• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pembangunan ekonomi daerah di era otonomi sekarang ini, setiap daerah dituntut untuk dapat mengenali setiap potensi yang ada di wilayahnya. Pembangunan ekonomi daerah dilaksanakan berdasarkan kekhasan daerah dengan menekankan pada pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam potensial yang dimiliki untuk menciptakan peluang kerja dan menstimulasi aktivitas ekonomi baru.

Adanya globalisasi dan otonomi daerah membawa sebuah konsekuensi logis bahwa tingkat persaingan semakin tajam, baik di tingkat regional, nasional, dan internasional. Untuk itu daerah dituntut untuk lebih meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya dalam rangka peningkatan perekonomian dan daya saing daerah tersebut.

Dalam upaya mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah, kebijakan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi pembangunan yang dimiliki oleh daerah. Hal ini terkait dengan potensi pembangunan yang dimiliki setiap daerah sangat bervariasi, maka setiap daerah harus menentukan kegiatan sektor ekonomi yang dominan (Syafrizal,1999).

Dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah, tiap-tiap daerah sudah barang tentu berupaya untuk menggali

(2)

melihat sektor atau komoditas yang memiliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat yaitu sektor atau komoditas yang dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar. Perkembangan sektor atau komoditas tersebut akan mendorong sektor lain turut berkembang sehingga perekonomian daerah secara keseluruhan akan tumbuh.

Kabupaten Banyumas sebagai daerah agraris memiliki sumber daya alam yang cukup potensial baik berupa bahan galian/tambang maupun potensi hasil pertanian. Oleh karena itu kegiatan ekonomi yang ada pada umumnya berupa industri yang mengolah atau memanfaatkan sumber daya alam dan industri jasa. Industri yang ada ini selalu terkait dengan industri yang memanfaatkan produk-produk pertanian dan industri yang dikerjakan oleh masyarakat. Salah satu potensi produk industri tersebut adalah industri makanan yang banyak dikelola oleh masyarakat dan umumnya menjadi industri rumah tangga yang banyak menyerap tenaga kerja dengan memanfaatkan bahan baku dari wilayah disekitarnya.

Salah satu potensi yang ada dan sudah dikembangkan di Kabupaten Banyumas yaitu komoditas gula kelapa. Gula kelapa atau dalam perdagangan disebut gula jawa atau gula merah adalah alternatif bahan pemanis alami dan bahan baku produk makanan olahan. Sebagai bahan pemanis alami, gula kelapa juga disebut memiliki nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan gula yang berasal dari tebu. Gula kelapa masih banyak digunakan khususnya masyarakat jawa sebagai bumbu masak karena memiliki aroma dan rasa yang khas karamel palma.

Gula kelapa atau palm sugar merupakan salah satu produk sektor agroindustri dengan potensi pengembangan yang baik dan memiliki potensi

(3)

ekspor yang cukup besar. Agroindustri gula kelapa mempunyai prospek yang cukup bagus untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga pembuat gula kelapa itu sendiri dan juga masyarakat sekitarnya. Potensi ini didukung dengan adanya prospek pangsa pasar lokal maupun pasar luar negeri yang baik serta proses pembuatannya yang relatif mudah, alat-alat yang dibutuhkan sederhana, dan biaya investasinya relatif kecil.

Gula memang telah menjadi salah satu bahan makanan pokok penduduk Indonesia yaitu sebagai salah satu sumber kalori dan rasa manis. Selain dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat, gula juga digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan makanan dan minuman. Dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat dan berkembangnya industri makanan dan minuman, maka konsumsi gula di dalam negeri akan terus meningkat di masa mendatang. Kebutuhan dan ketergantungan konsumsi gula nasional khususnya terhadap gula pasir (tebu) semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Program diversifikasi industri gula nasional yang berbasis palmae seperti gula kelapa (brown sugar) sangat strategis peranannya sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pemerintah dan masyarakat terhadap gula pasir (tebu) dan gula sintetis yang sebagian besar masih impor. Hal ini didasarkan pada potensi Indonesia yang mempunyai areal kelapa paling luas di dunia yaitu mencapai 3,707 juta ha (31,2% dari total areal 11,909 juta ha), disusul Philipina seluas 3.077 ribu ha (25,8%), India seluas 1.908 ribu ha (16,0%), Srilangka seluas 442 ribu ha (3,7%), Thailand seluas 372 ribu ha (3,1%) dan negara-negara lainnya seluas 2.398 ribu ha (20,2%). Disamping faktor berlimpah dan murahnya bahan

