• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA PenyakitInfectious Bursal Disease (IBD)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA PenyakitInfectious Bursal Disease (IBD)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

PenyakitInfectious Bursal Disease (IBD)

Infectious Bursal Disease (IBD) merupakan penyakit yang menyerang

ayam muda, baik broiler ataupun layer.Organ yang menjadi target adalah bursa Fabricius, yaitu organ sistem imun pada ayam muda. Sistem imun pada ayam muda jika terkena penyakit ini akan menyebabkan menurunnya sistem pertahanan tubuh, lebih peka terhadap patogen, respon buruk terhadap vaksinasi dan kadang menyebabkan mortalitas.

Kejadian penyakit IBD telah tersebar di seluruh dunia dan menyerang pada industri peternakan ayam.Pada tahun 1962 penyakit ini muncul dan disebut sebagai penyakit Gumboro, sesuai dengan lokasi geografik penyebaran penyakit, yakni di area Gumboro, Amerika Serikat (Muller et al. 2003).

Pada tahun 1986 di Eropa telah terjadi serangan penyakit IBD yang sangat ganas. Para ahli menamakan penyakit ini sebagai IBD strain “very virulent” (vvIBD), dimana menyebabkan kematian 70% pullet. Lesi penyakit ini sangat tipikal dengan IBD klasik.Setelah itu, penyakit IBD banyak diobservasi di Asia, Afrika dan di Amerika Selatan (Muller et al. 2003). Di Indonesia, sejak tahun 1991 penyakit IBD telah mewabah di berbagai daerah, terutama daerah yang mempunyai populasi ayam tinggi serta skala usaha besar (Tabbu, 2000).

Kerugian besar pada industri yang disebabkan oleh penyakit IBD ini adalah adanya efek imunosupresif.Efek ini menyebabkan ayam lebih peka terhadap berbagai penyakit serta menurunnya kemampuan ayam dalam merespon vaksin (Muller et al. 2003 dan Tabbu, 2000).

Butcher dan Miles (2009) menambahkan bahwa adanya penyakit IBD pada sebuah peternakan bisa menjadi infeksi berulang minimal selama 4 bulan. Sekali saja sebuah kandang terkontaminasi virus IBD maka penyakit IBD akan cenderung menyebar dan menjadi resisten pada area flok tersebut.

(2)

6

Virus Infectious Bursal Disease (IBD)

Virus IBD yang termasuk pada genus Avibirnavirus dan family

Birnaviridae.Virus ini mempunyai 2 segmen genom, yaitu A dan B. Virus IBD

mempunyai ukuran antara 55 – 65 nm.Virus berbentuk icosahedral dan tidak mempunyai envelope.Genom virus terdiri dari 2 segmen double stranded RNA. Virus tersusun atas 4 protein struktur, dimana VP2 dan VP3 merupakan protein sruktur dan komponen antigen dari kapsid virus (Mintaet al. 2005). Sementara itu Minta et al.(2005) dan Saif (2003) menuliskan adanya 5 protein virus, yaitu VP1, VP2, VP3, VP4 dan VP5, dengan berat molekul masing-masing 90 KD, 41 KD, 32 KD, 28 KD dan 21 KD.

Asam amino VP2 yang berada pada posisi 206 sampai 353 sangat penting sebagai neutralizing antigenic site.Bagian ini dinamakan sebagai VP2-variable

domain atau vVP2, dimana sebagian besar asam amino akanberbeda diantara

virus IBD yang berbeda antigenesitasnya (Minta et al. 2005).Beberapa peneliti melaporkan bahwa antigen utama yang mempunyai efek perlindungan adalah VP2(Tabbu, 2000).

