Pengertian
• Head injury (cidera kepala) trauma otak akibat
benturan kekuatan fisik eksternal, berdampak
gangguan kesadaran, kemampuan kognitif dan fungsi
fisik secara temporer atau permanen (Donna, 1992).
• Kerusakan fisik perlukaan kulit kepala, fraktur
tulang cranial dan kerusakan jaringan cerebral
(Campbell, 1998).
Etiologi
• Kecelakaan lalu lintas (sepeda motor, mobil dll )
• Jatuh
• Kecelakaan industri
• Kecelakaan olah raga
Patofisiologi
• Trauma kepala pergerakan massa otak dalam ruang cranial (depan-belakang, atau berputar).
• Trauma dapat menyebabkan cidera otak primer. • Cidera kepala terbuka :
– k/ trauma penetrasi integritas tulang & duramater terputus kontak bagian luar.
– Fraktur terbuka dasar tengkorak diikuti keluarnya CSF via hidung (Rhinorhoe) atau telinga (othorhoe), sangat resiko infeksi & kerusakan saraf kranial I, II, VII & VIII.
• Cidera kepala tertutup :
– K/ truma benda tumpul
– Cenderung menimbulkan Comotio, Contosio dan
lacerasi cerebral.
– Commotio cerebral secara struktural tidak terjadi
kerusakan, namun secara fungsional axon mengalami
kerusakan.
– Contosio cerebral (memar jaringan cerebral) lebih
sering terjadi pada sekitar area trauma(coup) atau
tempat yang berlawanan(Countracoup)
– Lacerasi secara nyata terjadi putusnya pembuluh
darah area cortikal dan cenderung menimbulkan
perdarahan sekunder.
• Type Kekuatan
– Tipe kekuatan yang dapat menimbulkan kerusakan otak terdiri dari :
• Akselerasi : suatu kekuatan yang
menyebabkan kepala bergerak secara cepat contohnya pukulan yang
mengenai kepala (tinju)
• Decelerasi : suatu kekuatan yang menyebabkan kepala berhenti bergerak, contoh kepala
membentur benda (pengendara mobil) – Kekuatan kekuatan tersebut dapat
menimbulkan kerusakan otak dibawah trauma (coup) atau pada area yang
• Respon sekunder
– Peningkatan tekanan intra kranial
– Perdarahan
– Kehilangan aoutoregulasi
– Hidrocephalus
Management kolaboratif
1. Mengatur posisi neutral 30o tempat tidur bagian kepala.
2. Intubasi dan mengontrol ventilasi 3. Bronchial washing.
4. Mempertahankan tekanan sistolik 100 – 160 mmHg. 5. Mempertahankan PaO2 100 mmH atau lebih.
6. Mempertahankan Normothermia. 7. Obat – obatan
– Manitol diuretik osmotik untuk mencegah/menurunkan edema cerebral peningkatan Tekanan Intrakranial.
– Antikejang phenitoin( dilantin ), phenobarbital. – Ranitidin untuk mengatasi stres gastric.
8. Pembedahan
– Tujuan pembedahan untuk menghentikan perdarahan intrakranial, mengevakuasi pembekuan yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan mencetuskan herniasi otak.
• Craniotomy membuka tulang cranial.
• Craniectomy mengangkat sebagian tulang cranial. • Cranioplasty memperbaiki tulang cranial.
Pengkajian keperawatan
1. Aktivitas / Istirahat
S : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan. O : Perubahan kesadaran, letargi, Hemiparese, ataksia,
gangguan keseimbangan, adanya trauma ortopedi, kehilangan tonus otot, spastik otot.
2. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau meningkat.
Heart rate berubah ( bradi kardi, takikardia yang di selingi bradikardi, disritmia ).
3. Respirasi
O: Perubahan pola nafas (apnea diselingi
hiperventilasi ), stridor, Ronchi, wezhing
4. Integritas Ego
S: Perubahan tingkah laku, diam,
O: Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,
depresi, bingung.
5. Eliminasi
O: BAB / BAK inkontinensia
6. Makanan / Cairan
S : mual muntah dan perubahan selera.
O : muntah, Gangguan menelan( batuk, air liur
keluar,disfagia ).
7. Neurosensori
S : hilang kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkop, hilang pendengaran, baal
pada ekstremitas, diplopia, hilang lapang
pandang, fotopobia.
O:Perubahan kesadaran koma ( GCS ), gangguan
orientasi, kewaspadaan,konsentrasi,tingkah laku
dan memori.
Perubahan pupil, kehilangan sensorik (
penciuman, pengecapan, pendengaran ).
Genggaman tak seimbang, lemah, Reflek tendon
tidak ada, hemiparese, kejang.
8. Nyeri / rasa nyaman
S : Sakit kepala
O : Wajah menyeringai, gelisah, merintih.
9. Keamanan
S : Trauma baru / trauma karena kecelakaan.
O : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit
lacerasi, perubahan warna : (raccoon eye), adanya
othorhea, rhinorhea, kekuatan otot hilang, demam.
10.Interaksi Sosial
O : Aphasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,
disartria.
11. Pengetahuan
S : pengguna alkohol,
Perlu dipertimbangkan:
perlu bantuan perawatan diri, ambulasi dll. 12. Pemeriksaan diagnostik :
– Foto tengkorak, CT scan, MRI. – Lab : AGD dan elektrolit.
Diagnosa & Rencana
1. Gangguan perfusi cerebral bd peningkatan tekanan intrakranial sekunder adanya perdarahan, hematoma,
edema cerebral, perubahan metabolik, tekanan darah turun.
