• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sanitasi merupakan salah satu usaha yang memberikan kontribusi positif terhadap penanganan tingkat kemiskinan dalam jangka waktu menengah dan panjang melalui tersedianya lingkungan yang sehat. dengan tersedianya lingkungan yang sehat maka derajat kesehatan masyarakat juga akan meningkat sehingga kesejahteraan masyarakat akan bisa dicapai. Sanitasi menjadi tantangan, tugas dan kewajiban yang harus dihadapi pemerintah dan masyarakat. Masalah ini menjadi persoalan pembangunan Nasional dan Daerah, termasuk Kabupaten Gowa.

Dalam rangka mengejar ketertinggalan pembangunan sanitasi di daerah, khususnya dii Kabupaten Gowa diperlukan sebuah terobosan di dalam pembangunan sanitasi, yaitu melalui Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP). Program ini mempunyai target hingga 2014 sebagai berikut :

1. Stop BAB Sembarangan (Stop BABS) di wilayah perkotaan dan pedesaan pada 2014;

2. Perbaikan pengelolaan persampahan, melalui implementasi 3R (reduce, reuse, recycle) dan TPA berwawasan lingkungan (sanitary landfill dan controlled landfill) ;

3. Pengurangan genangan di kawasan perkotaan seluas. Sedangkan lingkup pelaksanaan PPSP di daerah meliputi : 1. Penyiapan penyusunan Buku Putih.

2. Penyusunan Strategi Pembangunan Sanitasi Permukiman : a. Pelatihan Penyusunan Buku Putih.

b. Fasilitasi Penyusunan Dokumen Buku Putih Sanitasi, yang meliputi : 1. Kajian Data Sekunder / Aspek Teknis Operasional

2. Kajian kelembagaan. 3. Kajian keuangan.

4. Kajian komunikasi dan media 5. Kajian SSA.

6. Kajian PMJK. 7. Studi EHRA.

c. Pelatihan Penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten / Kota d. Fasilitasi Penyusunan Dokumen Strategi Sanitasi

e. Pelatihan Penyusunan Rencana Tindak f. Fasilitasi Penyusunan Rencana Tindak g. Pelatihan Monev

3. Fasilitasi dan Penyusunan Program Memorandum 4. Fasilitasi dan Pelaksanaan (implementasi)

5. Fasilitasi dan Pelaksanaan Monev

Dalam rangka penjabaran PPSP di Kabupaten Gowa, diperlukan penyusunan Studi EHRA sebagai bagian dari penyusunan Buku Putih Kabupaten Gowa.

Studi EHRA (Environment Health Risk Assesment / Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan) adalah studi yang mendalami sanitasi dan perilaku yang berhubungan dengan sanitasi yang telah ada, termasuk air bersih,

(2)

2 jamban, air buangan dan saluran pembuangan air dan jasa pengumpulan limbah padat serta bagaiman perilaku anggota rumah tangga dalam hubungannya dengan resiko kesehatan lingkungan. Perilaku hidup sehat ini mencakup cuci tangan dengan sabun, penanganan kotoran anak, dan pengelolaan limbah padat di rumah.

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaaan studi EHRA terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.

a. Tujuan Umum

Tujuan umum studi EHRA adalah untuk mendapatkan deskripsi sanitasii kota/kabupaten baik dari aspek fisik (bangunan) maupun pengetahuan, sikap dan perilaku yang berisiko terhadap kondisi kesehatan rumah tangga dan warga lainnya.

b. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi perilaku sanitasi masyarakat yang meliputi praktik BAB, cuci tangan menggunakan sabun, dan pembuangan sampah

2. Mengidentifikasi kondisi air minum, tempat pembuangan tinja manusia dan saluran tempat buangan dapur dan kamar mandi. 3. Mengidentifikasi kondisi genangan.

4. Mengidentifikasi kondisi kesehatan masyarakat.

1.3 Dasar Hukum

a. Undang-Undang

1. Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ; 2. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ;

3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 2007) ;

4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

b. Peraturan Pemerintah.

1. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara ;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air ; 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinisi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.

c. Keputusan / Peraturan Menteri

1. Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor 2 / MENKLH / 6 / 1988 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan ;

2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416 /Menkes / Per / IX / 90, tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air ;

3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907 / MENKES / SK / VII / 2002 ;

(3)

3 4. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. e. Peraturan Daerah Kabupaten Gowa.

1. Peraturan Daerah Nomor Tahun tentang Organisasi dan

Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah ( Lembaran Daerah Kabupaten Gowa Tahun Nomor )

f. Keputusan Bupati Gowa.

Keputusan Bupati Gowa Nomor 420 / X / 2012 tentang pembentukan Kelompok Kerja ( Pokja ) Program Percepatan Sanitasi Pemukiman (PPSP) tahun 2012.

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Wilayah Studi

Daerah studi EHRA sebanyak 19 Desa / Kelurahan dari 13 Kecamatan di Kabupaten Gowa.

1.4.2 Materi

Ruang Lingkup penyusunan studi EHRA meliputi : 1. Diskusi dengan POKJA

2. Memperbaiki instrumen sesuai hasil diskusi 3. Mengkoordinasikan kerja lapangan

4. Melaksanakan Entry Data. 5. Melaksanakan Data Cleaning.

6. Melaksanakan Data Processing, analisa dan laporan awal 7. Umpan balik untuk POKJA, Enumerator, kelurahan / desa dan

kecamatan.

(4)

4

B A B I I M E T O D O L O G I

2.1. Metode Penelitian yang Digunakan dalam Studi EHRA

Studi EHRA merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Studi EHRA memberikan informasi kualitatif tentang kondisi sarana sanitasi yang ada, serta masyarakat pengguna sanitasi tersebut.

2.2. Teknik Sampling

Sebagian unsur populasi yang dijadikan objek penelitian disebut sampel. Sampel atau contoh adalah wakil dari populasi yang ciri-cirinya akan diungkapkan dan akan digunakan untuk menaksir ciri-ciri populasi. Oleh karena itu, jika kita menggunakan sampel sebagai sumber data, maka data yang diperoleh adalah ciri-ciri sampel bukan ciri-ciri populasi, tetapi ciri-ciri sampel itu harus dapat digunakan untuk menaksir populasi.

Data yang diperoleh dari sampel harus dapat digunakan untuk menaksir populasi, maka dalam mengambil sampel dari populasi tertentu kita harus benar-benar bisa mengambil sampel yang dapat mewakili populasinya atau disebut sampel representatif. Sampel representatif adalah sampel yang memiliki ciri karakteristik yang sama atau relatif sama dengan ciri karakteristik populasinya. Tingkat kerepresentatifan sampel yang diambil dari populasi tertentu sangat tergantung pada jenis sampel yang digunakan, ukuran sampel yang diambil, dan cara pengambilannya. Cara atau prosedur yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi tertentu disebut teknik sampling.

