• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN GOOD GOVERNANCE PRINCIPLES IN RUNNING GOVERNANCE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN GOOD GOVERNANCE PRINCIPLES IN RUNNING GOVERNANCE"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN

GOOD GOVERNANCE PRINCIPLES IN RUNNING GOVERNANCE

Oleh: Putra Astomo *) ABSTRACT

To run good governance must be based on making and implementing state policy which is democratic in the globalization era. This phenomenon is signed by the strength of social control toward the governance, while the phenomenon of it is signed by the dependency interstates, espectally in managing the economic resources and the activities of business. In order to succeed it the governance implementation and its principles must be ruled in it.

Keywords: Good Governance, Running Governance

.

PENDAHULUAN

Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk. Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda reformasi.

Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah

*)

Putera Astomo, S.H.,M.H., adalah Dosen Universitas Sulawesi Barat. E-mail: puteraastomo_hukum@yahoo.co.id..

(2)

yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis).

Kedua perkembangan di atas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut redefinisi peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang sebelumnya memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai cenderung menghambat perluasan aktivitas bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku.

Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik.

(3)

Agar pelayanan publik dapat terwujud dengan baik, maka sangat dibutuhkan implementasi Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) beserta prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.

Oleh karena itu, masalah yang dirumuskan adalah bagaimana bentuk prinsip-prinsip Kepemerintahan yang Baik (Good Governance) dalam penyelenggaraan pemerintahan?

PEMBAHASAN

1) Konsep Pemerintah dan Pemerintahan

Istilah pemerintah berasal dari kata “perintah” yang berarti menyuruh melakukan sesuatu sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara (daerah negara) atau badan tertinggi yang memerintah suatu negara seperti kabinet yang merupakan suatu pemerintah. Jadi, pemerintahan diartikan sebagai perbuatan (cara, hal urusan dan sebagainya) memerintah.1

Secara etimologis pemerintahan dapat pula diartikan sebagai tindakan yang terus-menerus (kontinyu) atau kebijaksanaan yang menggunakan suatu rencana maupun akal (rasio) dan tata cara tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dikehendaki.2

Ada pula pakar yang menganggap bahwa pemerintahan adalah suatu ilmu seni. Disebut sebagai ilmu karena memenuhi syarat-syaratnya yaitu dapat dipelajari dan diajarkan, memiliki objek material dan formal, universal, sistematis dan khas (spesifik) dan dikatakan sebagai seni karena banyak pemimpin pemerintahan yang tanpa pendidikan pemerintahan, mampu berkiat serta dengan kharismatik menjalankan roda pemerintahan.3

The Liang Gie menyatakan bahwa untuk menghindarkan keraguan dalam memberikan

pembatasan pengertian maka untuk istilah pemerintah menunjuk pada organnya sedangkan untuk

1 Pipin Syarifin dan Dedah Subaedah, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2005,

hlm.63.

2

E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Jakarta, PT. Ikhtiar, 1963, hlm.28.

(4)

istilah pemerintahan menunjuk pada fungsinya. Dalam praktiknya, ada dua pengertian tentang pemerintah yaitu pemerintah dalam arti luas dan pemerintah dalam arti sempit.4

Secara teoretik dan praktik, terdapat perbedaan antara pemerintah dengan pemerintahan. Pemerintahan adalah bestuurvoering atau pelaksanaan tugas pemerintah, sedangkan pemerintah ialah organ/alat atau aparat yang menjalankan pemerintahan. Pemerintah sebagai alat kelengkapan Negara dapat diartikan secara luas (in the broad sense) dan dalam arti sempit (in the narrow

sense).5 Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan Negara, yang pada pokoknya

terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudisial atau alat-alat kelengkapan Negara lain yang bertindak untuk dan atas nama Negara. Dalam pengertian sempit pemerintah adalah cabang kekuasaan eksekutif.6

Pengertian pemerintah dalam arti luas adalah pengertian pemerintah yang didasarkan pada teori klasik yang dikemukakan oleh Montesqieu dalam bukunya “L’espirit des Lois” (jiwa undang-undang) yang dikembangkan oleh Immanuel Kant dengan sebutan trias politica yang membagi kekuasaan negara (membagi tugas pemerintahan) dalam tiga bidang kekuasaan negara dalam tiga bidang pokok yang masing-masing berdiri sendiri, lepas dari kekuasaan lainnya. Satu kekuasaan hanya mempunyai 1 (satu) fungsi saja: (1) Kekuasaan legislatif menjalankan fungsi membentuk undang-undang; (2) Kekuasaan eksekutif menjalankan undang-undang/pemerintahan; dan (3) Kekuasaan yudikatif menjalankan fungsi peradilan.7

