2 Kaji Literatur

2.7.3 Modus Asimetris Tipe B

Gambar 2.10 Model kertas (a) dan spesimen uji (b) modus asimetris tipe B [9]

Modus asimetris tipe B memiliki satu lapis yang memiliki dua lipatan yang berdekatan berdeformasi keluar dengan dua lipatan yang lain berdeformasi kedalam. Gambar model kertas serta spesimen uji ini diperlihatkan gambar 2.10.

Modus asimetris tipe B memiliki dua lapisan yang terdiri dari kombinasi tujuh elemen dasar tipe 1 dan satu elemen dasar tipe 2. Untuk modus jenis ini prediksi mean crushing force (Pm) serta H (setengah panjang lipatan) :

1 65 . 1 54 . 35 3 / 2 3 / 1 + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = t b t b M P o m (2-8) 3 / 2 83 . 0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = t b t H (2-9) 2.7.4 Modus Ekstensional

Modus ekstensional memiliki satu lapisan yang terdiri dari empat elemen dasar tipe 2. Untuk modus jenis ini prediksi mean crushing force (Pm) serta H (setengah panjang lipatan)

8 16 2 / 1 + ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = t b M P o m π (2-10) 2 / 1 886 . 0 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = t b t H (2-11)

(12)

Bab 2 Kaji Literatur

2.8 Effective Crushing Length

Untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat, tinggi proporsi 2H (tinggi satu lapisan) kemudian dimodifikasi dengan mempertimbangkan effective crushing

length. Oleh karena, proses pelipatan juga dipengaruhi oleh lipatan-lipatan yang

sudah terbentuk. Untuk modus simetris effective crushing length adalah 70% dari panjang awal tabung bujursangkar dengan modus simetris. Untuk elemen dasar tipe 1 proporsi panjang efektif ini adalah:

1 0.73

2H

δ

= (2-12)

Sedangkan untuk elemen dasar tipe 2 proporsi panjang efektif ini,

77 . 0 2 2 = H δ (2-13) Sehingga harga prediksi mean crushing force (Pm) untuk modus simetris menjadi:

1/ 3 52.22 m P b Mo t ⎛ ⎞ = ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (2-14)

Harga prediksi mean crushing force (Pm) untuk modus asimetris tipe A menjadi:

1/ 3 2/ 3 43.61 3.79 2.6 m o P b b M t t ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ = ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ + ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ (2-15)

Harga prediksi mean crushing force (Pm) untuk modus asimetris tipe B menjadi:

1/ 3 2 / 3 46.16 2.14 1.3 m o P b b M t t ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ = ⎜ ⎟ + ⎜ ⎟ + ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ (2-16)

Harga prediksi mean crushing force (Pm) untuk modus ekstensional menjadi:

1/ 2 36.83 10.39 m o P b M t ⎛ ⎞ = ⎜ ⎟ + ⎝ ⎠ (2-17) 2.9 Efek Inersia

Ketika suatu struktur diberi beban secara quasi-static, beban diberikan secara perlahan-lahan sehingga efek inersia tidak memberikan pengaruh pada respon struktur. Pada kasus dari tabung berdinding tipis yang diberi beban aksial

(13)

Bab 2 Kaji Literatur

(Jones 1989). Namun, jika tabung yang sama diberikan beban dinamik maka inersia tabung akan mempengaruhi respon tabung. Bentuk deformasi akhir tabung untuk pembebanan quasi-static dan pembebanan dinamik akan berbeda. Dapat dilihat pada gambar 2.11 dan 2.12 bagaimana bentuk deformasi tabung yang diberi beban

quasi-static dan beban dinamik impak yang diberikan secara aksial. Kondisi pembebanan

dinamik menyebabkan peak load yang lebih tinggi dibandingkan pembebanan

quasi-static.

Gambar 2.11 Spesimen uji dan grafik respon gaya uji pembebanan quasi-static [8]

(14)

Bab 2 Kaji Literatur

(15)

Bab 2 Kaji Literatur

2.10 Efek Strain Rate Material

Berdasarkan hasil observasi, banyak material yang memiliki properti berbeda jika mengalami beban dinamik. Hubungan stress-strain dipengaruhi kecepatan tumbukan. Fenomena ini disebut dengan sensitivitas strain rate atau viskoplastisitas yang secara signifikan mempengaruhi respon dinamik struktur. Kriteria yield atau

plastic flow dari berbagai material sensitif terhadap strain rate, sehingga tegangan yield dan ultimate stress dari material cenderung meningkat selama strain rate

meningkat. Faktanya adalah struktur semakin menjadi kuat ketika strain rate material meningkat, kondisi ini berdasarkan sudut pandang crashworthiness tidak dapat diterima karena sistem dapat memberikan perlambatan dan gaya inersia yang berlebihan pada tubuh manusia (Jones 1989).

Banyak persamaan constitutive yang dikembangkan yang secara teoritis

menerangkan perilaku sensitivitas strain rate dari material. Penentuan berbagai koefisien dari persamaan-persamaan ini memerlukan eksperimen yang hati-hati. Banyak penelitian yang dikerjakan untuk mengetahui karakteristik persamaan-persamaan ini, namun masih terdapat ketidakpastian dan kekurangan data yang dapat dipercaya untuk material yang umum.

