i
PENGEMBANGAN LKS BERBASIS REACT UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMECAHKAN
MASALAH SISWA KELAS VII SMP
SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh Tria Restu Intani
4201410062
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi
Hari : Kamis Tanggal : 26 Februari 2015 Semarang, Februari 2015 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Hartono, M.Pd. NIP. 196108101986011001
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Pengembangan LKS Berbasis REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Kelas VII SMP
disusun oleh
Tria Restu Intani 4201410062
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA Unnes pada tanggal 26 Februari 2015.
Panitia:
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si.
NIP. 19631012 198803 1 001 NIP. 19630610 198901 1 002
Penguji I
Prof. Dr. Susilo, M.S.
NIP. 19520801 197603 1 006
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Penguji II Pembimbing
Drs. Sukiswo Supeni Edi, M.Si. Prof. Dr. Hartono, M. Pd.
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain baik sebagian atau keseluruhan. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Februari 2015
Tria Restu Intani NIM. 4201410062
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO Proses menjadikanmu lebih kuat dan menghargai suatu perjuangan.
Besar kecilnya yang anda dapatkan adalah tergantung dari besar kecilnya yang anda pikirkan.
Hai orang-orang yang beriman, minta tolonglah kalian (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS. Al-Baqoroh: 153).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Kedua orang tuaku, Ibu Titik Sugiyarti dan Bapak Suparyono yang selalu mendoakan, memberikan nasehat dan motivasi.
Kedua kakakku, Mas Ismail dan Mas Taufik yang telah memberikan dukungan, doa, dan semangat.
Sahabat terbaikku Evi, Shofi, Mbak Ami, Ais, Alfi, Azizah, Indah, Siti atas doa dan bantuannya.
Teman kos tweety Aeni, Nelly, Mbak Faiz, Anis, Eva, Diah, Fery, Putri, Indri, Isro, Elisa atas doa dan semangat yang diberikan.
Teman-teman Pendidikan Fisika 2010.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia serta ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan LKS Berbasis REACT Untuk Meningkatkan
Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Kelas VII SMP”.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan tenaga, pikiran, dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ungkapan rasa terima kasih yang tulus kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi S1 di UNNES;
2. Bapak Prof. Dr. Wiyanto selaku dekan FMIPA Universitas Negeri Semarang; 3. Bapak Dr. Khumaedi, M.Si., selaku ketua jurusan Fisika FMIPA Universitas
Negeri Semarang;
4. Bapak Drs. Mosik, M. S., selaku dosen wali yang telah memberikan motivasi. 5. Bapak Prof. Dr. Hartono, M.Pd., sebagai pembimbing I yang dengan sabar
memberikan koreksi, bimbingan dan arahan kepada penulis selama studi hingga terselesaikannya skripsi ini;
6. Bapak Herry Susanto, S.Pd., M. Pd., selaku Kepala SMP N 1 Margoyoso yang telah memberikan izin penelitian.
7. Bapak Rasilan, S.Pd., M.Pd., Ibu Nursasi, S.Pd., Ibu Sulistyani S.Pd., dan Ibu Indah Ayu S.Pd selaku guru SMP N 1 Margoyoso yang telah memberikan informasi dan bantuan selama penelitian.
8. Siswa kelas VII A, VII B, dan VII C tahun pelajaran 2014/2015 yang telah bersedia menjadi responden.
vii
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.
Semarang, Februari 2015
Penulis
viii
ABSTRAK
Intani, Tria R. 2015. Pengembangan LKS Berbasis REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Kelas VII. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Prof. Dr. Hartono, M.Pd. 145 halaman.
Kata kunci: Kemampuan Memecahkan Masalah, LKS, REACT
Ketersediaan bahan ajar sangat berpengaruh terhadap kelancaran proses pembelajaran. Pengembangan bahan ajar sering kali dilakukan sebagai inovasi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Penelitian ini membahas tentang bagaimanakah pengembangan LKS Fisika berbasis REACT, bagaimanakah kelayakan LKS Fisika berbasis REACT sebagai bahan ajar dalam pembelajaran IPA kelas VII SMP, dan bagaimanakah peningkatan kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan LKS Fisika berbasis REACT dengan siswa yang hanya menggunakan buku paket pada pembelajaran IPA Fisika kelas VII SMP. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis pengembangan LKS Fisika berbasis REACT sebagai bahan ajar pembelajaran IPA kelas VII SMP, menganalisis kelayakan LKS Fisika berbasis REACT sebagai bahan ajar dalam pembelajaran IPA kelas VII SMP, dan menganalisis peningkatan kemampuan memecahkan masalah siswa antara siswa yang menggunakan LKS Fisika berbasis REACT dengan siswa yang hanya menggunakan buku paket. Metode penelitian menggunakan metode penelitian pengembangan R&D. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, observasi, dan tes. Subyek penelitian sebanyak 96 siswa. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa (1) Pengembangan LKS Fisika berbasis REACT layak digunakan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran IPA kelas VII SMP dilakukan dengan langkah-langkah yaitu studi pendahuluan, pengembangan dan pengujian produk, pengolahan dan analisis data, dan penarikan kesimpulan kelayakan produk LKS. (2) LKS Fisika berbasis REACT layak digunakan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran IPA kelas VII SMP dengan persentase kelayakan dari pakar sebesar 93,67 % dan tingkat keterbacaan LKS sebesar 76 %. (3) Peningkatan kemampuan memecahkan masalah siswa setelah belajar menggunakan LKS Fisika berbasis REACT lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan buku paket IPA saja yaitu sebesar 0,48 kriteria sedang yang berarti LKS Fisika berbasis REACT hanya cocok digunakan oleh siswa dengan kemampuan kognitif yang baik. Berdasarkan simpulan tersebut disarankan: (1) Pelaksanaan kegiatan praktikum yang ada di LKS hendaknya menyesuaikan dengan ketersediaan alat di sekolah. (2) Hendaknya guru mengondisikan kelas agar tetap kondusif untuk melaksanakan kegiatan praktikum sesuai dengan alokasi waktu yang telah ditentukan.
ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN ... iii PERNYATAAN ... ivMOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 5 1.3. Tujuan Penelitian ... 5 1.4. Manfaat Penelitian ... 6 1.5. Penegasan Istilah ... 6
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Media Pembelajaran ... 11
2.2 Bahan Ajar ... 13
x
2.4. LKS Fisika Berbasis REACT ... 18
2.5 Pemecahan Masalah (Problem Solving) ... 22
2.6 Kerangka Berpikir ... 24
BAB III METODE PENELITIAN... 27
3.1 Lokasi dan Subyek Penelitian ... 27
3.2. Desain Penelitian ... 27
3.3 Prosedur Penelitian ... 28
3.4 Instrumen dan Metode Analisis Data ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42
4.1 Hasil Penelitian ... 42 4.2 Pembahasan ... 59 BAB V PENUTUP ... 74 5.1 Simpulan ... 74 5.2 Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA ... 76
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 LKS IPA kelas VII SMP/MTs di Kabupaten Pati ... 2
1.2 Analisis LKS IPA kelas VII SMP/MTs di Kabupaten Pati ... 3
3.1 Desain penelitian Pretest-Posttest Control Group Design ... 28
3.2 Rekapitulasi hasil validitas soal ... 34
3.3 Rekapitulasi hasil analisis tingkat kesukaran soal ... 36
4.1 Hasil validasi pakar ... 52
4.2 Hasil uji coba keterbacaan skala kecil ... 54
4.3 Hasil uji coba keterbacaan skala besar ... 55
4.4 Hasil pengamatan kemampuan memecahkan masalah ... 57
4.5 Hasil tes kemampuan memecahkan masalah ... 57
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Kerangka berpikir ... 26
3.1 Prosedur penelitian ... 29
4.1 Halaman awal LKS penerbit MGMP IPA Kab. Pati ... 43
4.2 Penyajian gambar dan tulisan kurang jelas ... 43
4.3 Halaman awal LKS penerbit Mediatama ... 44
4.4 Penyajian LKS penerbit Mediatama ... 44
4.5 Cover LKS berbasis REACT ... 46
4.6 Petunjuk belajar LKS berbasis REACT ... 47
4.7 KI dan KD LKS berbasis REACT ... 48
4.8 Organisasi materi LKS berbasis REACT ... 48
4.9 Struktur isi LKS berbasis REACT ... 49
4.10 Contoh tahap Relating ... 61
4.11 Contoh tahap Experiencing ... 61
4.12 Contoh tahap Applying ... 62
4.13 Contoh tahap Cooperating ... 62
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
1. Kisi-Kisi Soal Uji Coba Tes Kemampuan Memecahkan Masalah ... 80
2. Soal Uji Coba Tes Kemampuan Memecahkan Masalah ... 82
3. Kunci Jawaban Dan Penilaian ... 86
4. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Indeks Kesukaran, Dan Reliabilitas Soal Uji Coba Pretest... 89
5. Analisis Validitas, Daya Pembeda, Indeks Kesukaran, Dan Reliabilitas Soal Uji Coba Posttest ... 90
6. Soal Test Kemampuan Memecahkan Masalah ... 91
7. Kisi-Kisi Angket Keterbacaan LKS ... 95
8. Angket Keterbacaan LKS ... 96
9. Analisis Reliabilitas Keterbacaan LKS ... 98
10. Analisis Angket Keterbacaan LKS Berbasis REACT Skala Kecil... 99
11. Analisis Angket Keterbacaan LKS Berbasis REACT Skala Besar ... 100
12. Lembar Validasi LKS ... 102
13. Hasil Validasi LKS ... 111
14. Daftar Siswa Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 112
15. Kisi-Kisi Lembar Observasi Kegiatan Belajar 1 ... 113
16. Kisi-Kisi Lembar Observasi Kegiatan Belajar 2 ... 115
17. Kisi-Kisi Lembar Observasi Kegiatan Belajar 3 ... 118
18. Lembar Observasi Kemampuan Memecahkan Masalah ... 120
19. Analisis Kemampuan Memecahkan Masalah Kelas Eksperimen Hasil Observasi... 121
xiv
20. Analisis KemampuanMemecahkan Masalah Kelas Kontrol Hasil
Observasi... 123
21. Analisis KemampuanMemecahkan Masalah Kelas Eksperimen Berdasarkan Tes ... 125
22. Analisis KemampuanMemecahkan Masalah Kelas Kontrol Berdasarkan Tes ... 126
23. Uji Normalitas Nilai Pretest Kelas Kontrol ... 127
24. Uji Normalitas Nilai Pretest Kelas Eksperimen ... 128
25. Uji Homogenitas Nilai Pretest Kelas Kontrol Dan Kelas Eksperimen 129 26. Uji Normalitas Nilai Posttest Kelas Kontrol ... 130
27. Uj Normalitas Nilai Posttest Kelas Eksperimen ... 131
28. Uji Homogenitas Nilai Posttest Kelas Kontrol Dan Kelas Eksperimen 132 29. Uji Gain Kemampuan Memecahkan Masalah ... 133
30. Uji T-Test Dua Pihak Kemampuan Memecahkan Masalah ... 134
31. Daftar Siswa Dengan Kemampuan Kognitif Baik Dan Kurang ... 135
32. Penyajian LKS Penerbit MGMP IPA Kab. Pati ... 136
33. Penyajian LKS Penerbit Mediatama ... 138
34. Dokumentasi Foto ... 141
35. Surat Ijin Penelitian... 144
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor untuk menentukan tingkat kemajuan suatu bangsa. Menurut Soyomukti (2008: 31), “Ketika masyarakat semakin mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, maka di dalamnya banyak individu yang mendapat kemudahan hidup, kesejahteraan, dan kemudahan untuk mengekspresikan kemanusiannya.”
Kualitas pendidikan di Indonesia tergolong masih rendah. Husamah & Setyaningrum (2013: 2) menyebutkan Laporan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2011, yang menyatakan bahwa nilai rata-rata sains menempati urutan ke-40 dari 42 negara. Hasil studi TIMSS menunjukkan siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah dalam kemampuan (1) memahami informasi yang kompleks, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi.
Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia salah satunya disebabkan oleh sarana fisik yang kurang memadai dan kualitas pengajaran guru masih rendah. Kualitas sarana fisik seperti kepemilikan dan penggunaan media belajar dinilai masih kurang dalam kegiatan belajar mengajar. Padahal, menurut hasil penelitian Heryawanti (2013) menyebutkan bahwa penggunaan media belajar
sebagai bahan ajar dapat mendukung kegiatan belajar mengajar sehingga menambah motivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut.
Dalam pembelajaran fisika yang berkaitan langsung dengan kegiatan sehari-hari diperlukan LKS sebagai bahan ajar yang menuntun siswa untuk belajar kreatif berbasis sains. LKS yang digunakan hendaknya dapat membantu siswa menemukan suatu konsep, menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan, sebagai penuntun belajar, sebagai penguatan ataupun sebagai petunjuk praktikum (Prastowo, 2012: 28).
Berdasarkan observasi yang dilakukan di SMPN dan MTs di Kabupaten Pati, terdapat enam sekolah yang menggunakan LKS sebagai bahan ajar pendamping.
Tabel 1.1. LKS IPA kelas VII SMP/MTs di Kabupaten Pati
No. Sekolah Judul LKS Penerbit
1. SMP N 1 Margoyoso BKS IPA FISIKA MGMP IPA
Kabupaten Pati
2. SMP N 2 Margoyoso BKS IPA FISIKA MGMP IPA
Kabupaten Pati
3. SMP N 1 Trangkil BKS IPA FISIKA MGMP IPA
Kabupaten Pati
4. SMP N 2 Trangkil BKS IPA FISIKA MGMP IPA
Kabupaten Pati 5. MTs Darun Najah, Margoyoso IPA TERPADU MEDIATAMA 6. MTs Asempapan, Trangkil IPA TERPADU MEDIATAMA
Berdasarkan Tabel 1.1, LKS yang digunakan sebagai bahan ajar pendamping adalah LKS yang diterbitkan oleh MGMP IPA Kabupaten Pati dan Mediatama. Hasil analisis LKS dari kedua penerbit tersebut disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Analisis LKS IPA kelas VII SMP/MTs di Kabupaten Pati
No. Analisis LKS Penerbit
MGMP IPA Kab. Pati Mediatama
1. SK dan KD Tidak tercantum dalam LKS. Tercantum dalam LKS. 2. Materi Penyajian materi bersifat
komunikatif, mengajak siswa mencari sendiri informasi pendukung lain melalui kegiatan praktikum yang mendominasi isi LKS.
Penyajian materi di LKS
masih bersifat
deskripsional kurang komunikatif.
3. Struktur LKS Judul, indikator, informasi, tugas, latihan, dan rangkuman materi sudah ada, namun petunjuk belajar menggunakan LKS belum ada.
Judul, indikator, informasi, tugas, latihan, dan rangkuman materi sudah ada, namun petunjuk belajar menggunakan LKS belum ada.
4. Penyajian LKS Bahasa yang digunakan mudah dimengerti, gambar yang disajikan kurang menarik karena tidak berwarna, masih ada kesalahan penulisan satuan pada tabel yang disajikan, dan peta konsep tidak tercantum dalam LKS.
Bahasa yang digunakan mudah dimengerti, gambar yang disajikan kurang menarik karena tidak berwarna, tabel yang disajikan sudah sesuai, peta konsep sudah tercantum dalam LKS namun penulisannya terlalu kecil.