Pendapat lain sehubungan dengan arti pemerintah secara luas juga dikemukakan oleh Van Vollenhoven yang menambahkan bagian keempat yaitu kepolisian pada pembagian dari Montesqieu. Pembagian kekuasaan yang disebut Tri Praja dari Montesqieu dan ajaran Catur Praja

dari Van Vallenhoven jika digabungkan maka kewenangan pemerintahan dalam arti luas adalah:(1)

Membentuk perundang-undangan sendiri (zelfwetgeving); (2) Melaksanakan pemerintahan sendiri

4 The Liang Gie, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia (1), Jakarta, Gunung

Agung, 1967, hlm.32.

5 Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Rajawali Press, 1988, hlm.4.

6 Bagir Manan & Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung, Alumni, 1997,

hlm.158-159.

(5)

(zelf uitvoering); (3) Melaksanakan peradilan sendiri (zelf rechtspraak); (4) Melaksanakan tugas

kepolisian sendiri (zelf politie).8

Menurut Pamudji, bahwa pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ-organ atau badan-badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara (tujuan nasional), sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ eksekutif dan jajaranya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara (tujuan nasional).9

Menurut Bagir Manan dan Kuntana Magnar, bahwa Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat kelengkapan negara, yang pada pokoknya terdiri dari cabang-cabang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudisial atau alat-alat kelengkapan negara lain yang bertindak untuk dan atas nama negara. Dalam pengertian sempit pemerintah adalah cabang kekuasaan eksekutif.10

Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pemerintah dalam arti sempit adalah organ/alat

perlengkapan Negara yang diserahi tugas pemerintahan atau melaksanakan undang-undang.11

Menurut Ermaya Suradinata, bahwa pemerintah adalah lembaga atau badan-badan publik yang mempunyai fungsi melakukan upaya untuk mencapai tujuan negara. Sedangkan pemerintahan adalah semua kegiatan lembaga atau badan-badan publik tersebut dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan negara.12

Menurut Soehardjo, pemerintahan sebagai organisasi bilamana kita mempelajari ketentuan-ketentuan susunan organisasi, termasuk di dalamnya fungsi, penugasan, kewenangan, dan kewajiban masing-masing departemen pemerintahan, badan-badan, instansi serta dinas-dinas

8 Amrah Muslimin, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung, Alumni, 1978, hlm.45.

9 Zaidan Nawawi, Manajemen Pemerintahan, Cetakan Pertama, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2013,

hlm.19.

10 Bagir Manan & Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung, Alumni,

1997, hlm.158-159.

11 SF. Marbun & Moh. Mahfud MD, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta, Liberty, 1987,

hlm.8-9.

12

Ermaya Suradinata, Organisasi dan Manajemen Pemerintahan Dalam Era Globalisasi, Bandung, CV Ramadhan, 1998, hlm.6.

(6)

pemerintahan. Sebagai fungsi kita meneliti ketentuan-ketentuan yang mengatur apa dan cara

tindakan aparatur pemerintahan sesuai dengan kewenangan masing-masing.13

Syaukani HR, Affan Gaffar dan Ryaas Rasyid, mengatakan bahwa pemerintahan adalah kegiatan penyelenggaraan negara guna memberikan pelayanan dan perlindungan bagi segenap warga masyarakat, melakukan pengaturan, mobilisasi semua sumber daya yang diperlukan, serta membina hubungan baik di dalam lingkungan negara ataupun dengan negara lain.14

2) Konsep Kepemerintahan yang Baik

Lahirnya konsep good governance berawal dari adanya kepentingan lembaga-lembaga donor seperti PBB, Bank Dunia, ADB maupun IMF dalam memberikan bantuan pinjaman modal kepada negara-negara yang sedang berkembang. Dalam perkembangan selanjutnya good governance ditetapkan sebagai syarat bagi negara yang membutuhkan pinjaman dana, sehingga good

governance digunakan sebagai standar penentu untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan

berkeadilan. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena konsep dan program lembaga-lembaga donatur dunia berorientasi pada pengentasan kemiskinan, dan kemiskinan menjadi salah satu faktor penghambat berkembangnya pembangunan dalam suatu negara. Konsep good governance mengemuka menjadi paradigma tidak dapat dilepaskan dari adanya konsep governance, yang menurut sejarah pertama kali diadopsi oleh para praktisi di lembaga pembangunan internasional, yang mengandung konotasi kinerja efektif yang terkait dengan management publik dan korupsi. Di dalam literatur governance didefinisikan secara variatif oleh beberapa penulis dan beberapa lembaga nasional maupun dunia.15