Hubungan constitutive yang memperlihatkan kesesuaian dengan data eksperimental untuk banyak material adalah persamaan constitutive Cowper-Symonds yang didefinisikan sebagai:

(

)

{

/ 1

}

q

p D d s untuk d s

ε = σ σ − σ ≥σ (2-18)

Dimana σd adalah flow stress dinamik untuk strain rate plastis uniaksial, ε dan p

s

σ diasosiasikan dengan flow stress (atau yield). Konstanta D dan q adalah parameter-parameter material. Berdasarkan Reid dan Reddy (1986), hubungan Cowper-Symonds digunakan secara luas untuk menyertakan efek strain rate pada masalah-masalah dinamik plastisitas struktur. Flow stress dinamik sesuai dengan hasil tes tarikan dan tekanan dinamik uniaksial. Persamaan diatas juga dapat ditulis sebagai:

(16)

Bab 2 Kaji Literatur 1/ 1 q p d s D ε σ σ ⎛ ⎞ = + ⎜ ⎟ ⎝ ⎠  (2-19)

Harga D = 6884 s-1 dan q = 3.91 memberikan nilai yang sesuai dengan data eksperimental untuk ultimate stress dari spesimen baja menurut Campbell dan Cooper (1966). Dengan kata lain, harga ini cocok untuk tabung dengan material mild

steel yang berdeformasi dengan nilai strains yang dekat dengan ultimate stress statik

uji tarik. Beberapa penelitian mengenai crushing tabung dengan bahan mild steel menggunakan harga D dan q ini.

2.11 Trigger (Pemicu)

Salah satu cara untuk mendapatkan deformasi plastis yang teratur adalah dengan membuat trigger pada tabung. Dengan membuat trigger pada tabung, maka proses pelipatan yang teratur akan dimulai tanpa memerlukan level gaya yang tinggi pada awal pelipatan. Pada Gambar 2.13 terlihat tabung (longitudinal) dengan trigger memiliki level gaya yang lebih rendah daripada tabung tanpa trigger pada saat awal pembebanan.

(17)

Bab 2 Kaji Literatur

Proses progressive buckling yang teratur memberikan kestabilan yang lebih baik. Dalam hal ini, lipatan dapat terjadi di seluruh panjang tabung dengan ukuran yang mirip. Modus deformasi inilah yang memungkinkan penyerapan energi yang paling besar. Level gaya yang terlampau tinggi pada awal pembebanan dapat menyebabkan bending collapse/overall bending pada seluruh panjang tabung yang belum terdeformasi. Bending collapse menyebabkan jumlah lipatan yang terbentuk menjadi sedikit sehingga penyerapan energinya menjadi rendah. Perhatikan gambar 2.14 yang menunjukkan perbedaan deformasi pada dua tabung identik yang diberi pembebanan longitudinal. Tabung sebelah kiri tanpa pemicu sedangkan yang sebelah kanan dengan pemicu. Terlihat pada gambar tersebut tabung dengan pemicu memiliki

progressive buckling yang lebih stabil dibandingkan dengan tabung tanpa pemicu.

Gambar 2.14 Bentuk deformasi longitudinal dengan trigger dan tanpa trigger[7]

Pada gambar 2.15 ditunjukkan perbandingan jumlah energi yang diserap (energi absorpsi) oleh kedua tabung. Karena tabung tanpa pemicu lebih kaku, tabung ini menyerap lebih banyak energi pada tahap awal tetapi setelah itu penyerapan energinya berkurang dengan signifikan karena terjadi bending, maka secara keseluruhan tabung ini penyerapan energinya lebih rendah.

(18)

Bab 2 Kaji Literatur

Gambar 2.15 Energi absorpsi longitudinal dengan trigger (- - -) dan tanpa trigger (___)[7]

Gambar

Gambar 2.1 Uji crashworthiness pada mobil (Auto Motor und Sport spezial 1992, photo H.P
Gambar 2.2 Propagasi gelombang elastik [22]
Gambar 2.4 Kurva gaya (crushing force)-perpindahan (crushing length) tabung aluminium  yang diberi beban aksial [20]
Gambar 2.5 Rekaman fotografi dari proses pembentukan lipatan [20]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undangan Mengikuti Seleksi Umum Pengadaan Jasa Konsultansi dapat diambil di sekretariat Kelompok Kerja Pengadaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi Unit Layanan Kab.. Bolaang

Atas dasar penelitian dan pemeriksaan lanjutan secara seksama terhadap berkas yang diterima Mahkamah Pelayaran dalam Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan (BAPP)

Bahagian Kesehatan mengurus segala yang mengenai khusus dinas kesehatan di kapal-kapal Angkatan Laut dengan tidak mengurangi hak Bahagian Kesehatan dalam Staf Tata Usaha

GreatLink Premier Bond Fund merupakan pilihan dana investasi bagi nasabah yang memberikan tingkat hasil stabil dengan tingkat risiko rendah - menengah untuk investasi jangka

Kombinasi dua ekstrak etanol herba patikan kebo (Euphorbia hirta L) dan daun pepaya (Carica papaya L) dengan variasi dosis 275 : 300 mg/kg BB merupakan dosis

Skripsi dengan judul “Pengembangan Handout Biologi Berbasis Sains-Islam pada Materi Pokok Animalia untuk Siswa Kelas X SMA/MA Islam” adalah hasil karya saya,

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

Perbedaan perubahan kadar kolesterol total yang tidak bermakna antara kelompok perlakuan dan kontrol sesuai dengan penelitian Trully Kusumawardhani yang menyatakan