• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAFTARAN TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 DAN PROYEK OPERASIONAL AGRARIA (PRONA) DI KOTA TIDORE KEPULULAUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAFTARAN TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 DAN PROYEK OPERASIONAL AGRARIA (PRONA) DI KOTA TIDORE KEPULULAUAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

A. PENDAHULUAN

Pendaftaran tanah merupakan salah satu masalah dalam hukum agraria dewasa ini, seiring dengan kebutuhan terhadap tanah yang semakin meningkat, begitu juga kepastian hukum dan manfaatnya di dalam kompleksitas bantuan hukum serta dinamika lalu lintas perekonomian dalam

dimensi pembangunan di Kota Tidore Kepulauan.

Pendaftaran tanah di Kota Tidore Kepulauan memperlihatkan fenomena yang sangat unik oleh karena masalah yang dihadirkan cukup variatif sifatnya di setiap kecamatan dan desa. Fenomena tersebut berimplikasi terhadap pendaftran yang diupayakan oleh Pemerintah PENDAFTARAN TANAH MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR

24 TAHUN 1997 DAN PROYEK OPERASIONAL AGRARIA (PRONA) DI KOTA TIDORE KEPULULAUAN

Husain Kasim

Dosen Fakultas Hukum Universitas Nuku Email : husain.nuku@yahoo.com

ABSTRACT

The study was conducted in Tidore Islands, the territory is mostly made up of islands. The reason the author is to determine what difficulties are encountered if the registration was done in the land-pualau island, far away from the district capital. The purpose of research that the author carried out is untuuk determine the factors that become an obstacle for the landowner in registering the land and figure out the constraints faced by the authorities in charge of organizing the registration of land and containment of these constraints.

The research method used by the writer, is; (1) research literature, was done by examining the books, documents and other papers, in order to collect secondary data; (2) field research, conducted by the author went to the field to interview the respondents (landowners who have and have not register their land) and the source (officials at the local Land Office and the other relevant agencies).

Analysis used in managing the data collected, is the quantitative and qualitative analysis and after it had been described.

Results of the study revealed that most residents do not know and understand very well about the registration of land as well as the legal consequences of registration itself, otherwise it will be the cost of land registration is still considered expensive by citizens, as well as factors bureaucracy and lack of executive power professionals.

(2)

setempat untuk mendapatkan keabsahan serta kepastian hukum.

Sehubungan dengan tata laksana pendaftran tanah perlu kiranya mendapatkan perhatian yang khusus dari aparat terkait dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tidore Kepulauan karena adanya kesan bahwa pendaftran tanah justru menimbulkan keadaan sebaliknya, karena dari ekses yang terjadi walaupun haknya suadah didaftarkan belum adanya kepastian hak atas tanah.

Kendala tersebut dilatarbelakangi oleh pendidikan dan pengetahuan masyarakat yang berbeda akan pentingnya pendaftrana tanah itu sendiri dinilai terlalu berbelit- belit, misalnya banyak meminta korban biaya, tenaga, waktu dan akan mendatangkan pula kesulitan dan kekecewaan karena jaminan kepastian hukum yang menjadi tujuan akhir tidak akan tercapai. Proses pemilikan tanah sampai pada pembukuannya jarang berhasil, sehingga timbul tidak kepastian mengenai siapa sebernarnya pemilik tanah maupun batas tanah-tanahnya.

Efek sosiologisnya dalam spektrum penegak hukum adalah timbulnya ketidakpastian hukum dalam masyarakat, selanjutnya dapat mempengaruhi efektifitas hukum (law enforcement) itu

sendiri, dan hukum tidak lain mungkin memudarkan otoritas hukum (the authority of law).

Untuk memberikan jaminan kepastian hukum atas tanah di Indonesia, maka diberlakukan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1980 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria disebut juga Undang-Undang Pokok Agraria (disingkat UUPA), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (1) yang berbunyi: “Untuk menjamin kepastiam hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftran Tanah di seluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur denga Peraturan Pemerintah” Di sisi lain kepastian hukum dan manfaat penguasaan serta pemilikan atas tanah menempatkan kebutuhan untuk mendaftarkan tanah pada posisi yang strategis. Signifikansinya dalam konteks Pemerintah Daerah Kota Tidore Kepulauan didukung dengan adanya fakta terus meningkatnya kebutuhan terhadap tanah, baik untuk pertanian maupun perumahan karena terus meningkatnya jumlah penduduk.