Konsep governance memang bukan merupakan suatu konsep baru. Meski konsep ini rumit dan bahkan kontroversial, terdapat satu pemahaman yang relatif sama mengenai pengertiannya.

13 Soehardjo, Hukum Administrasi Negara Pokok-pokok Pengertian serta Perkembangannya di Indonesia,

Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1991, hlm.11.

14 Syaukani HR, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2002, hlm.233. 15

Sadjijono, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Yogyakarta, Laksbang Pressindo, 2008, hlm.141-142.

(7)

Governance secara sederhana dapat dipahami sebagai “proses pembuatan keputusan dan proses

bagaimana keputusan-keputusan diimplementasikan atau tidak diimplementasikan.” Dengan pengertian ini, governance berlaku dan berlangsung di semua tingkatan nasional maupun daerah, dan bahkan di organisasi-organisasi non-pemerintah. Mencermati governance berarti mencermati aktor-aktor, baik formal maupun informal, dalam proses pembuatan kebijakan dan pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat, dan struktur-struktur formal dan informal yang sudah ditetapkan dan berpengaruh dalam proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan.16

Lembaga Administrasi Negara (LAN), mengartikan governance adalah proses

penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service. Lebih lanjut LAN menegaskan dilihat dari functional aspect, governance dapat ditinjau dari apakah pemerintah telah berfungsi efektif dan efisien dalam upaya mencapai tujuan yang telah digariskan atau sebaliknya.17

Seperti halnya dikemukakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) dalam Sadu Wasistiono yang mengartikan governance, adalah “the exercise of political, economic, and

administrative authority to manage a nation’s affairs at all levels”. Dengan demikian kata “governance” berarti “penggunaan” atau “pelaksanaan”, yakni penggunaan politik, ekonomi dan

administrasi untuk mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan. Di sini penekanannya pada kewenangan, kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang memiliki legitimasi. Selain itu, menurut World Bank, kata governance diartikan sebagai “the way state power is used in

managing economic and social resources for development society, yang oleh Sadu Wasistiono

dimaknai digunakan untuk mengelola sumber daya-sumber daya ekonomi dan sosial guna

pembangunan masyarakat.18

16 Tommy A. Legowo, “Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung,Good Governance dan Masa Depan

Otonomi Daerah”, Jurnal Desentralisasi Vol. 6 No. 4 Tahun 2005.

17 Lembaga Administrasi Negara Dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Akuntabilitas dan Good

Governance, Jakarta, 2000, hlm.1.

18

Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Bandung, Fokusmedia, 2003, hlm.30.

(8)

Menurut LAN, pengertian governace yang dikemukakan oleh UNDP ini didukung oleh tiga kaki yakni politik, ekonomi dan administrasi. Kaki Pertama, yaitu tata pemerintahan dibidang politik dimaksudkan sebagai proses-proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan publik, baik dilakukan oleh birokrasi sendiri maupun oleh birokrasi-birokrasi bersama politisi. Kaki kedua, yaitu tata pemerintahan dibidang ekonomi meliputi proses-proses pembuatan keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri dan interaksi di antara penyelenggara ekonomi. Sedangkan Kaki ketiga, yaitu tata pemerintahan dibidang administrasi adalah berisi implementasi proses kebijakan yang telah diputuskan oleh institusi politik.19

Menurut UNDP dalam Sadu Wasistiono, governance atau tata pemerintahan memiliki tiga domain yaitu :20 (1) negara atau tata pemerintahan (state); (2) Sektor swasta atau dunia usaha dan

(private sector); (3) Masyarakat (society).

Ketiga domain tersebut berada dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sektor pemerintahan lebih banyak memainkan peranan sebagai pembuat kebijakan, pengendalian dan pengawasan. Sektor swasta lebih banyak berkecimpung dan menjadi penggerak aktifitas di bidang ekonomi. Sedangkan sektor masyarakat merupakan obyek sekaligus subyek dari sektor pemerintahan maupun swasta. Karena di dalam masyarakatlah terjadi interaksi dibidang politik, ekonomi, maupun sosial budaya.