Sebagaimana umumnya sifat virus tanpa envelope, virus IBD sangat stabil dalam kondisi fisik dan kimiawi, antara lain resisten terhadap eter dan kloroform, dapat diinaktivasi pada pH 12, masih tetap aktif pada suhu 56 C selama > 5 jam dan akan mati pada suhu 70 selama 30 menit. Virus IBD juga peka terhadap pelarut organik dan juga peka terhadap formalin dan kelompok iodofor.Sehubungan dengan ketahanan virus IBD terhadap pengaruh lingkungan dan bahan kimiawi maka virus ini dapat bertahan dalam kandang ayam dan lingkungan dalam periode yang lama walaupun telah dilakukan sanitasi/ desinfeksi (Tabbu, 2000).

Virus IBD diklasifikasikan menjadi 2 serotipe, yaitu serotipe 1 dan serotipe 2.Kedua serotipe ini bisa dibedakan dengan virus-neutralization test (VN), tetapi tidak bisa dibedakan dengan Enzim Linked Immunosorbent Assay (ELISA).Isolat serotipe 2 bisa didapatkan pada ayam dan kalkun (Saif, 2003).Serotipe 1 bisa diperoleh dari ayam, bebek dan kalkun (Tabbu, 2000).

(3)

7 Gambar 1Gambar skematis virus IBD yang berbentuk icosahedral (Segal, 2009)

Virus IBD juga dikelompokkan berdasarkan virulensinya.Serotipe 1 menurut virulensinya dibagi menjadi 3, yaitu klasik, varian dan sangat virulen (very virulent IBD/vvIBD).Virus IBD klasik pertama kali diisolasi sebagai “infectious Bursal agent” oleh Winterfield dan Hitchnerdan diidentifikasi sebagai penyebab penyakit IBD.

Virus IBD strain varian telah dilaporkan oleh Allan pada tahun 1972, dimana infeksi virus IBD pada umur muda menyebabkan imunosupresi. Strain varian ini tetap meletup pada ayam yang memiliki antibodi maternalpada level proteksi untuk strain IBD yang standar.Strain Eropa yang termasuk strain klasik yaitu Faragher 52/70 (F52/70) , sedangkan di Amerika Serikat yang termasuk strain klasik yaitu IBD strain STC (Rudd et al. 2002)

Virus IBD yang sangat virulen atau biasa disebut vvIBD mulai diisolasi pada akhir 1980an di Netherland. Strain ini menyebar sangat cepat di seluruh Afrika, Asia dan Amerika latin (Saif, 2003). Minta et al. (2005) menyebutkan bahwa virus Polandia yang termasuk dalam strain vvIBD antara lain adalah 91/272 dan 92/111. Virus Isolat asli Indonesia yang telah dikarakterisasi dan diberi nama Tasik 94 juga termasuk dalam klasifikasi vvIBD (Ruddet al. 2002).

Identifikasi dan Karakterisasi Molekular Virus IBD

Sareyyupoglu(2005) melaporkan bahwa penentuan strain virus IBD sangat memerlukankarakterisasi antigenik dan virulensi virus berdasarkan geografisnya.Metode konvensional yang sering digunakan adalah VN

(4)

(virus-8

netralization) dan AC-ELISA (Antigen CaptureELISA) dengan menggunakan

monoklonal antibodi.

Metode dengan dasar asam nukleat sangat berguna dan aman karena tidak memerlukan isolasi dan propagasi pada kultur jaringan atau telur ayam berembrio. Beberapa peneliti melaporkankegunaan metode-metode tersebutuntuk identifikasi dan genotyping strain virus lapangan. Metode tersebut antara lain :Restriction

Enzyme Analysis (REA), Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP), Multiplex PCR, Real-Time RT- PCR, Nucleotide dandeduced amino acid sequence analysis dan Reverse Genetics.

Peighambari et al.(2008)telah melakukan karakterisasi isolat virus IBDyang dikumpulkan dari Iran pada tahun 2005 – 2006 dan mengelompokkannya menjadi vvIBD dan IBD klasik. RT-PCR (Reverse

Transcriptase PCR) digunakan untuk mengamplifikasi fragmen gen VP2 (743 bp)

isolat yang diperiksa.Digesti dengan 2 macam enzim yaitu BspMI dan SacI.Dari 49 sampel bursa asal broiler dan layer yang diperiksa, 75,5 % sampel positif dengan RT-PCR.Kemudiandigestiondilakukan dengan 2 macam restriction

enzyme (BspMI dan SacI)dan menunjukkan kecocokan 91,9% dengan vvIBD,

8,1% dengan IBD klasik. Analisis dengan restriction enzyme telah dibandingkan dengan isolat lain yang tersedia sequen nukleotidanya dan direferensikan oleh

Genbank.

