• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Setiap aktivitas yang dilakukan dalam semua bidang kehidupan selalu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Setiap aktivitas yang dilakukan dalam semua bidang kehidupan selalu"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

7

Setiap aktivitas yang dilakukan dalam semua bidang kehidupan selalu akan menimbulkan risiko, karena tidak ada kegiatan yang yang bebas dari risiko. Menurut Oxford dictionary, risiko didefinisikan sebagai kemungkinan mengalami bahaya atau penderitaan membahayakan. Dari definisi tersebut Project Risk Management Handbook (2007) menekankan pada adanya kebutuhan untuk menghindari risiko terutama ketika mengelola proyek. Risiko tidak dapat dihindari tapi dapat dikurangi, sayangnya risiko sering diabaikan.

Secara umum, risiko dapat mengacu pada hal-hal yang sangat tidak pasti atau berbahaya. Chapman dan Cooper (1987) menjelaskan bahwa risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan keuntungan/kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera fisik, keterlambatan, sebagai konsekuensi ketidakpastian selama dilaksanakannya suatu kegiatan. Risiko dapat didefinisikan sebagai peluang terjadinya kejadian yang merugikan, yang diakibatkan adanya ketidakpastian (uncertainty) dari apa yang akan dihadapi. Ketidakpastian adalah suatu potensi perubahan yang akan terjadi di masa datang sebagai konsekuensi dan ketidakmampuan untuk mengetahui apa yang akan terjadi, bila suatu aktivitas dilakukan saat ini. Chapman dkk (2003) menegaskan bahwa sangat penting untuk menempatkan ketidakpastian (uncertainty) sebagi titik awal dalam manajemen risiko. Demikan pula Vose (1996) menyatakan bahwa bahwa risiko dan ketidakpastian adalah dua ciri kunci dalam problem bisnis dan pemerintahan yang

(2)

harus dimengerti untuk dapat mengambil keputusan dengan rasional. Dalam konteks manajemen dan ekonomi proyek-proyek konstruksi, definisi kerja risiko dan ketidakpastian akan menjadi ciri situasi dimana hasil aktual untuk aktivitas tertentu atau kegiatan cenderung menyimpang dari perkiraan atau nilai peramalan (Raftery, 1994 dalam Construction Risk Management).

Vaughan (1978) dalam Udiyana mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut:

1. Risk is the chance of loss (Risiko adalah kans kerugian)

Chance of loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan dimana terdapat suatu keterbukaan terhadap kerugian atau suatu kemungkinan kerugian.

2. Risk is the possibility of loss (Risiko adalah kemungkinan kerugian)

Istilah "possibility" berarti bahwa probabilitas suatu peristiwa berada diantara nol dan satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai sehari-hari.

3. Risk is Uncertainty (Risiko adalah ketidakpastian)

Tampaknya ada kesepakatan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Dimana munculnya risiko disebabkan karena adanya ketidakpastian.

Menurut Godfrey (1996) dalam CIRIA sumber risiko dapat berasal dari beberapa aktivitas, antara lain risiko politis, risiko lingkungan, risiko perencanaan, risiko pemasaran, risiko ekonomis, risiko keuangan, risiko alami, risiko teknis, risiko manusiawi, risiko kejahatan, dan risiko keamanan.

(3)

Dengan demikian pola pendekatan dalam pelaksanaan proyek sebaiknya menggunakan pola pendekatan berdasarkan risiko, karena risiko dan ketidakpastian itu pasti akan muncul selama pelaksanaan proyek, yang bersumber dari berbagai aktivitas dalam pelaksanaan proyek itu sendiri.

Risiko dapat dianggap sebagai faktor atau peristiwa yang mengakibatkan konsekuensi yang merugikan. Edwards (1995) dalam Construction Risk Management mendefinisikan jenis risiko sebagai berikut:

1. Fisik/material: kerugian akibat kebakaran, korosi, ledakan, struktural cacat, perang.

2. Konsekuensi: hilangnya keuntungan akibat kebakaran, pencurian.

3. Sosial: perubahan opini publik, kesadaran akan isu-isu moral (misalnya lingkungan).

4. Kewajiban hukum: kewajiban berliku-liku, kewajiban hukum, kewajiban kontraktual.

5. Politik: intervensi pemerintah, sanksi, tindakan pemerintah asing, inflasi/deflasi kebijakan, pembatasan ekspor/impor, aliansi perdagangan, perubahan dalam perundang-undangan.

6. Keuangan: prakiraan inflasi yang tidak memadai, keputusan pemasaran yang tidak tepat, kebijakan kredit.

7. Teknis: peningkatan teknologi dalam manufaktur, komunikasi, penanganan data, kesalingketergantungan para produsen, metode penyimpanan, pengendalian stok dan distribusi.

(4)

Edwards (1995) dalam Construction Risk Management mendifinisikan tiga asal timbulnya risiko dan dapat mengancam sebuah organisasi:

1. Risiko yang timbul dari luar perusahaan: bahaya alam, kegiatan pemasok, pelanggan debitur.

2. Risiko yang ada dalam perusahaan: kerusakan fisik, kecelakaan.

3. Risiko ditularkan dari perusahaan: kerusakan lingkungan, kecelakaan pekerja dll

2.2 Manajemen Risiko

Menurut Wideman (1992) dalam Husen (2009), risiko proyek dalam manajemen risiko adalah efek komulasi dari peluang kejadian yang tidak pasti, yang mempengaruhi sasaran dan tujuan proyek. Ketidakpastian akibat aktivitas manusia/teknologi dapat dikurangi dengan menggali lebih banyak informasi dan menerapkan model yang lebih baik. Manajemen risiko harus dilakukan di seluruh siklus proyek dari tahap awal sampai akhir proyek. (Project Risk Management Handbook, 2007). Ketidakpastian ini tidak dapat sepenuhnya dihilangkan tetapi dapat dikurangi dengan Analisis Risiko Sistematis (Systematis Risk Analysis).