Pinto dalam Nisjar S. Karhi dan Joko Widodo, mengartikan governance sebagai praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan

pemerintahan secara umum dan pembangunan ekonomi pada khususnya.21

Ganie Rochman dalam Joko Widodo, mengartikan governance adalah, mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara dan sektor non-pemerintah dalam suatu kegiatan kolektif. Lebih lanjut Ganie mengatakan, bahwa dalam pengelolaan dimaksud tidak terbatas melibatkan pemerintah dan negara (state), akan tetapi juga

19 Lembaga Administrasi Negara Dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, op.cit.,hlm.5. 20

Sadu Wasistiono, op.cit.,hlm.31.

(9)

peran berbagai aktor di luar pemerintah dan negara tersebut, sehingga pihak-pihak yang terlibat sangat luas.22

Beranjak dari pengertian governance sebagai “cara” atau “penggunaan” atau “pelaksanaan” di atas, dengan good governance mengandung makna suatu cara dan pelaksanaan government yang baik, baik dalam arti tindakan atau perilaku para stakeholder dalam menjalankan pemerintahan

(government) berlandaskan pada etika atau moral.23

Istilah good governance secara etimologi diterjemahkan menjadi pengelolaan yang baik atau penyelenggaraan yang baik,24 tata pemerintahan yang baik dan berwibawa.25 Bahkan ada pendapat yang mengatakan istilah good governance lebih tepat diganti dengan istilah ethical.26

Robert C. Salomon, yang mengartikan “etika” adalah merupakan bagian dari filsafat yang meliputi hidup baik, menjadi orang yang baik, berbuat baik, dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup.27

Konsep pemerintahan yang baik, dalam makna pemerintahan, akan mengikat pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government). Konsep pemerintahan yang bersih bukan konsep normatif tentang suatu pemerintahan yang bersih. Dalam bahasa hukum (normatif), konsep pemerintahan yang bersih sejajar dengan konsep perbuatan pemerintah yang sesuai hukum (rechtmatigheid van bestuur).28

Suatu pemerintahan yang baik (good governance) akan lahir dari suatu pemerintahan yang bersih (clean government), pemerintahan yang baik (good governance) hanya dapat terwujud, manakala diselenggarakan oleh pemerintah yang baik, dan pemerintah akan baik apabila

22 Ibid.

23 Sadjijono, op.cit.,hlm.143-144.

24Moh. Mahfud MD, Ketika Gudang Kehabisan Teori Ekonomi dalam Pemerintahan Yang Bersih, Yogyakarta,

UII Press, 2000, hlm.7.

25 Bank Dunia dalam Miftah Toha, “Transparansi dan Pertanggungjawaban Publik Terhadap Tindakan

Pemerintah”, Makalah Seminar Hukum Nasional Ke-7 Jakarta Tahun 1999, hlm.2.

26 Frans H. Winarta, “Governance and Corruption”, Makalah Conference on Good Governance in East Asia

Realities, Problem, and Challenges diselenggarakan oleh CSIS 7 Nopember Jakarta Tahun 1999, hlm.3.

27 Robert C. Salomon dan Ando Karo-Karo, Etika Suatu Pengantar, Jakarta, Erlangga, 1987, hlm.2.

28 Soewoto Mulyosudarmo, “Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuasaan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat”, Makalah disampaikan dalam Forum Workshop tentang Revitalisasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Madiun 18-19 April 2000.

(10)

dilandaskan pada prinsip transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, bagaimana dapat mewujudkan kondisi pemerintahan yang baik? Hal ini kiranya kembali pada lembaga atau pejabat yang menerima tugas dan tanggung jawab sebagai penyelenggara pemerintahan, termasuk komunitas masyarakat dan organisasi non-pemerintah.29

Pemerintahan yang baik (good governance) adalah merupakan proses menyelenggarakan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan public good and service disebut governance (pemerintahan atau kepemerintahan) sedangkan praktik terbaik disebut dengan “good governance” (kepemimpinan yang baik). Agar good governance dapat menjadi kenyataan dan berjalan dengan baik, maka dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak yaitu pemerintahan dan masyarakat. Suatu sistem good governance di dalam pelaksanaan pemerintahan berorientasi di antara lain yaitu:

Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional. Kedua,

pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif dan efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Ketiga, pengawasan. Di Indonesia semangat untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance mengedepankan setelah peristiwa reformasi. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan yang mendasar antara lain sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang berbasis utama pada prinsip desentralisasi yaitu: Pertama, perubahan wewenang dan fungsi MPR.

