• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS MEKANISME PEMBAGIAN HASIL USAHA ANTARA PIHAK BMT DENGAN PIHAK NASABAH DAN ANALISIS KESESUIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS MEKANISME PEMBAGIAN HASIL USAHA ANTARA PIHAK BMT DENGAN PIHAK NASABAH DAN ANALISIS KESESUIAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS MEKANISME PEMBAGIAN HASIL USAHA ANTARA PIHAK BMT DENGAN PIHAK NASABAH DAN ANALISIS KESESUIAN TERSEBUT DENGAN FATWA DSN-MUI NO. 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 TENTANG PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA DALAM LEMBAGA

KEUANGAN SYARIAH

A. Analisis Mekanisme Pembagian Hasil Usaha Antara Pihak BMT Nurussa’adah Dengan Pihak Nasabah.

Analisis mekanisme pembagian hasil usaha di BMT Nurussa’adah adalah dengan menggunakan instrumen bagi hasil. Salah satu bentuk instrumen kelembagaan yang menerapkan instrumen bagi hasil adalah bisnis dalam lembaga keuangan syariah. Mekanisme lembaga keungan syariah dengan menggunakan sistem bagi hasil nampaknya menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat bisnis. Salah satu karakteristik BMT Nurussa’adah adalah adanya mekanisme bagi hasi. Bab ini akan menjelaskan mengenai bagi hasil yang ada di BMT Nurussa’adah.

Pada kesempatan ini, akan diketengahkan bagaimana BMT dan nasabah pemilik dana memperoleh keuntungan berdasarkan konsep bagi hasil. Dinamakan lembaga keuangan bagi hasil karena sesungguhnya lembaga ini memperoleh keuntungan dari apa yang dihasilkan dari upayanya mengelola dana pihak ketiga. BMT Nurussa’adah menganalisis pembagian hasil usaha antara pihak BMT dengan nasabah melalui simulasi yang sudah ada dibab III.

(2)

Pada contoh simulasi pembiayaan musyarakah di bab III dapat dilihat bahwa pembiayaan musyarakah yang terdapat pada BMT Nurusa’adah Tirto Pekalongan mempunyai porsi lebih besar bagi BMT sebagai pemilik dana (shahibul maal) dari pada nisbah bagi hasil untuk nasabah sebagai pengelola dana (mudharib). Dalam hal ini diambil nisbah bagi hasil untuk BMT lebih besar dari pada nasabah karena melihat bahwa pembiayaan musyarakah adalah produk pembiayaan yang mempunyai resiko relatif tinggi. BMT sebagai shohibul maal menyerahkan 100% modal kepada nasabah dan apabila suatu saat terjadi kerugian yang tidak disengaja maka kerugian akan ditanggung BMT (shahibul maal). Khususnya jika melihat hukum yang tidak diperbolehkan jaminan kecuali sifatnya hanya untuk menjaga agar nasabah tidak lalai atau sengaja melakukan kesalahan.

Berdasarkan hasil perhitungan dibab III, maka penulis mengetahui metode yang digunakan adalah metode revenue sharing. Dari contoh simulasi pada angsuran tersebut penulis menganalisis mengenai angsuran pokok dan angsuran bagi hasil bank dan nasabah. Jumlah angsuran awal untuk BMT adalah Rp 300.000,- x 60% = Rp 180.000,- dan untuk nasabah adalah Rp 300.000,- x 40% = Rp 120.000,-. Maka angsuran bagi hasil untuk bank adalah 60% dan untuk nasabah adalah 40%. Angsuran bagi hasil di BMT dinyatakan dalam bentuk persentase bukan dalam bentuk nominal.

Dengan demikian jelas bahwa bagi hasil tetap menguntungkan dan memberi keuntungan yang adil kepada semua pihak yang terlibat yaitu

(3)

nasabah dan BMT. Keuntungan diperoleh bukan bedasarkan bunga yang dihitung terhadap saldo pembiayaan, namun persen dari pendapatan riil nasabah dan BMT.

Pendapatan bagi hasil yang diperoleh BMT Nurussa’adah berasal dari hasil penempatan pihak ketiga melalui pembiayaan yang berakad jual beli maupun syirkah atau jasa. Hasil dari pendapatan tersebut dibagi hasilkan kepada nasabah pemilik dana. Namun perlu diperhatikan bahwa untuk membagihasilkan pendapatan tersebut harus dilihat perbandingan antara jumlah dana yang dikelola dikurangi modal sendiri, giro, tabungan, deposito dan lainnya dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan. Apabila jumlah pembiayaan lebih kecil dari total dana masyarakat, maka pendapatan tersebut seluruhnya dibagihasilkan antara nasabah dengan BMT. Sebaliknya jika pembiayaan jumlahnya lebih besar dari total masyarakat, maka modal BMT juga harus memperoleh bagian pendapatan.

