• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN KARAKTERISASI POTENSI DAN INDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK ITIK LOKAL. Oleh Ir. Zasmeli Suhaemi. MP (NIDN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN KARAKTERISASI POTENSI DAN INDENTIFIKASI KUALITAS PRODUK ITIK LOKAL. Oleh Ir. Zasmeli Suhaemi. MP (NIDN."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI POTENSI DAN INDENTIFIKASI KUALITAS

PRODUK ITIK LOKAL

Oleh

Ir. Zasmeli Suhaemi. MP (NIDN. 0007026801)

UNIVERSITAS TAMANSISWA

2015

(2)
(3)

Ditinjau dari RJP Dinas Peternakan Sumatera Barat dalam upaya pengembangan dan pelestarian plasma nutfah, penelitian ini sangat sesuai. Pada kondisi lain, ternak itik juga dikenal memilik daya tahan terhadap serangan penyakit yang tinggi, terutama Flu Burung, sehingga merupakan peluang untuk pengembangan usaha peternakan unggas yang memiliki prospek baik serta mendukung ketersediaan program Ketahanan Pangan. Pemeliharaan ternak unggas juga lebih mendukung ekonomi kerakyatan karena kebutuhan modalnya lebih kecil jika dibandingkan dengan ternak besar.

Karakterisasi dan Identifikasi itik lokal perlu dilakukan, karena sumberdaya genetik spesifik tersebut ada pada plasma nutfah komoditi yang bersangkutan. Kemurnian plasma nutfah perlu dipertahankan sebagai upaya penyediaan bibit untuk pengembangan lebih lanjut, termasuk itik lokal di Sumatera Barat.

Penelitian sebelumnya diketahui tingkat kesamaan tertinggi ditampilkan oleh populasi itik Pitalah kemudian itik bayang dan yang terjauh adalah itik Kamang. Diferesiasi genetik antar populasi ditunjukkan oleh perbedaan nilai kesamaan antar populasi yang merupakan indikasi sudah terjadinya persilangan dengan jenis itik-itik lain yang masuk ke Sumatera Barat.

Tahun II penelitian ini adalah identifikasi kandungan kholesterol itik lokal dari 3 jenis itik lokal yang dominan dikenal dimasyarakat yaitu: Pitalah, Kamang dan Bayang masing-masing sebanyak 20 sampel dengan variabel 1) Kandungan protein; 2) kandungan lemak; 3) kandungan kholesterol dan 4) pengolahan pasca panen.

Sampai saat ini, manfaat itik di Sumatera Barat lebih dominan sebagai penghasil telur, terutama yang diolah menjadi telur asin disamping dagingnya. Belum banyak yang menggunakan itik sebagai penghasil daging, sehingga perlu dikarakterisasi dalam hal kemampuan produksi masing-masing jenis itik, mana yang lebih maksimal dijadikan petelur dan itik mana yang dapat dikembangkan sebagai pedaging.

(4)

__________________________

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

Laporan ini ditulis sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Penelitian Nomor : 028/KONTRAK/010/KU/2015 tanggal 15 Februari 2015 Kopertis Wilayah X, Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktur Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DP2M) Ditjen dikti, yang telah memberikan bantuan dana untuk terlaksananya penelitian ini.

(5)

DAFTAR ISI Halaman BAB 1. PENDAHULUAN ...6 1.1.Latar Belakang ...6 1.2. Tujuan Khusus ...6 1.3. Urgensi Penelitian ...6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...8

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kandungan Gizi dan Kholesterol Produk Itik Lokal ...10

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. Tujuan Khusus Penelitian ... Error! Bookmark not defined. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN ...13

(6)

__________________________

BAB 1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menurut Harmaini (2006), itik merupakan unggas yang telah lama dikenal dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan dengan tujuan untuk menambah pendapatan dan meningkatkan gizi sehari-hari. Dari hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat, produksi itik Pitalah ternyata memberikan hasil yang tidak berbeda dari itik unggul lainnya seperti itik medan.

Itik di Sumatera Barat masih dominan digunakan sebagai penghasil telur, salah satu pangan asal itik yang terkenal di Sumatera Barat adalah telur asin.