Kedua, reformasi dalam sistem birokrasi militer (TNI). Ketiga, perubahan sistem pemilu.30

Berkaitan dengan good governance Anggito Abimanyu, pernah mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Mahfud MD, bahwa good governance “is participatory, transparent and accountable,

effective and equitable. And it promotes the rule of law dan “good governance will never credible as long as governance conditionality is imposed on a country without consulting civil society”.31

29

Sadjijono, op.cit.,hlm.150.

30 Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia;Perspektif Konstitusional, Cetakan Pertama, Yogyakarta, Total

Media, 2009, hlm.35.

31 Anggito Abimanyu dikutip oleh Moh. Mahfud MD dalam Makalah “Kapabilitas DPR dalam Pemantapan

Good Governance”, disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional Reformasi Hukum Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani (Civil Society), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman RI Jakarta 12-15 Oktober 1999, hlm.2.

(11)

Menurut Miftah Thoha, good governance disimpulkan sebagai tata pemerintahan yang terbuka, bersih, berwibawa, transparan dan bertanggung jawab.32

Good dalam good governence menurut LAN mengandung dua pengertian. Pertama, nilai-nilai

yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan sosial. Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugas-tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Berdasarkan pengertian ini, LAN kemudian mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada dua hal yaitu, Pertama orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional dan Kedua aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Selanjutnya berdasarkan uraian di atas LAN, menyimpulkan bahwa good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab serta efisien dengan menjaga “kesinergisan” interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat.33

Menurut Bank Dunia dalam laporannya mengenai “Good Governance and Development tahun 1992 yang dikutip oleh Bintan R. Saragih, mengartikan good governance sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem pengadilan yang dapat diandalkan, pemerintahan yang bertanggung jawab (accountable) pada publiknya.34

Disimak dari beberapa pengertian di atas, bahwa di dalam mengartikan atau mendefinisikan

good governance sangat dipengaruhi oleh faktor pendekatan baik ruang lingkup, hubungan, bidang,

lembaga atau organisasi. Hal ini dapat dilihat dari pengertian yang dikemukakan oleh UNDP

32 Miftah Toha, op.cit.,hlm.1-2.

33Lembaga Administrasi Negara Dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, op.cit.,hlm.6-8.

34 Bintan R. Saragih, Makalah Pembanding, “Kapabilitas DPR dalam Pemantapan Good Governance”,

disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional Reformasi Hukum Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani (Civil Society), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman RI Jakarta 12-15 Oktober, hlm.4.

(12)

(United Nations Development Programme) sebagai suatu pengertian yang sangat luas yang

menyebutkan, bahwa:35

“good government adalah suatu hubungan sinergi antara negara, sektor swasta (pasar), dan masyarakat yang berlandaskan pada sembilan karakteristik, yakni: partisipasi, rule of law, transparansi, sikap responsif, berorientasi konsensus, kesejahteraan/kebersamaan, efektif dan efisien, akuntabilitas, dan visi strategis”.

3) Prinsip Kepemerintahan yang Baik dalam Penyelenggaraan Pemerintahan

UNDP merumuskan karakteristik pemerintahan yang baik (good governance) sebagaimana dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN), yang meliputi :36

a) Partisipasi (Participation)

Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban untuk mengambil bagian dalam proses bernegara, berpemerintahan serta bermasyarakat, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi warga negara ini dilakukan tidak hanya pada tahapan implementasi, akan tetapi secara menyeluruh mulai dari tahapan penyusunan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi serta pemanfaatan hasil-hasilnya.

b) Penegakan Hukum (Rule of Law)

Good Governance dilaksanakan dalam rangka demokratisasi kehidupan berbangsa dan

bernegara. Salah satu syarat kehidupan demokrasi adalah adanya penegakan hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. Oleh karena itu langkah awal penciptaan good

governance adalah membangun sistem hukum yang sehat, baik perangkat lunak (software),

perangkat kerasnya (hardware), maupun sumber daya manusia yang menjalankan sistemnya (human ware).