Identifikasi dan karakterisasi molekuler virus dari sebuah flok yang terserang wabahIBD di Brazil baratdaya juga dilaporkanoleh Paula et

al.(2004).Sampel bursa diperiksa dengan teknikRT-PCR untuk mengamplifikasi

gen hypervariabel-region VP2.Amplikon kemudian didigesti dengan restriction

enzyme TaqI, StyI dan SspI, tetapi tidak dengan SacI.Selanjutnya analisis

sekuennukleotidamengidentifikasi adanyaalanine, leucine danisoleucinepada posisi asam amino ke 222, 256 dan 294yang umum ditemukan pada strain vvIBD. Keberadaan genotip vvIBD pada layer yang telah divaksinasi dilaporkan terjadi di Turki oleh Ceribaci et al.(2007).Sekuensing daerah hypervariabelgen VP2menunjukkan bahwa isolat virus lapang vvIBD di Turki memiliki hubungan

(5)

9 kedekatan dengan vvIBD strain Eropa dan Asia dibanding dengan strain klasik danbukan disebabkanoleh vvIBD strain baru.

Virus IBD di Indonesia

Virus lapangan di Indonesia telah diteliti oleh Rudd et al. pada tahun 2002. Mereka telah mendapatkan hasil berupa sekuen nukleotida yang lengkap dari virus IBD lapangan Indonesia dan juga sekuen asam amino dari segmen genom A dan B. Isolat yang diteliti disebut sebagai isolat Tasik 94, yang mirip dengan strain vvIBD yang beredardi Eropa, terutamamemiliki homologi nukleotida yang sangat besar (99,7 %) dengan vvIBD strain Belanda, yaitu : D6948 seperti ditunjukkan pada Gambar2 berikut ini.

Gambar 2Skema karakteristik vvIBD Indonesia.Hubungan phylogenetic dari 15 strain virus IBD Serotipe I berdasarkan sequen nukleotida pada poliprotein VP2-VP4-VP3.Garis cabang merupakan proporsi perkiraan jarak genetiknya, sedangkan garis-garis batang unit merupakan substitusi nukleotida per cabang. ( Rudd et al. 2002)

Isolat lokal Indonesia juga telah diisolasi oleh Suwarno dan Rahardjo (2005) di beberapa daerah di Jawa Timur, yaitu Lamongan dan Kediri. Isolat ini selanjutnya diteliti karakterisasinya, meliputi imunogenitas dan antigenesitas protein VP2, sebagai dasar pengembangan vaksin sub unit.Hasilnya menunjukkan

(6)

10

bahwa berat molekul VP2 isolat ini adalah 44 kDa, dan protein ini bersifat imunogenik yang bisa menginduksi produksi antibodi spesifik.

Diagnosa Penyakit IBD

1. Lesi Patologi dan Berat Relatif Bursa (Index Bursa)

Diagnosa penyakit IBD telah banyak dilakukan dengan berbagai metode.Islam et al. (2008) menuliskan bahwa ada hubungan antara skor lesi pada bursa dengan tingkat kematian pada infeksi IBD. Kemudian Islam et al. (2008) juga melihat histopatologi dari bursa Fabricius dan membuat diagnosa, yaitu fokal nekrosis, atropi folikuler dan udema interfolikuler dengan penebalan tunika serosa, lepasnya epitel serta pembentukan sistik.Indek bursa didapatkan dari berat bursa (gram) dikalikan 1000 dibagi berat badan ayam (gram).