1.2. Tujuan Khusus

Karakterisasi itik lokal Sumatera Barat, diharapkan pengembangan itik lokal sebagai Plasma Nutfah Endemik dapat lebih luas dalam rangka pengembangan nilai ekonomis dan konservasi di masa datang, serta pengembangan sumber daya ekonomi masyarakat.

Identifikasi kualitas produk itik lokal diupayakan dalam rangka

1.3. Urgensi Penelitian

Itik lokal sebagai Plasma Nutfah Endemik Sumatera Barat, perlu diupayakan untuk pengembangan dan konservasi karena jumlahnya semakin bekurang. Pihak Dinas Peternakan telah melakukan pengembangan melalui program bantuan bibit ke peternak di wilayah Padang Panjang, Tanah Datar. Namun peristiwa gempa Sumatera Barat tahun 2007, telah memusnahkan sebagian besar ternak itik bantuan tersebut.

Berdasarkan program Jangka Panjang Dinas Peternakan Sumatera Barat, Kabupaten Tanah Datar merupakan kawasan agribisnis peternakan itik, selain wilayah Solok dan Payakumbuh. Namun dilihat dari populasi ternak Sumatera Barat, Tanah Datar memiliki populasi itik sebanyak 87.040, Solok 104.272 dan Limapuluh Kota 135.812 ekor. Tergambar bahwa itik justru sedikit populasinya di wilayah asalnya dibanding wilayah agribisnis yang lain, dikhawatirkan Itik lokal merupakan salah satu kekayaan fauna Indonesia yang sudah mulai berkurang akan hilang, jika tidak ada upaya konservasi dan pengembangan salah satunya melalui

(7)

peningkatan nilai ekonomis produk-produknya agar lebih disukai masyarakat dan dijadikan sumberdaya ekonomi masyarakat.

Daun salam telah lama dikenal sebagai obat bagi penderita hypertensi ataupun kholesterol tinggi. Pemanfaatan daun salam dalam pengolahan produk Itik belum banyak diketahui. Sehingga perlu dilakukan percobaan penggunaan daun salam dalam pengolahan daging dan telur itik sebagai Nugget dan telur asin.

(8)

__________________________

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Produk Itik Lokal Sumatera Barat

Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di kawasan tropika yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam hayati (biodiversitas) yang sangat kaya. Salah satu kekayaan itu adalah dari keaneka ragaman hewan ternak, seperti Itik Pitalah, itik Kamang dan itik Bayang, sebagai ternak lokal Sumatera Barat (Suhaemi, 2007).

Gambar 1. Itik Pitalah betina

Gambar 2. Itik Pitalah jantan

Berdasarkan ciri-ciri yang ada, Itik Lokal Sumatera Barat memiliki klasifikasi Taksonomi yaitu, kingdom : Animalia; Phylum : Chordata; Sub phylum :Vertebrata; Class :Aves; Ordo :Anseriformes; Famili :Anatidae; Genus :Anas; dan Spesies :Anas platyrhynchos (Avibase. 2003).

(9)

Gambar 3. Itik Kamang dewasa

Gambar 4. Itik Bayang dewasa

Menurut Harmaini (2006), itik merupakan unggas yang telah lama dikenal dan dipelihara oleh masyarakat pedesaan dengan tujuan untuk menambah pendapatan dan meningkatkan gizi sehari-hari. Dari hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat, produksi itik Pitalah ternyata memberikan hasil yang tidak berbeda dari itik unggul lainnya seperti itik medan.

Gambar 3 merupakan gambaran bentuk fisik luar itik Kamang, ciri khusus itik ini adalah memiliki garis putih setengah lingkaran di atas mata. Warna bulu

(10)

__________________________

senderung coklat dengan totol hitam, sedangkan itik Kamang yang bersilangan dengan itik Pitalah, akan memiliki warna bulu yang kehitaman seperti Itik Pitalah, namun tetap memiliki garis putih di atas mata. Gambar 4 merupakan gambaran bentuk fisik luar itik Bayang, ciri khusus itik ini adalah memiliki warna bulu kehitaman di bagian leher, warna bulu seragam. Warna bulu senderung coklat, namun lebih tua dibanding itik Kamang (Suhaemi, 2007)..