Pemilihan teknik pengambilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mengambil. Teknik sampling sampel dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

1. Probability Sampling (Random Sample)

2. Non Probability Sampling (Non Random Sample)

Teknik Sampling yang digunakan dalam studi EHRA adalah Random Sample dengan menggabungkan antara teknik random multistage (bertingkat) dan random systematic. Sampel studi EHRA diambil dari 30 Desa/Kelurahan dari 7 Kecamatan di Kabupaten Sinjai, daftar Desa/Kelurahan terlampir.

Primary sampling unit adalah RT di setiap Desa/Kelurahan diambil secara random adapun jumlah responden 1200 Kepala Keluarga.

Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting jika jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan adalah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.

(5)

5

2.3. Pengumpulan Data

2.3.1. Jenis dan Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, data dibagi menjadi:

a. Data Primer: Data yang diusahakan/didapat oleh peneliti b. Data Sekunder: Data yang didapat dari orang/instansi lain

Data Sekunder studi EHRA didapatkan dari studi literatur dan data dari instansi penyedia data yang dibutuhkan. Data primer studi EHRA didapatkan dari kuesioner dan observasi lapangan. 2.3.2. Teknik Pengumpulan Data.

Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam penelitian. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data erat kaitannya dengan masalah penelitian yang akan dipecahkan. Pemilihan teknik dan alat pengumpulan data perlu mendapat perhatian yang cermat. Alat/instrumen pengumpulan data yang baik, menghasilkan data yang berkualitas. Kualitas data menentukan kualitas penelitian.

Teknik pengumpulan data sebagai bahan pembuatan laporan studi EHRA yaitu: wawancara (dengan instrumen kuesioner) dan observasi. Wawancara, menurut Afriani (2009) merupakan alat re-cheking atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Beberapa informasi yang diperoleh dari hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek, perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran tersebut.

Bungin (2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur. Observasi yang dilakukan dalam studi EHRA adalah Observasi tidak berstruktur, yaitu observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi. Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.

2.4. Tahap Pelaksanaan

2.4.1. Persiapan Desain dan Instrumen EHRA

Instrumen adalah alat untuk mengumpulkan data yang berupa angket atau kuestioner (Kountur, 2004, 113). Pengumpulan data studi EHRA menggunakan kuesioner, sehingga desain kuesioner perlu untuk dibuat agar jawaban pertanyaan dalam kuesioner dapat menggambarkan kondisi sanitasi.

2.4.2. Pemilihan dan Penentuan Enumerator dan Supervisor

Enumerator dan Supervisor studi EHRA berasal dari Sanitarian Puskesmas Desa/Kelurahan sebanyak di Kabupaten Gowa yang menjadi lokasi studi EHRA.

2.4.3. Pelatihan Enumerator dan Supervisor

Pelatihan dilakukan agar enumerator dan supervisor mengetahui dan memahami studi EHRA. Pelatihan tersebut berisi sejumlah topik, antara lain: 1) pemahaman tentang konseptual kerangka

(6)

6 kerja isu air, sanitasi dan higiene, 2) Teknik wawancara dan pengamatan/ observasi, 3) pemahaman tentang kuesioner EHRA yang mencakup penjelasan dan pembacaan kuesioner, serta praktiknnya.

2.4.4. Pelaksanaan Pengumpulan Data oleh Enumerator

Pengumpulan data dilakukan oleh enumerator kepada responden dengan wawancara menggunakan kuesioner. Wawancara dilakukan kurang lebih selama 30 menit.

2.4.5. Monitoring dan Cross Chek Lapangan oleh Supervisor

Banyak hasil penelitian kualitatif diragukan kebenarannya karena beberapa hal, antara lain subjektivitas peneliti merupakan hal yang dominan dalam penelitian kualitatif. Alat penelitian kualitatif adalah wawancara dan observasi. Alat penelitian ini mengandung banyak kelemahan, karena dilakukan secara terbuka dan tanpa kontrol. Sumber data kualitatif dari hasil wawancara yang kurang credible akan berpengaruh terhadap hasil akurasi penelitian.

2.4.6. Koordinasi hasil pendataan dan cross check

Koordinasi dan cross check dilakukan untuk menghindari kesalahan sistimatis. Pokja melakukan Spot check sebagai quality control dengan membentuk tim untuk mendatangi 5% rumah yang telah di survai untuk melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan. Hasil spot check dapat digunakan untuk menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi sesuai standar yang ditentukan. Hasil Spot Check digunakan juga sebagai quality control pada tahap entri data, apakah hasil entri data dan spot check menunjukkan hasil yang sama.

2.4.7. Entri data

Entri data dilakukan untuk memindahkan data dari responden dalam kuesioner ke dalam bentuk file.

2.4.8. Data Cleaning

Pembersihan/data cleaning dilakukan sebelum data dianalisis, pembersihan data mencakup pembersihan terhadap tidak ada data (missing value), pilihan diluar opsi, dan salah pilih. Secara sederhana pembersihan dilakukan dengan analisis frekuensi dan tabel silang.

2.4.9. Pengolahan Data dan Analisis Data

Setelah data diperoleh peneliti menganalisais secara kualitatif melalui tiga tahapan :

1. Klasifikasi data 2. Interpretasi data 3. Analisis data

Teknik analisis yang diterapkan adalah teknik statistik deskriptif sederhana seperti persentase dan frekuensi. Analisis statistik yang diterapkan berdasarkan pada satuan rumah tangga. Hasil analisis data EHRA merupakan analisis diskriptif kondisi santasi Kabupaten Nganjuk yang disajikan dalam bentuk diagram dan narasi.

(7)

7 2.4.10. Penyusunan Laporan Awal

Penyusunan dan penulisan laporan dilakukan setelah analisis data selesai. Setelah penyusunan laporan selesai, maka publikasi buku putih dilakukan untuk mendapatkan masukan dari steakholder dan masyarakat. Revisi dalam penyusunan laporan dilakukan setelah mendapatkan koreksi dari pokja dan masukan dari hasil publikasi studi EHRA.

2.5. Waktu Pelaksanaan

Tabel 2.1.

Jadwal Pelaksanaan Studi EHRA

No. Deskripsi Kegiatan

Durasi / Mingguan

1 2 3

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan Pekerjaan 2 Pelatihan Enumerator

3 Kegiatan Survai Lapangan 4 Entri Data

5 Kegiatan Pengolahan Data 6 Publikasi Hasil Studi EHRA 7

Penyusunan Laporan Akhir

Final

(8)

8

BAB III

HASIL PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KABUPATEN GOWA

Jumlah keusioner yang telah di cleaning dan dapat dientri serta di analisis adalah sebanyak 760 kuesioner. Hasil studi EHRA tersebut sebagai berikut :

3.1 Informasi Responden

Pada pelaksanaan studi EHRA memerlukan bantuan enumerator untuk melakukan wawancara dan pengamatan langsung ke rumah responden.

Kriteria inklusi responden antara lain istri, anak perempuan yang sudah menikah, dengan umur antara 18 – 65 tahun.