Seekor ayam dengan index bursa yang lebih rendah dari 0,7 dikatakan bahwa ayam tersebut mengalami atropi bursa (El-Kady et al., 2007). Index bursa juga menjadi kriteria utama untuk mengetahui adanya efek imunosupresi, disamping index limpa (Juranova et al., 2001).

Juranovaet al. (2001) menggunakan index bursa untuk melihat efek vaksinasi dari 7 macam strain vaksin IBD di Republik Czech. Selain indek bursa, Juranovaet al. (2001) juga mengukur titer antibodi dengan ELISA.

2. Titer antibodi dengan ELISA

Enzyme Linked Immunosorbent Assay atau ELISA / EIA menurut Texas

Department of State Health Sevices dibagi menjadi 2 tipe, yaitu ELISA yang digunakan untuk mendeteksi antigen dan ELISA yang digunakan untuk mendeteksi antibodi. ELISA yang digunakan untuk mendeteksi antibodi dibagi menjadi 2 metode, yaitu kompetitif dan nonkompetitif. Walaupun memiliki kesamaan prinsip, yaitu ikatan antara antigen dan antibodi, tetapi keduanya memiliki perbedaan prosedur. Berikut ini adalah perbedaan antara ELISA kompetitif dan non kompetitif .

(7)

11 Disebut juga blocking ELISA.Burgess(1995) mengatakan bahwa ELISA kompetitif memerlukan antigen untuk berikatan langsung dengan antibodi spesifik. Antibodi yang terikat kemudian akan berkompetisi dengan antibodi lain yang terikat dengan plate yang ditempeli dengan antigen. Antibodi yang akan dicari kemudian dapat dilabel dengan anti-spesiesnya supaya bisa dideteksi. 2. ELISA Non kompetitif

Pada ELISA non kompetitif molekul yang dideteksi harus memiliki 2 sisi yang bisa berikatan pada waktu yang bersamaan. Sampel yang diuji ditambahkan pada lubang plate kemudian ditambahkan enzim yang dilabel dengan antibodi (disebut konjugat).

Ho Parket al.(2009) telah melakukan penelitian tentang perbandingan kerja vaksin IBD melawan virus VVIBD dan menyajikan data berupa berat badan, lesi bursa dan perbandingan titer antibodi IBD.Data titer diukur sebelum dan sesudah diberi tantangan virus.Marti’nez-Torrecuadrada et al.(2000) juga telah melakukan penelitian dengan membandingkan beberapa antigen dan kit ELISA komersial. Beberapa antigen/kit tersebut adalah VPX, VP3, Idexx dan KPL.Level antibodi yang biasanya diukur dengan ELISA merupakan informasi yang sangat berguna untuk beberapa hal. Pertama adalah mengevaluasi keberhasilan vaksin, kedua mengidentifikasi adanya kemungkinan infeksi dari patogen lingkungan serta melihat strategi vaksinasi yang optimum (Saif, 2003).Ayam akanmeningkat level antibodinya jika terkena patogen dari lingkungan atau dengan dilakukan

active-immunity, yaitu dengan vaksinasi. Peningkatan level antibodi ini

memerlukan waktu beberapa minggu, sehingga pengukuran antibodi harus mempertimbangkan waktu pasca vaksinasi atau pasca infeksi.

Adanya level tertentu dari antibodi memberikan fungsi proteksi pada ayam, terutama jika ada patogen lingkungan yang homolog menginfeksi. Oleh karena itu jika vaksinasi telah diberikan dan target titer hasil vaksinasi telah tercapai namun masih terjadi outbreak maka dapat dikatakan bahwa ada kegagalan vaksinasi. Hal inilah yang seringkali terjadi pada infeksi IBD strain varian, dimana antibodi telah cukup protektif untuk strain IBD klasik, tetapi masih bisa terjadi outbreak IBD, yaitu IBD strain varian.