(4)

baku gula kelapa, teknologi yang digunakan untuk membuat gula kelapa juga termasuk low cost and low tech atau tidak membutuhkan biaya dan teknologi yang tinggi, hal ini berbeda dengan teknologi yang digunakan untuk pembuatan gula pasir (tebu). Oleh karena itu program diversifikasi industri gula yang berbasis pada tanaman kelapa (palmae) sangatlah tepat dan strategis untuk dikembangkan di sentra-sentra tanaman kelapa di seluruh wilayah Indonesia. (Mustaufik, 2010)

Gula kelapa memiliki peluang untuk mengisi kekurangan kebutuhan gula (bahan pemanis) nasional yang selama ini sebagian masih impor. Gula kelapa atau dalam perdagangan dikenal sebagai gula Jawa atau gula merah dihasilkan dari penguapan nira pohon kelapa (Cocos nicifera Linn). Produksinya di Indonesia masih relatif kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan gula secara nasional. Pengembangan agroindustri gula kelapa menjadi penting mengingat gula merupakan salah satu komoditas pangan yang strategis dalam perekonomian Indonesia.

Program diversifikasi gula nasional yang berbasis pada gula palmae akan semakin efektif jika didukung oleh komitmen masyarakat dan Kebijakan pemerintah dalam mengembangkan budaya “cinta gula kelapa” dan perencanaan pembangunan agroindustri gula kelapa yang komprehensif, terpadu dan berkelanjutan. Pola pengembangan agroin\dustri gula kelapa yang ditunjang dengan SDM, manajemen, teknologi, permodalan dan pemasaran yang memadai akan menunjang kemauan bangsa Indonesia untuk beralih kepada “gula kelapa‟ sebagai salah satu alternatif pengganti gula pasir untuk memenuhi kebutuhan gula sehari-hari. (Mustaufik, 2010)

(5)

Saat ini gula kelapa menjadi produk yang diandalkan sebagian besar industri kecil di Kabupaten Banyumas. Produk gula kelapa merupakan komoditas utama UMKM yang tersebar di hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Banyumas sehingga eksistensinya diharapkan menjadi basis kegiatan ekonomi daerah. Menurut data statistik yang diperoleh dari Dinperindagkop Kabupaten Banyumas, Industri Gula Kelapa merupakan 74% dari total unit Industri Kecil Menengah (IKM) di Kabupaten Banyumas dengan menyerap tenaga kerja 110.000 orang. Jumlah tersebut dapat dikatakan sangat besar dan merupakan mayoritas Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten Banyumas. Bila Industri Gula Kelapa merupakan mayoritas IKM di Banyumas, maka dapat dikatakan bahwa IKM Gula Kelapa merupakan penopang dan penyangga utama ekonomi daerah. Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Perindagkop juga menegaskan bahwa gula kelapa merupakan produk rakyat unggulan kebanggaan masyarakat Banyumas.

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyumas (2011) maupun Muhamad Mustopa Romdhon (2002) menyimpulkan bahwa komoditi gula kelapa merupakan sektor basis di Kabupaten Banyumas. Selain itu disebutkan pula bahwa lokomitif pendorong sektor industri yang utama adalah industri gula kelapa. Nilai pertumbuhan produksi gula kelapa secara umum mengalami pertumbuhan yang cepat. Selain itu ketersediaan sumber bahan baku gula kelapa masih terjamin kontinuitasnya, sehingga dapat menjamin keberlanjutan baik industri gula kelapa maupun industri lainnya. Kekuatan sub sektor ini merupakan keunggulan komparatif yang dinilai tidak akan bergeser dari

(6)

waktu ke waktu sehingga pemerintah bersama masyarakat, dunia usaha terkait, perlu memberikan perhatian yang lebih serius dalam menggarap sub sektor ini agar menjadi sub sektor yang kompetitif dan unggul secara berkelanjutan.

Mayoritas industri gula kelapa di Kabupaten Banyumas memproduksi gula kelapa cetak yang dipasarkan sebagai bahan baku industri makanan dan minuman maupun sebagai bumbu penyedap masakan. Namun seiring dengan kemajuan teknologi dan pola komsumsi masyarakat, dewasa ini produksi gula kelapa mengalami perubahan (inovasi) baik dari segi bentuk maupun teknologi pembuatannya, sehingga produk gula kelapa tidak hanya terbatas pada gula kelapa cetak, tetapi sudah mulai berkembang dalam bentuk gula kelapa kristal (gula semut). Gula semut adalah gula kelapa atau gula merah yang dibuat dalam bentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan dan sering pula disebut orang sebagai gula kristal. Dinamakan gula semut karena bentuk gula ini mirip rumah semut yang bersarang di tanah.

