PAKAN: PERTUMBUHAN PIYIK DENGAN PAKAN
BERBEDA SERTA POLA MAKAN DAN KONSUMSI
PAKAN PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF
Pendahuluan
Pakan dibutuhkan ternak untuk memenuhi kebutuhan untuk hidup pokok, produksi maupun reproduksi. Pada fase produksi burung merpati membutuhkan pakan untuk produksi telur dan saat meloloh induk membutuhkan pakan untuk pertumbuhan piyik selama masih diloloh dan belum dapat makan sendiri, dengan demikian induk membutuhkan pakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok juga tambahan untuk dilolohkan kepada anak pada fase meloloh anak. Olehkarena itu pakan yang diberikan kepada burung merpati harus diperhatikan kandungan gizinya.
Burung merpati menyukai pakan biji-bijian baik di alam terbuka maupun yang dipelihara di rumah-rumah. Pakan biji-bijian yang umum diberikan kepada burung merpati oleh peternak adalah jagung. Di sisi lain jagung untuk pakan burung merupakan produk pertanian yang ketersediaan dan harganya fluktuatif di pasaran. Selain itu p
Beberapa peneliti mengemukakan pakan untuk burung merpati. Anggorodi (1995) menyatakan bahwa burung merpati mampu mengkonsumsi ransum sederhana, campurannya hanya terdiri dari butiran, beberapa grit berkualitas baik dan air minum bersih adalah yang dibutuhkan burung merpati. Drevjany (2001a) melaporkan, bahwa pakan burung merpati terdiri atas unsur ransum crumble atau campuran dari biji-bijian, campuran mineral, grit dan air minum. Alwazzan (2000) menyatakan, bahwa burung merpati sangat menyukai biji-bijian, antara lain jagung, kedelai, kacang tanah dan gandum. Komposisi pakan yang baik untuk burung merpati terdiri atas protein kasar 13.5%, karbohidrat 65%, serat kasar 3.5% dan lemak 3.0%. Selain itu burung merpati juga membutuhkan mineral, vitamin dan grit.
emberian pakan tunggal saja yaitu jagung kepada burung merpati tentunya kurang memenuhi kebutuhan nutrisinya, apalagi pada fase produksi.
Roof (2001) melaporkan bahwa studi merpati di bagian semi-pedesaan Kansas menemukan bahwa pakan burung merpati terdiri dari: jagung 92%, gandum 3.2%, 3.7% ceri, bersama dengan sejumlah kecil knotweed,
50
elm, poison ivy, dan barley. Adapun di daerah perkotaan merpati liar juga makan
popcorn, kue, kacang, roti, dan kismis
Kebutuhan pakan merpati lokal belum banyak informasinya. Selain itu pakan yang tersedia di toko pakan dan diproduksi khusus untuk burung merpati belum ada. Namun pemberian pakan berkualitas sesuai dengan kebutuhan dalam pemeliharaan intensif harus diperhatikan agar produktivitasnya sesuai yang diharapkan. Adapun pemberian pakan komersial selain jagung kepada burung merpati selama fase produksi pada pemeliharaan intensif diharapkan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi burung merpati.
.
Pola konsumsi burung merpati dengan pemberian pakan komersial perlu diamati sehingga pemberian pakan komersial dapat meningkatkan produktivitas (pertumbuhan piyik). Selain itu pakan komersial dapat menggantikan biji-bijian.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pertumbuhan piyik dari induk yang diberi pakan berbeda. Selanjutnya mengamati pola makan dan konsumsi pakan burung merpati pada fase menjelang bertelur, fase mengeram dan meloloh pada pemeliharaan secara intensif.
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peternak dan penggemar burung merpati tentang kebutuhan pakan burung merpati dengan pemberian pakan secara kafetaria pada pemeliharaan intensif. Serta pertumbuhan piyik dengan pemberian pakan biji-bijian (jagung) yang dapat digantikan oleh pakan komersial.
Materi dan Metode
Penelitian ini menggunakan burung merpati lokal dewasa (Columba livia) berumur sembilan bulan sebanyak 68 pasang. Setiap pasang burung merpati ditempatkan pada kandang individu dengan dinding kandang dan lantai terbuat dari kawat loket (1.2 x 1.2 cm) dengan ukuran 60 x 50 x 50 cm.
Tempat pakan dan minum disediakan pada setiap kandang. Tempat pakan sebanyak dua buah yaitu satu wadah untuk jagung dan satu wadah untuk pakan komersial serta tempat minum satu buah. Pakan dan air minum diberikan ad libitum.