Dalam melakukan pemilihan sampel,apabila dalam rumah bersangkutan terdapat 2 (dua) kepala keluarga,maka yang diwawancarai hanya 1 (satu) kepala keluarga dan diutamakan yang memiliki balita. Apabila tidak mempunyai balita maka yang diwawancarai adalah keluarga yang lebih lama tinggal di rumah tersebut. Informasi responden dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 : Informasi Responden

Kluster Desa/Kelurahan Total VARIABEL KATEGORI 0 1 2 3 N % n % n % n % n % Kelompok Umur Responden <= 20 tahun 1 2.4 4 1.7 5 1.1 1 2.5 11 1.4 21 - 25 tahun 7 17.1 22 9.1 17 3.9 4 10.0 50 6.6 26 - 30 tahun 3 7.3 37 15.4 40 9.1 6 15.0 86 11.3 31 - 35 tahun 7 17.1 28 11.6 68 15.5 8 20.0 111 14.6 36 - 40 tahun 1 2.4 42 17.4 58 13.2 6 15.0 107 14.1 41 - 45 tahun 8 19.5 28 11.6 78 17.8 8 20.0 122 16.1 > 45 tahun 14 34.1 80 33.2 172 39.3 7 17.5 273 35.9

B2. Apa status dari rumah yang anda tempati saat ini?

Milik sendiri 27 65.9 208 86.3 384 87.7 38 95.0 657 86.4 Rumah dinas 0 .0 0 .0 1 .2 0 .0 1 .1 Berbagi dengan keluarga lain 0 .0 0 .0 0 .0 1 2.5 1 .1 Kontrak 0 .0 1 .4 11 2.5 1 2.5 13 1.7

Milik orang tua 13 31.7 30 12.4 42 9.6 0 .0 85 11.2

Lainnya 1 2.4 2 .8 0 .0 0 .0 3 .4 B3. Apa pendidikan terakhir anda? Tidak sekolah formal 8 19.5 66 27.4 35 8.0 10 25.0 119 15.7 SD 17 41.5 92 38.2 133 30.4 18 45.0 260 34.2 SMP 12 29.3 39 16.2 132 30.1 8 20.0 191 25.1 SMA 1 2.4 28 11.6 79 18.0 3 7.5 111 14.6 SMK 0 .0 6 2.5 15 3.4 0 .0 21 2.8 Universitas/Akademi 3 7.3 10 4.1 44 10.0 1 2.5 58 7.6 B4. Apakah ibu mempunyai Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari desa/kelurahan? Ya 4 9.8 50 20.7 121 27.6 19 47.5 194 25.5 Tidak 37 90.2 191 79.3 317 72.4 21 52.5 566 74.5 B5. Apakah ibu mempunyai Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN)? Ya 33 80.5 138 57.3 231 52.7 34 85.0 436 57.4 Tidak 8 19.5 103 42.7 207 47.3 6 15.0 324 42.6 B6. Apakah ibu Ya 39 95.1 231 95.9 368 84.0 39 97.5 677 89.1

(9)

9

mempunyai anak? Tidak 2 4.9 10 4.1 70 16.0 1 2.5 83 10.9

Sumber: Data Primer

Dari aspek usia, kebanyakan responden adalah yang berusia >45 tahun, yakni sekitar 35,9% dari total responden. Sekitar 6,6% responden berada di usia muda yakni umur 21-25 tahun, umur 26-30 tahun sebesar 11,3%, umur 31-35 tahun sebesar 14,6%, umur 36-40 tahun sebesar 14,1%, dan kelompok umur 41-45 tahun sebesar 16,1%.

Terkait dengan status rumah yang ditempati responden, pada table 3.1 menunjukkan bahwa umumnya 86,4% rumah yang ditempati adalah rumah yang milik sendiri. 11,2% melaporkan rumahnya adalah milik orang tua, 1,7% adalah rumah kontrakan, 0,1% adalah menyatakan adalah rumah dinas, 0,1 % juga menyatakan rumah yang berbagi dengan keluarga lain. Status kepemilikan rumah lainnya yang ditempati responden adalah 0,4%.

3.2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

a.Kondisi Sampah Di Lingkungan Rumah

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Kondisi sampah di lingkungan rumah menggambarkan apakah masyarakat sudah melalukan pengelolaan sampah dengan baik dan benar. pengelolaan sampah yang baik dan benar dirumah adalah salah satu indicator yang menunjukkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan.

Kondisi sampah rumah tangga di Kabupaten Gowa menunjukkan bahwa dari 760 responden,sebagian besar yakni 58% mengatakan banyak sampah berserakan/bertumpuk di sekitar rumah,19% juga mengatakan banyak nyamuk, 13% mengatakan ada anak-anak bermain disekitar. Hanya 5% yang mengatakan adanya bau busuk yang mengganggu. Kondisi tersebut dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3.1 Kondisi Sampah Di Kabupaten Gowa Tahun 2013

(10)

10 b. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Pengelolaan Sampah adalah kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah (Kementrian Lingkungan Hidup, 2007)

Pengelolaan sampah rumah tangga sangatlah penting karena akan membawa pengaruh bagi masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri.

Hasil analisa pengelolaan sampah rumah tangga dapat di lihat pada grafik 3.2 berikut. Gambar 3.2 Grafik Pengelolaan

Sampah

Sumber : Data Primer

Cara Pengelolaan sampah rumah tangga yang dilakukan oleh responden adalah sebagian besar dengan cara dibakar. Grafik 3.2 menunjukkan bahwa pada semua kluster umumnya terlihat mempunyai pola cara pembuangan yang sama yaitu dengan cara dibakar, dibuang ke lahan kosong, kebun atau ke sungai. Hanya 7,5% responden menyatakan mengumpulkan sampah dan di buang ke TPS.

Cara utama pembuangan sampah tersebut dinilai dapat mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar. Risiko-risiko kesehatan lingkungan yang mungkin timbul antara lain terjadinya pencemaran udara, kebakaran, pencemaran badan air, pencemaran tanah, pencemaran air tanah terutama sumber air bersih penduduk. Area beresiko persampahan di peroleh dari hasil studi EHRA yang di tampilkan dalam table berikut :

(11)

11

Tabel 3.2 Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA

Kluster Desa/Kelurahan

Total

VARIABEL KATEGORI 0 1 2 3

n % n % n % N % n %

Pengelolaan sampah Tidak memadai 40 97.6 233 96.7 382 87.8 39 97.5 694 91.7 Ya, memadai 1 2.4 8 3.3 53 12.2 1 2.5 63 8.3 Frekuensi pengangkutan sampah Tidak memadai 0 .0 0 .0 4 66.7 0 .0 4 66.7 Ya, memadai 0 .0 0 .0 2 33.3 0 .0 2 33.3 Ketepatan waktu pengangkutan sampah Tidak tepat waktu 0 .0 0 .0 4 66.7 0 .0 4 66.7

Ya, tepat waktu 0 .0 0 .0 2 33.3 0 .0 2 33.3 Pengolahan sampah

setempat

Tidak diolah 41 100.0 229 95.0 418 95.4 40 100.0 728 95.8 Ya, diolah 0 .0 12 5.0 20 4.6 0 .0 32 4.2 Sumber : Data Primer

Pengangkutan sampah didefinisikan sebagai bentuk membawa sampah dari sumber dan atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari TPS menuju ke tempat pengolahan sampah terpadu atau tempat pemrosesan akhir. Dari hasil Studi EHRA yang di tampilkan pada Tabel 3.2 dapat dilihat bahwa Pengelolaan sampah di Kabupaten Gowa 91,7% tidak memadai, hal ini di dukung dengan frekuensi pengangkutan sampah yang tidak memadai sebesar 66,7%, ketepatan waktu pengangkutan sampah yang tidak memadai sebanyak 66,7%, dan pengelolaan sampah setempat yang tidak di olah sebesar 95,8%.