Berdasarkan analisis LKS yang disajikan pada Tabel 1.2. ternyata LKS yang digunakan sebagai pendamping bahan ajar masih banyak kekurangan yaitu dari segi SK dan KD masih belum tercantum, struktur LKS belum lengkap, penyajian LKS masih kurang, dan terutama materi yang disajikan bersifat deskripsional. Penyajian materi yang sifatnya deskripsional inilah menyebabkan siswa cepat bosan mempelajari materi yang ada di LKS.
Berkaitan dengan masalah tersebut maka diperlukan upaya untuk mengembangkan suatu bahan ajar berupa LKS berbasis pembelajaran aktif yang menuntun siswa untuk belajar kreatif dan berbasis sains serta dapat melatih siswa memecahkan masalah. Pengembangan kemampuan siswa dalam memecahkan
masalah fisika secara intensif merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh dalam pembelajaran fisika agar mutu pembelajaran dapat meningkat (Sambada: 2012).
Untuk itulah perlu disusun bahan ajar berupa LKS berbasis REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, and Transferring). Ciri LKS berbasis REACT terdiri atas 5 tahapan kegiatan yaitu:
1. Relating (mengaitkan), adalah belajar dalam konteks pengalaman kehidupan nyata atau pengetahuan yang sebelumnya.
2. Experiencing (mengalami), yaitu berbagai pengalaman dalam kelas dapat mencakup penggunaan kegiatan manipulatif, aktifitas pemecahan masalah dan laboratorium.
3. Applying (menerapkan) yaitu belajar dengan menempatkan konsep-konsep untuk digunakan dengan memberikan latihan yang bersifat realistik dan relevan.
4. Cooperating (bekerja sama) yaitu belajar dalam konteks saling berbagi (sharing), saling menanggapi, dan berkomunikasi dengan siswa yang lain. 5. Transferring (mentransfer) yaitu menggunakan pengetahuan dalam konteks
baru atau situasi baru.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka perlu dilakukan penelitian yang berjudul “ Pengembangan LKS Berbasis REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Siswa Kelas VII SMP.”
1.2.
Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengembangan LKS Fisika berbasis REACT sebagai bahan ajar dalam pembelajaran IPA kelas VII SMP?
2. Bagaimanakah kelayakan LKS Fisika berbasis REACT sebagai bahan ajar dalam pembelajaran IPA kelas VII SMP?
3. Bagaimanakah peningkatan kemampuan memecahkan masalah siswa yang menggunakan LKS Fisika berbasis REACT dengan siswa yang hanya menggunakan buku paket pada pembelajaran IPA Fisika kelas VII SMP?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengembangan LKS Fisika berbasis REACT sebagai bahan ajar pembelajaran IPA kelas VII SMP.
2. Menganalisis kelayakan LKS Fisika berbasis REACT sebagai bahan ajar dalam pembelajaran IPA kelas VII SMP.
3. Menganalisis peningkatan kemampuan memecahkan masalah antara siswa yang menggunakan LKS Fisika berbasis REACT dengan siswa yang hanya menggunakan buku paket pada pembelajaran IPA Fisika siswa kelas VII SMP.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi bahwa LKS berbasis REACT dapat dijadikan sebagai alternatif media pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk melatih kemampuan memecahkan masalah. Selain itu, produk LKS berbasis REACT dapat dijadikan sebagai contoh pengembangan LKS yang menuntun siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran.
1.5. Penegasan Istilah
1. Pengembangan
Pengembangan adalah proses mengorganisasikan materi pembelajaran dan pengembangan proses pembelajaran. Materi pelajaran disusun sesuai dengan kompetensi yang diharapkan, baik menyangkut data, fakta, konsep, prinsip, dan atau mungkin keterampilan. Sedangkan proses menunjukkan bagaimana seharusnya siswa mengalami kegiatan belajar (Husamah & Setyaningrum, 2013: 102).
2. Bahan Ajar
Bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar (Prastowo, 2012: 45).
3. Kelayakan Bahan Ajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, layak berarti pantas atau patut. Jadi kelayakan dapat diartikan sebagai sesuatu yang pantas atau patut. Suatu bahan ajar layak digunakan apabila telah memenuhi standar kelayakan bahan
ajar. Penilaian kelayakan bahan ajar dalam penelitian ini menggunakan standar dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang mencakup empat komponen yaitu (1) komponen kelayakan isi, (2) komponen kebahasaan, (3) komponen penyajian, dan (4) komponen kegrafikan. Masing-masing komponen tersebut dijabarkan menjadi beberapa indikator. Adapun indikator dari tiap komponen dalam penelitian ini yaitu:
1) Komponen kelayakan isi, meliputi: dimensi sikap spiritual, dimensi sikap sosial, cakupan materi, akurasi materi, kontekstual, dimensi sikap ketrampilan, materi yang disajikan mengandung unsur REACT, merangsang keingintahuan, mengembangkan kecakapan akademik. 2) Komponen kebahasaan, meliputi: kesesuaian dengan kaidah bahasa yang
baik dan benar dan pemenfaatan bahasa secara efektif dan efisien (singkat dan jelas).
3) Komponen penyajian, meliputi: pendukung penyajian materi dan penyajian pembelajaran.
4) Komponen kegrafikan, meliputi: kulit buku dan keterbacaan. 4. LKS Berbasis REACT
Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus di kerjakan oleh siswa yang di dalamnya berisi petunjuk atau langkah-langkah untuk mengerjakan suatu tugas (Depdiknas, 2008: 15). LKS berbasis REACT ini menuntun siswa belajar mengaitkan materi dengan kehidupan nyata, memberikan fasilitas siswa untuk menemukan konsep dalam kegiatan praktikum dengan membentuk suatu kelompok kecil, menerapkan konsep yang telah
diperoleh melalui latihan soal dan mengaplikasikan pemahaman yang telah diperoleh dengan konsep lain yang sudah dipelajari.
5. Kemampuan Memecahkan Masalah
Kemampuan memecahkan masalah (problem solver) merupakan suatu proses mental yang membutuhkan keterampilan lebih untuk dapat memancing suatu pemikiran atau pemahaman baru sebagai solusi memecahkan suatu masalah (Husamah & Setyaningrum, 2013: 176).
Pemecahan masalah menurut Gagne (1977: 155), “problem solving is a natural extension of rule learning, in which the most important part of the proces take places within the learner.”
Jadi kemampuan memecahkan masalah dapat diartikan sebagai suatu proses mental paling penting yang harus dimiliki oleh siswa dalam suatu pembelajaran, dimana proses tersebut membutuhkan keterampilan lebih sehingga dapat menciptakan pemikiran baru yang dapat memecahkan suatu masalah.
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal skripsi, bagian isi skripsi dan bagian akhir skripsi. Untuk mempermudah memahami skripsi ini, maka perlu dituliskan sistematikanya sebagai berikut :
- Bagian Awal
Bagian awal ini terdiri dari halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman pengesahan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
- Bagian Isi
Bagian isi terdiri dari 5 bab yaitu : BAB 1 Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan
BAB II Tinjauan Pustaka
Berisi teori-teori tentang media pembelajaran, bahan ajar, LKS, LKS berbasis REACT, kemampuan memecahkan masalah serta kerangka berpikir.
BAB III Metode Penelitian
Berisi tentang lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, instrumen dan metode analisis data. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian memuat tentang langkah-langkah pengembangan LKS Fisika berbasis REACT, kelayakan LKS Fisika berbasis REACT; dan perbedaan kemampuan memecahkan masalah siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen yang menggunakan LKS Fisika berbasis REACT selama proses pembelajaran. Sedangkan pembahasan meliputi menafsirkan temuan-temuan, mengintegrasikan temuan dari penelitian ke dalam kumpulan pengetahuan yang
telah ada dan menyusun teori baru atau memodifikasi teori yang sudah ada.