Manajemen risiko adalah proses sistematis untuk mengidentifikasi, menganalisis dan menanggapi risiko proyek (Risk Management, 2009). Manajemen risiko didefinisikan sebagai prosedur untuk mengendalikan tingkat risiko dan untuk mengurangi dampaknya (Toakley 1989 dalam Construction Risk Management). Manajemen risiko bukan merupakan aktivitas terpisah, tapi dasar fundamental dari manajemen proyek. Dalam pengertian global, manajemen risiko

(5)

adalah suatu proses, dengan memastikan bahwa semua yang dapat dilakukan akan dilakukan untuk mencapai tujuan dari proyek dalam batas-batas proyek (Clark, Pledger dan Needier 1990 dalam Construction Risk Management).

Pada Construction Risk Management dalam arti sempit, manajemen risiko merupakan bagian dari keseluruhan proses. Setelah risiko diidentifikasi dan didefinisikan, ia tidak lagi menjadi resiko dan menjadi suatu masalah manajemen.

Seperti yang diuraikan oleh Godfrey (1996) dalam CIRIA. Analisis yang dilakukan secara sistimatis dapat membantu untuk:

1. Mengidentifikasi, menilai dan merengking risiko secara jelas. 2. Memusatkan perhatian pada risiko utama (mayor risk). 3. Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian.

4. Meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling jelek.

5. Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat dalam manajement risiko.

Selanjutnya dikatakan bahwa, keseluruhan proses analisis risiko proyek dan manajement dapat dibagi menjadi 2, yaitu analisis risiko dan manajement risiko. Sedangkan tingkat analisis risiko dibagi menjadi 2 bagian yaitu analisis kualitatif yang terfokus pada identifikasi dan penilaian risiko, serta analisis kuantitatif yang berfokus pada evaluasi probabilitas terhadap terjadinya risiko.

Tahap manajement risiko terkonsentrasi pada pengawasan kemajuan nyata pekerjaan. Didalamnya termasuk identifikasi, penerapan dan pelacakan terhadap

(6)

respon rencana, mereview perubahan sesuai dengan prioritas tanggung jawab manajemen serta memonitor status risiko.

Untuk mengatasi masalah atau konsekuensi yang mungkin timbul di masa depan dilakukan pemodelan manajemen risiko. Pemodelan manajemen risiko sistematis memberikan kerangka kerja yang efektif untuk mengidentifikasi, mengevaluasi dan menanggapi risiko dalam setiap jenis proyek. Berikut tinjauan model yang berbeda untuk manajemen risiko.

A. Construction Risk Management System (CRMS)

Model ini disajikan oleh Al-bahar (1988) dalam Construction Risk Management, memberikan kerangka kerja sistematis yang efektif untuk secara kuantitatif mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menanggapi risiko dalam proyek-proyek konstruksi. Menurut CRMS, disarankan bahwa manajemen risiko harus dilihat sebagai tanggapan mengelola daripada risiko menanggapi peristiwa setelah mereka terjadi. Oleh karena itu, tema pendekatan manajemen risiko adalah bertindak bukan bereaksi terhadap risiko proyek. Model CRMS yang diusulkan terdiri dari empat proses berikut:

1. Identifikasi risiko

2. Analisis dan evaluasi risiko 3. Respon manajemen

(7)

Gambar 2.1 Model Manajemen Risiko menurut CRMS Sumber: Construction Risk Management

Keempat proses tersebut diatur secara logis dan berurutan dengan kemajuan searah jarum jam. Model ini merupakan cara yang sistematis dalam mengelola risiko. Hubungan antar keempat proses tertutup sehingga memberikan umpan balik untuk memperbarui informasi dalam sistem dan melihat interaksi antar proses.

B. Model Raftery

Raftery (1994) dalam Construction Risk Management menggambarkan manajemen risiko dalam 3 tahapan. Model ini memfokuskan perhatian pada cara yang sistematis dalam identifikasi, analisis dan respon terhadap risiko. Seluruh tujuan dari analisis resiko adalah untuk membantu para pengambil keputusan untuk mempertimbangkan respons rasional dengan tingkat eksposur risiko yang diungkapkan oleh identifikasi dan tahap analisis.

CRMS System Administration Response Management Risk Analysis & Evaluation Risk Identification

(8)

Gambar 2.2 Siklus Manajemen risiko oleh Raftery (1994) Sumber: Construction Risk Management

Siklus ini memfokuskan pikiran dengan cara yang sistematis pada identifikasi, analisis dan respon terhadap risiko. Tujuan dari analisis resiko adalah untuk membantu para pengambil keputusan untuk mempertimbangkan respons rasional setelah identifikasi risiko dan tahap analisis risiko. Kebanyakan para profesional dalam pengelolaan risiko (misalnya Healy (1981); Hayes, Perry, Thompson, dan Wilmer (1987); dan lain-lain), sangat setuju bahwa pendekatan yang sistematis untuk manajemen risiko harus dibagi menjadi tiga tahap: identifikasi risiko, analisis risiko dan tanggapan risiko.

C. Model Flanagan dan Norman

Model pengelolaan risiko yang telah diusulkan oleh Flanagan dan Norman (1993) adalah sebuah sistem yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur semua risiko yang bisnis atau proyek sehingga dapat diambil keputusan tentang bagaimana mengelola risiko. Manajemen risiko tidak perlu rumit atau diperlukan pengumpulan data dalam jumlah besar. Ini adalah masalah akal sehat, analisis, penilaian, intuisi, pengalaman, insting dan kemauan untuk

Risk identification

Risk analysis

(9)

mengoperasikan pendekatan disiplin ke salah satu fitur yang paling kritis dari setiap usaha atau proyek di mana risiko yang dihasilkan.

Model pengelolaan risiko yang diusulkan oleh Flanagan dan Norman (1993) yang diilustrasikan pada Gambar. 4 yang menunjukkan urutan untuk menghadapi risiko. Tentu saja, sistem manajemen risiko harus diterapkan untuk setiap opsi yang sedang dipertimbangkan. Secara umum, tahapan adalah:

Gambar 2.3 Kerangka Sistem Manajemen Risiko Sumber: Flanagan dkk (1993)

Berdasarkan Gambar 2.3 dijelaskan bahwa dalam keseluruhan proses manajemen risiko, identifikasi dan penilaian risiko merupakan tahapan penting dilakukan, kualitas dari hasil suatu analisis kualitatif sangat ditentukan oleh identifikasi dan penilaian risiko. Selanjutnya risiko dikelola dengan baik sehingga tidak menjadi ancaman terhadap tujuan yang ingin dicapai.