Whittow (2000) menjelaskan bahwa ditinjau dari persentase besar kuning telur antara ayam dan itik, itik memberikan sumber protein hewani yang lebih tinggi. Hal ini mendukung program pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein masyarakat, karena harga telur itik cukup terjangkau.

Peternakan rakyat sampai saat ini masih merupakan tulang punggung pembangunan peternakan. Usaha peternakan rakyat dicirikan dengan skala kepemilikan yang relatif kecil dan dikelola secara tradisional atau semi intensif (Utoyo, 2002). Peternakan rakyat juga dapat menggunakan sumber bahan pakan lokal, sehingga jika dikelola lebih baik dapat menurunkan biaya produksi (Sudardjat, 2003).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kandungan Gizi dan Kholesterol Produk Itik Lokal

Kolesterol sebenarnya merupakan salah satu komponen lemak. Seperti kita ketahui, lemak merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh kita disamping zat gizi lain seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Disamping sebagai salah satu sumber energi, sebenarnya lemak atau khususnya kolesterol memang merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita terutama untuk membentuk dinding sel-sel dalam tubuh.

Kolesterol juga merupakan bahan dasar pembentukan hormon-hormon steroid. Kolesterol yang kita butuhkan tersebut, secara normal diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Tetapi ia bisa meningkat jumlahnya karena asupan makanan yang berasal dari lemak hewani, telur dan yang disebut sebagai makanan sampah (junkfood).

(11)

Penggunaan pakan serat dengan dan tanpa proses fermentasi dengan ragi tape ternyata dapat menurunkan jumlah lemak abdomen dan kadar kolesterol daging itik. Hal ini disebabkan karena dalam ragi tape terkandung khamir

Saccharomyces serevisiae (Aryanta, 1980), yang menurut Wallace dan Newbold

(1993) dapat meningkatkan kecernaan serat kasar ransum pada bagian sekum menjadi produk asam lemak terbang, yaitu asam asetat, propionate, dan butirat.

Meningkatnya konsumsi serat menyebabkan laju aliran ransum meningkat dan sebagai akibatnya kolesterol di dalam ransum akan keluar melalui gerakan usus, sedangkan garam empedu akan diserap kembali ke dalam darah untuk diedarkan kembali sebagai kolesterol (Suhendra, l992). Pendapat ini didukung oleh Linder (l985), yang mengatakan bahwa fraksi serat kasar yang lain, yaitu pektin ternyata dapat mengikat asam empedu dan kolesterol, sehingga meningkatnya ekskresi asam empedu dan kolesterol dalam feses. Di samping itu, adanya kemampuan dari fraksi serat kasar selulosa untuk mengikat kolesterol dalam saluran pencernaan sebesar empat kali berat molekul dari selulosa itu sendiri (Anon., l996 dalam Bidura et al., l996). Menurut Linder (l985), penurunan kolesterol daging tersebut disebabkan karena serat kasar mengikat kolesterol secara langsung, juga mengikat asam empedu intraluminal dan menghambat sirkulasi

enterohepatik asam empedu. Dilaporkan juga bahwa aksi utama yang

menyebabkan penurunan penyerapan kolesterol pada ransum berserat tinggi adalah sebagai akibat meningkatnya ekskresi lemak, asam empedu, dan kolesterol dari tubuh itik. Beberapa hasil penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penggunaan kulit kacang kedelai dalam ransum ternyata dapat menurunkan kadar trigliserida darah (Bakhit et al., l994) dan menurunkan kadar kolesterol, trigliserida, dan darah (Piliang et al., l996). Dilaporkan juga oleh Bidura dan Suwidjayana (2000), penggunaan pod kakao 20 % dalam ransum ternyata dapat menurunkan kandungan kolesterol telur ayam.

Tidak semua orang berani mengkonsumsi telor asin karena dapat meningkatkan kadar kolesterol dan tekanan darah dalam tubuh. Sekalipun demikian telor asin tetap bermanfaat karena memiliki kalsium yang tinggi. Konsumsi telor asin 2 – 3 butir perminggu bagi mereka yang berusia dibawah 30 th tidak menggangu kesehatan bahkan baik karena kolesterol berguna untuk membentuk garam empedu yang diperlukan untuk pencernaan lemak dan

(12)

__________________________

komponen penting bagi jaringan otak, serat, saraf, hati, ginjal dan kelenjar adrenalin.