BAB V Penutup
Berisi simpulan dan saran - Bagian Akhir
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin “medius” dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti “perantara” yaitu perantara antara sumber pesan dengan penerima pesan (Susilana & Liyana, 2009: 4).
Media pembelajaran dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara dan efektif (Munadi, 2008: 8). Sedangkan menurut Karim dkk (2014) media pembelajaran didefinisikan sebagai suatu cara, alat, atau proses yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari sumber pesan kepada penerima pesan yang berlangsung dalam proses pendidikan. Jadi media pembelajaran dapat diartikan segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan bahan pelajaran yang dilakukan oleh guru kepada siswa secara terencana sehingga menciptakan suatu proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Media pembelajaran merupakan alat bantu bagi guru dalam menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Kerumitan dan keabstrakan materi maupun keterbatasan guru dalam menjelaskan materi dapat diatasi dengan penggunaan media pembelajaran. Susilana & Liyana (2009: 9) menyebutkan kegunaan media pembelajaran secara umum yaitu
(1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
(3) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar.
(4) Memungkinkan anak belajar mendiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya.
(5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan persepsi yang sama.
Keberadaan berbagai jenis media pembelajaran saat ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi yang semakin pesat menyebabkan terciptanya berbagai bentuk media pembelajaran baru yang dalam pengoperasiannya membutuhkan teknologi.
Berdasarkan bentuk informasi yang digunakan, Nurseto sebagaimana dikutip dalam Karim dkk (2014) mengklasifikasikan media menjadi lima kelompok besar yaitu: (1) media visual diam; (2) media visual gerak; (3) media audio; (4) media audio visual diam; (5) media audio visual gerak. Sedangkan menurut Susilana & Liyana (2009: 14) mengklasifikasikan media menjadi tujuh kelompok media penyaji yaitu: (1) media grafis, bahan cetak dan gambar diam; (2) media proyeksi diam; (3) media audio; (4) media audiovisual diam; (5) film (motion pictures); (6) televisi; dan (7) multimedia. Namun, dalam kenyataannya media yang sering digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah yaitu media bahan cetak karena lebih praktis dan ekonomis.
Penggunaan berbagai media pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan, situasi, dan kondisi masing-masing sekolah. Setiap sekolah mempunyai karakteristik siswa yang berbeda-beda sehingga memerlukan media
pembelajaran yang berbeda pula sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Selain itu, Sutjiono (2005) mengemukakan bahwa ada sejumlah pertimbangan dalam memilih media pembelajaran yang tepat yaitu: (1) kemudahan akses; (2) biaya; (3) kemudahan penggunaan; (4) interaktif (menimbulkan komunikasi dua arah); (5) dukungan organisasi; dan (6) kebaruan media.
2.2 Bahan Ajar
Menurut website Dikmenjur sebagaimana dikutip dalam Depdiknas (2008: 8) menyebutkan bahwa bahan ajar merupakan seperangkat materi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif siswa mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu. Selain itu, bahan ajar dapat diartikan segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas (Depdiknas, 2008: 8). Jadi bahan ajar dapat didefinisikan segala bentuk bahan baik itu bahan tertulis maupun tidak tertulis yang digunakan oleh guru atau instruktur yang disusun sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.
Bahan ajar merupakan komponen penting yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar dapat membantu guru menyampaikan materi pembelajaran secara runtut dan sistematis. Sedangkan fungsi bahan ajar
bagi siswa yaitu membantu siswa mempelajari materi pembelajaran sehingga tercapai tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang telah ditentukan. Hal ini sesuai dengan Prastowo (2012: 43) yang menyatakan bahan ajar sebagai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari peserta didik dalam rangka mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Sebelum menetapkan bahan ajar yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru harus mempertimbangkan beberapa hal yaitu sebagaimana Depdiknas (2006: 6) menyebutkan ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahan ajar yaitu (1) prinsip relevansi (keterkaitan), (2) prinsip konsistensi (keajegan), dan (3) prinsip kecukupan. Selain itu, Arif dan Napitupulu sebagaimana yang dikutip dalam Prastowo (2012: 59) menyatakan bahwa ada empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bentuk bahan ajar yaitu (1) kebutuhan dan tingkat kemampuan awal para peserta didik yang menjadi sasaran pembelajaran; (2) tempat dan keadaan di mana bahan ajar akan digunakan; (3) metode penerapan dan penjelasannya; serta (4) biaya proses dan produksi serta alat-alat yang digunakan untuk memproduksi bahan ajar. Jadi pemilihan bahan ajar hendaknya menyesuaikan kebutuhan, situasi, kondisi, kemampuan, dan karakteristik pembelajaran yang akan digunakan sehingga bahan ajar tersebut dapat berfungsi secara optimal.
Saat ini berbagai jenis bahan ajar telah banyak dijumpai dengan mudah. Bahan ajar tersebut dapat digunakan guru sebagai alternatif media bantu dalam proses belajar mengajar. Berdasarkan teknologi yang digunakan, Depdiknas (2008: 13) mengelompokkan bahan ajar menjadi 4 yaitu (1) bahan cetak (printed),
(2) bahan ajar dengar (audio), (3) bahan ajar pandang dengar (audio visual), dan (4) bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching materials). Di antara berbagai jenis bahan ajar tersebut, bahan cetak (printed) merupakan bahan ajar yang paling sering digunakan. Selain bahan ajar bentuk cetak, bahan ajar multimedia interaktif (interactive teaching materials) juga mulai dikembangkan penggunaannya.
Pada dasarnya masing-masing bentuk bahan ajar mempunyai teknik penyusunan yang berlainan. Prastowo (2012: 73) menyebutkan untuk bahan ajar cetak memiliki teknik penyusunan sebagai berikut (1) judul atau materi yang disajikan harus berintikan kompetensi dasar atau materi pokok yang harus dicapai oleh siswa; (2) untuk menyusun bahan ajar cetak, ada enam hal yang perlu dimengerti yaitu susunan tampilannya jelas dan menarik, bahasa yang mudah, mampu menguji pemahaman, adanya stimulun, kemudahan dibaca, dan materi instruksional. Jadi dalam menyusun bahan ajar cetak perlu memperhatikan aspek-aspek tersebut agar bahan ajar yang dihasilkan tersusun secara runtut, sistematis, dapat dibaca dan mudah dipahami oleh siswa.
2.3 Lembar Kerja Siswa (LKS)
Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan jenis bahan ajar cetak yang sering digunakan oleh guru dan siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa yang di dalamnya berisi petunjuk atau langkah-langkah untuk mengerjakan suatu tugas (Depdiknas, 2008: 15). Sedangkan menurut Prastowo
(2012: 204) LKS merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas yang berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan tugas pembelajaran yang mengacu pada kompetensi dasar yang harus dicapai. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa LKS adalah suatu bahan ajar cetak yang berisi materi dan tugas, baik itu tugas teoritis maupun praktis yang harus dikerjakan oleh siswa yang mengacu pada kompetensi sesuai dengan indikator tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
Penggunaan bahan ajar cetak berupa LKS dimaksudkan untuk membantu guru menyampaikan materi secara terstruktur kepada siswa. Materi yang terdapat di dalam LKS sudah terangkum secara runtut sehingga memudahkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah disampaikan oleh guru. Selain itu, LKS juga berisi tugas teoritis maupun tugas praktis misal praktikum yang dapat melibatkan siswa untuk aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. Lembar Kerja Siswa (LKS) memiliki beberapa fungsi dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Prastowo (2012: 205), fungsi LKS diantaranya yaitu (1) sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan peran pendidik, namun lebih mengaktifkan peserta didik; (2) sebagai bahan ajar yang mempermudah peserta didik untuk memahami materi yang diberikan; (3) sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya akan tugas untuk berlatih; (4) memudahkan pelaksanaan pengajaran kepada peserta didik.