Identifikasi Risiko

Klasifikasi Risiko

Analisis Risiko Risk Attitude

(10)

2.1.1 Identifikasi Risiko

Proses identifikasi risiko adalah langkah pertama dalam pemodelan manajemen risiko. Menurut Al-Bahar (1988) dalam Construction Risk Management sejak proses analisis risiko dan respon manajemen hanya dapat dilakukan pada risiko potensial diidentifikasi. Selain itu, akurasi dua proses ini sangat tergantung pada seberapa baik risiko proyek diidentifikasi. Akibatnya, proses harus melibatkan penyelidikan semua kemungkinan sumber proyek potensial risiko dan akibat-akibatnya.

Menurut Darmawi (2006) dalam Udiyana, pengidentifikasian risiko itu merupakan proses penganalisisan untuk menemukan secara sistematis dan secara berkesinambungan risiko (kerugian yang potensial) yang menantang perusahaan. Risiko dapat dikenali dari sumber (source), kejadian (even), dan akibat (effect). Hal pertama yang yang perlu diketahui dengan jelas adalah sumber risiko (source) dari risiko tersebut, kejadian/peristiwa (even) dan akibat (effect) dari risiko tersebut. Hubungan ketiga komponen tersebut dapat dilihat seperti Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Proses Identifikasi Risiko Sumber : Flanagan dan Norman, 1993

Menurut Al-Bahar (1988), identifikasi risiko didefinisikan sebagai: "proses sistematis dan terus-menerus mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan menilai makna awal risiko yang terkait dengan proyek konstruksi". Ada enam langkah yang terlibat dalam proses identifikasi risiko.

(11)

Gambar. 2.5 Kerangka proses identifikasi Risiko menurut Al-Bahar (1988) Sumber: Construction Risk Management

Tabel. 2.1 Faktor kunci proses identifikasi Risiko dari Al-Bahar (1988)

Langkah Key Issues

Adanya

ketidakpastian

o Mengakui adanya ketidakpastian tentang risiko

tertentu yang terkait dengan proyek

Preliminary checklist o Daftar semua potensi risiko yang mungkin dapat

terjadi dalam proyek Risk events/

consequences scenarios

o Mengidentifikasi kegiatan resiko yang berbeda dan skenario akibat yang terkait dengan setiap potensi risiko

Pemetaan risiko o Menilai pentingnya diidentifikasi risiko dengan

membangun kurva risiko Logical classification

scheme

o Mengklasifikasi potensi resiko diidentifikasi sesuai dengan sifat dan dampak potensial Risk category

summary sheet

o Mengintegrasikan partisipasi seluruh personel yang terlibat dalam tim manajemen proyek Sumber: Construction Risk Management

Adanya Ketidakpastian Preliminary Checklist Risk Events/ Consequence Scenarios Pemetaan Risiko Skema klasifikasi risiko Risk Category Summary Sheet Risk Identification Process

(12)

Menurut Flanagan dkk (1993) metoda untuk melakukan identifikasi risiko, dapat digunakan alur langkah seperti Gambar 2.6

Gambar 2.6 Alur Langkah Identifikasi Risiko Sumber: Flanagan dkk (1993)

Sumber risiko yang terkontrol adalah risiko yang dapat dikontrol oleh manajemen dan berada di bawah pengaruhnya, sedangkan pada risiko tak terkontrol terjadi hal yang sebaliknya. Dua sumber risiko dikatakan tergantung (dependen) jika salah satu sumber risiko akan memberi pengaruh terhadap sumber risiko yang lain. Sehingga ada kemungkinan satu kelompok sumber risiko tak terkontrol akan bergantung pada satu kelompok risiko terkontrol.

Kesulitan dalam pada tahap identifikasi risiko disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengidentifikasi seluruh risiko yang akan timbul mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu

Sumber dan Efek Risiko

Terkontrol Tak terkontrol

Bergantung Tak begantung

(13)

dalam mengidentifikasikan risiko terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan sumber risiko dan efek risiko itu sendiri secara komperensif (Godfrey, 1996).

Menurut Godfrey (1996) sumber-sumber risiko dapat dikelompokan menjadi 12 sumber risiko, seperti Tabel 2.2

Tabel 2.2 Sumber Risiko dan Penyebabnya Sumber Risiko Perubahan dan Ketidakpastian karena

Politis (political) Kebijaksanaan pemerintah, pendapat publik, perubahan ideologi, peraturan, kekacauan (perang, terorisme, kerusuhan) Lingkungan

(environmental)

Kontaminasi tanah atau polusi, kebisingan, perijinan, pendapat publik, kebijakan internal, peraturan lingkungan atau

persyaratan dampak lingkungan. Perencanaan

(planning)

Persyaratan perijinan, kebijaksanaan dan praktek, tata guna lahan, dampak sosial ekonomi, pendapat publik.

Pemasaran (market)

Permintaan (perkiraan), persaingan, kepuasan konsumen. Ekonomi

(economic)

Kebijaksanaan keuangan, pajak, biaya inflasi, suku bunga, nilai tukar uang.

Keuangan (financial)

Kebangkrutan, tingkat keuntungan, asuransi, pembagian risiko.

Alami (natural) Kondisi tak terduga, cuaca, gempa bumi, kebakaran, penemuan purbakala.

Proyek (project) Definisi, strategi pengadaan, persyaratan untuk kerja, standar, kepemimpinan, organisasi (kedewasaan, komitmen,

kompetensi dan pengalaman), perencanaan dan kontrol kualitas, rencana kerja, tenaga kerja dan sumber .daya, komunikasi dan budaya.

Teknis (echnical) Kelengkapan desain, efisiensi operasional, ketahanan uji. Manusia (human) Kesalahan, tidak kompeten, ketidaktahuan, kelelahan,

kemampuan komunikasi, budaya, bekerja dalam gelap atau malam hari.

Kriminal (criminal)

Kurangnya keamanan, perusakan, pencurian, penipuan, korupsi.

Keselamatan (safety

Kesehatan dan keselamatan kerja, tabrakan/benturan, keruntuhan, ledakan.

(14)

Menurut Thompson dkk (1991), untuk mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi risiko ini dapat digunakan beberapa cara, antara lain:

1. Menyusun daftar (check list) risiko berdasarkan pengalaman sebelumnya. 2. Wawancara dengan personil kunci (expert) yang terlibat dalam proyek. 3. Melalui brainstorming dengan tim pelaksana proyek.