35 Centre of Public Policy Study, “LSM dan Otonomi Daerah Membangun Peran Untuk Demokrasi dan Good

Governance” dalam reader Workshop and Seminar on Good Governance diselenggarakan kerja sama Utrecht Univercity dan Airlangga University Surabaya 4-6 October 2001, hlm.7.

36

Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah, Bandung, Mandar Maju, 2003, hlm.7-8.

(13)

c) Transparansi (Transparancy)

Keterbukaan adalah salah satu karakteristik good governance terutama adanya semangat zaman serba terbuka dan akibat adanya revolusi informasi. Keterbukaan mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut semua kepentingan publik. Menurut Mardiasmo, transparansi berarti keterbukaan (openness) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi. Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan dan informasi lainnya yang akan digunakan

untuk pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.37 Menurut Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional dan Departemen Dalam Negeri, bahwa transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan proses pembuatan dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai.38 Menurut Meuthia Ganie Rochman, transparansi adalah adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan preferensi publik.39

d) Daya Tanggap (Responsiveness)

Responsiveness sebagai konsekuensi logis dari keterbukaan, maka setiap komponen yang

terlibat dalam proses pembangunan good governance perlu memiliki daya tanggap terhadap keinginan maupun keluhan setiap stakeholders.

e) Consesus Orientation

Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan

terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

37 Mardiasmo, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, ANDI, 2002, hlm.30.

38 Bapenas dan Depdagri, Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan Daerah, 2002,

hlm.18.

39

Meuthia Ganie Rochman, Good Governance, Prinsip, Komponen,dan Penerapanya dalam Hak Asasi Manusia

(14)

f) Keadilan (Equity)

Semua warga negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. g) Effectiveness and Efficiency

Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber yang tersedia sebaik mungkin.

h) Akuntabilitas (Accountability)

Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi. Wahyudi Kumorotomo memberikan pengertian, bahwa akuntabilitas adalah pertanggungjawaban bawahan atas pemenuhan wewenang yang dilimpahkan kepadanya, sehingga akuntabilitas merupakan faktor

di luar individu dan perasaan pribadinya. 40 Menurut Alan Lawton dan Aidan Rose

mendefinisikan akuntabilitas sebagai:41 “a process where a person or groups of people are

required to present an account of their activities and the way in which they have or have not discharged their duties” (Akuntabilitas merupakan suatu proses di mana seseorang atau

kelompok orang diharuskan menyajikan laporan kegiatan mereka dan cara mereka sudah atau belum melaksanakan tugas-tugas mereka). Menurut Taliziduhu Ndraha, konsep akuntabilitas berawal dari konsep pertanggungjawaban, konsep pertanggungjawaban sendiri dapat dijelaskan dari adanya wewenang. Wewenang disini berarti kekuasaan yang sah. Menurut Weber ada tiga macam tipe ideal wewenang. Pertama, wewenang tradisional; Kedua, wewenang karismatik dan

Ketiga, wewenang legal rational. Yang ketigalah ini yang menjadi basis wewenang pemerintah.

Dalam perkembangannya, muncul konsep baru tentang wewenang yang dikembangkan oleh Chester I. Barnard, yang bermuara pada prinsip bahwa penggunaan wewenang harus dapat

40 Wahyudi Kumorotomo, Etika Administrasi Negara, Jakarta, PT. RajaGrafndo Persada, 1999, hlm.217. 41

Alan Lawton dan Aidan Rose, Organization&Management in the Public Sector, London, Pitman Publishing, 1991, hlm.17.

(15)

dipertanggungjawabkan. 42 Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas (accountability)

merupakan suatu istilah yang pada awalnya diterapkan untuk mengukur apakah dana publik telah digunakan secara tepat untuk tujuan di mana dana publik tadi ditetapkan dan tidak digunakan secara ilegal. Dalam perkembangannya akuntabilitas digunakan juga bagi pemerintah untuk melihat akuntabilitas efisiensi ekonomi program. Usaha-usaha tadi berusaha untuk mencari dan menemukan apakah ada penyimpangan staf atau tidak, tidak efisien apa tidak prosedur yang tidak diperlukan. Akuntabilitas menunjuk pada institusi tentang “checks and

balance” dalam sistem administrasi.43 i) Visi Strategis (Strategic Vision)

Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas serta jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Robert Hass dalam Bintang R. Saragih, juga memberi indikator tentang “good governance”, yang rumusannya meliputi lima indikator, antara lain :44

a) Melaksanakan hak asasi manusia;

b) Masyarakat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan politik; c) Melaksanakan hukum untuk melindungi kepentingan masyarakat;

d) Mengembangkan ekonomi pasar atas dasar tanggung jawab kepada masyarakat; dan e) Orientasi politik pemerintah menuju pembangunan.