Sebagai realisasi dari tujuan pendaftaran tanah adalah pemberian surat tanda bukti hak yang berlakukan sebagi alat pembuktian yang kuat, yang berarti selama tidak ada alat bukti lain yang dapat

(3)

membuktikan bahwa sertifikat tersebut tidak benar maka keterangan yang terdapat di dalamnya harus dianggap benar. Selain alat bukti sertifikat masih ada alat bukti lain misalnya saksi-saksi, akta jual beli, surat keputusan pemberian hak, tetapi dari semuanya itu sertifikat hak atas tanah adalah sebagai alat yang kuat sebagaimana yang ditegaskan oleh Peraturan Perundang-undangan.

Rumusan Masalah

Problema-problema umum yang telah dikemukakan diatas dirumuskan secara spesifik dengan mengimplikasikan pengamatan secara empiris dengan rumusan maslahnya terlihat sebagai berikut :

1. Apakah pendaftaran tanah di Kota Tidore Kepulauan sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk itu ?

2. Hambatan mendasar apakah yang ditemui warga masyarakat pemilik tanah dalam mendaftarkan tanahnya ? Tujuan Penelitian

Berdasarkan problema umum sebagaiamnaa yang telah diuraikan dalam latar belakang diatas maka dapatlah dirumuskan secara spesifik dengan mengimplikasikan pengamatan secara empiris dengan rumusan masalahnya terlihat sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menjadi penghambat pemilik tanah dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.

2. Untuk mengetahui berapa persen tanah yang telah didaftarkan pada Badan Peratahanan Nasional Kota

Tidore Kepulauan Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat memberikan masukan dalam penyempurnaan pelaksanaan pendaftaran tanah di Kota Tidore Kepulauan.

2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan bagi penelitian berikutnya yang ingin meneliti hal yang sama.

B. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendaftaran Tanah

Lembaga pendaftaran tanah dikembangkan di negeri Belanda sejak tahun 1811 dan di Indonesia terhitung sejak tanggal 21 April 1834 yaitu dengan berlakunya Overchrijven ordonnantie. Istilah kadaster berasal dari bahasa Latin yaitu capastitum yang didalan bahasa Perancis berubah menjadi cadater yang berarti suatu daftar yang melukiskan semua persil tanah yang ada dalam suatu daerah berdasarkan pemetaan dan pengukuran.

(4)

Lembaga pendaftaran tanah di Indonesia mengalami perubahan setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

Pendaftaran Tanah. Kemudian Peraturan Pemerintah ini diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (PP No. 24 Tahun 1997) . Di dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA dikatakan bahwa pendaftaran tanah meliputi:

1. Pengukuran, Perpetaan, dan Pembukuan Tanah

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan tersebut

3. Pemberian Surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat

Pelaksanaan pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah (Pasal 11). Kegiatan pendaftran tanah untuk pertama kali meliputi: a) pengumpulan dan pengolahan data fisik, b) pembuktian hak dan pembukuannya, c) penerbitan sertifikat, d) penyejian data fisik dan data yuridis, e) penyimpanan daftar umum dan dokumen (ayat 1). Adapun kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi: a) pendaftaran peralihan dan pembebanan hak, b)

pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya (ayat 2).

Menurut Hermanses (1987:1) bahwa :

“Yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) sub a adalah kadaster, sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) sub b dan c adalah pendaftaran hak. Dengan demikian, pendaftaran tanah yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) itu dapat dirumuskan sebagai meliputi kadaster dan pendaftaran hak”

Tujuan Pendaftaran Tanah

Tujuan semula diadakan pendaftaran tanah adalah untuk kepentingan pemungutan pajak (fiscal kadaster) akan tetapi kemudian ditujukan juga guna kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah (rechtcadaster). Untuk itu pendaftaran tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UUPA dan PP Nomor 24 Tahun 1997 adalah dalam arti yang rechtcadaster bukan fiscaal cadaster. Jadi tujuan pokoknya adalah untuk kepastian hak atas tanah.