Sedangkan menurut Godfrey (1996) identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, yaitu :

1. What can go wrong analysis

Pelaksanaan proses identifikasi terhadap risiko yang mungkin terjadi serta konskuensi yang akan ditimbulkan atas dasar sumber risiko, kejadiannya dan akibat dari risiko.

2. Brainstorming

Pelaksanaan proses identifikasi terhadap risiko suatu permasalahan yang dilakukan dengan cara brainstorming (sumbang saran/tukar pikiran/diskusi) terhadap mereka yang memiliki kompetensi dibidangnya (expertis).

3. Wawancara terstruktur (structured interviews)

Proses identifikasi risiko dilakukan dengan cara melakukan teknik wawancara terhadap mereka yang memiliki kompetensi sesuai dengan keperluan identifikasi.

4. Use of record

Pelaksanaan proses identifikasi risiko dilakukan dengan mengumpulkan dan melakukan pencatatan terhadap sumber data yang ada baik berupa hasil

(15)

pencatatan notulen maupun berita acara rapat hasil pembahasan suatu proyek. 5. Promp lists

Proses identifikasi risiko dilakukan dengan menyusun daftar yang terstruktur dan mendetail terkait dengan permasalahan yang akan diteliti.

2.1.2 Klasifikasi Risiko

Klasifikasi risiko dilakukan dengan maksud untuk memudahkan pembedaan dan pemahaman terhadap risiko tersebut, sehingga memudahkan melakukan analisis risiko. Menurut Flanagan dan Norman (1993), ada tiga cara untuk mengklasifikasikan risiko yaitu dengan mengidentifikasi konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko, seperti disajikan pada Gambar 2.7 berikut:

Gambar 2.7 Klasifikasi Risiko Sumber : Flanagan dkk (1993)

Konsekuensi risiko Jenis Risiko Pengaruh risiko Klasifikasi risiko

Risiko murni Risiko spekulatif Perusahaan Industri Proyek Lingkungan Frekuensi Konsekuensi /dampak Kemungkinan

(16)

Gambar 2.7 di atas jelas terlihat bahwa dalam mengklasifikasikan risiko dapat didasarkan konsekuensi (akibat) risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko itu. Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keseringan terjadinya, akibat risiko dan kemungkinannya. Menurut jenisnya, risiko diklasifikasikan menjadi risiko murni dan risiko spekulatif yaitu risiko bisnis dan finasial. Sedangkan bidang-bidang aktivitas yang dapat terkena pengaruh risiko meliputi semua aspek aktivitas dalam kehidupan.

Selanjutnya menurut Godfrey (1996), derajat penerimaan risiko ditentukan sebagai perkalian antara kecendrungan/frekuensi (likelihood) dengan konsekuensi (consequances) risiko.

2.1.3 Analisis Risiko

Tujuan dari analisis dan manajemen risiko adalah membantu menghindari kegagalan dan memberikan gambaran tentang apa yang terjadi bila pembangunan yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan rencana. Menurut Godfrey (1996) analisis risiko yang dilakukan secara sisitematis dapat membantu untuk:

1. Mengidentifikasi, menilai dan meranking risiko secara jelas. 2. Memusatkan perhatian pada risiko utama (major risk). 3. Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian.

4. Meminimalkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang paling jelek. 5. Mengontrol aspek ketidakpastian.

6. Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat dalam manajemen risiko.

(17)

Analisis risiko dapat dilakukan baik secara kualitatif yang terfokus pada identifikasi dan peniliaian risiko, maupun kuantitatif yang terfokus pada evaluasi probabilitas terhadap terjadinya risiko, dimana sumber risiko harus diidentifikasi dan akibatna harus dinilai atau dianalisis.

Menurut Project Management Body of Knowledge (Soeharto, 1997) analisis risiko secara kualitatif adalah proses dalam menilai pengaruh yang kuat dan kemungkinan yang terjadi dalam mengidentifikasi risiko, proses ini memprioritaskan risiko menurut akibat potensial yang ditimbulkan pada tujuan proyek yang ingin dicapai. Hal-hal yang menjadi masukan dalam melakukan analisis risiko kualitatif yaitu rencana manajemen risiko, mengidentifikasi risiko, status proyek, tipe proyek, data yang diteliti, skala pada probabilitas dan pengaruhnya serta membuat asumsi.

Selanjutnya teknik yang dapat dilakukan dalam melakukan analisis risiko kualitatif adalah :

1. Menentukan probabilitas dan pengaruh risiko. 2. Probabilitas/pengaruh risiko berdasarkan matrik. 3. Melakukan test asumsi.

4. Melakukan ranking terhadap data yang sudah lengkap.

Sedangkan hasil yang didapat melalui analisis risiko kualitatif adalah; 1. Ranking risiko secara keseluruhan pada suatu proyek.

2. Daftar (list) pada risiko yang diproritaskan.

3. Daftar (list) risiko untuk tambahan analisis dan manajemen. 4. Kecenderungan dalam hasil analisis risiko kualitatif.

(18)

Analisis dan evaluasi risiko didefinisikan oleh Al-Bahar (1988) dalam Construction Risk Management adalah "Suatu proses yang mencakup ketidakpastian dalam cara kuantitatif, dengan menggunakan teori probabilitas, untuk mengevaluasi dampak potensi risiko". Evaluasi umumnya harus berkonsentrasi pada risiko dengan probabilitas tinggi, konsekuensi finansial yang tinggi atau kombinasi daripadanya yang menghasilkan dampak keuangan yang besar.

A. Proses analisis resiko menurut Al-Bahar (1988)

Al-Bahar (1988, dalam Construction Risk Management) mengembangkan tiga langkah yang terlibat dalam proses analisis risiko yaitu:

1. Pendataan

2. Modeling ketidakpastian

3. Evaluasi dampak potensial risiko

Gambar 2.8 Prose Analisis dan Evaluasi Risiko Sumber : Al-Bahar (1988) dalam Construction Risk Management

Proses Analisa dan Evaluasi Risiko

Pendataan

Assessment of Potential Consequences

Modeling ketidakpastian

Objective Statistical Data Subjective Judgmental Data

Assessment of Probability Distribution

(19)

Pendataan

Langkah pertama dalam analisis risiko dan proses evaluasi adalah pengumpulan data yang relevan dengan eksposur risiko yang akan dievaluasi. Data ini dapat berasal dari catatan-catatan sejarah kontraktor yang berpengalaman dalam proyek-proyek masa lalu. (Al-Bahar, 1988).