Tindakan
– Monitor tk kesadaran, tingkah laku, fungsi sensorik/motorik, respon pupil tiap 1-2 jam. – Monitor tanda vital tiap 15 menit – 1 jam. – Monitor gas darah arteri sesuai indikasi. – Lakukan hiperventilasi sebelum suction.
– Pertahankan aliran darah balik otak dengan meninggikan tempat tidur bagian kepala( Blok ).
– Monitor intake output, elektrolit untuk mengetahui keseimbangan cairan.
– Batasi intake cairan untuk mencegah edema cerebral, biasanya 1400 ml/24 jam.
– Instruksikan tidak mengejan, batuk, fleksi panggul. – Monitor sakit kepala, mual, muntah.
– Hindari penggunaan restrain (pengikatan), jika
menggunakan sesuai dengan kebijakan rumah sakit. – Lakukan palpasi adanya distensi kandung kemih,
konstipasi.
– Monitor adanya rigiditas, mudah terangsang, kejang dan gelisah yang meningkat.
– Kolaborasi :
• berikan oksigen
• monitor analisa gas darah • diuretik osmotik : manitol • Anti kejang : Phenitoin.
2. Tidak efektifnya pola nafas bd penekanan pusat pernapasan, obstruksi trakheobronchial.
– Tindakan
• Kaji fungsi pernafasan tiap jam : kecepatan, irama dan kedalaman.
• Monitor analisa gas darah sesuai program. • Pertahankan nasogastic decompresion. • Berikan oksigen sesuai program.
3. Tidak efektifnya jalan nafas bd perubahan tingkat kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial.
Tindakan
– Kaji status reflek batuk.
– Auskultasi suara nafas tiap jam. – Kaji karakteristik sputum.
– Kaji status hidrasi klien.
– Berikan cairan sesuai progam. – Berikan humidifikasi oksigen.
– Lakukan suction melalui trakheobronchial.
– Pertahankan jalan nafas: Gudel, endotrcheal tube, tracheostomi.
4. Gangguan pertukaran gas bd peningktan tekanan intrakranial, penurunan tingkat kesadaran.
Tindakan
– Kaji fungsi kardiopulmonary : HR, warna kulit, tekanan darah, capilary refill, disritmia
– Monitor gas darah arteri: pH, Po2, Pco 2 – Berikan oksigen sesuai program.
– Berikan bantuan nafas/ventilator sesuai program. – Monitor pengembangan dinding dada.
5. Resiko injury bd kejang, penurunan kesadaran. Tindakan
– Kaji karakteristik kejang: omset, durasi , faktor pencetus. – Kaji tingkat kesadaran, status pernafasan, respon pupil,
muntah, inkotinesia urine/bowel.
– Hindarikan aktivitas yang meningkat rangsangan kejang. – Monitor tanda iritasi meningeal: nyeri kepala, kaku kuduk,
reflek kernig, replek brudzinski. – Pertahankan jalan nafas.
6. Resiko kurangnya nutrisi dari kebutuhan tubuh bd
penurunan kesadaran, penurunan kemampuan menelan, hipermetabolik.
Tindakan
– Kaji kemampuan klien menelan, mengunyah, batuk.
– Auskultasi bising usus penurunan atau peningkatannya. – Timbang berat badan tiap hari atau sesuai kebutuhan.
– Berikan makanan yg mudah cerna ( sonde ), dari cair padat sesuai keadaan/program.
– Monitor sisa makanan dilambung sebelum pemberian makanan.
– Kolaborasi d ahli gizi tentang jumlah & bentuk makanan. – Monitor nilai Lab: Albumin, Hb, ureum/creatinin, elektrolit,
7. Resiko infeksi bd luka, gangguan integritas kranium. Tindakan
– Berikan perawatan dengan teknik steril.
– Kaji adanya othorhea, rhinorhea atau pengeluaran CSF tempat lain.
– Observasi daerah yang mengalami luka adanya peradangan.
– Berikan obat anti biotik sesuai program. – Monitor suhu tubuh secara teratur.
8. Resiko kurangnya volume cairan bd efek terapi diuretik, menurunnya intake, diabitus insipidus.
9. Kelebihan volume cairan bd efek terapi steroid, SIAD. Tindakan
– Monitor intake output, laporkan jika urine kurang
30ml/jam atau lebih 200 ml / jam selama 2 jam berturut-turut.
– Monitor berat badan tiap hari – Monitor tanda vital tiap 8 jam.
– Kaji turgor kulit, membran mukosa & adanya edema tiap 4 jam sekali.
– Monitor berat jenis urine sesuai kebutuhan. – Berikan terapi cairan sesuai program.
10. Gangguan mobilitas fisik bd defisit motorik/sensorik, penurunan kesadaran.
Tindakan
– Monitor tingkat kesadaran klien.
– Monitor fungsi motorik, sensorik status neurologi klien. – Lakukan latihan ROM secara pasip tiap 2-4 jam.
– Lakukan alih baring tiap 2 jam.
– Monitor kondisi kulit: kemerahan, lecet/ kerusakan lain. – Lakukan pemijitan area yg kena penekanan secara teratur. – Gunakan alat yang dapat mencegah dekubitus.
11. Koping keluarga tidak efektif bd kecacatan fisik, hilang ingatan, ketergantung.
Tindakan
– Kaji strategi koping keluarga efektif atau tidak?
– Kerjasama dgn keluarga u/ mengidentifikasi yang efektif. – Berikan informasi berkaitan dengan prognosa, pengobatan
dan perawatan.
– Anjurkan keluarga berpartisipasi dalam perawatan untuk mempercepat bicara, membaca, bermain dll.
– Berikan kesempatan keluarga mengekpresikan perasaannya.
– Berikan informasi tentang konsultasi terhadap terapi bicara, terapi okupasi, dll.