Perlakuan Pakan.
Sebanyak empat macam pakan yaitu: 100% jagung (J); 50% jagung + 50% ransum komersiaL (JK); 50% jagung + 30% ransum komersial + 20% beras merah (JKM) dan 100% pakan komersial digunakan pada penelitian in(K). Setiap perlakuan diulang 15 kali. Setiap satu ulangan merupakan unit percobaan terdiri dari satu pasang burung merpati.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola searah (Steel dan Torrie 1995). Apabila hasil ANOVA nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Tukey, yaitu:
Yij = µ + ti + εij bahwa Y
ij
t
= pengamatan ke-j pada perlakuan ke-i, i=1,2, ... i
ε
= pengaruh perlakuan ke-i, i=1,2,...t ij
Peubah yang diamati meliputi: = komponen acak
Bobot telur diperoleh dengan menimbang telur dari setiap pasang merpati dalam satuan gram dengan timbangan sekaligus sebagai bobot telur tetas;
Bobot tetas diperoleh dengan menimbang piyik yang baru menetas dengan timbangan dalam satuan gram. Kesulitan memperoleh bobot tetas karena berbeda dengan ayam yang tidak diloloh oleh induknya. Piyik merpati sesaat setelah menetas langsung diloloh oleh induknya walaupun bulunya belum kering. Untuk mengatasi kesulitan memperoleh bobot tetas yaitu dengan cara menimbang telur tetas yang retak (pada hari ke-18 pengeraman telur) sebelum menetas dikurangi bobot cangkang apabila bobot tetas yang sesungguhnya tidak diperoleh;
Pertumbuhan piyik. Bobot badan dan pertambahan bobot badan per minggu dengan menimbang bobot badan dan untuk pertambahan
dengan mengurangkan bobot badan saat penimbangan dengan bobot bobot badan
penimbangan sebelumnya;
Mortalitas anak adalah jumlah anak yang mati dari jumlah anak yang hidup dalam persen.
52
Pola Makan dan Konsumsi Pakan
Setelah diperoleh pakan yang efisien untuk pertumbuhan piyik dilanjutkan dengan pengamatan pola pakan dan konsumsi pakan. Peubah yang diamati pada fase berbeda yaitu: menjelang bertelur, mengeram, dan meloloh piyik meliputi:
1) Konsumsi pakan per hari merupakan selisih antara pakan yang diberikan dengan sisa pakan dalam satuan gram;
2) Pola konsumsi pakan merupakan jumlah konsumsi dari masing-masing jenis pakan yang dicobakan dalam satuan gram pada fase mengeram, meloloh dan menjelang bertelur.
Data yang diperoleh selama penelitian disajikan deskriptif. Analisis proporsi dari data konsumsi dengan menggunakan uji Z menurut Steel dan Torrie (1995), yaitu: Z = (p1−p2) _______________ pq[(1/n1)+(1/n2)] 𝑥𝑥1��� + 𝑥𝑥2��� p = n1 + n2 ______________
p1 = proporsi jagung ; p2 = proporsi ransum komersial Hasil dan Pembahasan
Pertumbuhan Piyik dengan Pakan Berbeda
Penelitian ini mencobakan empat macam pakan dengan mengkombinasikan pakan biji-bijian (jagung) dengan ransum komersial. Hal ini untuk mengetahui pakan yang dapat diberikan kepada burung merpati oleh penggemar/peternak burung merpati yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pakan dan efisien untuk produksi (petumbuhan piyik). Adapun grafik pertumbuhan piyik dengan perlakuan pemberian pakan berbeda tersebut seperti disajikan pada Gambar 9. Bobot Telur
Bobot telur induk yang diberi pakan J dengan K sama, JK sama dengan JKM akan tetapi J, K berbeda dengan JK, JKM. Secara statistik bobot telur JK
54
dan JKM sangat nyata berbeda (P< 0.01) dengan J dan K yaitu berat telur dari induk JK dan JKM lebih berat dibandingkan J dan K, disajikan pada Tabel 15.
Keragaman bobot telur antara induk yang diberi pakan J sebesar 6.18%, JK sebesar 6.50%, K sebesar 5.60% dan JKM sebesar 7.48%. Keragaman berat telur rendah, walaupun berat telur antar perlakuan pakan berbeda sangat nyata pada penelitian ini. Hal ini karena pada proses pembentukan telur, pakan yang dikonsumsi induk menentukan ukuran telur yang diproduksi induk selain faktor lain yang berperanan terhadap produksi telur yaitu faktor genetik. Etches (1996) mengemukakan bahwa berat telur dipengaruhi oleh status nutrisi induk, bobot induk, umur induk, genetik dan cahaya.