Karena dalam banyak kasus, data historis yang berlaku secara langsung mengenai risiko tidak tersedia dalam jumlah yang memadai, dan penilaian subjektif akan dibutuhkan. Al-Bahar (1988) juga menyarankan bahwa tersedia data yang dikumpulkan untuk menjadi subjektif harus diperoleh melalui mempertanyakan langsung ahli atau orang dengan pengetahuan yang relevan. Disarankan penekanannya pada data historis, jika tersedia, dan data dari penilaian subjektif harus dikombinasikan.

Modeling ketidakpastian

Menurut Al-Bahar (1990), pemodelan ketidakpastian risiko mengacu pada "kuantifikasi eksplisit kemungkinan terjadinya dan konsekuensi potensial berdasarkan semua informasi yang tersedia tentang risiko yang dipertimbangkan". Kemungkinan terjadinya akan disajikan dalam bentuk probabilitas, dan potensi konsekuensi.

Evaluasi dampak potensial risiko

Setelah model ketidakpastian risiko dari berbagai peristiwa, langkah berikutnya adalah untuk mengevaluasi dampak keseluruhan risiko ini untuk satu

(20)

gambar global. Dalam proyek konstruksi, sebagian besar peristiwa risiko tidak terjadi dalam isolasi. Selain itu, sudah lazim terjadi saling ketergantungan antara berbagai peristiwa risiko, satu peristiwa risiko tergantung pada satu atau lebih peristiwa risiko lainnya. Oleh karena itu, untuk memahami dampak potensi risiko ini, analisis risiko harus menangani efek gabungan peristiwa risiko, dan memperlakukan secara eksplisit yang saling ketergantungan di antara semua risiko. (Al-Bahar, 1988).

B. Proses analisis resiko menurut Flanagan dkk (1993)

Gambar 2.9 Langkah-langkah Analisis Risiko Sumber : Flanagan dkk (1993)

RISK ANALYSIS Identifikasi Alternatif Penilaian Risiko Biaya

Pengukuran Risiko Kuantitatif Kualitatif Tunggal Jamak Penjabaran Kombinasi Analisis Simulasi Analisis Korelasi Keputusan langsung Analisis Skenario Analisis Sensivitas Berdasarkan Perbandingan Berdasarkan rangking Obyektif Subyektif Analisis Probabilitas Analisis Deskriptif Tipe dari penyebaran

Perkiraan Umlah Simulasi Hubungan dengan

item yang lain Linier/Tidak linier

(21)

Berdasarkan langkah-langkah analisis risiko menurut Flanagan dan Norman (1993), yang harus dilakukan dalam melakukan analisis risiko adalah dengan mengidentifikasikan alternatif-alternatif risiko yang mungkin akan terjadi, kemudian memberi penilaian risiko terhadap pengaruhnya kepada biaya, setelah itu dilanjutkan dengan melakukan pengukuran terhadap risiko tersebut. Pengukuran terhadap risiko tersebut bisa dilakukan dengan kualitatif yang nantinya dilanjutkan dengan analisis kuantitatif. Pengukuran dengan cara kualitatif hasil dari penilaian risiko dan identifikasi risiko lebih terfokus berupa keputusan langsung yang diambil berdasarkan ranking, perbandingan ataupun dengan analisis deskriptif, sedangkan analis secara kuantitatif dilakukan dengan melakukan analisis probabilitas, analisis sensitivitas, analisis skenario, analisis simulasi dan analisis korelasi.

2.1.4 Penerimaan Risiko (Risk Acceptability)

Analisis terhadap penerimaan risiko (risk acceptability) ditentukan berdasarkan nilai risiko yang diperoleh dari hasil perkalian antara kemungkinan (likelihood) dengan konskuensi (concequense) risiko. Menurut Godfrey (1996) penilaian tingkat penerimaan risiko (assessment of risk acceptability) adalah sebagai berikut:

(22)

Tabel 2.3 Penilaian Tingkat Penerimaan Risiko (Assessment of Risk Acceptability) ASSESSMENT OF RISK ACCEPTABILITY

Concequences Likelihood Catastropic (5) Critical (4) Serious (3) Marginal (2) Negligible (1) Frequent (5) Unacceptable (25) Unacceptable (20) Unacceptable (15) Undesirable (10) Undesirable (5) Probable (4) UnacceptabIe (20) Unacceptable (16) UndesirabIe (12) UndesirabIe (8) Acceptable (4) Occasional (3) Unacceptable (15) Undesirable (12) Undesirable (9) UndesirabIe (6) Acceptable (3) Remote (2) Undesirable (10) Undesirable (8) UndesirabIe (6) Acceptable (4) Negligible (2) Improbable (1) Undesirable (5) Acceptable (4) Acceptable (3) Negligible (2) Negligible (1)

Key Description Guidance

Unacceptable Tidak dapat diterima, harus dihilangkan atau ditransfer

Undesirable Tidak diharapkan, harus dihindari Acceptable Dapat diterima

Negligible Dapat diabaikan Sumber : Godfrey (1996) dan Suputra (2005)

Dengan tingkat penerimaan risiko dan dengan mempertimbangkan nilai risiko yang diperoleh dari skala consequences dan skala likelihood seperti yang diatas, maka dapat disusun skala penerimaan risiko (risk acceptability) sebagai berikut:

Tabel 2.4 Skala Penerimaan Risiko

Penerimaan risiko Skala penerimaan Unacceptable (tidak dapat diterima) X > 12

Undesirable (tidak diharapkan) 5 ≤ X < 12 Acceptable (dapat diterima) 2 < X < 5 Negligible (dapat diabaikan) X < 2 Sumber : Godfrey (1996) dan Suputra (2005)

(23)

Berdasarkan penerimaan risiko (risk acceptability) ini kemudian diadakan evaluasi terhadap risiko yang teridentifikasi pada kuisioner yang memerlukan tindakan mitigasi. Adapun kriteria risiko yang memerlukan tindakan mitigasi adalah semua risiko yang unacceptable dan undesirable.