Gula semut memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan gula merah yang sudah lebih dahulu dikenal oleh masyarakat terutama karena lebih mudah penggunaanya, lebih mudah larut, dan tidak banyak bahan pengotor non gula seperti yang banyak terdapat di gula cetak. Selain itu karena berbentuk kristal dan kadar airnya yang rendah membuat umur simpannya lebih lama, serta dapat berfungsi sebagai pengganti gula pasir.

Dilihat dari sisi ekonomi, gula semut lebih tinggi harganya daripada gula kelapa cetak (gula merah). Harga gula merah sedikit lebih rendah dibanding dengan gula pasir kualitas rendah. Sebaliknya harga gula semut justru lebih tinggi

(7)

dibanding gula pasir kualitas paling baik. Harga gula kelapa cetak di tingkat pengrajin biasanya berkisar Rp. 5.000 - Rp. 6.000/kg, dan di tingkat pasar tradisional sekitar Rp. 6.500 –Rp 8.000/kg, sedangkan harga gula semut bisa mencapai Rp.12.000/kg di tingkat pengrajin dan Rp.14.000 – Rp.17.000/kg di tingkat pasar, supermarket dan eksportir, tergantung pada performance baik kemasan, labeling maupun volumenya. Hal ini menunjukkan bahwa agroindustri gula semut bisa sangat menguntungkan bagi para petani miskin. Terlebih lagi, gula semut memiliki potensi untuk diekspor. Namun produksi gula semut untuk tujuan ekspor memerlukan pengorganisasian perajin secara ketat agar kualitas produksinya bisa memenuhi standar.

Gula semut memiliki peluang untuk mengisi kekurangan kebutuhan gula (bahan pemanis) nasional yang selama ini sebagian masih impor dan juga berpeluang untuk masuk di pasaran luar negeri (ekspor) seperti ke Singapura, Jepang, Hongkong, USA dan Jerman. Dibanding gula kelapa cetak, gula semut lebih disukai konsumen luar negeri karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan gula cetak.

Tingginya permintaan produk gula semut sampai saat ini belum dapat dipenuhi khususnya permintaan pasar ekspor. Produksi gula semut di Kabupaten Banyumas masih tergolong rendah dibandingkan dengan gula kelapa cetak. Menurut data dari Dinperindagkop Kab. Banyumas produksi gula semut pada tahun 2011 hanya sekitar 29,17 ton/ bulan atau 350 ton/tahun atau hanya 0,58 % dari produksi gula cetak yang mencapai 63.102 ton per tahun.

(8)

Besarnya potensi ekspor gula semut belum dimanfaatkan oleh para petani gula kelapa (penderes) pada umumnya. Meskipun beberapa perajin mulai mengusahakan gula semut, namun sebagian besar dari para perajin di Kabupaten Banyumas masih mengusahakan gula kelapa sebagai usaha utama. Mereka lebih memilih untuk memproduksi gula kelapa cetak karena dirasa lebih mudah untuk dipasarkan dibandingkan dengan gula semut yang belum begitu dikenal oleh masyarakat luas.

Kondisi tersebut menyebabkan gula semut lebih dikenal untuk keperluan industri daripada untuk konsumsi. Padahal, peluang pasar dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan pemanis pada pasar konsumsi relatif besar. Hal ini sangat disayangkan karena gula semut sangat potensial untuk menjadi produk unggulan karena mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan gula cetak. Dilihat dari nilai ekonomisnya produk gula semut sebenarnya lebih menjanjikan keuntungan yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidup para petani gula kelapa.

Petani gula kelapa atau penderes merupakan pekerja informal dari lingkaran industri gula kelapa yang paling hulu, dimana pekerjaannya adalah menyadap air nira kelapa. Penderes umumnya juga sekaligus mejadi petani atau pengusaha gula kelapa karena hasil deresannya langsung diolah menjadi gula kelapa. Petani penderes kelapa menjadi tulang punggung Industri Kecil Gula Kelapa karena mereka adalah pendorong dan pendukung bagi tumbuhnya industri kecil dan menengah maupun perusahaan besar yang berbahan baku gula kelapa, seperti industri makanan dan industri kecap, sehingga tumbuh

(9)

kembangnya industri kecil maupun industri besar tersebut sesungguhnya sangat tergantung pada kelangsungan hidup para petani penderes kelapa.