Dari sisi layanan pengangkutan meskipun sebuah rumah tangga menerima layanan pengangkutan sampah namun risiko kesehatan tetaptinggi bila frekuensi pengangkutan sampah yang terlalu lama dalam seminggu. Sementara ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa konsisten kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku.

Pemilahan sampah merupakan langkah sederhana yang dapat dilakukan setiap rumah tangga sebagai kunci awal kegiatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Secara umum, pemilahan dapat dilakukan berdasarkan jenis sampahnya, yaitu sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik di antaranya adalah sampah sisa makanan, sayur mayur serta sampah yang mudah membusuk lainnya. Sedangkan sampah anorganik pada umumnya terdiri atas plastik, botol kaca, kaleng dan semacamnya. Untuk dapat memulai kegiatan pemilahan sampah di tingkat rumah tangga, pemilahan sampah plastik dapat menjadi pilihan. Salah satu keuntungan dari pemilahan sampah plastik adalah tidak timbulnya permasalahan dengan bau serta relatif rendahnya potensi penyebaran penyakit apabila penyimpanan dilakukan di dalam rumah. Berikut adalah grafik pemilahan sampah yang dilakukan oleh responden :

(12)

12

Gambar 3.3 Grafik Perilaku Praktik Pemilahan Sampah oleh Rumah Tangga

Sumber : Data Primer

Pada grafik 3.2 dapat dilihat bahwa dari 760 Responden pada semua kluster 95,7% responden tidak melakukan pemilahan sampah. Hanya 4,3% responden yang melakukan pemilahan sampahnya.

3.3 Pembuangan air kotor/limbah, tinja manusia dan lumpur tinja

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Dimana masyarakat bermukim, disanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water).

a. Tempat buang air besar

Kebiasaan BAB ( Buang Air besar) dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tecemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila Kebiasaan BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memenuhi syarat. Tempat yang tidak memenuhi syarat bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka saja seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi termasuk sarana jamban yang nyaman di rumah. Berikut grafik persentase tempat buang air besar.

(13)

13

Gambar 3.4 : Grafik Persentase Tempat Buang Air Besar

Sumber: Data Primer

Dari grafik diatas, 82,6% keluarga yang memiliki jamban pribadi. Meskipun masih ditemukan 3,3% responden yang berperilaku BAB di MCK/WC umum, 0,5% menggunakan WC helicopter, 2.8% masih BAB kesungai, 3,7% BAB dikebun, 1,2 % diselekon, 2,2 % di lubang galian, 4,7% lainnya itu masih numpang dan masih ada responden yang tidak tahu sebanyak 1,1%.

b. Tempat penyaluran akhir tinja

Tinja merupakan bahan buangan yang timbul karena adanya kehidupan manusia sebagai mahluk individu maupun mahluk sosial. Tinja juga merupakan bahan buangan yang sangat dihindari oleh manusia karena dapat mengakibatkan bau yang sangat menyengat dan sangat menarik perhatian serangga, khususnya lalat, dan berbagai hewan lain seperti anjing, ayam, dan tikus. Apabila pembuangan tinja tidak ditangani sebagaimana mestinya,maka dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah, yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam penyakit saluran pencemaan.

Tangki Septik adalah bak kedap air yang terbuat dari beton, fbreglass, PVC atau plastik, untuk penampungan dan pengolahan black water dan grey water. Merupakan tangki pengendapan dan proses anaerobik untuk mengurangi padatan dan material

(14)

14 organik. Pada grafik dibawah menunjukkan saluran akhir pembuangan tinja. Grafik. Saluran Akhir Pembuangan Isi Tinja

Gambar 3.5 : Grafik Tempat Penyaluran Akhir Tinja

Sumber : Data Primer

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa 72,8% rumah tangga yang memiliki saluran akhir pembuangan akhir isi tinja berupa tangki septic, 0,7% membuang ke pipa sewer, 4,9% membuang ke cubluk/lubang tanah, 1% langsung kedrainase, 0,7 % kesungai dan 20.9% mengatakan tidak tahu tidak tahu.

c. Waktu Terakhir Pegurasan Tanki Septik

Gambar 3.6 : Grafik Waktu Terakhir Pengurasan Tanki Septik

(15)

15 Dari grafik diatas menunjukan bahwa klaster 0 sebanyak 100% menyatakan bahwa septic tank tidak pernah di kuras, untuk klaster 1 sebanyak 98,3%, untuk klaster 2 sebanyak 93,2% sedangkan klaster 3 sebanyak 96,2%. Dilihat dari keseluruhan klaster bahwa rumah tangga yang tidak pernah mengosongkan tangki septic sebanyak 95,3%, rumah tangga mengosongkan tangki septic 1-5 tahun yang lalu sebanyak 93,2%, sedangkan 2,4% rumah tanggga tidak tahu kapan waktu mengosongkan tangki septic.

d. Praktik pengurasan tanki septic

Gambar 3.7 : Grafik Praktik Pengurasan Tanki Septik

Sumber: Data Primer

Dari grafik diatas sebagian responden yang sudah pernah mengosongkan tangki septiknya namun banyak yang tidak tahu siapa yang mengosongkan/menguras tangki septik sebanyak 61,5%. Ada juga responden yang menguras sendiri tangki septiknya yaitu sebanyak 11,5%, yang membayar tukang sebanyak 19,2% dan yang menggunakan layanan sedot tinja ada 7,7%. Akan tetapi dilihat dari klaster responden yang sudah pernah mengosongkan tangki septic namun yang tidak tahu adalah klaster 3 sebanyak 100%, sebanyak 93,2%, untuk klaster 2 sebanyak sebanyak 93,2% dan untuk klaster 1 sebanyak 66,7%.