Pada penelitian ini induk burung merpati membutuhkan pakan yang mengandung protein kasar 15-16% karena pakan JK yang digunakan pada penelitian mengandung protein kasar 14.9% dan pakan D 15.8%. Pakan J mengandung protein kasar lebih rendah dari JK dan JKM sedangkan pakan K memiliki kandungan protein kasar lebih tinggi dari JK dan JKM, masing-masing yaitu J (12%) dan K (19.6%). Kandungan protein kasar dalam pakan berdasarkan hasil analisis di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB.
Bobot Tetas
Bobot tetas piyik dari induk yang diberi pakan JK dan JKM berbeda sangat nyata (P<0.01) lebih berat dari J dan K. Hal ini berkaitan dengan bobot telur tetas. Bobot tetas yang berat dapat diperoleh dari telur tetas yang lebih berat. Keragaman bobot tetas piyik pada induk yang diberi pakan J sebesar 8.96%, JK sebesar 7.27%, K sebesar 7.85% dan JKM sebesar 6.98%. Keragaman bobot tetas rendah pada penelitian ini.
Bobot Umur 1 Minggu
Piyik memiliki berat berkisar 97 – 119 g pada umur satu minggu pada penelitian ini. Berat piyik umur satu minggu sama pada semua induk yang diberi pakan J, JK, K maupun JKM. Piyik hingga umur satu minggu masih diloloh susu tembolok oleh induk dan belum banyak diloloh pakan padat. Hal ini yang mengakibatkan pertumbuhan piyik sama pada penelitian ini. Keragaman bobot badan berturut-turut adalah piyik yang diloloh pakan J (41.58%), pakan JKM
(22.24%), pakan K (18.68%) dan pakan JK (16.51%). Keragaman bobot badan piyik umur satu minggu besar pada penelitian ini. Piyik yang diloloh pakan JK memiliki keragaman rendah dibandingkan piyik yang diloloh pakan lain.
Bobot Umur 2 Minggu
Bobot piyik umur dua minggu berbeda sangat nyata (P<0.01) pada penelitian ini. Piyik yang diloloh induk dengan pakan JK memiliki berat badan paling tinggi dibandingkan piyik yang diloloh pakan J, K maupun JKM. Piyik yang diloloh pakan K dan JKM menghasilkan bobot badan sama, sedangkan piyik yang diloloh pakan J menghasilkan bobot badan paling rendah dibandingkan piyik JK, K maupun JKM, disajikan pada Tabel 15.
Perbedaan bobot piyik pada umur dua minggu karena piyik sudah mulai diloloh pakan padat. Pertumbuhan piyik yang diloloh induk yang diberi perlakuan pakan J paling rendah. Hal ini diduga alat pencernaan piyik belum mampu mencerna pakan J (jagung yang diberikan kepada induk adalah jagung utuh bukan jagung pecah), sedang pakan yang dilolohkan induk kepada piyik tidak dicerna terlebih dahulu oleh induk, yaitu sesaat induk makan dan minum kemudian pakan dilolohkan kepada piyik. Cara induk burung merpati meloloh piyik yaitu induk memuntahkan (regurgitasi) campuran pakan dan air minum ke mulut piyik saat piyik memasukkan paruhnya ke dalam paruh induk.
Bobot Umur 3 Minggu
Piyik yang diloloh pakan A memiliki bobot badan paling rendah dan sangat berbeda nyata (P<0.01) dengan piyik yang diloloh pakan J, K dan KJM, disajikan pada Tabel 16. Bobot piyik yang diloloh pakan JK, K dan JKM sama dengan urutan sebagai berikut: berat piyik yang diloloh pakan JK (279.56 g), pakan K (262.26 g) dan pakan JKM (253.44 g).
Keragaman bobot piyik pada umur tiga minggu tinggi pada semua jenis pakan dengan urutan pada pakan JK (27.59%); pakan J (25.26%); pakan K (16.06%) dan pakan JKM (15.86%). Bobot piyik yang diloloh pakan JK lebih beragam dibandingkan berat piyik yang diloloh pakan J, K dan JKM.