Meskipun industri kecil gula kelapa merupakan penopang dan pendukung bagi industri lain dan menjadi tumpuan hidup sebagian masyarakat namun kondisi ekonomi para pelaku industri kecil ini masih memprihatinkan. Pada umumnya penderes kelapa merupakan keluarga kurang mampu. Tak heran kalau kita sering mendengar ada pepatah yang mengatakan nasib pengrajin gula tidak semanis gula yang dihasilkan. Kehidupan ekonomi penderes kelapa rata-rata terjerat sistem ijon, hidup bergantung pada tengkulak, karena untuk mencukupi kebutuhan pokoknya saja harus menggantungkan hutang pada para tengkulak, maka tidak punya pilihan lain, mereka harus menyetor nira atau gula kelapa kepada tengkulak dengan harga rendah. Hal inilah yang menyebabkan kondisi ekonomi para petani penderes sejak nenek moyang dari masa penjajahan sampai masa kemerdekaan hingga pasca reformasi dalam posisi terjepit dan tidak menguntungkan.

Kondisi tersebut diatas sangat memprihatinkan mengingat besarnya jumlah penderes atau perajin gula kelapa di Kabupaten Banyumas. Hal tersebut turut mempengaruhi angka kemiskinan di Kabupaten Banyumas. Tahun 2011 tingkat kemiskinan Kabupaten Banyumas sebesar 21,11%. Angka Kemiskinan Kabupaten Banyumas posisinya masih berada di atas angka Kemiskinan Priovinsi Jawa Tengah sebesar 16,21% dan Nasional sebesar 12,36%.

(10)

Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin Tahun 2008-2011 No. Persentase Penduduk

Miskin

Tahun

2008 2009 2010 2011

1. Kabupaten Banyumas 22,93 21,52 20,20 21,11

2. Provinsi Jawa Tengah 19,23 17,72 16,56 16,21

3. Nasional 15,42 14,15 13,33 12,36

Sumber : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah-Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas, 2008-2012.

Bila dilihat dari segi pendapatan perajin gula kelapa, memproduksi gula semut sebenarnya sangat berpotensi untuk meningkatkan pendapatan mereka namun hal tersebut belum dilakukan secara optimal karena adanya berbagai masalah internal baik dalam proses produksi, pengolahan, pemasaran maupun kelembagaan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dari pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi gula semut sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan para petani gula kelapa yang merupakan mayoritas IKM di Kabupaten Banyumas sekaligus untuk mengembangkan produk gula semut sebagai produk unggulan di Kabupaten Banyumas.

1.2. Rumusan Masalah

Kebijakan pengembangan ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan kebijakan pembangunan di daerah yang didasarkan pada pengembangan sektor-sektor yang menjadi prioritas unggulan yang diusahakan dalam aktivitas ekonomi masyarakat lokal (local competence). Beberapa hal penting dalam upaya pengembangan ekonomi lokal adalah bagaimana menjadikan produk ekonomi yang ada di suatu wilayah agar supaya memiliki nilai jual, mampu bersaing

(11)

dengan wilayah lain dan memiliki jaringan pemasaran yang baik. Pengembangan produk gula semut merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan perekonomian lokal di Kabupaten Banyumas.

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu kabupaten penghasil gula kelapa terbesar di Indonesia. Namun potensi gula kelapa yang di miliki Kabupaten Banyumas ternyata belum dapat meningkatkan kesejahteraan para perajin gula kelapa. Gula semut sebagai salah satu inovasi pada produk gula kelapa mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan dengan gula kelapa cetak perlu dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan perajin gula kelapa. Hal ini perlu dilakukan mengingat kegiatan produksi gula semut yang dijalankan selama ini masih banyak dilakukan secara perorangan dan dalam skala usaha kecil padahal permintaan produk gula semut ini sangat tinggi terutama untuk memenuhi permintaan ekspor yang sampai saat ini belum dapat dipenuhi. Selain itu potensi pasar dalam negeri yang belum digarap secara optimal menjadi pekerjaan rumah yang penting bagi para pelaku usaha maupun pemerintah daerah dalam upaya mewujudkan pengembangan agroindustri gula semut yang prospektif serta memberikan dampak yang positif dalam pembangunan perekonomian daerah.

Daya dukung permintaan pasar yang cukup tinggi dan asumsi bahwa gula semut dapat mensubtitusi kebutuhan dalam negeri terhadap gula putih yang hingga saat ini masih impor menjadikan gula semut memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Gula kelapa maupun gula semut Kabupaten Banyumas yang sebelumnya diproduksi secara perorangan dan dalam skala usaha kecil memiliki

(12)

potensi untuk dikembangkan sebagai industri besar yang dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.