Menurut pendapat Ganie Rochman dalam Joko Widodo, good governance memiliki empat unsur utama, yang meliputi accountability, kerangka hukum (rule of law), informasi, dan transparansi. Bhatta juga menyebutkan good governance ada empat unsur, antara lain: akuntabilitas

(accountability), transparansi (transparency), keterbukaan (openness), dan aturan hukum (rule of law).45

42 Taliziduhu Ndraha, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), Jakarta, Rineka Cipta, 2003, hlm.85. 43 Joko Widodo, op.cit.,hlm.148.

44

Bintan R. Saragih, op.cit.,hlm.5.

(16)

Meutia dalam Sadjijono merumuskan elemen-elemen good government, terdiri dari: a. Accountability, yang terdiri dari:46

Political accountability, yakni adanya mekanisme penggantian pejabat penguasa, tidak ada

usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan di bawah rule of law. Public accountability, yakni adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien. Berkaitan dengan akuntabilitas ini Jabbra dan Dwidevi mengemukakan adanya lima perspektif akuntabilitas, yakni: akuntabilitas organisasi/administrasi; akuntabilitas legal; akuntabilitas politik; akuntabilitas profesional; dan akuntabilitas moral.

b. Adanya suatu kerangka hukum dalam pembangunan. Dari sudut aparat birokrasi, elemen ini berarti adanya kejelasan dan pendidikan dari abdi negara terhadap sektor swasta. Dari sudut masyarakat sipil, elemen ini berarti adanya kerangka hukum yang diperlukan untuk menjamin hak-hak warga negara dalam menegakkan accountability pemerintah;

c. Informasi, yakni bahwa informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah dapat dijangkau oleh politik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik;

d. Transparansi, yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan.

Ghambir Bhatta sebagaimana dikutip Sedarmayanti, mengungkapkan unsur-unsur” utama

governance (bukan prinsip) yaitu: akuntabilitas (Accountability), transparansi (Transparacy),

keterbukaan (openess), dan aturan hukum (rule of law) ditambah dengan kompetensi managemen

(managemen competence) dan hak-hak asasi manusia (human right).47

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka beberapa hal yang dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah

46

Sadjijono, op.cit.,hlm.158.

(17)

landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai denga n saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber -sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis). Untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik (good

governance) di Indonesia tidak bisa dipisahkan dengan konsep negara demokrasi yang

dipolakan dalam penyelenggaraan negara di Indonesia. Konsep demokrasi ini sebagai salah satu landasan utama mewujudkan suatu pemerintahan yang baik, mengingat pemerintahan dikatakan demokratis manakala dalam penyelenggaraan pemerintahan senantiasa melibat kan rakyat, serta jaringan pembuatan suatu keputusan melibatkan banyak unit politik, dan prosesnya transparan sehingga rakyat bisa mengontrol ataupun memasukkan inisiatif lewat saluran yang disediakan oleh sistem politik.

Kedua, dalam konsep Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) terdapat prinsip-prinsip yang menjadi landasan dalam penyelenggaraan pemerintahan meliputi: prinsip-prinsip partisipasi (participation), penegakan hukum (rule of law), transparansi (transparancy), daya tanggap (responsiveness), consesus orientation, keadilan (equity), effectiveness and efficiency, serta akuntabilitas (accountability).

DAFTAR PUSTAKA

A. Tommy Legowo, 2005, “Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung,Good Governance dan Masa Depan Otonomi Daerah”, Jurnal Desentralisasi Vol. 6 No. 4.

Alan Lawton dan Aidan Rose, 1991, Organization & Management in the Public Sector, Pitman Publishing, London.

Amrah Muslimin, 1978, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Alumni, Bandung.

Bagir Manan & Kuntana Magnar, 1997, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Alumni, Bandung.

(18)

Bappenas dan Depdagri, 2002, Buku Pedoman Penguatan Pengamanan Program Pembangunan

Daerah, Bappenas dan Depdagri, Jakarta.

C. Robert Salomon dan Ando Karo-Karo, 1987, Etika Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta.

Dahlan Thaib, 2009, Ketatanegaraan Indonesia;Perspektif Konstitusional, Cetakan Pertama, Total Media, Yogyakarta.