(8)

12

Proteksi terhadap patogen merupakan peranan antibodi dalam sistem imun.Imunoglobulin atau antibodi merupakan produk yang disekresikan oleh sel B. Antibodi ada di beberapa cairan tubuh tetapi bisa cepat dideteksi dari serum darah. Ada 3 mekanisme bagaimana antibodi berperan dalam pertahanan tubuh terhadap patogen, yaitu :

a. Neutralization : antibodi berikatan dengan patogen dan menetralisir spesifik patogen atau partikel virus, sehingga menghambat penempelan virus pada permukaan organ/sel target dan mencegah replikasi virus.

b. Opsonization: patogen bakteri ditempeli oleh antibodi, sehingga bisa dirusak oleh sel fagosit.

c. Complement activation : antibodi berikatan dengan permukaan patogen sehingga bisa mengaktifkan komplemen.

3. Imunohistokimia

Metode Imunohistokimia adalah suatumetode yang digunakan untuk mendeteksi ikatan antigen-antibodi pada jaringan dengan menggunakan antibodi yang homolog.Antigen yang dideteksi bisa berupa virus atau bakteri ataupun suatu protein tertentu. Ada 2 macam imunohistokimia berdasarkan reaksi yang diterapkan, yaitu Direct immunohistochemistry atau imunohistokimia langsung dan Indirect immunohistochemistry atau imunohistokimia tak langsung.

Gambar 3Skema imunohistokimia langsung dan tak langsung (Ramos-Vara, 1999)

Imunohistokimia tak langsung berbeda dengan imunohistokimia langsung karena adanya antibodi sekunder yang berikatan dengan antibodi primer dan

(9)

13 dilabel dengan enzim. Kemudian komplek ini berikatan dengan kromogen dalam proses pewarnaan.

Gambar 4Skema imunohistokimia tak langsung dengan metode ABC (Avidin Biotin Complex), (Vector Laboratories, 2010)

Diagnosa IBD dengan menggunakan imunohistokimia telah dilakukan oleh Hamoudet al.pada tahun 2007. Mereka menggunakan blok parafin dan DAKO Envision System, yaitu kit yang berisi antibodi sekunder, yaitu peroxide yang dilabel konjugat antimouse atau antirabbit. Para peneliti juga melakukan berbagai variasi pH formalin, suhu formalin, variasi durasi fiksasi formalin dan konsentrasi formalin. Hasil penelitian ini mereferensikan berbagai hal teknis imunohistokimia. Suhu fiksasi optimal dilakukan pada 4º C, dan pH yang optimal adalah pada kisaran 5 – 9. Dan diluar kisaran pH tersebut bisa menyebabkan

tissue alteration dan reactive epitope.

4.PCR

Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) menurut Yuwono (2006) adalah teknik pelipatgandaan DNA secara eksponensial. Untuk melakukan teknik ini ada beberapa komponen yang harus ada, yaitu : pertama DNA cetakan, kedua oligonuklotida primer, ketiga dNTP (deoksiribonukleotida trifosfat), yang terdiri atas dATP, dCTP, dGTP dan dTTP, dan yang keempat adalah enzim DNA polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA.

Dalam perkembangannya, PCR tidak hanya dilakukan pada DNA saja, tetapi juga dilakukan untuk RNA.Pada reaksi ini terlebih dahulu dilakukan

(10)

14

transkripsi balik (reverse transcriptation) terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh cDNA. Molekul cDNA inilah yang digunakan sebagai cetakan pada proses PCR.

Deteksi virus IBD dengan PCR telah dilakukan oleh Dittal et al. (2005).Mereka melakukan deteksi virus dari infeksi lapangan di India.Hamoud et

al. (2007) juga melakukan deteksi IBD dengan PCR, bersamaan dengan

imunohistokimia.

PCR telah digunakan oleh Barlic-Maganja et. al. (2002) bersamaan dengan metode ELISA dari produk amplifikasi. Mereka menggunakan virus IBD strain vaksin dan isolat lapangan untuk optimalisasi produk PCR dan untuk determinasi kondisi dari hibridisasi mikroplate.Selanjutnya dipakai deteksi

colorimetric dari amplikon.MetodePCR juga telah dikembangkan oleh Kusk et al.