(16)

16 e. Persentase tanki septic suspek aman dan tidak aman

Gambar 3.8 : Grafik PErsentase Tanki Septik Suspek Aman dan Tidak Aman

Sumber: Data Primer

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa tanki septik yang suspek aman sebanyak 61,2% sedangkan suspek yang tidak aman sebanyak 38,8 % dan dilihat dari klaster yang tertinggi suspek amannya adalah klaster 3 sebanyak 70,0% sedangkan klaster yang terrendah suspek amannya adalah klaster 0 sebanyak 48,8%. Ssedangkan klaster yang tertinggi untuk tangki septic yang tidak aman adalah klaster 0 sebanyak 51,2%, klaster yang terendah yaitu klaster 3 sebanyak 30,0%.

f. Area berisiko air limbah domestic berdasarkan hasil study EHRA

Table 3.3 Area Berisiko Domestik Berdasarkan Hasil Study EHRa

Kluster Desa/Kelurahan Total

Variable Kategori 0 1 2 3 9 10

n % n % n % n % n %

2.1 Tangki septik suspek aman Tidak aman 21 51.2 76 31.5 186 42.5 12 30. 0 295 38.8 Suspek aman 20 48.8 165 68.5 252 57.5 28 70. 0 465 61.2 2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik

Tidak, aman 0 .0 3 100.0 20 90.9 1 100 .0

24 92.3

Ya, aman 0 .0 0 .0 2 9.1 0 .0 2 7.7

2.3 Pencemaran karena SPAL Tidak aman 29 70.7 171 71.0 213 48.6 3 7.5 416 54.7 Ya, aman 12 29.3 70 29.0 225 51.4 37 92.

5

344 45.3

(17)

17 Berdasarkan hasil tabel area berisiko domestic diatas menunjukkan bahwa tangki septic yang tidak aman sebanyak 38,8 % dan 61,2% yang aman. Sedangkan pencemaran karena pembuangan isi septic tank yang aman sebanyak 7,7% dan 92,3% yang tidak aman. Pencemaran karena spal sebanyak 54,7% untuk yang tidak aman dan 45,3% untuk yang aman. Berdasarkan klaster dapat dilihat untuk tangki septic yang tidak aman yang tertinggi adalah klaster 0 sebanyak 51,2% sedangkan suspek yang tidak aman tertinggi adalah klaster 3 sebanyak 70%. Untuk pencemaran karena pembuangan isi tangki septic klaster yang tertinggi yang tidak aman sebanyak 100% adalah klaster 1 dan klaster 3 sedangkan yang aman tertinggi adalah klaster klaster 2 sebanyak 9,1%. Untuk percemaran karena SPAL dilihat dari klaster yang tertinggi tidak aman adalah klaster 1 sebanyak 71,0 % sedangkan yang aman terendah adalah klaster 2 sebanyak 51,4%

3.4 Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir

a. Genangan dan Banjir

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan kompenen penting dalam perencanaan kota(perencanaan infrastruktur khususnya).

Drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan salah satu cara pembuangan kelebihan air yang tidak di inginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penaggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.

Pengaruh Drainase dapat di lihat dari adanya genangan dan banjir yang terjadi di suatu daerah. Berdasarkan hasil studi EHRA, kejadian banjir di kabupaten Gowa di tampilkan dengan grafik berikut :

(18)

18

Gambar 3.9 : Grafik PErsentase Rumah Tangga yang Pernah Mengalami Banjir

Berdasarkan grafik di atas di ketahui bahwa 81,6% responden menyatakan tidak pernah terkena banjir, namun di beberapa kluster desa/kelurahan terdapat 12,3% rumah tangga mengalami banjir sekali dalam setahun yaitu desa/kelurahan yang berada di kluster 2 (dua). Terdapat juga 22,5% rumah tangga di kluster 3 (tiga) mengalamai banjir beberapa kali dalam setahun.

Hasil studi EHRA juga menampilkan rumah tangga yang mengalami banjir rutin, yang ditampilkan sebagai berikut :

Gambar 3.10 : Grafik PErsentase Rumah Tangga yang Mengalami Banjir Rutin

Sumber: Data Primer

Berdasarkan grafik di atas di ketahui bahwa dari responden yang pernah mengalami banjir terdapat 75% rumah rangga yang menyatakan bahwa banjir adalah

(19)

19 kejadian rutin di daerahnya. Desa/Kelurahan yang menyatakan banjir bukanlah kejadian rutin di daerahnya adalah desa/kelurahan pada kluster 0 (nol), untuk daerah kluster 3 (tiga) sebesar 100% responden yang mengalami banjir menyatakan banjir adalah kejadian yang rutin, begitu pula pada kluster 1 (satu) sebanyak 90%, dan kluster 2 (dua) sebanyak 70,1%.

Hasil studi EHRA juga menampilkan lamanya air menggenang jika terjadi banjir, yang di tampilkan sebagai berikut.

Gambar 3.11 : Grafik Air Menggenang Jika Terjadi Banjir

Sumber : Data Primer

Pada grafik di atas digambarkan bahwa 30,5% rumah tangga yang pernah terkena banjir menyatakan lamanya air menggenang selama lebih dari 1 hari. Berdasarkan kluster desa/kelurahan 44,4% rumah tangga pada kluster 1 menyatakan lamanya air menggenang selama setengan hari, untuk desa/kelurahan di kluster dua sebanyak 41% rumah tangga mengalami air menggenang ketika banjir selama lebih dari 1 hari, untuk desa/kelurahan kluster tiga sebanyak 45,5% rumah tangga mengalami banjir selama satu hari.

b. genangan dan saluran pembuangan air limbah (SPAL)

Selain banjir, air tergenang juga di temukan di beberapa rumah tangga di kabupaten gowa.adapun lokasi-lokasi genangan yang sering di temukan di kabupaten gowa dapat di tampilkan sebagai berikut.

(20)

20 Gambar 3.12 : Grafik Lokasi Genangan Di Sekitar Rumah

Sumber : Data Primer

Lokasi genangan terbanyak 75,5% berada di halaman rumah, 39,5% berada di dekat dapur, 27,9% berada di dekat kamar mandi, dan 4,1% berada di dekat bak penampungan.

Adapun penyebab-penyebab timbulnya genangan di sekitar rumah tersebut di tampilkan oleh studi EHRA Kabupaten Gowa sebagai berikut :

Gambar 3.13 Grafik asal air genangan

(21)

21 Grafik di atas menggambarkan bahwa 46% genangan yang timbul di sekitar rumah responden adalah berasal dari air hujan, selain itu ada pula 26% yang bersumber dari air limbah dapur, 20% berasal dari air limbah kamar mandi, dan 7% berasal dari air limba lainnya.

Genangan dapat timbul di sekitar rumah di karenakan tidak adanya dan/atau tidak berfungsinya Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) secara maksimal. Berikut di tampilkan persentase kepemilikan Saluran Pembuangan Air Limbah di Kabupaten Gowa.

Gambar 3.14 : Grafik Persentase Kepemilikan SPAL

Sumber : Data Primer

Berdasarkan grafik di atas di ketahui persentase rumah tangga yang memiliki Saluran pembuangan air limbah sebesar 64.9% dan rumah tangga yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah sebesar 35,1%

Masih banyak rumah tangga yang belum memiliki saluran pembuangan air limbah, oleh karena itu dapat akibat tidak adanya saluran pembuangan air limbah rumah tangga di tampilkan sebagai berikut:

(22)

22 Gambar 3.15 : Grafik Akibat Tidak Memiliki SPAL Rumah Tangga

Sebagaimana di bahas sebelumnya bahwa timbulnya genangan adalah akibat dari tidak adanya saluran pembuangan air limbah atau tidak berfungsinya saluran tersebut. Grafik di atas menggambarkan akibat ketidakmilikan saluran pembuangan air limbah yaitu timbulnya genangan di beberapa daerah, secara keseluruhan terdapat 31,7% daerah di kabupaten Gowa yang memiliki genangan atau banjir, dimana jika di rincikan 34,1% genangan di daerah kluster 0 (nol), sebanyak 27,8% genangan pada kluster 1 (Satu), sebanyak 33,3% genangan pada kluster 2 (Dua), dan 35% genangan pada kluster 3 (tiga)

Selain kepemilikan Saluran pembuangan air limbah, berikut juga di perlihatkan kualitas saluran pembuangan air limbah yang dimiliki rumah tangga.