(13)

BAB 3. HASIL YANG DICAPAI

Jumlah Konsumsi Ransum Masa Pertumbuhan

Jumlah konsumsi ransum pada Penelitian ini, diberikan sesuai dengan standar yang umum digunakan oleh peternak pada itik yang dipelihara secara koloni. Jumlah ransum yang diberikan pada umur tertentu diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rerata konsumsi ransum Itik per minggu

Umur Jumlah (gram)

1 minggu 100 2 minggu 210 3 minggu 315 4 minggu 525 5 minggu 735 6 minggu 945 7 minggu sampai 12 miggu 1015

Tabel 5. Rerata konsumsi ransum Itik selama periode tertentu

Umur Jumlah (gram)

0 - 10 minggu 6890 0 -12 minggu 8920

Rerata konsumsi ransum sampai umur 10 minggu adalah 6890 gram/ekor sebagaimana terlihat pada Tabel 5. Jumlah ini lebih banyak dibanding kosumsi ransum itik Alabio jantan hasil penelitian Mirfat (2011), yaitu penelitian ransum dengan penambahan tepung dau Beluntas, sebanyak 6605 gram/ekor. Hal ini disebabkan ransum penelitian yang digunakan adalah ransum standar tanpa perlakuan tertentu.

(14)

__________________________ Bobot Badan Masa Pertumbuhan

Bobot badan merupakan hal yang penting yang harus diperhatikan dalam usaha peternakan. Data bobot badan itik lokal Pitalah, Kamang, dan Bayang disajikan pada Tabel 6. Rataan bobot badan itik sampai umur 12 minggu berkisar antara 1254,34 sampai 1315,12 gram/ekor. Bobot badan tertinggi adalah itik Pitalah 1315,12 gram/ekor, diikuti itik Kamang 1304,02 gram/ekor dan itik Bayang 1254,34 gram/ekor.

Pertumbuhan itik sampai umur 12 minggu masih sangat signifikan peningkatannya, sesuai pendapat Setioko (2008) bahwa percepatan pertumbuhan maksimum itik terjadi pada umur 4 – 10 minggu dan meurun cepat setelah itu. Pendapat lain menyatakan bahwa peningkatan pertumbuhan itik Pegagan hanya terjadi sampai umur 9 minggu, kemudian bobot badannya menurun (Brahmantiyo

et al., 2003).

Berdasarkan hasil uji t rerata bobot badan antara itik Kamang dan itik Bayang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun keduanya berbeda nyata dengan itik Pitalah (P<0,05). Gambar 14 menunjukkan bahwa pertumbuhan itik Pitalah lebih tinggi dibanding itik Kamang dan Bayang dengan kandungan Protein dan Energi ransum yang seragam. Hal ini menunjukkan bahwa dari itik lokal yang ada, itik Pitalah termasuk yang baik untuk dijadikan sebagai itik potong atau dwiguna. Selain itu, berdasarkan morfologi warna bulu, itik Pitalah memiliki pola warna bulu yang paling spesifik dibanding itik Kamang dan Bayang. Karena itik Kamang dan Bayang dominan berwarna jerami dan kecoklatan, hampir sama dengan itik-itik yang berkembang di daerah Jawa.

Berdasarkan bobot badan pada umur tertentu, terdapat perbedaan yang nyata antara ketiga jenis itik lokal tersebut umur 4 sampai 12 minggu. Hasil

(15)

analisis menunjukkan bobot itik umur 2 minggu pada itik Pitalah berbeda nyata dibanding itik Bayang namun dengan itik Kamang tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil uji t juga menunjukkan perbedaan yang nyata antara bobot badan ketiga jenis itik tersebut pada umur 4 sampai 12 minggu. Gambar 14 memperlihatkan pertumbuhan itik Bayang yang paling rendah, hal ini menunjukkan bahwa itik tersebut kurang cocok sebagai tipe pedaging, akan lebih cocok sebagai tipe petelur. Berdasarkan informasi di lapangan, itik bayang paling banyak diternakan sebagai itik petelur bagi masyarakat Pesisir Selatan di Sumatera Barat.