Cara menentukan nisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di BMT Nurussa’adah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek : data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan, nisbah pembiayaan dan distribusi pembagian hasil. Untuk menentukan nisbah bagi hasil dapat dihitung dengan cara sederhana sebagai berikut :

(4)

Data Pembiayaan :

Jumlah pembiayaan Rp. (M)

Jangka waktu pembiayaan (T) bulan Hasil yang diharapkan lembaga Rp. (P) Total pengembalian Rp. (M) + (P) Angsuran pokok per hari (A) = (M)/(T)

Bagi hasil (B) = (P)/(T)

Tabungan wajib (jika mungkin) (C)

Kewajiban nasabah per hari (D) = (A)+(B)+(C) Pendapatan aktual (E)

Hasil anlisa usaha pejabat BMT

Omset usaha per hari atau bulan Rp. (F)

Keuntungan per hari atau bulan Rp. (pendapatan riel) Nisbah pembiayaan

Nisbah bagi BMT (G) = (D)/(F) x 100% Nisbah bagi nasabah (H) = 100% - (G) Rasio nisbah kedua pihak (G) : (H)

Distribusi bagi hasil

Angsuran pokok (A)/(D) x E

Bagi hasil (B)/(D) x E

Tabungan (C)/(D) x E

Bila dalam akad musyarakah ini mendapatkan kerugian, pembagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal

(5)

masing-masing pihak. Itulah alasan mengapa nisbahnya disebut sebagai nisbah keuntungan, bukan nisbah saja, karena nisbah 50:50, atau 99:1 itu hanya diterapkan bila bisnisnya untung. Bila bisnisnya rugi, kerugiannya itu harus dibagi berdasarkan porsi masing-masing pihak, bukan berdasarkan nisbah. Hal ini karena ada perbedaan kemampuan untuk mengabsorpsi atau menanggung kerugian diantara kedua belah pihak. Bila untung, tidak ada masalah untuk menikmati untung. Karena sebesar apapun keuntungan yang terjadi, kedua belah pihak akan selalu dapat menikmati keuntungan itu. Lain halnya kalau bisnisnya merugi. Kemampuan shahibul maal untuk menanggung kerugian finansial tidak sama dengan kemampuan mudharib. Dengan demikian, karena kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal (finansial) shahibul maal dalam kontrak ini adalah 100%, maka kerugian (finansial) ditanggung 100% pula oleh shahibul maal. Di lain pihak, karena proporsi modal (finansial) mudharib dalam kontrak ini adalah 0%, andaikata terjadi kerugian, mudharib akan menanggung kerugian (finansial) sebesar 0% pula.

Penyelesaian atau pembagian bagi hasil dari nasabah kepada BMT dilakukan dengan cara mengangsur pokok. Dengan demikian, nasabah akan memberikan angsuran pokok setiap bulan selama masa pinjaman. Jumlah angsuran pokok adalah sebesar modal yang dipinjam dibagi dengan kemampuan nasabah dalam mengangsurnya. Kemampuan mengangsur sangat ditentukan oleh pendapatan usaha yang dilakukan oleh nasabah. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis menganalisis metode pembagian hasil usaha

(6)

dengan menggunakan metode revenue sharing yang sesuai dengan fatwa DSN-MUI NO. 15/ DSN-MUI/ IX/2000.

BMT Nurussa’adah Tirto Pekalongan menggunakan metode revenue

sharing, dengan alasan sebagai berikut:

a. Metode revenue sharing lebih maslahah dan adil bagi kedua belah pihak

(BMT dan nasabah).

b. Metode revenue sharing lebih mudah digunakan BMT Nurussa’adah Tirto

Pekalongan.

c. BMT tidak menanggung resiko biaya-biaya pengelolaan usaha nasabah

yang dibiayai oleh BMT dikarenakan BMT tidak ikut mengelola.

d. BMT mudah membuat standar harapan bagi hasil dari nasabah

pembiayaan.1

Pembiayaan di BMT Nurussa’adah menarik jaminan berupa sertifikat tanah, sertifikat toko, BPKB. Pelaksanaan jaminan di BMT yaitu apabila pihak mudharib lalai atau menyalahi kontrak ini maka shahibul maaal dibolehkan meminta jaminan mudharib, tetapi apabila kerugiannya disebabkan oleh faktor resiko bisnis maka jaminan mudharib tidak dapat disita oleh shahibul maal. Untuk pengembalian modal dilakukan dengan cara diangsur, hal ini dikhawatirkan apabila dibayar diakhir periode usaha, maka akan terjadi resiko pengendapan dana ditangan mudharib yang nantinya akan mengakibatkan tidak seimbang dengan keuntungan yang diperoleh.