(23)

23

Gambar 3.16 : Grafik Persentase SPAL yang Berfungsi

Sumber : Data Primer

Pada grafik di atas digambarkan 45% rumah tangga tidak memiliki saluran, dan 44,7% rumah tangga memiliki saluran pembuangan yang baik dan dapat mengalir.

Desa/kelurahan kluster 0 (nol) terdapat 19,5% saluran pembuangan yang mengalir dengan baik, pada desa/kelurahan kluster 1 terdapat 35,3% saluran pembuangan air limbah yang mangalir dengan baik, dan untuk desa/kelurahan kluster 2 terdapat 56,2% saluran pembuangan air limbah yang berfungsi dengan baik.

3.5 Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga

a. Sumber Air Minum Rumah Tangga

Dari hasil studi EHRA di Kabupaten Gowa Tahun 2013 di ketahui gambaran sumber air minum yang di gunakan oleh rumah tangga, yang di paparkan sebagai berikut

Gambar 3.17 Sumber Air Rumah Tangga yang Digunakan untuk Minum

(24)

24

Gambar 3.18 Sumber Air Rumah Tangga yang Digunakan untuk Masak

Sumber : Data Primer

Gambar 3.19 Sumber Air Rumah Tangga yang Digunakan untuk Cuci Piring

(25)

25

Gambar 3.20 Sumber Air Rumah Tangga yang Digunakan untuk Cuci Pakaian

Sumber: Data Primer

Gambar 3.21 Sumber Air Rumah Tangga yang Digunakan untuk Gosok Gigi

Sumber : Data Primer

Dari Tabel-tabel di atas dapat di lihat bahwa sebagian besar sumber air utama yang di gunakan responden untukkehidupan sehari-hari seperti minum, masak, cuci piring, cuci pakaian dan menggosok gigi adalah bersumber dari air sumur gali terlindungi dan air sumur bor. Sumber air lainnya masih di gunakan namun tidak dominan untuk kegiatan sehari-hari.

b. Pengelolaan Air Sebelum Dikonsumsi

Perilaku mengolah air sebelum di minum adalah sangat penting untuk mencagah penyakit-penyakit yang bersumber dari makanan/minuman. Berikut adalah hasil studi EHRA pengelolaan air sebelum di konsumsi :

(26)

26

Gambar 3.22 Grafik pengelolaan air minum rumah tangga

Sumber : Data Primer

Berdasarkan gambar di atas dapat di lihat bahwa persentase rumah tangga yang telah mengolah airnya sebelum di konsumsi sudah cukup tinggi yakni 93,2%

c.Area Risiko Sumber Air berdasarkan Hasil Studi EHRA

Tabel 3.4 : Area Beresiko Sumber Air Berdasarkan Hasil Studi EHRA

Kluster Desa/Kelurahan Total

VARIABEL KATEGORI 0 1 2 3 9 10 n % n % n % n % n % 1.1 Sumber air terlindungi Tidak, sumber air berisiko tercemar 7 17.1 87 36.1 183 41.8 17 42.5 294 38.7

Ya, sumber air terlindungi

34 82.9 154 63.9 255 58.2 23 57.5 466 61.3

1.2 Penggunaan sumber air tidak terlindungi.

Tidak Aman 6 14.6 66 27.4 139 31.7 7 17.5 218 28.7 Ya, Aman 35 85.4 175 72.6 299 68.3 33 82.5 542 71.3 1.3 Kelangkaan air Mengalami

kelangkaan air

7 17.1 79 32.8 25 5.7 19 47.5 130 17.1

Tidak pernah mengalami

34 82.9 162 67.2 413 94.3 21 52.5 630 82.9

Sumber : Data Primer

Berdasarkan hasil Syudi EHRA di kemukakan bahwa terdapat 61,3% sumber air terlindungi dan selebihnya 38,7% adalah sumber air berisiko tercemar. Sumber air yang berisiko tercemar antara lain pada kluster 0 (nol) sebesar 17,1% sumber air, pada kluster 1 (satu) sumber air berisiko tercemar sebesar 36,1%, pada kluster 2 (dua) sumber air berisiko tercemar sebesar 41,8%, dan pada kluster 3 (tiga) sumber air berisiko tercemar sebesar 42,5%

Untuk penggunaan sumber air sebagian besar dalam kategori aman yakni 71,3%, dan 82,9% responden menyatakan tidak pernah mengalami kelangkaanair.

(27)

27

3.6 Perilaku Higiene dan Sanitasi

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu faktor pendukung untuk menuju hidup sehat. Dengan cuci tangan pakai sabun maka akan dapat memutus rantai masuknya penyakit ke dalam tubuh manusia.Keberadaan air dan sabun memegang peranan yang sangat penting dengan kegiatan cuci tangan karena tidak mungkin melakukan cuci tangan jika tidak didukung oleh tersedianya air bersih dan sabun.

Kebiasaan tidak mencuci tangan pada waktu-waktu penting merupakan salah satu penyebab masukknya penyakit kedalam tubuh, contohnya diare. Balita sangat rawan terkena diare, jika ibu cuci tangan di lima waktu penting maka risiko balita terkena diare dapat berkurang. Waktu cuci tangan yang penting yaitu :

a. Sesudah BAB (Buang Air Besar) b. Sesudah menceboki pantat anak c. Sebelum menyantap makanan d. Sebelum menyuapi anak e. Sebelum menyiapkan makanan .

a. Praktek Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada 5 + 1 waktu penting. Gambar 3.24 : Grafik Waktu Melakukan CTPS

Sumber : Data Primer

Praktek cuci tangan pakai sabun di 5 waktu dan 1 waktu penting dapat dilihat pada grafik diatas. Persentase tertinggi praktek CTPS dilakukan sebelum makan yaitu sebesar 78,2%, setelah makan 52,6%, setelah buang air besar 47,6% sedangkan persentase yang masih rendah adalah sebelum ke toilet, setelah menceboki bayi/anak, sebelum member menyuapi makan, sebelum menyiapkan makan, setelah memegang hewan dan sebelum sholat.

(28)

28 b. Prilaku Buang Air Besar Sembarang Tempat (BABS)

Gambar 3.25 : Grafik Persentase Penduduk yang Melakukan BABS

Sumber : Data Primer

Dari grafik diatas menunjukkan bahwa penduduk yang melakukan BABS sebanyak 25,3% sedangkan yang tidak melakukan BABS diKab. Gowa sebanyak 74,7%. Dilihat dari klaster yang tertinggi sudah tidak lagi BABS adalah klaster 0 sebanyak 78,0% sedangkan yang klaster yang tertinggi masih BABS adalah klaster 3 sebanyak 32,5%.

c. Area Berisiko prilaku higiene dan sanitasi berdasarkan hasil Studi EHRA

Tabel 3.5 Area berisiko perilaku hygiene dan sanitasi

Kluster Desa/Kelurahan Total

Variabel kategori 0 1 2 3 9 10 n % n % n % n % n % 5.1 CTPS di lima waktu penting Tidak 41 100.0 239 99.2 421 96.1 40 100.0 741 97.5 Ya 0 .0 2 .8 17 3.9 0 .0 19 2.5

5.2.a. Apakah lantai dan dinding jamban bebas dari tinja?