Pengembangan industri gula semut di Kabupaten Banyumas yang ditunjang dengan teknologi, manajemen usaha, sistem pemasaran serta kebijakan pemerintah (political will) yang kuat diharapkan dapat mewujudkan pengembangan agroindustri gula kelapa yang prospektif serta memberikan dampak dan keuntungan, antara lain: (1) meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi gula semut, (2) terpenuhinya permintaan pasar gula semut baik untuk domestik maupun mancanegara, (3) berkembangnya produk gula alami alternatif sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap gula pasir (tebu), (4) meningkatkan pendapatan dan kesejahteran pengrajin gula kelapa, (5) berkembangnya peluang usaha baru (wirausaha baru) bagi masyarakat di sektor industri gula, dan memperluas kesempatan kerja baik wanita maupun pria, (6) meningkatkan masuknya investor ke daerah, (7) pemanfaatan sumber daya lokal (tanaman kelapa) sehingga juga akan meningkatkan PAD dan daya saing dan otonomi daerah. (Mustaufik, 2010)

Pengembangan industri gula semut akan efektif jika didukung oleh komitmen masyarakat dan kebijakan pemerintah yang baik melalui perencanaan yang komprehensif, terpadu dan berkelanjutan. Berangkat dari latar belakang tersebut pemerintah daerah Kabupaten Banyumas dituntut untuk dapat berpikir dan bertindak strategis agar pembangunan perekonomian di daerah ini berhasil. Pemerintah Daerah harus memiliki strategi yang efektif agar tetap dapat

(13)

menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi dengan memanfaatkan kekuatan internal yang dimiliki.

Dari latar belakang tersebut diatas maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

“Bagaimanakah perencanaan strategis diterapkan untuk mengembangkan industri gula semut di Kabupaten Banyumas?”

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan acaman yang dihadapi dalam upaya pengembangan industri gula semut di Kabupaten Banyumas. 2. Mengidentifikasi isu-isu strategis yang dihadapi dalam upaya

pengembangan industri semut berdasarkan kondisi lingkungan internal dan eksternal.

3. Merumuskan alternatif strategi pengembangan industri gula semut di Kabupaten Banyumas dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan perajin gula kelapa di Kabupaten Banyumas.

1.4. Manfaat

Laporan penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dan juga pihak-pihak terkait lainnya dalam pengembangan perekonomian lokal khususnya pada produk agroindustri

(14)

gula semut. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi para stakeholder yang terkait untuk mendesain program pengembangan usaha UMKM berbasis kelompok atau komunitas di Kabupaten Banyumas. Selain itu hasil penelitian ini juga dapat diterapkan dalam rangka mendukung program One

Village One Product (OVOP) yang telah dicanangkan pemerintah melalui

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia untuk mengembangkan perekonomian lokal. Laporan penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan/dasar bagi pengembangan dan penelitian lebih lanjut.

Gambar

Tabel 1. Persentase Penduduk Miskin Tahun 2008-2011  No.  Persentase Penduduk

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan menurut Sutanta (2003:25) Informasi merupakan hasil pengolahan data sehingga menjadi bentuk yang penting bagi penerimanya dan mempunyai kegunaan sebagai dasar dalam

Sifat-sifat ini penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan sifat penting sekali dalam industri pengolahan kayu sebab dari pengetahuan

Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPI2-JM per sektor dengan mempertimbangkan isu-isu pokok seperti (1) perubahan iklim,

erdasarkan berat 7massa8 solut ) berat 7massa8 larutan atau sol'en, dibagi atas " 1.. ebagai contoh untuk ion-ion yang terdapat dalam darah-7biasanya terdapat dalam !umlah

Dalam penelitian tersebut belum dilakukan pengujian apakah sisaan yang dihasilkan dari model regresi logistik tersebut sudah saling bebas (tidak ada autokorelasi spatial)..

Melihat dari berbagai riset dan fenomena yang ada, maka peneliti tertarik ingin meneliti pengaruh pelaksanaan mobilisasi progresif level I terhadap nilai

Dari pola sesar-sesar mendatar yang relatif berarah baratlaut – tenggara dan timurlaut – baratdaya serta sumbu perlipatan yang yang relatif berarah barat–timur, maka dapat

mendapatkan nilai masukkan bagi jaringan saraf tiruan; Proses validasi, untuk menvalidasikan nilai masukkan yang nantinya digunakan sebagai input- an awal dalam penelitian bagi