1

(7)

Pihak BMT dan nasabah harus ada kejelasan dalam perhitungan angsurannya, kalau dalam mengangsur pembiayaan nasabah belum bisa melunasinya, maka solusinya yaitu pihak BMT akan menghubungi nasabahnya untuk mengadakan studi kelayakan usahanya, kemudian pihak BMT akan memberikan tiga kali peringatan, namun apabila nasabah belum bisa melunasinya, maka pihak BMT akan membolehkan nasabahnya untuk menunda angsuran dengan cara mengadakan kesepakatan ulang antara nasabah dengan pihak BMT yaitu dengan cara memperbaiki akad untuk memperpanjang jumlah waktu pembayaran angsuran pembiayaan. Kalau nasabah menyalah gunakan dananya, maka solusinya adalah pihak BMT akan menarik jaminan dari mudharib yang menyalah gunakan dana pembiayaan dan jaminan tersebut nantinya akan di lelang oleh pihak BMT Nurussa’adah Tirto Pekalongan.

B. Analisis Mekanisme Kesesuian Fatwa DSN-MUI No. 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 Tentang Prinsip Distribusi Hasil Usaha dalam LKS dengan Mekanisme Pembagian Hasil Usaha.

Dalam pembagian hasil usaha di BMT Nurussa’adah mengacu dan menerapkan fatwa DSN-MUI No. 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang pinsip distribusi hasil usaha dalam LKS, karena dalam fatwa tersebut terdapat beberapa ketentuan antara lain:

1. pada dasarnya, LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue

sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam pembagian hasil

(8)

2. dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), pembagian hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing).

3. Penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.

4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan Abritrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

5. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Melihat isi fatwa diatas maka penulis akan melakukan analisis yang berkaitan dengan kesesuaian fatwa DSN-MUI No. 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang prinsip distribusi hasil usaha dalam LKS dengan mekanisme pembagian hasil usaha, yaitu:

1. Dari segi akad implementasi distribusi hasil usaha saat menentukan besarnya nisbah bagi hasil ada kesepakatan dan tawar-menawar antara nasabah dengan BMT, sehingga saling percaya. Besarnya bagi hasil yang disepakati BMT adalah 60% dan 40%. Fatwa MUI No.15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang prinsip hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah pada ketentuan umum prinsip distribusi hasil usaha butir ke-3. Kesesuaiannya sudah sesuai.

(9)

2. Dari metode bagi hasil implementasi distribusi hasil usaha yang

digunakan adalah metode revenue sharing. Fatwa DSN-MUI No. 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 tentang prinsip hasil usaha dalam lembaga keuangan syariah pada ketentuan umum prinsip distribusi hasil usaha butir ke 1 dan 2. Kesesuaiannya sudah sesuai.

Kerja sama para pihak dengan sistem bagi hasil harus dilaksanakan dengan transparan dan adil. Hal ini disebabkan untuk mengetahui tingkat bagi hasil pada periode tertentu itu tidak dapat dijalankan kecuali harus ada laporan keuangan atau pengakuan yang terpercaya. Pada tahap perjanjian kerja sama ini disetujui oleh para pihak, maka semua aspek yang berkaitan dengan usaha harus disepakati dalam kontrak, agar antar pihak dapat saling mengingatkan.

Metode pembagian hasil usaha sesuai dengan analisis usaha nasabah. Pembagian hasil usaha yang dipakai oleh BMT adalah menggunakan metode

revenue sharing dengan nisbah bagi hasil yang diangsur setiap bulannya.

Metode revenue sharing yang diterapkan di BMT Nurussa’adah Tirto Pekalongan sudah sesuai dengan fatwa DSN-MUI No. 15/ DSN-MUI/ IX/ 2000.

Setelah penulis menganalisis lebih lanjut ditemukanlah kesesuaian antara pihak BMT dan nasabah, sehingga BMT dalam menggunakan metode pembagian hasil usaha sudah sesuai dengan fatwa MUI NO.15/ DSN-MUI/ IX/ 2000 yaitu metode revenue sharing.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh penambahan sari te- mulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap kualitas telur asin yang ditinjau dari kadar asam lemak bebas, pH dan kadar kurkumin dapat

Kegiatan-kegiatan metakognitif berpotensi menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi berpikir tingkat tinggi, sehingga penerapan strategi metakognitif dapat

Mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan untuk fermentasi adalah berbasis cairan rumen sapi dengan penambahan beberapa bahan yang diketahui teridentifikasi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon biologis pertumbuhan ayam Sentul-G3 jantan dan betina umur 0-10 minggu ketika diberi ransum mengandung dedak

Apabila wajib pajak merasa bahwa keadilan wajib pajak telah diterapkan kepada semua wajib pajak dengan tidak membedakan perlakuan antara wajib pajak badan

Aleurites moluccana atau yang lebih dikenal dengan nama kemiri, merupakan salah satu pohon serbaguna yang sudah dibudidayakan secara luas. Di Indonesia kemiri

Dari variabel Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA), Company Size , Financial Leverage , dan Debt to Equity (DER) dapat diketahui bahwa variabel yang

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa metode k -NN memiliki kinerja yang lebih baik daripada metode SVM dalam melakukan klasifikasi mahasiswa pengambil mata