Tidak 16 39.0 65 27.0 142 32.4 35 87.5 258 33.9 Ya 25 61.0 176 73.0 296 67.6 5 12.5 502 66.1 5.2.b. Apakah

jamban bebas dari kecoa dan lalat?

Tidak 19 46.3 108 44.8 121 27.6 28 70.0 276 36.3 Ya 22 53.7 133 55.2 317 72.4 12 30.0 484 63.7 5.2.c. Keberfungsian penggelontor. Tidak 10 24.4 64 26.6 91 20.8 14 35.0 179 23.6 Ya, berfungsi 31 75.6 177 73.4 347 79.2 26 65.0 581 76.4 5.2.d. Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban? Tidak 10 24.4 81 33.6 126 28.8 16 40.0 233 30.7 Ya 31 75.6 160 66.4 312 71.2 24 60.0 527 69.3 5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan dan penanganan air Ya, tercemar 0 .0 51 21.2 42 9.6 1 2.5 94 12.4 Tidak tercemar 41 100.0 190 78.8 396 90.4 39 97.5 666 87.6

(29)

29 5.4 Perilaku BABS Ya, BABS 9 22.0 64 26.6 106 24.2 13 32.5 192 25.3 Tidak 32 78.0 177 73.4 332 75.8 27 67.5 568 74.7 Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel prilaku hygiene dan sanitasi diatas yang melakukan CTPS dilima waktu penting sebanyak 2,5 %, sebanyak 97,5% yang tidak melakukan. Dilihat dari klaster, rata-rata tidak melakukan CTPS dilima waktu penting.

Untuk lantai dan diding jamban bebas dari tinja dilihat dari total keseluruhan klaster ya bebas sebanyak 66,1%, sebanyak 33,9% tidak bebas dari tinja. Sedangkan dilihat dari klaster 0 sampai 3 yang tertinggi bebas dari tinja adalah klaster 1 sebnyak 73,0%, sebanyak 12,5% yang terrendah bebas dari tinja yaitu klaster 3, untuk yang tertinggi tidak bebas dari tinja adalah klaster 3 sebanyak 87,5% dan 27,0% yang terrendah tidak bebas dari tinja adalah klaster 1. Jamban yang bebas dari kecoa sebanyak 63,7% dan 36,3% tidak bebas dari kecoa. D

Dilihat dari klasternya masing-masing yang tertinggi untuk ya bebas dari kecoa adalah klaster 2 sebanyak 72,4% untuk yang tertinggi tidak bebas dari kecoa sebnyak 70,0% adalah klaster 3. Untuk variable keberfungsian penggelontor dilihat dari total bahwa yang berfungsi baik sebanyak 76,4% sedang yang tidak berfungsi sebanyak 23,3%. Dilihat berdasarkan klaster yang berfungsi baik yang tertinggi adalah klaster 2 sebesar 79,2% sedangkan yang tidak berfungsi baik yang tertinggi adalah klaster 3. Sebanyak 35,0%. Variable yang ada sabun didalam atau didekat jamban yang ya ada sebanyak 69,3% dan 30,7% yang tidak ada terlihat ada sabun didalam atau dekat jamban.

Untuk variable pencemaran pada wadah penyimpanan dan penangan air, table diatas menjelaskan bahwa yang tercemar sebanyak 12,4%, 87,6% untuk yang tidak tercemar. Dilihat dari klaster masing-masing bahwa klaster yang tertinggi angka pencemaran pada wadah penyimpann dan penanganan airnya adalah klaster 1 sebanyak 21,2% sedangkan yang kategori tidak tercemar klaster yang tertinggi adalah klaster 0 sebanyak 100%.

Dilihat dari table diatas tentang variable perilaku BABS menunjukkan bahwa yang ya BABS berdasarkan klaster 32,5% yang tertinggi masih BABS yaitu klaster 3 dan yang sudah tidak BABS tertinggi adalah klaster 0 sebanyak 78,0% ini menunjukkan bahwa masyarakat Kab. Gowa 74,7% yang sudah tidak BABS dan sisanya 25,3% yang BABS.

(30)

30

3.7 Kejadian Penyakit Diare

Gambar 3.26 Kejadian Penyakit Diare di Kabupaten Gowa Tahun 2013

Sumber: Data Primer

Pada Grafik di atas menggambarkan kejadian penyakit diare di Kabupaten Gowa tahun 2013 menunjukkan 62,4% rumah tangga tidak pernah mengalami diare, namun demikian terdapat 10,1% rumah tangga mengalami diare di 1 bulan terakhir, dan 7,5% rumah tangga mengalami diare lebih dari 6 bulan yang lalu.

Gambar 3.27 Grafik Anggota Keluarga yang Mengalami Diare

(31)

31 Dari grafik di atas dapat di lihat bahwa dari anggota keluarga yang pernah terkena diare sebagian besar penderitanya adalah wanita dewasa dalam keluarga sebesar 34%, 26% adalah lelaki dewasa dalam keluarga, dan 24% adalah balita. Persentasi terendah yang pernah menderita diare adalah dari anggota keluarga Anak non balita.

3.8 Indeks Risiko Sanitasi (IRS)

Risiko Sanitasi diartikan sebagai terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan,

bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Indeks Risiko Sanitasi (IRS) diartikan sebagai ukuran atau tingkatan risiko sanitasi, dalam hal ini adalah hasil dari analisa Studi EHRA. Manfaat penghitungan Indeks Risiko Sanitasi (IRS) adalah sebagai salah satu komponen dalam menentukan area berisiko sanitasi. Berikut adalah grafik Indekas risiko Sanitasi (IRS) Kab. Gowa

Tabel 3.6. Kategori Daerah Berisiko Sanitasi

Batas Nilai Risiko Keterangan

Total Indeks Risiko Max 234 Total Indeks Risiko Min 180

Interval 14

Katagori Area Berisiko Batas Bawah Batas Atas

Kurang Berisiko 180 193

Berisiko Sedang 194 208

Risiko Tinggi 209 222

Risiko Sangat Tinggi 223 237

Sumber : Data Primer

Tabel 3.7. Hasil Skoring Studi EHRA berdasarkan Indeks Risiko

CLUSTER NILAI IRS SKOR EHRA

CLUSTER 0 180 1 Parigi 1 CLUSTER 1 220 3 Barembeng 3 Batangkaluku 3 Mawang 3 Romangpolong 3 Belabori 3 Takbingjai 3 Bontotangnga 3 CLUSTER 2 234 4 Kalabarembeng 4 Salajo 4 Limbung 4 Mandalle 4

(32)

32 Bontomanai 4 Lembang parang 4 Sungguminasa 4 Paccinongang 4 Timbuseng 4 CLUSTER 3 217 3 Parangbanoa 3 Pangkabinanga 3

Sumber : Data Primer

Gambar 3.28 Grafik Indeks Risiko Sanitasi Kabupaten Gowa

Sumber : Data Primer

Hasil analisa indeks risiko sanitasi dapat dilihat pada grafik diatas: 1. Kategori area kurang berisiko

Klaster 0 menjadi ketegori area kurang berisiko dengan nilai IRS 180 dimana yang menjadi masalah utama adalah persampahan sebesar 49 %,risiko sanitasi pada air limbah domestic sebesar 41%, risiko sanitasi perilaku hudup bersih dan sehat sebesar 39 %, risiko sanitasi genangan air sebesar 34% dan 16% risiko sumber air.