Selama ini masih banyak yang beranggapan bahwa LKS hanyalah kumpulan latihan soal-soal. Padahal ada berbagai macam produk pengembangan LKS yang menyediakan aktivitas pembelajaran yang berpusat pada siswa, misalnya kegiatan praktikum. Pada dasarnya, penyusunan LKS disesuaikan
dengan tujuan pengemasan materi pembelajaran. Prastowo (2012: 208) menyebutkan ada lima macam bentuk LKS yang umumnya digunakan oleh peserta didik, yaitu (1) LKS yang membantu peserta didik menemukan suatu konsep, (2) LKS yang membantu peserta didik menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan, (3) LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar, (4) LKS yang berfungsi sebagai penguatan, dan (5) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.
Penyajian LKS dapat disesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan, baik secara eksperimen maupun non-eksperimen. Menurut Mugiono sebagaimana yang dikutip dalam Maulana (2002) menyebutkan penyajian LKS secara eksperimen adalah penyajian yang: (1) melibatkan banyak indera, (2) banyak keterampilan proses yang dilatihkan, (3) menanamkan disiplin dan tanggung jawab, (4) menantang siswa untuk menemukan hal baru, dan (5) menggugah ide orisinal siswa. Penyajian LKS secara non-eksperimen adalah penyajian yang: (1) menggunakan waktu lenih efisien, (2) relatif murah, aman, hemat tenaga, (3) organisasi dan perencanaan lebih terkendali, (4) mudah penggunaannya, dan (5) target kurikulum mudah tercapai.
Suatu LKS dikatakan baik jika disusun secara sistematis berdasarkan unsur-unsur yang telah ditetapkan. Ada berbagai macam pendapat mengenai unsur-unsur yang terdapat dalam suatu LKS. Prastowo (2012: 208) menyebutkan enam unsur utama yang terdapat di dalam LKS, yaitu (1) judul, (2) petunjuk belajar, (3) kompetensi dasar atau materi pokok, (4) informasi pendukung, (5) tugas atau langkah kerja, dan (6) penilaian. Sedangkan Depdiknas sebagaimana
yang dikutip dalam Annisya dkk (2014) menyebutkan bahwa struktur LKS secara umum meliputi (1) judul mata pelajaran, (2) petunjuk belajar, (3) kompetensi yang akan dicapai, (4) indikator, (5) informasi pendukung dan langkah-langkah kerja, (6) tugas-tugas, dan (7) penilaian. Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur yang terkandung dalam LKS pada dasarnya hampir sama namun hanya terdapat perbedaan dalam unsur indikator.
2.4. LKS Fisika Berbasis REACT
Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transfering) dikembangkan mengacu pada paham kontruktivisme karena pembelajaran dengan strategi ini menuntut mahasiswa untuk terlibat dalam berbagai aktivitas yang terus menerus, berpikir dan menjelaskan penalaran mereka, mengetahui berbagai hubungan antara tema-tema dan konsep-konsep (Laelasari: 2010).
Berdasarkan konsep pembelajaran melalui strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transfering) dapat dikembangkan suatu produk bahan ajar yang sesuai dengan kelima tahapan tersebut guna membantu guru dan siswa selama proses belajar mengajar.
LKS Fisika berbasis REACT adalah LKS yang dikembangkan mencakup lima unsur yaitu R dari relating (mengaitkan), E dari experiencing (mengalami), A dari applying (menerapkan), C dari cooperating (bekerjasama) dan T dari transferring (mentransfer). Kelima tahapan tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Relating (mengaitkan) adalah belajar dalam konteks pengalaman kehidupan
Di awal bab, LKS Fisika berbasis REACT ini memberikan pertanyaaan kepada siswa untuk menyebutkan contoh kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari. Selain itu juga memuat pertanyaan tentang materi sebelumnya yang pernah mereka pelajari untuk dihubungkan dengan materi yang akan dipelajari dalam rubrik apa yang kamu ketahui. 2. Experiencing (mengalami) merupakan strategi belajar melalui eksplorasi,
penemuan, dan penciptaan. Berbagai pengalaman dalam kelas dapat mencakup penggunaan kegiatan manipulatif, aktifitas pemecahan masalah dan laboratorium.
LKS Fisika berbasis REACT ini memuat rubrik ayo bereksperimen yang mengajak siswa untuk melakukan kegiatan praktikum dengan tujuan untuk memperdalam dan mempertajam konsep materi yang dipelajari. Selain itu terdapat rubrik ayo berpikir yang mengajak siswa untuk berlatih memecahkan suatu masalah.
3. Applying (menerapkan) adalah belajar dengan menempatkan konsep-konsep untuk digunakan dengan memberikan latihan-latihan yang realistik dan relevan.
LKS Fisika berbasis REACT ini juga dilengkapi dengan rubrik ide penerapan yang mengajak siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.
4. Cooperating (bekerjasama) adalah belajar dalam konteks sharing, merespon dan berkomunikasi dengan pemelajar lainnya.
Dalam LKS Fisika Berbasis REACT ini, kegiatan cooperating (bekerjasama) dilakukan saat siswa melakukan praktikum secara berkelompok.
5. Transferring (mentransfer) adalah belajar dengan menggunakan pengetahuan dalam konteks yang baru.
Pada tahap ini, siswa diminta menggunakan pengetahuannya untuk mengerjakan soal-soal yang ada dalam rubrik ulangan harian. Soal-soal uraian yang disajikan merupakan soal yang membutuhkan pemahaman dari berbagai konsep.
Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Fisika berbasis REACT diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa melaui kegiatan praktikum berkelompok. Dengan bekerja secara kelompok siswa saling bertukar pikiran sehingga dapat memecahkan masalah lebih cepat daripada secara mandiri. Sebagaimana Ikhwanuddin yang dikutip dalam Hilyana (2013) menyatakan bahwa keterampilan memecahkan masalah akan sangat baik jika dilatih dengan pendekatan kelompok daripada secara mandiri karena dengan belajar kelompok diharapkan siswa akan belajar lebih cepat daripada belajar mandiri.
Selain itu LKS Fisika berbasis REACT juga dapat meningkatkan aktifitas siswa melalui kegiatan berkelompok dan laboratorium, serta mengembangkan pengetahuan yang dimiliki siswa dengan konteks yang baru. Dengan pengalaman langsung dalam penemuan ilmu pengetahuan, siswa akan mampu
mengembangkan suatu pemahaman tentang sifat alami ilmu pengetahuan (Hilyana, 2013).
Kelebihan produk LKS Fisika berbasis REACT yaitu:
1. LKS Fisika berbasis REACT mempunyai tampilan yang menarik. Tampilan LKS yang menarik ditandai dengan penggunaan gambar sesuai dengan objek aslinya serta layout LKS yang memadu padakan berbagai warna dan gambar. Dengan tampilan LKS yang menarik diharapkan siswa merasa senang dan tidak bosan selama belajar menggunakan LKS.
2. LKS Fisika berbasis REACT dilengkapi dengan pertanyaan pengantar. Pertanyaan pengantar yang dimaksudkan adalah pertanyaan yang meminta siswa menyebutkan contoh kegiatan sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang akan dipelajari siswa. Pertanyaan pengantar disajikan setiap awal materi pembelajaran. Dengan adanya pertanyaan pengantar ini diharapkan dapat menimbulkan keingintahuan dan motivasi siswa untuk mempelajari materi yang ada di LKS.