2.1.5 Mitigasi Risiko

Apabila risiko yang timbul akibat suatu aktivitas sudah teridentifikasi, maka selanjutnya dilakukan upaya/tindakan untuk mengurangi risiko yang muncul. Tindakan ini disebut Risk Mitigatian (Mitigasi risiko). Risiko itu kadang-kadang tidak dapat dihilangkan sama sekali tetapi hanya dapat dikurangi sehingga akan timbul Residual risk (sisa risiko).

Gambar 2.10 Mitigasi Risiko Sumber : Flanagan dkk (1993)

Risk mitigation yang dapat dilakukan dalam majemen risiko seperti pada Gambar 2.10 dan dapat dijelaskan sebagai berikut : risk retention adalah tindakan untuk menerima/menahan risiko karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat diterima. Jika mungkin, dampak kejadian itu dapat dikurangi dengan melakukan risk reduction, walaupun dengan tindakan ini mungkin masih ada risiko risiko sisa (residual risk) yang perlu dilakukan penilaian lagi. Atau dapat juga memindahkan risiko itu (Risk transfer) kepada

Risk Retention Risk Reduction Risk Transfer Risk Avoidance Risk Mitigation

(24)

pihak ketiga misalnya kepada asuransi dengan suatu biaya tertentu. Sedangkan tindakan terakhir yang dapat dilakukan dalam mitigasi risiko adalah dengan menghindari risiko itu sendiri, jika dampak dari risiko itu tidak dapat diterima (Flanagan, dkk, 1993).

2.3 Alokasi Risiko

Setelah risiko diidentifikasi dan diklasifikasikan, kemudian risiko tersebut harus dialokasikan kepada berbagai pihak yang terikat kontrak. Alokasi ini didasarkan penilaian terhadap hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dengan risiko tersebut. Alokasi risiko merupakan penentuan dan pelimpahan tanggunga jawab terhadap suatu risiko.

Menurut Bunni (1986) menyatakan metoda yang lebih sesuai untuk alokasi risiko adalah dengan berdasakan kendali atas kehadiran dan efek yang ditimbulkan risiko jika risiko tersebut terjadi. Untuk beberapa kasus lebih cocok untuk mengalokasikan risiko berdasarkan sifat risiko tersebut atau berdasarkan kemampuan atau ketidakmampuan suatu pihak untuk melakukan pekerjaan proyek yang spesifik.

Penelitian ini menggunakan prinsip-prinsip pengalokasian risiko dari Flanagan dkk (1993) yaitu:

1. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang menimbulkan risiko,

2. Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul, 3. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol,

(25)

4. Jika risiko diluar control semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko bersama.

Jika risiko sudah dialokasikan, maka semakin kecil kemungkinan timbulnya perselisihan antara pihak yang terlibat, sebanding dengan semakin sedikitnya risiko yang belum dialokasikan. Tapi risiko yang sudah dialokasikan juga dapat menimbulkan perselisihan, jika risiko tersebut salah dialokasikan. Apalagi jika risiko tersebut menyebabkan kehilangan dan kerugian yang besar.

2.4 Proyek Konstruksi

Proyek adalah suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas. Konstruksi adalah semua kegiatan membangun suatu bangunan. Sehingga proyek konstruksi adalah suatu upaya untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur. Proyek konstruksi memiliki karakteristik unik yang tidak berulang.

A. Ciri-ciri pokok proyek menurut Soeharto (1997) adalah:

1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir;

2. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan diatas telah ditentukan;

3. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas;

4. Nonrutin, tidak berulang-ulang. Jenis dan itensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.

(26)

B. Sasaran proyek dan tiga kendala (triple constrain)

Tiga batasan di dalam proses untuk mencapai tujuan suatu proyek disebut tiga kendala (triple constrain) yang terdiri atas:

1. Anggaran, proyek harus diselesaikan dengan biaya yang tidak melebihi anggaran.

2. Jadwal, proyek harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu dan tanggal akhir yang telah ditentukan.

3. Mutu, produk atau hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan kriteria yang dipersyaratkan.

C. Jenis-jenis proyek konstruksi

Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan : 1. Bangunan gedung (rumah, kantor, pabrik dsb)

Ciri-ciri dari bangunan gedung adalah :

a. Proyek konstruksi yang mengasilkan tempat orang bekerja atau tinggal

b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit

c. Dibutuhkan manajemen terutama untuk progressing pekerjaan 2. Bagunan sipil (jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur)

Ciri-ciri dari bangunan sipil adalah :

a. Proyek konstruksi yang digunakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia

b. Dilaksanakan pada lokasi yang luas dan panjang c. Manajemen diperlukan untuk memecahkan masalah

(27)

Menurut Amrigunasti (2011), pelaksanaan atau pekerjaan sebuah proyek konstruksi dimulai dengan penyusunan perencanaan, penyusunan jadwal (penjadwalan) dan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan perencanaan diperlukan pengendalian.

2.4.1 Perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan (Imam Soeharto, 1997). Secara garis besar, perencanaan berfungsi untuk meletakkan dasar sasaran proyek, yaitu penjadwalan, anggaran dan mutu.

Pengertian di atas menekankan bahwa perencanaan merupakan suatu proses, ini berarti perencanaan tersebut mengalami tahap-tahap pengerjaan tertentu Tahap-tahap pekerjaan itu yang disebut proses. Dalam menyusun suatu perencanaan yang lengkap minimal meliputi :

a. Menentukan tujuan.

Tujuan dimaksudkan sebagai pedoman yang memberikan arah gerak dari kegiatan yang akan dilakukan.

b. Menentukan sasaran.

Sasaran adalah titik-titik tertentu yang perlu dicapai untuk mewujudkan suatu tujuan yang lelah ditetapkan sebelumnya

(28)

Untuk mengetahui sejauh mana kesiapan dan posisi maka perlu diadakan kajian terhadap posisi dan situasi awal terhadap tujuan dan sasaran yang hendak dicapai

d. Memilih alternatif.