2. Kategori berisiko sedang

Klaster desa yang awalnya masuk dalam kategori risiko sedang setelah melalui analisis risiko sanitasi EHRA berubah menjadi kategori resiko tinggi sehingga dikab. Gowa tidak ditemukan daerah yang berisiko sedang.

(33)

33 3. Kategori risiko tinggi

Klaster 1 dan 3 menjadi area risiko tinggi dengan nilai 220 dan 217 dimana yang menjadi masalah pada klaster 1 yang utama adalah masalah air limbah domestic sebesar 67%, risiko sanitasi persampahan sebanyak 48%, risiko sanitasi perilaku hidup bersih sehat sebanyak 45%, risiko sanitasi sumber air sebanyak 32% dan 28 % risiko sanitasi sumber air. Sedangkan klaster 3 yang menjadi masalah utama adalah persampahan sebesar 49%, risiko sanitasi air limbah domestic sebesar 46%, risiko sanitasi sumber air sebesar 39%, risiko sanitasi perilaku hidup bersih sehat sebanyak 48% dan 35% untuk risiko sanitasi genangan air.

4. Kategori Risiko sangat tinggi

Klaster 2 menjadi area risiko sangat tinggi dengan nilai 234 dimana yang menjadi masalah utama adalah persampahan sebesar 79%, risiko sanitasi air limbah domestic sebesar 61%, risiko sanitasi perilaku hidup bersih sehat sebesar 39%, risiko sanitasi genangan air sebesar 33% dan risiko sanitasi sumber air sebesar 21%.

(34)

34 B A B I V P e n u t u p D e n g a n b e r a k h i r n y a p e l a k s a n a a n K e g i a t a n S t u d y E H R A i n i t e n t a n g p e n g a m b i l a n d a t a p r i m e r a r e a b e r e s i k o s a n i t a s i k a b u p a t e n G o w a , m a k a s e l e s a i l a h s t u d y i n d e k s a r e a b e r e s i k o . B e s a r h a r a p a n k a m i k i r a n y a d a t a p r i m e r i n i d a p a t m e n j a d i p r o f i l e x i s t i n g k e a d a a n s a n i t a s i d a s a r , u n t u k p e n y e l e s a i a n B u k u P u t i h S a n i t a s i K a b u p a t e n G o w a d a n u n t u k s e t e r u s n y a d a p a t m e n j a d i a c u a n d a l a m m e n y u s u n S t r a t e g i S a n i t a s i K a b u p a t e n G o w a k e d e p a n . D a l a m p e l a k s a n a a n E H R A k a b u p a t e n S i n j a i T a h u n 2 0 1 3 i n i m e l i b a t k a n 2 5 p u s k e s m a s d a r i 1 8 k e c a m a t a n . P e n g a m b i l a n d a t a d i l a k u k a n d i 1 9 d e s a . P r o p o r s i p e n g a m b i l a n d a t a s e b e s a r 3 8 % d a r i j u m l a h t o t a l d e s a s e k a b u p a t e n G o w a . M e s k i p u n d e n g a n s e g a l a k e k u r a n g a n y a n g k a m i m i l i k i n a m u n b e r k a t t e k a d b e r s a m a P o k j a A M P L K a b u p a t e n G o w a d a n d i d u k u n g o l e h s e g e n a p m a s y a r a k a t k a b u p a t e n G o w a a k h i r n y a k a m i b i s a m e n y e l e s a i k a n p e n g a m b i l a n s t u d y d a t a E h r a i n i .

(35)

35

D o k u m e n t a s i K e g i a t a n E h r a K a b u p a t e n G o w a

1. Penentuan Clustering Target Area Study Ehra

2. Pelatihan Koordinator dan Supervisor Wilayah Ehra Kabupaten

3. Pembekalan Supervisor dan Eruminator

4. Persiapan Kuisioner Ehra bersama Pokja Ampl Kab. Sinjai dan Tim Ehra Kabupaten Sinjai. ( Kasi P2PL Dinas kesehatan Kab. Sinjai)

5. Monitoring Ehra 2013

a. Pertemuan Pokja dengan Koordinator Wilayah dan Supervisor b. Peninjauan Lapangan Pokja AMPL dan Tim Ehra pengambilan

data kuisioner

c. Monitoring Lapangan Proses Pengamatan Lapangan oleh Enumerator Puskesmas di lingkungan rumah kuisioner

d. Proses Penginputan data Ehra dan Analisis hasil Ehra

Lampiran :

Berita Acara Pelaksanaan Ehra

Pada folder berita acara masing-masing desa bersama absen kuisioner.

Gambar

Tabel 3.1 : Informasi Responden
Gambar 3.1 Kondisi Sampah Di Kabupaten Gowa Tahun 2013
Gambar 3.2  Grafik Pengelolaan  Sampah
Tabel 3.2 Area Beresiko Persampahan Berdasarkan Hasil Studi EHRA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut studi yang dilakukan oleh Antariksa Budileksmana (2005: 491) menyatakan bahwa dengan periode pengamatan pada return pasar tahun 1999- 2004, pengujian membuktikan

58/4 tanggal 31 Oktober 2003, dalam Pasal 23 mengenai Laundering of proceeds of crime, antara lain ditentukan bahwa setiap negara anggota harus menyetujui

Sentuhan mata : Gejala yang teruk boleh termasuk yang berikut: kesakitan atau kerengsaan.. berair kemerahan Kesan Kesihatan

Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai (Create value) bagi pemilik modal sehingga menandakan bahwa kinerja keuangannya sehat. b) EVA

Metode analisis dan perbandingan dalam metode biaya-volume-laba cukup efektif dan eifisien dalam proyeksi penjualan, laba maupun biaya pada periode tahun

Konsekuensi yang diharapkan klien dapat memeriksa kembali tujuan yang diharapkan dengan melihat cara-cara penyelesaian masalah yang baru dan memulai cara baru untuk bergerak maju

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan mengukur apa yang perlu diukur. Suatu alat ukur yang validitasnya tinggi akan mempunyai tingkat kesalahan

L : Ya Tuhan Yesus yang telah mati di kayu salib, hanya oleh karena kasihMu kepada orang berdosa ini. P : Ajarilah kami selalu mengingat Tuhan yang mati di kayu