Dibandingkan dengan itik Tegal, bobot badan itik lokal Sumatera Barat terdapat perbedaan. Hasil penelitian Subiharto dkk., (2002), bobot badan itik Tegal betina umur 2, 4, 6 dan 8 minggu adalah berturut-turut 165,13; 511,36; 771,27; dan 1078,25 gram/ekor. Bobot badan itik Tegal betina umur 2 dan 6 minggu umumnya lebih rendah dibanding itik lokal Sumatera Barat, namun bobot badan umur 4 minggu lebih tinggi dibanding itik Kamang dan lebih rendah dibanding itik Pitalah dan Bayang. Bobot badan umur 8 minggu memperlihatkan bahwa itik Tegal lebih baik pertumbuhannya dibanding itik Bayang namun terjadi sebaliknya dengan itik Pitalah dan Kamang.

Tabel 6. Rerata Bobot Badan Itik Lokal Sumatera Barat Umur

Berat Badan (gram/ekor)

Pitalah Kamang Bayang

2 minggu 263,87 ± 19.72a 208,87 ± 19,74b 216,25 ± 27,72 c 4 minggu 460,25 ± 77.42 a 423,99 ± 53,71b 435,99 ± 71,56c 6 minggu 878,51 ± 78.90a 854,82 ± 52,38b 838,74 ± 44,32c 8 minggu 1084,03 ± 82.86a 1067,82 ± 91,86b 1033,67 ± 84,02c 10 minggu 1128,81 ± 43.96a 1196,66 ± 52,26b 1158,96 ± 73,77c 12 minggu 1315,12 ± 64.55a 1304,02 ± 70,21b 1254,3 ± 73,48c

(16)

__________________________

Gambar 14. Grafik Rerata Bobot badan itik pada umur tertentu.

Konversi Ransum

Konversi ransum diperoleh dari jumlah ransum yang dikonsumsi pada periode tertentu dibagi dengan pertambahan bobot badan, untuk mengkarakterisasi sebagai tipe apa itik lokal tertentu diarahkan penggunaannya, sebagai itik pedagingm petelur atau dwiguna.

Tabel 1 menunjukkan bahwa konversi ransum itik lokal makin meningkat seiring dengat bertambahnya umur ternak. Peningkatan yang cukup signifikan terlihat sejak umur itik 4 minggu sampai 12 minggu (Gambar 5). Konversi ransum berguna untuk meng-ukur produktivitas ternak (Lacy dan Vest, 2004). Konversi ransum dapat digunakan sebagai gambaran untuk me-ngetahui tingkat effisiensi produksi. Menurut Fairfull et al., (1998), selain pertumbuhan, ukuran effisiensi ransum menjadi prioritas dalam sistem pemu-liaan.

Tabel 1. menunjukkan bahwa hasil uji t diperoleh perbedaan yang nyata antara Konversi itik Pitalah dengan itik Kamang dan Bayang, namun tidak diperoleh perbedaan yang nyata antara Konversi itik Kamang dan Bayang pada seluruh tingkat umur. Konversi ransum itik Pitalah yang terendah diikuti dengan itik Kamang dan itik Bayang. Konversi ransum itik umur 2 sampai 4 minggu berkisar antara 1,22 – 1,90. Hal ini lebih rendah dari penelitian Sari (2002), yang memperoleh konversi ransum itik/entog Mandalung umur 1 – 4 minggu sebesar

(17)

2,05 – 2,33. Grafik pada Gambar 5 juga membuktikan bahwa itik Kamang lebih efisien dalam penggunaan ransum pada masa pertumbuhan, namun hampir sama dibanding itik Pitalah.

Pada umur 2 minggu hingga 4 minggu, konversi ransum mendekati ayam broiler dan peningkatannya tidak terlalu besar. Konversi itik lokal meningkat tinggi setelah umur 6 minggu, dan itik Pitalah sampai umur 4 minggu menujukkan keunggulannya dalam pemanfaatan ransum. Itik lokal Sumatera Barat sampai umur 12 minggu menunjukkan konversi yang berbeda nyata antara ketiga jenis itik (Pitalah, Kamang dan Bayang).