3. LKS Fisika berbasis REACT dikembangkan dengan pendekatan REACT. Menurut Crawford sebagaimana yang dikutip dalam Fauziah (2010) menyatakan bahwa strategi REACT memiliki kelebihan diantaranya dapat memperdalam pemahaman siswa serta membuat belajar menyeluruh dan menyenangkan. LKS Fisika berbasis REACT memuat kegiatan pembelajaran yang meliputi kegiatan praktikum, diskusi, dan bekerjasama memecahkan suatu persoalan fisika. Dengan adanya berbagai kegiatan pembelajaran tersebut diharapkan siswa aktif selama proses pembelajaran.
2.5 Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Pemecahan masalah adalah hirarki alami dari kaidah belajar, dimana merupakan bagian penting dari proses dalam diri pebelajar (Gagne : 1977). Sedangkan menurut Sambada (2012) pemecahan masalah adalah proses menghilangkan masalah yang ada, di mana di dalamnya terdapat hubungan atau konsep-konsep yang diperolehnya dalam memecahkan masalah. Jadi pemecahan masalah merupakan proses penting dalam diri pebelajar, dimana pebelajar menghilangkan masalah yang ada melalui konsep-konsep yang telah diperoleh sebelumnya.
Keterampilan memecahkan masalah merupakan hal yang paling penting dalam suatu proses pembelajaran. Ketrampilan memecahkan masalah tidak hanya diperlukan dalam memecahkan soal-soal, namun pada kehidupan sehari-hari pun tiap orang pasti dihadapkan dengan masalah yang memerlukan penyelesaian. Jonassen mengatakan bahwa ada empat hal yang mendukung mengapa penyelesaian masalah perlu mendapat fokus perhatian, yaitu: (1) kegiatan pemecahan masalah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari; (2) kegiatan pemecahan masalah dapat memotivasi siswa dalam belajar; (3) penyelesaian masalah membutuhkan pembelajaran yang lebih mendalam; (4) pengetahuan yang dibangun dari masalah yang dihadirkan merupakan pembelajaran yang lebih berarti (Susiana, 2010).
Kemampuan memecahkan masalah merupakan tujuan utama pembelajaran hampir di semua mata pelajaran. Pengembangan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah fisika merupakan salah satu cara yang dapat
ditempuh dalam pembelajaran fisika agar mutu pembelajaran dapat meningkat (Sambada, 2012). Pemecahan masalah fisika diartikan sebagai suatu metode penyelesaian terhadap sejumlah tugas yang berkaitan dengan fisika, sedangkan kemampuan memecahkan masalah dalam pelajaran fisika adalah kemampuan menggunakan suatu metode untuk menyelesaikan sejumlah tugas dalam pelajaran fisika (Sambada, 2012).
Dalam menyelesaikan suatu masalah perlu langkah-langkah tertentu yang harus dilakukan. Para ahli mempunyai pendapat yang berbeda mengenai langkah-langkah pemecahan masalah. Ada beberapa model penyelesaian masalah yang telah dikenal. Menurut Dewey sebagaimana yang dikutip dalam Gagne (1977) menyebutkan bahwa urutan peristiwa pemecahan masalah, yaitu: (1) menyajikan masalah yang dapat dilakukan dengan pernyataan verbal atau dengan cara lainnya; (2) mendefinisikan masalah atau membedakan bagian penting dari situasi; (3) menyusun hipotesis yang dapat digunakan sebagai solusi pemecahan masalah; (4) membuktikan hipotesis atau percobaan secara berturut-turut hingga menemukan suatu solusi yang dicapai. Sedangkan menurut Polya sebagaimana yang dikutip dalam Susiana (2010) menyebutkan bahwa terdapat empat langkah yang harus dilakukan untuk suatu pemecahan masalah yaitu: (1) memahami masalah; (2) merencanakan pemecahannya; (3) menyelesaikan masalah sesuai dengan rencana; (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).
Kemampuan memecahkan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah kemampuan memecahkan masalah menurut Hilyana (2013), dengan indikator sebagai berikut: (1) memahami pertanyaan; (2) menduga jawaban
sementara; (3) melakukan percobaan; (4) mengumpulkan data; (5) mengolah data; dan (6) menarik kesimpulan. Indikator kemampuan memecahkan masalah ini diamati selama kegiatan praktikum.
2.6 Kerangka Berpikir
Keberhasilan kegiatan pembelajaran akan dapat menghasilkan output yang berkualitas. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam pencapaian suatu kegiatan pembelajaran antara lain adalah peran guru sebagai pendidik, kondisi siswa, sumber belajar yang tersedia, bahan ajar yang digunakan, sarana prasarana, lingkungan belajar serta sistem yang memadai. Di samping itu dalam mengembangkan kurikulum pembelajaran dengan jelas dan terarah merupakan faktor pendukung keberhasilan pembelajaran bagi siswa.
Dalam pembelajaran fisika diperlukan kemampuan memecahkan masalah. Pemecahan masalah dalam bidang fisika dapat menolong seseorang untuk meningkatkan daya analitis dan dapat membantu mereka untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan pada berbagai situasi yang lain. Pemecahan masalah (problem solving) juga merupakan tipe belajar paling tinggi yang dapat membantu dan mengembangkan keterampilan intelektual tingkat tinggi, yakni penalaran fisika. Untuk itu, pemecahan masalah dijadikan salah satu bagian dari tujuan pembelajaran fisika di sekolah.
Setiap kegiatan pembelajaran sering kali menggunakan bahan ajar yang
membantu siswa dalam mempelajari dan mendalami suatu kompetensi atau
menguasai semua kompetensi secara runtut dan terpadu. Salah satu bentuk bahan
ajar yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran adalah Lembar Kerja
Siswa (LKS) Fisika berbasis REACT. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan
suatu bahan ajar yang dimiliki oleh siswa yang didalamnya berisi
lembaran-lembaran yang berkaitan dengan materi, instruksi (langkah-langkah) mengerjakan
tugas, latihan soal dan soal evaluasi. LKS Fisika berbasis REACT ini dikemas
sedemikian rupa sehingga dapat mempermudah siswa mempelajari materi tersebut
secara berkelompok. Apabila penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) berbasis
REACT ini diikuti dengan pendekatan pembelajaran yang tepat, dimana kemampuan memecahkan masalah menjadi fokus utama dalam kegiatan
pembelajaran maka siswa diharapkan mempunyai kemampuan menalar yang
tinggi dan dapat menemukan konsep materi dalam pembelajaran.
Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dipadukan dengan
pendekatan REACT memberikan peluang besar kepada peserta didik untuk belajar
mengaitkan materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari dan bekerja sama
dalam suatu kelompok kecil dalam kegiatan praktikum. Pembelajaran REACT
sebagai salah satu model pendekatan pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan aktifitas siswa melalui kegiatan berkelompok dan laboratorium, serta mengembangkan pengetahuan yang dimiliki siswa dengan konteks yang baru. Pengembangan bahan ajar berupa LKS Fisika berbasis REACT diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah siswa.
Guna memperjelas kerangka berpikir tersebut, berikut ini digambarkan
Kenyataan di lapangan
Gambar 2.1 Kerangka berpikir
Pembelajaran Peran guru Kondisi siswa Sumber belajar Lingkungan belajar
Bahan ajar Sarana
prasarana
LKS
Menggunakan LKS Tidak menggunakan LKS
Lembar Kerja Siswa (LKS) Konvensional 1. Materi yang diberikan belum dikaitkan dengan
contoh konkret lingkungan sekitar.
2. Kegiatan siswa yang tercantum dalam LKS konvensional belum memadukan antara kegiatan praktikum, tugas individu, dan tugas kelompok. 3. Kegiatan belajar mengajar masih berpusat pada
guru. Merancang LKS dengan pendekatan kemampuan memecahkan masalah Kemampuan memecahkan masalah siswa kurang
Guru Pembelajaran fisika
Bahan ajar
Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis REACT:
1. Membekali siswa dengan seperangkat pengetahuan yang dikaitkan dengan contoh konkret lingkungan sekitar.
2. Melatih siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh melalui pemecahan masalah fisika dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan keterampilan memecahkan masalah melalui kegiatan praktikum secara kelompok.