Selalu tersedia beberapa alternatif yang dapat dipergunakan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran. Karenanya memilih alternatif yang paling sesuai untuk suatu kegiatan yang hendak dilakukan memerlukan kejelian dan pengkajian perlu dilakukan agar alternatif yang dipilih tidak merugikan kelak.

e. Menyusun rangkaian langkah untuk mencapai tujuan

Proses ini terdiri dari penetapan langkah terbaik yang mungkin dapat dilaksanakan setelah memperhatikan berbagai batasan.

Tahapan perencanaan di atas merupakan suatu rangkaian proses yang dilakukan sesuai urutannya. Dari proses tersebut perencanaan disusun dan selanjutnya dilakukan penjadwalan.

2.4.2 Penjadwalan

Penjadwalan dalam pengertian proyek konstruksi merupakan perangkat untuk menentukan aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek dalam urutan serta kerangka waktu tertentu, dalam mana setiap aktivitas harus dilaksanakan agar proyek selesai tepat waktu dengan biaya yang ekonomis (Callahan dalam Amrigunasti, 2011). Penjadwalan meliputi tenaga kerja, material, peralatan, keuangan, dan waktu. Dengan penjadwalan yang tepat maka beberapa

(29)

macam kerugian dapat dihindarkan seperti keterlambatan, pembengkakan biaya, dan perselisihan.

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penjadwalan antara lain : 1. Bagi pemilik :

a. Mengetahui waktu mulai dan selesainya proyek b. Merencanakan aliran kas.

c. Mengevaluasi efek perubahan terhadap waktu penyelesaian dan biaya proyek.

2. Bagi kontraktor:

a. Memprediksi kapan suatu kegiatan yang spesifik dimulai dan diakhiri. b. Merencanakan kebutuhan material, peralatan, dan tenaga kerja.

c. Mengatur waktu keterlibatan sub-kontraktor.

d. Menghindari konflik antara sub-kontraktor dan pekerja. e. Merencanakan aliran kas

f. Mengevaluasi efek perubahan terhadap waktu penyelesaian dan biaya proyek.

2.4.3 Pengendalian

R.J. Mockler, 1972, dalam Imam Soeharto (1997) memberikan pengertian tentang pengendalian. Menurutnya, pengendalian adalah usaha yang sistematis untuk menentukan standar yang sesuai dengan sasaran perencanaan, merancang sistem informasi, membandingkan pelaksanaan dengan standar, menganalisis kemungkinan adanya penyimpangan antara pelaksanaan dan standar, kemudian

(30)

mengambil tindakan pembetulan yang diperlukan agar sumber daya digunakan secara efektif dan efisien dalam rangka mencapai sasaran.

Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh Mockler, maka proses pengendalian proyek dapat diuraikan menjadi langkah-langkah sebagai berikut: a. Menentukan sasaran.

b. Definisi lingkup kerja.

c. Menentukan standar dan kriteria sebagai patokan dalam rangka mencapai sasaran.

d. Merancang/menyusun sistem informasi, pemantauan, dan pelaporan hasil pelaksanaan pekerjaan.

e. Mengkaji dan menganalisis hasil pekerjaan terhadap standar, kriteria, dan sasaran yang telah ditentukan.

f. Mengadakan tindakan pembetulan.

Fungsi utama pengendalian adalah memantau dan mengkaji (bila perlu mengadakan koreksi) agar langkah-langkah kegiatan terbimbing ke arah tujuan yang telah ditetapkan. Pengendalian memantau apakah hasil kegiatan yang telah dilaksanakan sesuai dengan patokan yang telah digariskan dan memastikan penggunaan sumber daya yang efektif dan efisien.

Sistem jasa konstruksi pada pemerintahan, memiliki struktur organisasi yang berbeda, yaitu:

(31)

Gambar 2.11 Struktur Organisasi Proyek Sumber : Dinas PU Kabupaten Jembrana (2009)

Bupati memberikan penggunaan anggaran kepada Kepala Dinas dan dikelola oleh Direksi yang terdiri dari Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan beserta pengawas teknis kegiatan.

2.4.4 Kegagalan bangunan menurut Undang-undang Jasa Konstruksi No.

18 tahun 1999

Kegagalan bangunan dijelaskan pada Pasal 1 Ketentuan Umum Undang-undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999. point 6 : Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa.

Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pengawas Teknis Konsultan Perencana Bupati Auditor Pemeriksa Inspektorat Kepala Dinas Pengguna Anggaran Penyedia Jasa Kontraktor

(32)

2.5 Proyek Pemerintah di kabupaten Jembrana

Pada proyek konstrusi di Kabupaten Jembrana, khususnya proyek pemerintah, awal timbulnya proyek sebagian besar bersumber dari rencana pemerintah, yang menitik beratkan pada kepentingan umum dan masyarakat. Dalam usahanya meningkatkan pembangunan di Kabupaten Jembrana, pemerintah kabupaten melakukan pembangunan dan pemeliharaan pada proyek gedung maupun infrastruktur.

Menurut Bali Post Tanggal 4 Mei 2008, beberapa proyek di Kabupaten Jembrana dinilai DPRD Jembrana mubasir bahkan ada di antaranya mangkrak. Hal tersebut dikarenakan perencanaan yang belum matang. Pernyataan Dewan ini didasari setelah melakukan sidak ke sejumlah proyek tersebut.

Proyek PU yang juga mengalami masalah adalah proyek senderan Ijogading. Ambrolnya proyek senderan sepanjang 1.620 di sisi kanan kiri Sungai Ijogading diperkirakan karena kelalaian pengawas lapangan dan rekanan. Sementara itu pihak pemborongpun sudah tidak mau memperbaikinya dan membiarkan proyek ini masuk ke ranah hukum. BPK RI perwakilan Bali dalam hasil pemeriksaannya menilai proyek tersebut rusak sebelum masa pemeliharaan berakhir dan tidak dilakukan perbaikan oleh rekanan. BPK RI perwakilan Bali menyarankan agar Bupati Jembrana memberi sanksi kepada Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) proyek tersebut, Tim Perencana proyek serta pengawas lapangan. Selain itu, BPK juga menyarankan agar PPTK proyek tersebut menyetorkan kerugian daerah ke kas negara sebesar Rp. 99 juta lebih.