(2005) untuk membedakan beberapa strain spesifik dari virus IBD. Mereka telah membuat membuat susunan nukleotida untuk primer multiplek PCR. Strain yang dipakai adalah 2 strainvirus tantang(DK01 dan F52/70) serta 3 strain virus vaksin (Bursine-2, 228E dan D78).

Vaksin dan Vaksinasi IBD

Sampai saat ini vaksin yang ada di pasaran dibedakan ke dalam 4 kategori menurut jenis virus dan efek patologi yang dihasilkan. Berikut ini adalah pembagian golongan vaksin menurut Segal (2009):

1. Mild vaccine: tingkat invasive rendah, dinetralisir ketika level maternal antibodi rendah.

2. Intermediate vaccine : tingkat invasive sedang, merangsang antibodi IBD ketika titer maternal antibodi rata-rata adalah 200 (ELISA Idexx) dan <= 6 log 2 (VN). Kadang-kadang tidak efektif untuk melindungi akut IBDV.

3. Intermediate plus vaccine :invasive tinggi, merangsang antibodi IBD ketika titer rata-rata maternal antibodi masih tinggi, yaitu 500 (ELISA Idexx) dan <= 8 log 2 (VN). Tidak disarankan untuk diaplikasikan sebelum umur 10 hari (broiler) dan 15 hari (breeder layer). Hal ini untuk mencegah kerusakan pada bursa. Sangat cocok untuk mencegah tipe akut klinis IBDV

(11)

15 4. Hot vaccine :invasive sangat tinggi dan juga memberikan residu patogenisitas tinggi pula. Sangat jarang digunakan.

Juranovaet.al. (2001)menyebutkan beberapa strain virus vaksin dan menggolong-golongkannya. Vaksin yang termasuk dalam golongan mild menurut Juranovayaitu Z 2037, OP 23 dan V2.Sedangkan vaksin golongan intermediate yaitu golongan S706. Vaksin strain V 877, V3 dan LC 75 merupakan vaksin golongan virulen.Vaksin V3 merupakan vaksin intermediate plus, artinya bahwa vaksin ini merupakan vaksin golongan hot tetapi dibuat lebih aman menyerupai vaksin intermediate. Keunggulan dari vaksin golongan intermediate yaitu memiliki efek samping yang kecil, sedangkan golongan hot memiliki efek yang kuat dan sangat agresif terhadap bursa. Maka dari itu vaksin golongan hot jarang digunakan.

Pada umumnya vaksinasi IBD dilakukan pada umur muda, mulai telur/embrio sampai ayam berumur 5 minggu.Vaksinasi dilakukan dengan tujuanmencegah atau menurunkan masalah infeksi dari lapangan.Tujuan yang kedua adalah untuk menaikkan status kebal dari ayam.Umumnya anak ayam mendapatkan perlindungan sampai umur 2-5 minggu dari antibodi maternal seiring dengan perkembangan sistem imun menjadi lebih matang (Saif, 2003). Titerantibodi maternal akan turun hingga 0 secara alamiah mulai dari DOC-ayam berumur 2-5 minggu. Kondisi inilah yang dinamakan dengan decline maternal

antibody. Berikut ini adalah grafik yang menjelaskan penurunan maternal antibodi

IBD mulai dari DOC sampai ayam berumur 35 hari yang diperoleh dari pemeriksaan serum darah dengan metode ELISA dan VN (Gambar 5).

(12)

16

Gambar 5Perbandingan hasil tes ELISA dan VN dari DOC sampai ayam umur 35 hari, ayam tidak divaksinasi (Dewell, 2008)

Dari grafik tersebut nampak bahwa dengan menggunakan ELISA jenis apapun, pada umur kira-kira 21 hari antibodi maternal akan habis. Sedangkan dengan VN, titer mendekati 4.Mengingat adanya penurunan titer antibodi maternal ini maka dilakukan vaksinasi pada umur muda. Vaksinasi dilakukan supaya seiring dengan turunnya maternal antibodi maka tubuh ayam akan membentuk antibodi hasil vaksinasi.