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Margoyoso, beralamat di Jalan Kiai Cebolang No.17 Margoyoso Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII tahun ajaran 2014/2015 sebanyak 96 siswa yang terbagi dalam tiga kelas yaitu kelas VII A, VII B, dan VII C. Kelas VII C sebagai kelas uji coba, kelas VII A sebagai kelas kontrol, dan kelas VII B sebagai kelas eksperimen.
3.2. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian R&D yang merupakan metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut (Sugiyono, 2009: 297). Penelitian pengembangan ini merupakan penelitian pengembangan eksperimental yang dilaksanakan di dua kelas, yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Di kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan buku paket IPA yang dilengkapi dengan LKS Fisika berbasis REACT, sedangkan di kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan buku paket IPA saja.
Tabel 3.1. Desain penelitian Pretest-Posttest Control Group Design
Kelompok Pretest Perlakuan
Posttest Eksperimen Kontrol O1 O2 X1 X2 O3 O4 Sumber: Sugiyono (2009: 303) Keterangan
X1 : Pembelajaran yang menggunakan bahan ajar pendamping LKS berbasis REACT.
X2 : Pembelajaran menggunakan buku paket IPA saja.
O1 : Nilai awal kelompok eksperimen sebelum diberikan perlakuan O2 : Nilai awal kelompok kontrol.
O3 : Nilai kelompok eksperimen setelah menggunakan bahan ajar pendamping LKS berbasis REACT.
O4 : Nilai kelompok kontrol setelah menggunakan buku paket IPA saja.
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dan pengembangan (Research and Development/ R&D) diawali dengan studi pendahuluan yang meliputi studi literatur dan studi lapangan. Studi pendahuluan diperlukan untuk mengetahui kualitas produk yang sudah ada ataupun produk baru yang memang dibutuhkan dan perlu dikembangkan. Langkah kedua yaitu pengembangan dan pengujian produk. Produk yang dikembangkan memerlukan bantuan para ahli yang dibutuhkan untuk menilai produk tersebut. Setelah mendapatkan masukan dan penyempurnaan, produk diujicobakan di lapangan. Hasil uji coba lapangan
kemudian diolah dan dianalisis. Tahap akhir yaitu penarikan kesimpulan dari pengolahan dan analisis yang diperoleh.
Guna memperjelas prosedur penelitian tersebut, berikut ini digambarkan bagan prosedur penelitian (Gambar 3.1).
Studi Pendahuluan
Pengembangan dan pengujian produk
Pengolahan dan analisis data
Penarikan kesimpulan
Gambar 3.1 Prosedur penelitian
1. Studi Literatur: analisis kurikulum, telaah materi, studi literatur tentang kemampuan pemecahan masalah, dan pembuatan LKS
2. Studi lapangan: analisis proses pembelajaran, model pembelajaran, sarana dan prasarana, kondisi guru, siswa, sekolah.
Pembuatan instrumen penelitian
Tes, angket, lembar observasi Pengembangan LKS Fisika berbasis REACT
Validasi pakar Revisi LKS
Revisi tes, angket, dan lembar observasi
pengujian kelompok kecil
Pengujian kelompok besar dalam pembelajaran menggunakan LKS Fisika berbasis REACT
Penyebaran angket Pelaksanaan tes hasil belajar dan observasi
untuk kemampuan pemecahan masalah
Pengolahan dan analisis data Produk berupa LKS Fisika berbasis REACT
3.4 Instrumen dan Metode Analisis Data
3.4.1 Validasi oleh pakar- Lembar validasi
Pada penelitian ini lembar validasi digunakan untuk memperoleh informasi tentang kualitas bahan ajar dari beberapa dosen dan guru sebagai pakar. Informasi yang diperoleh dari instrumen ini digunakan sebagai masukan untuk merevisi bahan ajar yang telah disusun. Pembuatan lembar validasi mengacu pada pedoman instrumen penilaian buku teks pelajaran pendidikan dasar dan menengah BNSP 2013 yang sedikit dimodifikasi.
- Analisis lembar validasi
Aspek yang dinilai dari bahan ajar LKS Fisika berbasis REACT meliputi komponen kelayakan isi, kebahasaan, penyajian, dan kegrafikan. Penilaian bahan ajar LKS Fisika berbasis REACT ini terdiri dari 4 kategori yaitu nilai 1, 2, 3, dan 4 yang telah dijabarkan pada tiap kriteria penilaiannya.
Hasil validasi pakar terhadap kelayakan LKS berbasis REACT dianalisis dengan menggunakan rumus berikut:
Persentase =
(Sugiyono, 2009: 99) Kriteria persentase:
25,00 % ≤ persentase ≤ 43,75 % : Tidak Layak 43,75 % persentase ≤ 62,50 % : Kurang Layak 62,50 % persentase ≤ 81,25 % : Layak
3.4.2 Angket - Metode angket
Pada penelitian ini angket digunakan untuk mengetahui tingkat keterbacaan LKS Fisika berbasis REACT yang digunakan selama proses pembelajaran.
- Analisis Uji Coba Instrumen Angket
Pembuatan instrumen angket dengan cara memecah variabel menjadi beberapa aspek, mempersamaankan indikator, dan membuat pernyataan. Validitas yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah validitas konstruk. Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan cara konsultasi dengan dosen pembimbing selaku ahli.
Pada analisis uji coba instrumen angket menggunakan reliabilitas internal dengan cara menganalisis data pada satu kali pengetesan. Reliabilitas instrumen angket dihitung menggunakan persamaan yaitu:
2 2 11 1 1 t b k k r
(Arikunto, 2006: 171) Keterangan : 11 r = reliabilitas instrumenk = jumlah butir pertanyaan
2
b = jumlah varian butir pertanyaan2
t
Untuk mengetahui persentase keterbacaan LKS Fisika berbasis REACT menggunakan rumus berikut:
Persentase =
(Sugiyono, 2009: 99) Kriteria persentase:
25,00 % ≤ persentase ≤ 43,75 % : Tidak Setuju 43,75 % persentase ≤ 62,50 % : Kurang Setuju 62,50 % persentase ≤ 81,25 % : Setuju
81,25 % persentase ≤ 100,00 % : Sangat Setuju
3.4.3 Observasi - Lembar Observasi
Pada penelitian ini lembar observasi digunakan untuk mengamati kemampuan memecahkan masalah siswa dalam kegiatan praktikum. Aspek penilaian tiap indikator kemampuan memecahkan masalah disesuaikan dengan kegiatan praktikum yang dilakukan.
- Analisis Lembar Observasi
Penilaian lembar observasi terdiri dari 3 kategori yaitu 1, 2, dan 3 yang telah dijabarkan pada tiap kriteria penilaiannya. Penilaian lembar observasi kemampuan memecahkan masalah ini dilakukan sebanyak tiga kali sesuai dengan kegiatan praktikum yang dilakukan. Ketercapaian tiap indikator kemampuan memecahkan masalah diambil dari jumlah skor selama tiga kali praktikum.
Hasil observasi kemampuan memecahkan masalah siswa dianalisis dengan menggunakan rumus berikut:
Keterangan:
% : persentase keberhasilan
n : jumlah skor yang diperoleh oleh siswa
N : jumlah skor total (Ali, 1993: 186)
3.4.4 Tes Uraian - Metode Tes Uraian
Pada penelitian ini tes uraian digunakan untuk membandingkan kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran menggunakan LKS Fisika berbasis REACT dengan siswa yang tanpa menggunakan LKS.