Diselenggarakannya pendaftaran tanah yang efektif akan memudahkan pihak yang berkepentingan untuk membuktikan hak atas tanah yang mempunyainya, baik dari segi teknis maupun dari segi yuridisnya. Pendaftaran tanah yang dimaksud meliputi :

(5)

1. Pengukuran dan pemetaan serta pembukuan tanah yang menghasilkan peta-peta pendaftaran dan surat ukur. Dari peta pendaftaran dan surat ukur dapat diperoleh kepastian mengenai luas, batas dan letak tanah yang bersangkutan.

2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya termasuk dalam hal ini pendaftaran atau pencatatan dari hakhak lain (baik hak-hak atas tanah maupun hak jaminan) serta beban lainnya yang membebani hak-hak atas tanah yang etrdaftar itu, selain mengenai status dari tanahnya, pendaftaran ini dapat memberikan keterangan tentang subjek dari haknya, siapa yang berhak atas tanah yang bersangkutan serta hubungan dengan pihak ketiga.

3. Pemberian surat tanda bukti hak yang berdasarkan pada Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria.

Selain ketiga tujuan yang telah disebut diatas terdapat pula tujuan pendaftaran tanah yang lebih rinci seperti memberikan kepastian mengenai objek, dan memberikan kepastian mengenai hak, memberikan kepastian mengenai subjek, Sistem Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997.

Adapun sistem pendaftaran tanah yang dipakai oleh Bangsa Indonesia dapat dilihat pada penjelasan umum PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa :

Jika dilihat dari segi jaminan yang diberikan dengan pemberian surat-surat tanda bukti hak sebagai alat pembuktian, maka sistem pendaftaran hak atas tanah terbagi atas:

1. Sistem Positif

Jika Pendaftaran itu diselenggarakan dengan daftar umum yang mempunyai kekuatan pembuktian, maka nama yang terdaftar dalam daftar umum tersebut sebagai pemegang hak sah menurut hukum. Untuk itu keuntungan dari sistem positif ini adalah nama orang yang terdaftar dalam daftar umum memiliki kekuatan bukti yang mutlak yang berlaku terhadap semua orang. 2. Sistem Negatif

Terdaftarnya nama seseorang dalam daftra umum sebagai pemegang hak belum merupakan jaminan bahwa orang tersebut adalah pemegang hak yang sah menurut hukum. Dalam sistem ini surat bukti hak yang dimiliki seseorang yang hanya merupakan alat bukti yang mutlak. Dan apabila seseorang mengajukan keberatan dengan memperlihatkan suatu alat-alat bukti yang sah menurut hukum

(6)

dan apabila diterima oleh hakim maka surat bukti hak tersebut dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Dari penjelasan umum PP Nomor 24 Tahun 1997 tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sistem pendaftaran hak atas tanah yang dipergunakan di Indonesia adalah sistem negatif yang bertendensi positif.

Sehubungan dengan itu maka oleh Boedi Harsono mengatakan bahwa pendaftaran tanah di Indonesia mengandung 2 (dua) asas, yaitu: 1) Asas Publicitas (umum) artinya pendaftaran tanah memiliki sistem yang lengkap mengenai status dari suatu hak, maksudnya agar diketahui oleh umum mengenai status tanahnya, keadaan hukum, letak, luas, batas-batasnya, pemegang hak, peralihanhak, serta pembebasan, dan 2) Asas Spesialiteit (kekhususan) maksudnya adalah di sertifikat secara khusus dalam surat sertifikat itu jelas terlihat batas-batas, luas, subjeknya dan yang menyangkut keadaan serta status dari tanah harus terinci secara jelas.