E. Utrecht, 1963, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, PT. Ikhtiar, Jakarta.

Ermaya Suradinata, 1998, Organisasi dan Manajemen Pemerintahan Dalam Era Globalisasi, CV Ramadhan, Bandung.

Ganie Meuthia Rochman, 2000, Good Governance, Prinsip, Komponen,dan Penerapanya dalam

Hak Asasi Manusia (Penyelenggaraan Negara Yang Baik), Penerbit Komnas HAM, Jakarta.

H. Frans Winarta, 1999, “Governance and Corruption”, Makalah Conference on Good Governance in East Asia Realities, Problem, and Challenges diselenggarakan oleh CSIS 7 Nopember Jakarta.

Joko Widodo, 2001, Good Governance, Insan Cendekia, Surabaya.

Kencana Inu Syafii, 2002, Sistem Pemerintahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

LAN dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2000, Akuntabilitas dan Good

Governance, LAN dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Jakarta.

Liang The Gie, 1967, Pertumbuhan Pemerintahan Daerah di Negara Republik Indonesia (1), Gunung Agung, Jakarta.

Mardiasmo, 2002, Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, ANDI, Yogyakarta.

Miftah Toha, “Transparansi dan Pertanggungjawaban Publik Terhadap Tindakan Pemerintah”, Makalah Seminar Hukum Nasional Ke-7 Jakarta Tahun 1999.

Mohd. Mahfud MD, 1999, “Kapabilitas DPR dalam Pemantapan Good Governance”, makalah disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional Reformasi Hukum Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani (Civil Society), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman RI Jakarta 12-15 Oktober.

(19)

______, 2000, Ketika Gudang Kehabisan Teori Ekonomi dalam Pemerintahan Yang Bersih, UII Press, Yogyakarta.

Nata Saputra, 1988, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta.

Pipin Syarifin dan Dedah Subaedah, 2005, Hukum Pemerintahan Daerah, Pustaka Bani Quraisy, Bandung.

R. Bintang Saragih, Makalah Pembanding, “Kapabilitas DPR dalam Pemantapan Good Governance”, disampaikan dalam Seminar Hukum Nasional Reformasi Hukum Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani (Civil Society), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Departemen Kehakiman RI Jakarta 12-15 Oktober.

S. Nisjar Karhi, 1997, “Beberapa Catatan Tentang Good Governance”, Jurnal Administrasi Dan

Pembangunan, Vol. 1 No. 2.

Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta.

Sadu Wasistiono, 2003, Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Fokusmedia, Bandung.

Sedarmayanti, 2003, Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka Otonomi

Daerah, Mandar Maju, Bandung.

SF. Marbun & Moh. Mahfud MD, 1987, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta.

Soewoto Mulyosudarmo, 2000, “Tinjauan Yuridis Terhadap Kekuasaan Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat”, Makalah disampaikan dalam Forum Workshop tentang Revitalisasi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Madiun 18-19 April.

Syaukani HR, dkk, 2002, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Taliziduhu Ndraha, 2003, Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru), Rineka Cipta, Jakarta.

(20)

Zaidan Nawawi, 2013, Manajemen Pemerintahan, Cetakan Pertama, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Terkait prinsip transparansi kepada karyawan, menurut narasumber pertama perusahaan hanya memberikan informasi penting kepada setiap kepala

Mitra Tani Dua Tujuh dalam implementasinya berdasarkan pada lima prinsip yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, kewajaran dan kesetaraan

tentang prinsip Good Corporate Governance, Pasal 4 tentang tujuan penerapn prinsip Good Corporate Governance, BAB IV mengenai Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas,

Penerapan prinsip good governance dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas Betungan Kota Bengkulu telah diteapkan cukup maksimal seperti : prinsip transparansi pada

Padahal pendidikan luar sekolah adalah salah satu bentuk layanan pendidikan yang diberikan oleh pemerintah lewat Departemen Pendidikan Nasional.. Jadi

Pola demikian, menjamin bahwa setiap peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang diambil menerapkan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan keterlibatan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Terkait prinsip transparansi (keterbukaan), perusahaan telah menerapkan dengan baik kepada karyawan yang dapat dibuktikan dengan

Sehingga pemerintahan yang baik yaitu pemerintahan yang mampu mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan kebijakan yang dibuat secara politik, hukum maupun