Moura et al. 2007 telah melaporkan aplikasi dari vaksin IBD secara in

ovo.Pada aplikasi ini vaksin diinjeksikan pada telur ayam di hatchery umur 18

hari.Vaksin yang digunakan pada penelitian ini adalah D78 dan GLS. Kemudian ayam ditantang dengan virus IBD strain klasik dan strain varian. Hasil dari aplikasi in ovo ini adalah bahwa tidak ada efek hatchability(persentase telur yang menetas di hatchery) dan tidak menimbulkan kematian.Selain itu juga tidak menimbulkan kerusakan Bursa.

Juranovaet al. (2001) juga melaporkan penggunaan beberapa vaksin IBD dan efeknya.Beberapa vaksin golongan mild, beberapa lagi golongan intermediate dan beberapa lagi gologan hot (high virulent).Dari golongan mild, didapatkan bahwa titer antibodi bisa lebih tinggi serta timbulnya atropi bursa.Pada vaksin

Decline of Maternal Antibodies as measured by ELISA and VN Assay 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 1 4 7 11 14 18 21 25 29 35 Age in Days E L IS A G M T 0 2 4 6 8 10 12 14 V N ( L o g 2 ) C-IBD IBD-XR C-IBD IBD+ E/Dl8903 GLS

(13)

17 golongan intermediate didapatkan adanya titer yang lebihrendah tetapi tidak signifikan terhadap index bursa.Sementara itu pada vaksin golongan high-virulent menimbulkantiter antibodi yang tinggi dan atropi bursa.

Gambar

Gambar 2Skema karakteristik vvIBD Indonesia.Hubungan phylogenetic dari 15 strain virus IBD  Serotipe I berdasarkan sequen nukleotida pada poliprotein VP2-VP4-VP3.Garis cabang  merupakan proporsi perkiraan jarak genetiknya, sedangkan garis-garis batang unit
Gambar 3Skema imunohistokimia langsung dan tak langsung (Ramos-Vara, 1999)
Gambar 4Skema imunohistokimia tak langsung dengan metode ABC (Avidin Biotin Complex),  ( Vector Laboratories, 2010)
Gambar 5Perbandingan hasil tes ELISA dan VN dari DOC sampai ayam umur 35 hari, ayam tidak  divaksinasi  (Dewell, 2008)

Referensi

Dokumen terkait

Biaya konstruksi bangunan untuk elemen (struktur) mempunyai kenaikan biaya akibat inflasi yang terbesar baik untuk bangunan industri, bangunan rumah maupun bangunan kantor sehingga

Aplikasi Pengenalan Alat Musik Tradisional Gamelan untuk Anak-anak di buat menggunakan software Blender 2.68 dengan menggunakan fitur game logic yang ada

Daya tahan hidup (umur) sperma baik yang disimpan pada suhu kamar maupun suhu dingin sama dengan daya tahan hidup imagoA. Hal ini berarti bahwa sperma masih hidup

Model madrasah dalam lembaga pendidikan Islam, sebagaimana dijelaskan di atas bahwa madrasah adalah bentuk lembaga pendidikan yang muncul sebagai kelanjutan dari

Intensitas birahi Sapi Induk Simmental Peranakan Ongole (SimPO) dengan Body Condition Score (BCS) berbeda tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan atau tidak

✓ Kebijakan afirmasi dalam perhitungan Dana Desa kepada daerah sangat tertinggal dan tertinggal, serta memerhatikan aspek kewilayahan untuk mempercepat pembangunan desa di

Contoh peta dinamis antara lain peta jaringan jalan ( Marah Uli, 2007:5). Peta, selain disajikan dalam bentuk lembaran terpisah dapat juga dikumpulkan dalam satu buku.

1 Birleflmifl Milletler ‹flkence Ma¤durlar› Gönüllü Fonu Mütevelli Heyeti taraf›ndan, BM’in iflkence ma¤durlar›na yard›m› ile ilgili olarak, her- kes için