Syarat-Syarat Pendaftaran Tanah Adapun syarat-syarat yang sangat perlu diperhatikan dalam pendaftaran tanah adalah :

a. Pemohon wajib mengisi formulir permohonan yang telah disediakan disetiap Badan Pertanahan Nasional atau (BPN) Kabupaten atau Kota setempat, dalam permohonan diterangkan mengenai: identitas diri pemohon, keadaan tanah yang dimohon. formulir permohonan itu harus dilampiri dengan bukti-bukti lain yang sah.

b. Apabila tanah yang terdaftar adalah tanah konversi maka syarat pendaftarannya berbeda antara tanah bekas hak barat dengan tanah bekas adapt hak adat.

Surat-surat bukti yang diperlukan tergantung dari jenis hak

yang dimohonkan oleh pemohon, seperti: a. Tanah konversi, syarat-syaratnya adalah 1) Keputusan pemberian hak atas tanah oleh instansi yang berwewenang. 2) Surat asli jual beli, tuksr menukar, yang dibuat dan disaksikan oleh Kepala Desa. 3) Surat pernyataan Kepala Desa yang dibuat oleh Camat. 4) Surat pernyataan pemilik tanah bahwa tanah tersebut tidak dalam sangketa dan tidak dijadikan tanggungan utang.

b. Tanah-tanah bekas hak barat, syaratsyaratnya adalah: 1) Grose akta. 2) Surat ukur. 3) Turunan surat

(7)

keterangan kewarganegaraan yang sudah disahkan oleh pejabat yang berwewenang. 4) Kuasa Konversi (jika diperlukan). 5) Pernyataan pemilik bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa dan tidak dijadikan jaminan utang.

c. Tanah Pemberian Hak, syaratsyaratnya adalah 1) Asli surat keputusan pemberian hak berdasarkan atas tanah yang bersangkutan. 2) Tanda bukti lunas pembayaran sebagimana yang ditentukan dalam surat keputusan pemberian hak.

Tanah Pemindahan dan Peralihan Hak-Hak atas Tanah. Apabila pendaftaran itu adalah pemindahan hak dan peralihan hak atas tanah maka syaratsyarat adalah sebagai berikut : a. Untuk jual beli, syaratnya adalah: 1)

akta jual beli yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). 2) Sertifkat dari tanah yang bersangkutan. 3) Turunan surat keterangan kewarganegaraan yang diisyaratkan oleh Undang-Undang. 4) Pernyataan jumlah tanah yang dimiliki. 5) Izin peralihan hak (jika diisyaratkan).

b. Untuk tanah hibah, syaratnya adalah: 1) Akta hibah yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta

Tanah (PPAT). 2) sertifkat dari tanah yang bersangkutan. 3) Turunan surat keterangan kewarganegaraan yang diisyaratkan oleh Undang-Undang. 4) Pernyataan jumlah tanah yang dimiliki. 5) Izin peralihan hak (jika diisyaratkan).

c. Untuk tanah hasil pelelangan, syaratnya adalah: 1). Kutipan autentik berita acara lelang yang dibuat oleh kantor pelelangan. 2) Tanda bukti lunas pembayaran pajak tanah. 3) Pernyataan jumlah tanah yang dimiliki. 4) Turunan surat keterangan kewarganegaraan yang diisyaratkan oleh Undang-Undang. 5) Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) yang diminta sebelum lelang dilaksanakan.

Proyek Nasional Agraria (Prona) Oleh karena banyaknya masalahmasalah yang timbul dalam rangka pendaftaran tanah, maka untuk pemecahannya diperlukan upaya yang lebih terpadu. Upaya terpadu itu harus melibatkan kerja sama antara Pemerintah dengan rakyat selaku pemegang hak atas tanah. Upaya itu merupakan pelaksanaan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 Tahun 1981 mengenai Proyek Nasional Agraria (selanjutnya disebut Prona), yang secara serentah

(8)

diselenggarakan diseluruh Indonesia, dengan maksud untuk memperlancar pendaftaran tanah di Indonesia.

Tujuan PRONA (A. P. Parlindungan, 1991:188) ialah

melaksanakan program pensertifikatan tanah secara massal di seluruh Indonesia dengan mengutamakan golongan ekonomi lemah. Menyelesaikan secara tuntas sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis.