(33)

Jembrana gerah mendapati beberapa proyek tahun 2008 kualitasnya rendah dan mengecewakan. Selain jebolnya senderan sungai Ijogading, proyek Gedung Kesenian di areal Jembrana Tower dan proyek lainnya yang hasilnya cenderung asal-asalan. Mengantisipasi hal itu, untuk proyek pada tahun 2009 mendatang, pemkab membentuk tim pengawas terhadap proyek yang menggunakan dana APBD. Hal ini ditandaskan Wakil Bupati Jembrana I Putu Artha belum lama ini, menurutnya selama ini proyek rekanan sering melenceng dari bestek dan kesepakatan awal, pengerjaannya pun tidak sesuai dengan kualitas yang diharapkan. Dari laporan-laporan pihak rekanan menyatakan telah sesuai tetapi buktinya sebelum melewati masa pemeliharaan banyak proyek yang kualitasnya rendah.

Selain masalah kualitas dan kuantitas, proyek konstruksi di Kabupaten Jembrana mengalami masalah keterlambatan dari batas waktu kontrak. Pada tahun anggaran 2007 terdapat 5 proyek di Dinas PULH mengalami keterlambatan, dua diantaranya adalah Pembangunan Kantor Camat Jembrana yang mengalami 52 hari keterlambatan, dan Pembangunan Kantor Bappeda dan Bawasda Kabupaten Jembrana yang mengalami 42 hari keterlambatan.

Data proyek konstruksi pada dinas-dinas di Pemerintah Kabupaten Jembrana pada tahun anggaran 2007 sampai dengan tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel.

(34)

Tabel 2.5 Data Proyek Dinas PULH Kab. Jembrana

I Tahun anggaran Jumlah Proyek bermasalah Proyek 1. Tahun anggaran 2007 60 paket 5 paket 2. Tahun anggaran 2008 116 paket 7 paket 3. Tahun anggaran 2009 51 paket 2 paket

Total 227 paket 14 paket

Sumber : Laporan Tahunan Dinas PULH Kab. Jembrana

Tabel 2.6 Data Proyek Dinas Pendidikan, Pemuda Olah Raga, Pariwisata, Kebudayaan Kab. Jembrana

II Tahun anggaran Jumlah Proyek bermasalah Proyek 1. Tahun anggaran 2007 3 paket 1 paket 2. Tahun anggaran 2008 23 paket -

3. Tahun anggaran 2009 18 paket -

Total 44 paket 1 paket

Sumber : Laporan Tahunan Disdikporaparbud Kab. Jembrana

Tabel 2.7 Data Proyek Dinas Kesehatan dan Kesejahtraan sosial Kab. Jembrana III Tahun anggaran Jumlah Proyek bermasalah Proyek

1. Tahun anggaran 2007 11 paket -

2. Tahun anggaran 2008 2 paket 1 paket

3. Tahun anggaran 2009 3 paket -

Total 16 paket 1 paket

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kesehatan dan Kesejahtraan Sosial Kab. Jembrana

(35)

Tabel 2.8 Data Proyek Dinas Pertanian Kehutanan dan Kelautan Kab. Jembrana IV Tahun anggaran Jumlah Proyek bermasalah Proyek

1. Tahun anggaran 2007 4 paket -

4. Tahun anggaran 2008 7 paket 1 paket 5. Tahun anggaran 2009 26 paket 1 paket

Total 37 paket 2 paket

Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kehutanan dan Kelautan Kab. Jembrana

Dengan melihat peristiwa-peristiwa diatas berbagai proyek pemerintah di Kabupaten Jembrana berpotensi mengalami berbagai macam risiko seperti:

1. Kebijakan pemerintah yang berdampak kurang baik bagi pelaksanaan proyek.

2. Sumber daya manusianya (SDM) yang kurang memadai,

3. Kurang bagusnya kualitas akhir proyek (tidak sesuai dengan spesifikasi) 4. Kurangnya koordinasi antara pihak-pihak yang terkait sehingga saling

lempar tanggung jawab.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut perlu adanya suatu proses manajement risiko terhadap proyek-proyek pemerintah di Kabupaten Jembrana sebagai antisipasi kemungkinan buruk yang terjadi sehingga dapat menghindari dan mengurangi akibat yang berpotensi merugikan, yang dipikul oleh Pemerintah Kabupaten Jembrana.

Kriteria proyek yang bermasalah dan dianggap mengalami kegagalan sesuai dengan Undang-undang Jasa Konstruksi No. 18 tahun 1999, dan

(36)

disesuaikan dengan kondisi Proyek Konstruksi di Kabupaten Jembrana antara lain:

1. Keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh kontraktor kepada pemerintah, tidak berfungsi baik sebagian atau secara keseluruhan.

2. Tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi baik kualitas (tidak sesuai dengan spesifikasi) maupun kuantitas (volume kurang) sehingga menjadi temuan BPK

Gambar

Gambar 2.1 Model Manajemen Risiko menurut CRMS  Sumber: Construction Risk Management
Gambar 2.3 Kerangka Sistem Manajemen Risiko  Sumber: Flanagan dkk (1993)
Gambar 2.6 Alur Langkah Identifikasi Risiko  Sumber: Flanagan dkk (1993)
Tabel 2.2 Sumber Risiko dan Penyebabnya  Sumber Risiko  Perubahan dan Ketidakpastian karena
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau hukum- hukum, rumus,

Punk sendiri bukan hanya sebuah komunitas sosial tetapi mencakup di dalamnya ideologi, politik, musik dan gaya hidup yang terangkum dalam sebuah subkultur yang menjadi

Hasil belajar akan memberikan pengaruh dalam dua bentuk: (1) Peserta didik akan mempunyai perspektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas perilaku yang

Oleh karena itu ada baiknya segala sesuatu harus mampu dijelaskan dengan komunikasi yang baik agar tidak berujung kepada reputasi yang negatif bagi suatu kelompok

By: Bhanu Sri Nugraha M.Kom | PERANCANGAN FILM KARTUN 3D (STMIK AMIKOM YOGYAKARTA) 3 Maya memungkinkan Anda mengaktifkan sumbu atas antara Y dan Z.. Pilih

Hall ini terbukti sesuai dengan kondisi dilapangan bahwa pelaku usaha belum cukup optimal menerapkan Orientasi Kwirausahaan secara maksimal terutama dalam mendeteksi pesaing

Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 7 Bandar Lampung, yang merupakan salah satu institusi pendidikan yang tentunya memiliki tujuan yang tidak berbeda dengan