56 Tabel 15 Berat telur dan pertumbuhan piyik dengan induk yang diberi pakan berbeda
____________________________________________________________________________________ Pakan Peubah _______________________________________________________________ J JK K JKM Bobot Telur (g) 16.6a ± 1.0 18.5b ± 1.2 17.4a ± 1.0 18.3b ± 1.4 (n=19) (n=27) (n=38) (n=16) Bobot Tetas (g) 13.6a ± 1.2 14.6b ± 1.1 13.6a ± 1.0 14.6b ± 1.0 (n=16) (n=22) (n=19) (n=16) Bobot Umur 1 Minggu (g) 110.9 ± 46.0 119.4 ± 19.7 119.0 ± 22.2 97.1 ± 21.8
(n=11) (n=18) (n=19) (n=16) Bobot 2 Mg (g) 150.0a± 38.2 240.1c± 38.3 203.0b±45.3 199.1b ± 26.7 (n=11) (n=17) (n=19) (n=16) Bobot 3 Mg (g) 209.1a ± 5.9 279.6b±78.0 262.3b±42.1 253.4b ± 38.9 (n=11) (n=17) (n=19) (n=16) Bobot 4 Mg (g) 234.0a ± 5.9 300.0c ± 37.8 287.9b±28.7 295.0c ± 12.0 (n=11) (n=17) (n=19) (n=13) Bobot Sapih(g) 226.2a ± 54.0 288.0b± 35.1 288.8b± 21.7 320.0c ± 26.9 (n=11) (n=16) (n=19) (n=9) Mortalitas (%) 37.5 27.3 0 43.8 Keterangan: J (100% jagung); JK (50% jagung+50% pakan komersial); K(100% pakan komersial);
JKM (50% pakan komersial+30% jagung +20% beras merah) Superskrip yang bwerbeda pada baris yang sama berarti berbeda nyata
57
Bobot Umur 4 Minggu
Bobot piyik umur empat minggu yang diloloh pakan JK sama dengan JKM, sedangkan bobot piyik yang diloloh pakan J paling rendah dibandingkan piyik yang diloloh pakan JK, K dan JKM. Pada minggu keempat piyik sudah mulai belajar makan walaupun masih diloloh induk.
Pertumbuhan piyik yang diberi pakan komersial lebih baik dibandingkan hanya diberikan jagung. Hal ini sesuai dengan kemampuan piyik mencerna pakan yaitu membutuhkan pakan yang lunak karena baru belajar makan sendiri.
Bobot piyik yang dipelihara secara ekstensif pada hasil penelitian Tugiyanti dan Ismoyowati (2002) memiliki bobot 270.19 g pada umur 30 hari. Bobot piyik ini lebih tinggi dibandingkan piyik yang diloloh jagung 100% dengan pemeliharaan intensif pada penelitian ini, namun lebih rendah apabila pakan yang dikonsumsi induk dan dilolohkan kepada piyik dicampur pakan komersial. Hal ini tampak pada berat piyik yang diloloh pakan JK dan JKM.
Bobot Sapih
Burung merpati disapih secara alami pada umur sekitar 35 hari. Bobot sapih piyik yang induknya diberi perlakuan pakan J (100% jagung) paling rendah dibandingkan piyik dari induk yang diberi perlakuan pakan JK, K dan JKM. Hal ini menunjukkan bahwa piyik membutuhkan pakan berkadar protein lebih tinggi daripada yang terdapat pada pakan J.
Mortalitas Piyik
Mortalitas piyik yang diloloh pakan JKM paling tinggi dibandingkan piyik yang diloloh pakan J, JK dan K. Mortalitas piyik yang diloloh pakan J sebesar 37.50%, pakan JK sebesar 27.27% dan K sebesar (0%).
Bobot sapih piyik yang diloloh pakan JKM lebih tinggi dibandingkan piyik yang diloloh J, JK dan K namun mortalitas piyiknya lebih tinggi, maka secara ekonomis tidak menguntungkan. Pakan JK dapat diterapkan karena performa pertumbuhan piyik baik dan mortalitas lebih rendah. Secara ekonomis ketersedian pakan di pasar lebih mudah dan harganya lebih murah. Selain itu secara teknis pemberian kepada burung merpati lebih mudah dibandingkan pakan JKM karena hanya mencampurkan dua jenis bahan dengan perbandingan 1:1.