Prona diadakan Pemerintah untuk memberikan rangsangan kepada para pemilik tanah agar mau menyertifikat tanahnya dan Pemerintah berusaha menyelesaikan sengketa-sengketa tanah yang bersifat strategis, dengan jalan diberikan berbagai kemudahan dan fasilitas.

Adapun kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah kepada para pemegang hak atas tanah, ialah berupa keringanan dalam hal pembiayaan dan percepatan dalam proses penyelesaian sertifikat tanah. Hal ini berarti, bahwa proses penyertifikatan tanah diusahakan selasai dalam waktu yang sangat singkat, namun tidak meninggalkan soal kecermatan dan ketelitian dalam penanganannya.

Jadi, jelaslah bahwa tujuan yang hendak dicapai dengan Prona adalah untuk menumbuhkan kesadaran hukum

masyarakat dalam bidang pertanahan sebagai usaha untuk berpartisipasi dalam penyertifikatan tanah. Guna menciptakan stabilitas politik serta pembangunan ekonomi.

Prona ini dilaksanakan berkaitan pula dengan program

Pemerintah berkaitan Catur Tertib Pertanahan, yaitu :

a. Tertib Administrasi Pemerintah. b. Tertib Hukun Pertanahan

c. Tertib Penggunaan Tanah

d. Tertib Lingkungan Hidup dan Pemeliharaan Pertanahan.

Biaya untuk PRONA tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 220 Tahun 1981.

C. METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian dan Responden

Dari judul yang telah dipaparkan di atas dapatlah diketahui bahwa lokasi penelitian yang dipilih untuk mengadakan penelitian, yaitu pada Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Tidore Kepulauan. Penelitian ini mengambil lokasi pada 4 (empat) Kecamatan di wilayah Kota Tidore Kepulauan yang terdiri atas 8 (delapan) kecamatan. Lokasi yang dimaksud adalah Kecamatan Tidore, Tidore Timur, Tidore Utara, Tidore Selatan.

(9)

Lokasi tersebut ditetapkan secara purposif dengan didasari

pada

pertimbangan bawah;

1. Letak tanah pada 4 (empat)

Kecamatan tersebut sangat strategis untuk pengembangan dan perluasan kota. 2. Persamaan kualifikasi letak tanah terdiri dari tanah persekutuan hukum (tanah adat) yang terbesar pada 8 (delapan) Kecamatan.

3. Persamaan masalah yang ditimbulkan pada masing-masing Kecamatan relatif sama.

Untuk keperluan yang dimaksud, maka penulis secara acak mengambil 5 (lima) kelurahan pada setiap Kelurahan pada setiap Kecamatan yang terpilih sebagai sampel.

Dari setiap kelurahan penulis mengambil 10 (sampel) responden yang dibagi menjadi 5 (lima) responden bagi warga yang sudah mendaftrakan tanahnya dan 5 (lima) responden bagi warga ang belum mendaftarkan tanahnya. Jenis dan sumber data

Untuk memperoleh semua data yang diperlukan tersebut maka penulis melakukan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu melalui :

1. Penelitian kepustakaan (library research), untuk memperoleh data sekunder maka penulis melakukan dengan cara menlaah arsip-arsip pada kantor Lurah, Kantor Camat, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dokumen raja, dan instansi terkait. Selain itu, penulis melakukan pula penelaahan buku-buku dan karya tulis laninya. 2. Penelitian lapangan (field research),

untuk memperoleh data primer maka penulis mewawancarai responden dengan menggunakan (alat) kuesioner, sedangkan bagi narasumber (Camat, Lurah,Kepala Adat, dan Raja) juga dilakukan dengan wawancara menggunakan (alat) pedoman wawancara (interview guide). Ada 2 (dua) jenis data yang diperoleh dari penelitian yakni :

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpul langsung dari responden yang diteliti melalui wawancara. 2. Data Sekunder, yaitu data yang

diperoleh dari Kantor lurah, Kantor Camat dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat serta instansi terkait, juga dari buku-buku karya tulis lainnya.

Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh semua data yang diperlukan tersebut maka penulis

(10)

melakukan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu melalui :

Penelitian kepustakaan (library research), untuk memperoleh data sekunder maka penulis melakukan dengan cara menlaah arsip-arsip pada kantor Lurah, Kantor Camat, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dokumen raja, dan instansi terkait. Selain itu, penulis melakukan pula penelaahan buku-buku dan karya tulis laninya.

Penelitian lapangan (field research), untuk memperoleh data primer maka penulis mewawancarai responden dengan menggunakan (alat) kuesioner, sedangkan bagi narasumber (Camat, Lurah,Kepala Adat, dan Raja) juga dilakukan dengan wawancara menggunakan (alat) pedoman wawancara (interview guide).

Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan Dinas Pendapatan Daerah Kota Tidore Kepulauan yang berjumlah 50 orang di tambah dengan wajib pajak dan retribusi sebanyak 10 orang. Jadi keseluruhan sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang. Jadi keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah berjumlah 50 orang. Penelitian ini mengambil lokasi pada 4

(empat) Kecamatan di wilayah Kota Tidoer Kepulauan yang terdiri atas 8 (delapan) kecamatan. Lokasi yang dimaksud adalah Kecamatan Tidore, Tidore Timur, Tidore Utara, Tidore Selatan.

Analisa Data

Segenap data yang terkumpul terlebih dahulu diolah, kemudian dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif, dan sesudah itu dideskripsikan.

D. HASIL Dan Pembahasan

Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Kota Tidore Kepulauan.

Sebelum melihat bagaimana proses pelaksanaan pendaftaran tanah di Kota Tidore Kepualaun, maka perlu lebih dahulu megetahui berapa luas dan kepadatan penduduk di wilayah Kota Tidore Kepulauan ini, hal tersebut terungkap melalui Tabel 1 di bawah ini.

Kota Tidore Kepulauan terbagi atas 8 kecamatan dan 72 kelurahan/desa. Dari 72 kelurahan/desa tersebut, sebanyak 52 kelurahan/desa diantaranya berada di wilayah pesisir sebagaimanan diperlihatkan pada Tabel 3.

(11)

Sumber : Hasil digitasi peta

Pelaksanaan pendaftaran tanah dibidang teknik adalah menyangkut dengan pekerjaan pengukuran dan pemetaan denagn dasar-dasar ilmu ukur tanah serta peraturan yang menyangkut tata kerja pengukuran dan pemetaan, seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1961 tentang tata kerja pendaftaran tanah yang mengenai pengukuran dan pemetaan. Selain itu perlu diketahui bahawa tata cara pengajuan permohonan dan pemberian hak atas tanah telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973, permohonan yang dimaksud diajukan kepada pejabat yang berwewenagyang dimohonkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1972 mengenai pelimpahan wewenang hak atas tanah.

Pemberian sertifikat melalui jalur rutin di Kota Tidore Kepulauan baru mencapai 21.123 buah sertifikat sedangkan pemberian sertifikat melalui jalur PRONA sebanyak 15.357 buah sertifikat. Hal ini tidak sebanding dengan luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat. Pemberian Surat Tanda Bukti hak

Atas Tanah

Perlu diketahui bahwa langkahlangkah pelaksanaan pendaftaran tanah di

Kota Tidore Kepulauan dapat dikategorikan melalui 4 (empat) jalur, yaitu :

a. Jalur Rutin, pemberian sertifikat melalui jalur ini sudah berjumlah 15.357 buah sertifikat, yang sudah tersebar di seluruh wilayah Kota Tidore Kepulauan.

No. Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Kel/ Desa (km2) (%) Pesisir Total 1 Tidore 21,814 1,30 7 11 2 Tidore Selatan 28,598 1,70 8 8 3 Tidore Utara 43,960 2,62 7 12 4 Tidore Timur 32,117 1,91 3 4 5 Oba Utara 237,609 14,14 9 12 6 Oba Tengah 705,841 42,01 4 9 7 Oba 377,619 22,47 9 9 8 Oba Selatan 232,737 13,85 5 7 Jumlah Total 1.680,295 100 52 72

(12)

b. Jalur Prona, pemberian sertifikat melalui jalur ini sudah mencapai angka 21.123 buah sertfikat, dan merupakan jumlah terbanyak dari semua jenis pensertifikat tanah.

c. Jalur Swadaya, melalui jalur sangatlah minim peminatnya yakni hanya 57 buah sertifikat, hal ini menunjukan rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya sertifikat.

d. Jalur Transmigrasi, pemberian sertifikat melalui jalur ini hanya berkisar 115 buah sertifikat.

Hambatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Kota Tidore Kepulauan

Pelaksanaan pendaftaran tanah di Kota Tidore Kepulauan dalam kurun waktu 2010-2013 belum mencapai hasil yang optimal, meskipun telah diadakan Proyek Operasi Agraria Nasional

(Prona).

Sejalan dengan uraian di atas, maka Abdurrahman (1990:35) membenarkan hal itu dengan menyatakan :

Dua persoalan yang menonjol dalam pelaksanaan pendaftaran tanah ini, yaitu masalah aparat pelaksananya karena dua hal ini perlu untuk disoroti secara khusus seberapa jauh Peraturan itu dilaksanakan dan seberapa jauh pula aparat pelaksananya dapat melaksanakan.

Setelah penulis memperhatikan, mempelajari serta menganalisis permasalahan yang ditemui dalam

pelaksanaan Pendaftaran tanah di Kota tidore Kepulauan, sesuai dengan penelitian yang telah penulis lakukan maka secara garis besarnya hambatan dalam pendaftaran tanah tersebut di Kota Tidore Kepulauan dapat dibagi 2 (dua) bagian, yaitu :

1. Hambatan Interen

Setelah dalam kurun waktu lebih 49 tahun berlakunya UUPA, masih banyak kendala yang dihadapinya khususnya dalam proses pelaksanaan pendaftaran tanah itu sendiri.

Kendala yang dihadapi oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tidore Kepulauan adalah sebagai berikut: a) Terbatasnya tenaga pelaksana, b) Kurang profesionalnya tenaga pelaksana dan tenaga lapangan, c) Kurangnya sarana dan prasarana yang tersedia bila dibandingkan dengan luas wilayah dan keadan geografis daerah tersebut.

2. Hambatan Eksteren

Kendala eksteren yang ditemui di lapangan, seperti: a) Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya arti dari pendaftaran tanah, b) Keengganan masyarakat untuk mendaftarkan tanahnya sendiri karena mereka beranggapan bahwa, adanya pendaftaran tanah berarti adanya pengambilalihan tanah tanah tersebut oleh Pemerintah, c) Biaya,

(13)

adanya sebagian masyarakat yang beranggapan bahwa biaya yang dibebani kepada setiap orang yang hendak mendaftarkan tanahnya terlalu mahal, d) Waktu mengurus sertifikat dianggap terlalu lama menyita waktu, e) Adanya ketidak jelasan tentang batas tanah, hal ini disebabkan oleh tanda-tanda batas yang dipakai oleh masyarakat hanyalah berupa pohon kepala, pohon mangga, pohon nangka, dan lain-lain sudah ada yang tumbang atau sudah mati. Adanya ketidakjelasan tentang batas tanah akhirnya dapat menimbulkan sengketa perdata di Pengadilan.

Cara Penyelesaian Hambatan yang Timbul dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Kota Tidore Kepualaun.

Cara penyelesaian hambatan interen, yaitu menyangkut dengan kurangnya tenaga profesional yang dimiliki oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat saat ini, maka jika perlu harus diberikan keterampilan dan pengetahuan mengenai cara penggunaan dan pemakaian alat ukur tanah, memberi fatwa yang jelas dan benar tentang caracara pemasangan tanda-tanda batas tanah yang berdampingan atau bersebelahan, sehingga tidak menimbulkan penyorobotan tanah oleh

pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Cara penyelesaian hambatan eksteren, yaitu menyangkut dengan minimnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pendaftaran tanah maka oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tidore Kepualauan, bekerja sama dengan instansi terkait mengadakan penyuluhan hukum hanya dilakukan apabila ada Prona, maka diharapkan untuk sekarang penyuluhan hukum lebih digalakkan lagi utamanya kepada masyarakat pedesaan, jalur-jalur birokrasi dipermudahkan kepada masyarakat yang ingin mendaftarkan tanahnya, apabila ada sengketa-sengketa yang timbul sehubungan dengan tanda-tanda batas diupayakan penyelesaiannya dengan jalan musyawarah jika tidak berhasil, pihak-pihak yang berkepentingan dapat menentukan apakah masalah tersebut harus diselesaikan lewat jalur Pengadilan atau tidak.