- Analisis Uji Coba Tes Kemampuan Memecahkan Masalah
Tes yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes uraian. Hasil tes dianalisis berdasarkan validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. a. Validitas
Sebuah instrumen atau soal tes dikatakan valid apabila instrumen tersebut mampu mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2006: 170). Persamaan yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu soal yaitu persamaan korelasi product moment :
∑ (∑ )(∑ )
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi antara X dengan Y X = skor tiap item
Y = skor total
N = jumlah subjek yang diteliti
Harga rxy tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga dengan taraf signifikansi 5%, suatu butir soal dikatakan valid jika harga > .
Hasil analisis uji coba dari 16 soal yang diujicobakan didapatkan 14 soal valid dan 2 soal tidak valid. Perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 4 dan 5. Rekapitulasi hasil validitas soal disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Rekapitulasi hasil validitas soal
Kriteria Soal No.soal Jumlah Keterangan
Valid Pretest 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8 7 Dipakai 1, 2, 4, 5, 6, 7 Postest 1, 2, 4, 5, 6, 7 7 Dipakai 1, 2, 5, 7, 8
Tidak valid Pretest 3 1 Tidak dipakai karena
tidak valid
Postest 3 1 Tidak dipakai karena
b. Reliabilitas
Reliabilitas artinya mampu mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2006: 86). Persamaan yang digunakan untuk mencari reliabilitas soal uraian adalah reliabilitas dihitung menggunakan persamaan yaitu:
2 2 11 1 1 t b k k r
(Arikunto, 2006: 171) Keterangan : 11 r = reliabilitas instrumenk = jumlah butir pertanyaan
2
b = jumlah varian butir pertanyaan2
t
= jumlah varian total
Apabila harga r11 dibandingkan dengan dengan taraf signifikan 5% , jika > maka instrumen dalam penelitian ini bersifat reliabel.
Hasil analisis uji coba didapatkan harga reliabilitas soal pretest dan postest sebesar 0,778 dan 0,698. Jika diambil tingkat kesalahan 5 % dengan banyaknya peserta uji coba N = 25 siswa, maka diperoleh = 0,396. Karena
> maka dapat disimpulkan bahwa soal yang di uji coba adalah reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.
c. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran dari suatu soal dapat dihitung dengan persamaan :
(UPI hal 52) Keterangan :
= tingkat kesukaran
Indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut : - Soal dengan : 0,00 P 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan : 0,30 P 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan : 0,70 P 1,00 adalah soal mudah
Hasil analisis tingkat kesukaran soal pada uji coba soal diperoleh 3 soal dikategorikan mudah, 10 soal dikategorikan sedang dan 3 soal dikategorikan sukar. Rekapitulasi hasil analisis tingkat kesukaran dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Rekapitulasi hasil analisis tingkat kesukaran soal
Kriteria Soal No. Soal Jumlah Keterangan
Mudah Pretest 1 1 Dipakai
Postest 1, 7 2 Dipakai 1 dan 7
Sedang Pretest 2, 5, 6, 7, dan 8 5 Dipakai 2, 5, 6, 7
Tidak dipakai 8 Postest 2, 4, 5, 6, 8 5 Dipakai 2, 5, dan 8
Tidak dipakai 4 dan 6
Sukar Pretest 2 dan 3 2 Dipakai 2
Tidak dipakai 3
Postest 3 1 Tidak dipakai karena
tidak valid
d. Daya Pembeda
Daya pembeda butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (menguasai materi yang ditanyakan) dengan siswa yang kurang pandai (belum/tidak menguasai materi yang ditanyakan). Untuk menghitung daya beda soal menggunakan persamaan sebagai berikut: (UPI hal 50) Keterangan : = daya pembeda
Klasifikasi daya pembeda :
DP > 0,40 : Sangat Baik
0,30 DP ≤ 0,40 : Baik
0,20 DP ≤ 0,30 : Cukup, soal perlu perbaikan
DP ≤ 0,20 : Jelek, soal dibuang
Dari hasil analisis soal uji coba, soal pre-test nomor 1, 4, 5, 6, dan 7 memiliki daya beda sangat baik, nomor 2 dan 8 memiliki daya beda baik, dan nomor 3 memiliki daya beda jelek. Selengkapnya disajikan pada Lampiran 4.
Dari hasil analisis soal uji coba, soal post-test nomor 1, 4, 5, 6, dan 8 memiliki daya beda sangat baik, nomor 2 dan 7 memiliki daya beda baik, dan nomor 3 memiliki daya beda jelek. Selengkapnya disajikan pada Lampiran 5. - Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui data terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas akan menentukan analisis yang akan digunakan. Uji normalitas menggunakan persamaan :
k i i i i E E O 1 2 2 (Sudjana, 2005: 273) Keterangan : 2 = chi kuadrat iO = frekuensi yang diperoleh berdasarkan data
Ei = frekuensi yang diharapkan
Membandingkan harga chi-kuadrat hasil perhitungan dengan chi-kuadrat tabel dengan taraf signifikan 5%. Menarik kesimpulan, jika 2
<
2
maka data berdistribusi normal. Berdasarkan analisis data terdistribusi normal, secara lengkap disajikan pada Lampiran 23, 24, 26 dan 27.
- Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentukan statistik t yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji
homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digunakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:
Ho = varian kedua kelompok sama (homogen)
Ha = varian kedua kelompok tidak sama (tidak homogen)
Pengujian kesamaan dua varians digunakan rumus sebagai berikut:
k b hitung
V
V
F
(Sudjana, 2005: 250) Keterangan:Vb = varians yang terbesar. Vk = varians yang terkecil.
Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak maka dikonsultasikan dengan dengan α = 5% dengan dk pembilang = banyaknya data terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang terkecil dikurangi satu. Jika < maka Ho diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen. Analisis secara lengkap disajikan pada Lampiran 25 dan 28.
3.4.5 Uji Hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan kemampuan memecahkan masalah siswa dalam pembelajaran dengan LKS berbasis REACT dengan pembelajaran tanpa LKS. Uji hipotesis dua pihak menggunakan persamaan sebagai berikut:
̅ ̅
√ (
√ ) (√ )
(Sugiyono, 2009: 307)
Keterangan :
̅ = rata-rata sampel 1 (tanpa LKS)
x = rata-rata sampel 2 (menggunakan LKS )
s1 = simpangan baku sampel 1 (tanpa LKS)
s2 = simpangan baku sampel 1 (menggunakan LKS)
S12 = Varians sampel 1 (tanpa LKS)
S22 = Varians sampel 2 (menggunakan LKS)
r = Korelasi antara data dua kelompok
Nilai t hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan nilai t tabel dengan derajat kebebasan (dk) =n+ n – 2 dan taraf kesalahan α = 5%. Jika -t tabel < t hitung < t tabel maka terdapat perbedaan kemampuan memecahkan masalah antara siswa yang menggunakan LKS Fisika berbasis REACT dengan siswa yang tidak menggunakan LKS . Analisis nilai t-test kemampuan memecahkan masalah siswa disajikan dengan lengkap pada Lampiran 30.
3.4.6 Uji Gain
Uji gain digunakan untuk mengetahui taraf signifikasi kemampuan memecahkan masalah antara sebelum dan sesudah diberi perlakuan digunakan persamaan gain, yaitu :
( ) ( ) ( )
Keterangan :
( ) = gain ternormalisasi
= nilai rata-rata pada posttest
= nilai rata-rata pada pretest (Wiyanto, 2008)
Besarnya faktor (g) dikategorikan sebagai berikut :
1) Tinggi apabila (g) ≥ 0,7 atau dinyatakan dalam persen (g) ≥ 70
2) Sedang apabila 0,3 (g) 0,7 atau dinyatakan dalam persen 30 (g) 70
3) Rendah apabila (g) ≤ 0,3 atau dinyatakan dalam persen (g) ≤ 30
Analisis kemampuan memecahkan masalah melalui uji gain disajikan lengkap pada Lampiran 29.