Tabel 1. Rerata Konversi ransum Itik Lokal Sumatera Barat

Umur Konversi Ransum

Pitalah Kamang Bayang

2 minggu 1,22a 1,28b 1,24a 4 minggu 1,86 a 1,90 b 1,86a 6 minggu 2,26 a 2,20 ab 2,35 c 8 minggu 4,94a 4,77b 5,21c 10 minggu 8,34a 7,88b 8,10c 12 minggu 9,28a 9,45b 10,64c 0 - 10 minggu 5,23a 5,12b 5,32c 0 -12 minggu 7,15a 7,08b 7,39c

(18)

__________________________

Konversi ransum itik lokal Sumatera Barat hingga umur 12 minggu adalah Konversi itik lokal sampai umur 12 minggu berturut-turut dari yang terendah adalah itik Kamang sebesar 5,12, itik Pitalah sebesar 5,23 dan itik Bayang sebesar 5,32.

Kandungan Kolesterol Daging Itik dan Produk Olahan a. Daging Itik

Tabel 2. Kandungan kolesterol, HDL dan LDL daging itik dalam 100 g

Uraian (mg)

Pitalah Bayang Kamang

Koleterol daging 79,00 92,50 153,00

Kandungan HDL 7,00 8,00 18,00

Kandungan LDL 8,00 6,20 6,00

Tabel 3. Kandungan kolesterol, HDL dan LDL nugget daging itik dalam 100 g dengan penambahan tepung daun salam (TDS)

Uraian (mg) Kolesterol HDL LDL 0 % TDS 52,00 21,00 11,80 1 % TDS 49,00 22,00 12,20 2 % TDS 48,00 29,00 14,00 3 % TDS 46,00 31,00 14,10

(19)

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

Konversi itik lokal sampai umur 12 minggu berturut-turut dari yang terendah adalah itik Kamang sebesar 5,12, itik Pitalah sebesar 5,23 dan itik Bayang sebesar 5,32.

Berdasarkan hasil percobaan disimpulkan bahwa semakin banyak penambahan tepung daun salam dan semakin lama penyimpanan menurun-kan kandungan kolesterol dan terdapat interaksi antara beberapa level penam-bahan tepung daun salam dan lama penyimpanan terhadap aroma, dan rasa. Kombinasi perlakuan terbaik adalah penembahan tepung daun salam sebanyak 30 g dengan lama penyim-panan 21 hari, karena kandungan kolesterol telur yang terendah .

Gambar

Gambar 1. Itik Pitalah betina
Gambar 3. Itik Kamang dewasa
Gambar 14. Grafik Rerata Bobot badan itik pada umur tertentu.
Tabel 1. Rerata Konversi ransum  Itik Lokal Sumatera Barat

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang disajikan dalam makalah ini memiliki sejumlah implikasi terhadap kebijakan pembangunan dan konservasi lingkungan di Laguna Segara Anakan dan daerah

Penggunaan kemampuan menafsirkan pengamatan obyek IPA pada proses pembelajaran IPA Biologi menjadikan siswa akan mampu untuk mengembangkan pikirannya untuk dapat membangun

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak kulit kayu manis dapat menurunkan kadar glukosa darah pada mencit, dibuktikan dengan nilai F hitung perlakuan yang lebih

Mohon Bapak/Ibu/Saudara memilih salah satu jawaban yang sesuai dengan kondisi rumah sakit tempat Bapak/Ibu/Saudara bekerja dengan memberikan tanda silang ( X ) pada kolom

The practices performed in Buginese beliefs before entry of Islam as the official religion that are still performed by most people until now is one of the

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembentukan kokristal aspirin-nikotinamida menggunakan metode solvent drop grinding terhadap laju disolusi aspirin dan

This research meets several theories which are new, specific and significant, they are: (a) The clumped embedded fiber end condition generates parabolic curve of shear-friction

Fokus masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah nilai-nilai karakter religius apa saja yang terdapat dalam novel Ayat-Ayat Cinta 2 karya Habiburrahman El Shirazy