E. PENUTUP Kesimpulan

1. Pendaftaran tanah yang dilakukan oleh Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tidore Kepulaun sudah dilaksanakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997

(14)

tentang Pendaftaran Tanah dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Agraria Nasional (Prona). 2. Beberapa hambatan mendasar yang

ditemui pada para pemilik tanah dalam usaha mendaftarkan tanahnya, adalah rendahnya tingkat kesadaran hukum masyarakat tentang pentingnya pendaftaran tanah yang terlalu mahal, berbeli-belit, dan terlalu lama.

3. Kendala yang dihadapi aparat yang bertugas mengefektifkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 189 Tahun 1981 ialah kurangnya tenaga profesional serta terbatasnya jumlah sarana dan prasarana yang tersedia, sehingga sulit untuk mencapai hasil pendaftaran tanah secara optimal.

S a r a n

1. Perlunya meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), bagi aparat pelaksana pendaftaran tanah dengan jalan diberikan kesempatan untuk menuntut ilmu ke jenjang lebih tinggi yang berhubungan langsung dengan tugas-tugas mereka.

2. Perlu penambahan sarana dan prasarana untuk menunjang terlaksananya pendaftaran tanah

dengan baik, perbaiki sistem birokrasi yang ada, sehingga tidak menyulitkan warga masyarakat yang ingin mendaftarkan tanahnya.

3. Supaya diciptakan hubungan kekeluargaan yang harmonis antara aparat pelaksana pendaftaran tanah dengan warga masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 1990. Beberapa aspek tentang Hukum Agraria. Alumni, Bandung.

Bachtiar Effendi. 2000. Pendaftaran Tanah di Indonesiadan dan Peraturan - Peraturan Pelaksanaannya. Alumni,

Bandung.

Hermanses. 2001. Pendaftaran Tanah di Indonesia. Yayasan Karya Dharma, Institut Ilmu Pemerintahan,

Jakarta.

I Wayan Suandra. 2005. Hukum Pertanahan Indonesia. Rineka

Cipta, Jakarta.

Joko Prakoso dan Purwanto Budiman Adi. 1999. Eksistens PRONA Sebagai Pelaksanaan Meksanisme Fungsi Agraria. Ghalia Indonesia,

Jakarta

Perangin Effendi. 2003. Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Pandang Praktisi Hukum. CV.

Rajawali, Jakarta.

(15)

Tanah Secara Massa dan Penyelesaian Sengketa Tanah Yang Strategis. Liberty, Yogyakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Pasal 59 Ayat (1) UU No 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang didasarkan pada

Karya animasi edukasi ini merupakan sebuah metode penyampaian informasi yang dikemas dalam bentuk media animasi 2D motion design (motion graphic) berbentuk infographic yang menarik,

Dalam Islam suatu aktifitas hubungan kelamin ( sexs acts ) hanya boleh dilakukan dalam suatu ikatan perkawinan yang sah, dan hanya boleh dilakukan dengan

Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa permainan sepakbola merupakan permainan yang menuntut agar kita menguasai kondisi fisik yang baik, serta

1. Konsep dasar atau penjelasan dari program Desa dan Kelurahan Siaga Aktif. Data penerapan Desa Siaga Aktif yang telah dilaksanakan di Indragiri Hilir sampai tahun

Keempat argumen para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa umur ekonomis suatu mesin adalah merupakan jangka waktu pemakaian mesin dimana mesin tersebut memiliki biaya

Mesin ini dirancang menggunakan sistem pemakanan tiga pisau yang dipasang sejajar dan diletakkan di rumah pisau dengan cara dibaut sehingga mudah dalam pemasangan apabila