Pemilihan pakan JK tersebut dengan mempertimbangkan beberapa faktor seperti dinyatakan Iskandar (2009) pada penyediaan pakan unggas, yaitu penyediaan pakan ditentukan oleh beberapa faktor yakni: 1) jenis, jumlah dan komposisi umur unggas yang dipelihara yang akan menentukan kebutuhan gizi dan volume yang harus disediakan; 2) ketersediaan dan keberlangsungan bahan pakan lokal setempat dalam upaya menekan harga pakan; 3) formulator pakan yang setalu membuat formula pakan yang sesuai dengan perkembangan harga setempat. Dalam memahami aspek pakan, faktor efisiensi harga harus menjadi pertimbangan, karena sekitar 70% dari biaya pemeliharaan dialokasikan untuk memenuhi pakan
Kandungan protein pakan J rendah sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan piyik untuk pertumbuhan optimal, sedangkan pakan K mengandung protein tinggi akan tetapi induk burung merpati tetap menyukai biji-bijian, sehingga sebaiknya pakan terdiri dari pakan komersial dan biji-bijian, seperti dikemukakan Janssens et al.(2000); Sales dan Janssens (2003) bahwa burung merpati menyukai pakan yang terdiri dari campuran biji-bijian.
Pola Makan dan Konsumsi Pakan
Konsumsi burung merpati selama mengeram, meloloh dan menjelang bertelur pada penelitian ini dengan pemberian pakan terdiri dari dua jenis yaitu jagung dan pakan komersial dapat menambah informasi manajemen pemberian pakan burung merpati.. Pola makan dari jenis pakan yang diberikan bermanfaat untuk pengelolaan budidaya burung merpati. Konsumsi kedua jenis pakan tersebut disajikan pada Tabel 16.
Konsumsi jagung per minggu selama fase mengeram selama tiga minggu mengeram sama dengan pola konsumsi jagung pada minggu I=II=III. Konsumsi ransum komersial per minggu selama fase mengeram sama dengan pola konsumsi ransum komersial pada minggu I=II=III.
Pada fase mengeram burung merpati mengkonsumsi jagung rata-rata 227 g/pasang/minggu dengan kisaran 31-34 g/pasang/hari dan ransum komersial rata-rata 162 g/pasang/minggu dengan kisaran 21-25 g/pasang/hari. Kisaran kebutuhan pakan burung merpati selama mengeram adalah 53-58 g/pasang/hari
59
terdiri dari campuran jagung dan ransum komersial, dan rataan konsumsi sepasang burung merpati pada fase mengeram sebanyak 56 g/pasang/hari.
Konsumsi jagung dibandingkan ransum komersial yang dikonsumsi burung merpati nyata berbeda (P<0.05) selama tiga minggu pengeraman. Pada fase mengeram burung merpati lebih menyukai jagung dibandingkan ransum komersial. Rataan konsumsi jagung dibandingkan ransum komersial sebesar 60:40 pada fase mengeram.
Tabel 16 Konsumsi pakan per pasang induk burung merpati per minggu
__________________________________________________________________ Fase n (pasang) Jenis Pakan
Konsumsi Pakan padaMinggu Ke- (g)
Tidak 18 Jagung 283 267 321 323 Mengeram R.Komersial 233 151 228 239 Uji Z tn ** ** * Jagung+R.Komersial 516 418 549 562 Mengeram 51 Jagung 236 226 219 R.Komersial 168 148 171 Uji Z ** ** ** Jagung+R.Komersial 404 374 390 Meloloh 29 Jagung 331 365 383 397 2 Piyik R.Komersial 248 261 288 296 Uji Z ** ** ** ** Jagung+R.Komersial 579 626 671 693 Keterangan: tn=tidak nyata; *=berbeda nyata (P<0.05);
**=berbeda sangat nyata (P<0.01); R=ransum
Pada fase mengeram burung merpati beraktivitas paling sedikit dibandingkan fase menjelang bertelur dan fase produksi (meloloh). Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang dikonsumsi burung merpati selama mengeram hanya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok saja.
Konsumsi jagung per minggu pada fase tidak mengeram sama dengan pola konsumsi jagung minggu I=II=III=IV. Konsumsi ransum komersial minggu kedua nyata lebih sedikit dibandingkan minggu yang lain pada fase tidak mengeram. Pola konsumsi ransum komersial pada fase tidak mengeram adalah konsumsi minggu II<I=III=IV.
Jumlah pakan yang dibutuhkan sepasang burung merpati per minggu selama fase tidak mengeram sama kecuali pada minggu kedua. Pola konsumsi pakan dengan campuran jagung dan ransum komersial pada minggu II<I=III=IV
Sepasang burung merpati mengkonsumsi jagung 38-46 g/pasang/hari. dan ransum komersial 21-34 g/pasang/hari pada fase tidak mengeram. Jumlah pakan tidak mengeram lebih banyak dibandingkan keperluan hidup pokok yang dibutuhkan burung merpati sebanyak 60-80 g/pasang/hari terdiri dari campuran jagung dan ransum komersial. Pakan yang dikonsumsi pada fase tidak mengeram dibutuhkan untuk persiapan bertelur yaitu mulai dari giring (untuk jantan dan betina) dan reproduksi terutama betina untuk pematangan sel telur.
Pada fase meloloh, konsumsi pakan induk burung merpati terus meningkat hingga minggu ke-III meloloh, namun konsumsi ransum komersial turun terus, berarti kenaikan konsumsi pakan karena konsumsi jagung meningkat. Proporsi ransum komersial terhadap jagung paling tinggi pada minggu ke-I, hal ini disebabkan piyik memerlukan pakan yang lunak dan mengandung gizi tinggi yaitu pakan yang mengandung protein 15%. Selain milk crop yang dihasilkan oleh kelenjar pada tembolok induk, piyik juga diloloh pakan yang lunak oleh induk, sedangkan pakan yang keras seperti jagung baru dimulai dilolohkan kepada piyik oleh induk saat piyik berumur 6 hari pada penelitian ini. Mire dan Plate (2009) mengemukakan bahwa penghobi merpati memberikan pellet kepada burung merpati dengan kadar protein pakan 15% atau mengkombinasikan biji-bijian dengan pakan ayam petelur yang memiliki kandungan protein 16-17%.
Konsumsi ransum komersial pada fase meloloh memiliki pola konsumsi minggu I=II<III=IV dan pola konsumsi jagung pada minggu I<II<III=IV. Proporsi konsumsi ransum komersial terhadap total konsumsi yaitu 42% dan konsumsi jagung sebanyak 58% dari total konsumsi.
Induk burung merpati yang meloloh dua piyik selama minggu pertama mengkonsumsi jagung dan ransum komersial tidak sama banyak, secara statistik berbeda nyata (P<0.05). Burung merpati nyata lebih menyukai jagung dibandingkan ransum komersial.
Sepasang burung merpati mengkonsumsi jagung 47-99 g/pasang/hari. dan ransum komersial 35-85 g/pasang/hari pada fase tidak mengeram. Konsumsi
61
pakan pada fase meloloh lebih tinggi dibandingkan saat mengeram dan tidak mengeram. Hal ini dikarenakan konsumsi induk untuk anak juga untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok induk yaitu sebanyak konsumsi saat mengeram olehkarenaya konsumsi pakan induk yang sedang meloloh berkisar 85-99 g/pasang/hari.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi pakan per pasang burung merpati pada fase mengeram sebanyak 56 g/pasang/hari. Konsumsi pakan pada fase tidak mengeram 73 g/pasang/hari dan konsumsi pakan pada fase meloloh anak sebanyak 92 g/pasang/hari.
Pada penelitian ini proporsi jagung dan ransum komersial pada fase mengeram, menjelang bertelur dan meloloh piyik adalah 60% jagung dan 40% ransum komersial. Pakan yang mengandung protein kasar 15% (hasil analisis) dan energi sebesar 3100 kkal/kg ransum (hasil perhitungan dengan merujuk Lesson dan Summers 2005) cukup memenuhi kebutuhan nutrisi burung merpati.
Simpulan
1. Pertumbuhan piyik yang diloloh pakan 100% jagung paling rendah dibandingkan pakan yang lain;
2. Pertumbuhan piyik yang diberi pakan 50% jagung + 50% ransum komersial tinggi dan pakan tersebut efisien diaplikasikan di lapang.
3. Konsumsi pada saat mengeram adalah kebutuhan hidup pokok sebanyak 55-58 g per pasang per hari. Konsumsi pada saat tidak mengeram (menjelang produksi) sebanyak 60-80 g per pasang per hari. Konsumsi pakan saat meloloh adalah konsumsi untuk produksi sebanyak 83-99 g per pasang per hari untuk meloloh dua piyik dengan kandungan protein kasar 15% dan energi 3100 kkal/kg ransum).
4. Burung merpati lebih menyukai biji-bijian (jagung) dan dapat diberikan kepada burung merpati dengan ratio jagung dan ransum komersial yaitu 60:40.
53 Umur (Minggu)