• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. B. Anatomi dan Fisiologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. B. Anatomi dan Fisiologi"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP DASAR

A.

Pengertian

Diabetes Mellitus adalah kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. ( Suzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2001 ).

Diabetes Mellitus adalah lelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. ( Ilmu Penyakit Dalam Jilid III, Edisi IV )

DM adalah kondisi kronis dimana tubuh gagal menghasilkan sejumlah hormon insulin atau memberikan reaksi secara abnormal pada hormon insulin. ( http://www.buzzle.com/articles/pathophysiology-of-diabetes-mellitus.html ).

Ulkus adalah luka yang berakhir dengan kematian syaraf/ jaringan yang disebabkan oleh gangguan pengaliran darah kejaringan tersebut (Utama Hendra, 2005 ).

Jadi ulkus diabetes adalah kelainan yang ditandai dengan kenaikan kadar gula dalam darah yang terjadi karena kelainan sekresi insulin dan menyebabkan gangguan pengaliran darah kejaringan dan menyebabkan kematian syaraf atau jaringan tersebut.

B.

Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1 Anatomi Pankreas

(2)

Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi oleh fungsi hepar, pancreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan dialirkan kehepar melalui vena porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai glikogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glukagon sangat penting pada metabolisme karbohidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif.

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati yang dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain : 1.. Insulin

Insulin yaitu hormone yang menurunkan glukosa darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.

(3)

b. Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin. c. Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.

d. Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.

2. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

C. Etiologi dan Predisposisi

1. Etiologi DM tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Faktor yang mempengaruhi misalnya :

a. Faktor genetik

Penderita DM tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes tipe 1. kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ).

HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi

Adanya respon otoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

2. Pada DM tipe II mekanisme yang menyebabkan retensi insulin dan gangguan sekresi insulin masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin, selain itu terdapat pula faktor resiko seperti : a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun).

(4)

b. Obesitas.

c. Riwayat keluarga.

3. Etiologi Ulkus DM meliputi : a. Gangguan pembuluh darah

Keadaan hiperglikemi yang terus menerus akan berdampak pada kemampuan pembuluh darah tidak berkontraksi dan relaksasi berkurang. Hal ini mengakibatkan sirkulasi darah tubuh menurun. Gangguan ini mengenai pembuluh darah besar berupa pengendapan kolesterol, kalsium dan bahan-bahan jaringan sehingga terjadi pengerasan dan penyempitan dinding pembuluh darah. Aliran darah kurang lancar mengakibatkan pemberian makanan dan oksigenasi berkurang, jaringan diujung menjadi rapuh dan pembekuan darah menjadi mudah. Hal tersebut menyebabkan mudahnya timbul penyumbatan sehingga menyulitkan penyembuhan luka dan kematian jaringan.

b. Gangguan persyarafan / neuropati

Neuropati akan menghambat sinyal, rangsangan dan terputusnya komunikasi dalam tubuh. Diabetes dengan neuropati akan mengalami gangguan sensorik, motorik dan otonomik. Neuropatik sensorik ditandai dengan perasaan kebal. Neuropati motorik ditandai dengan kelemahan otot. Neuropati otonomik ditandai dengan kulit terlihat kering, pecah dan tidak ada keringat.

c. Trauma

Trauma mekanik : pemakaian sepatu yang sempit, tersandung batu, tertusuk paku, gigitan serangga.

Trauma suhu : luka bakar, terkena air panas.

Trauma kimia : pemakaian obat luar yang teralu keras. d. Infeksi

Penurunan sirkulasi darah menghambat proses penyembuhan luka. Akibatnya kuman masuk kedalam luka dan terjadi infeksi. Peningkatan kadar gula darah akan menghambat kerja leukosit dalam mengatasi infeksi, luka menjadi ulkus dan terjadi perluasan infeksi sampai ketulang.

(5)

D. Patofisiologi

Diabetes Mellitus mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat, sehingga terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan keton (ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan menyebabkan ketonurea (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun yang menyebabkan asidosis.

Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi.

Glukosuria mengakibatkan keseimbangan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang tinggi (polipagi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun, sehingga tubuh menjadi lemah.

Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan.

Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan menjadi kabur.

Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati

Diabetes mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan neuropati. (Price, 2000)

D.

Manifestasi Klinis

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas waaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh

(6)

darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu : 1. Pain (nyeri).

2. Paleness (kepucatan). 3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang) 5. Paralysis (lumpuh).

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine: 1. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).

2. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten 3 Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.

4. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

(Smeltzer dan Bare, 2001: 1220). Klasifikasi :

Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan, yaitu:

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa seluitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

F. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien dengan Diabetes

Mellitus meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan : 1) Pemicu sekresi insulin.

(7)

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin. 3) Penghambat glukoneogenesis.

4) Penghambat glukosidase alfa. b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan : 1) Penurunan berat badan yang cepat.

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis. 3) Ketoasidosis diabetik.

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat. c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. 2. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada

Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi.

Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik: a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.

b. Latihan

(8)

kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolik

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien secara total.

G. Komplikasi

1. Akut

(9)

adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan glukosa darah.

Penyebab :

a) makan kurang dari aturan yang ditentukan b) berat badan turun

c) sesudah olahraga d) sesudah melahirkan e) sembuh dari sakit

f) obat yang mempunyai efek hipoglikemia oral golongan Sulfoniurea, khususnya Glibenklamid.

b. Ketasidosis Diabetik

Merupakan defisiensi insulin berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. 2. Kronis

a. penyakit makrofaskuler a) penyakit jantung koroner

b) penyakit serebrovaskuler ( pembuluh darah otak ) c) penyakit vaskuler perifer ( pembuluh darah kaki ) b. penyakit mikrofaskuler

a) ginjal b) retina mata c) neuropati

H. Pengkajian Fokus

Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh fungsi pada organ. Data yang perlu dikaji meliputi:

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma 2. Sirkulasi

(10)

Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung 3. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites 4. Makanan / cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen

5. Neurosensori

Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang 6. Nyeri / kenyamanan

Gejala : Nyeri tekan abdomen

Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi 7. Pernafasan

Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasan

8. Seksualitas

Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita 9. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi

I. Data Penunjang

Menurut Arora (2007: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu: 1. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl mengindikasikan diabetes.

(11)

2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan

diabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.

4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.

J. Fokus Intervensi dan Rasional

1. Diagnosa no. 1

Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.

Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil : a. Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler

b. Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi. c. Kulit sekitar luka teraba hangat.

d. Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah. e. Sensorik dan motorik membaik

Rencana tindakan :

1). Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

2). Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :

(12)

istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.

Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.

3). Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.

Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.

4). Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

2. Diagnosa no. 2

Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene pada ekstrimitas.

Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria hasil : a. Berkurangnya oedema sekitar luka.

b. Pus dan jaringan berkurang c. Adanya jaringan granulasi. d. Bau busuk luka berkurang. Rencana tindakan :

1) Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.

(13)

2) Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.

3) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotic yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan penyakit. 3. Diagnosa no. 3

Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang

Kriteria hasil : a. Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang. b. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi

nyeri.

c. Ekspresi wajah klien rileks.

d. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).

Rencana tindakan :

1). Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien. Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 2). Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

(14)

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam

melakukan tindakan.

3). Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional: Rangsang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.

4). Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional: Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

5). Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien. Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan

kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin. 6). Lakukan massage saat rawat luka.

Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.

7). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

4. Diagnosa no. 4

Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal. Kriteria Hasil : a. Pergerakan paien bertambah luas

b. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).

c. Rasa nyeri berkurang.

d. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.

(15)

Rencana tindakan :

1). Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien. Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.

2). Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.

Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.

3). Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesuai kemampuan.

Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.

4). Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya. Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.

5). Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.

Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

5. Diagnosa no. 5

Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Kriteria hasil : a. Berat badan dan tinggi badan ideal. b. Pasien mematuhi dietnya.

c. Kadar gula darah dalam batas normal.

d. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia. Rencana Tindakan :

(16)

1). Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.

2). Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan. Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi

terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia. 3). Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).

4). Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.

5). Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.

Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,

pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.

6. Diagnosa no. 6

Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.

Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis). Kriteria Hasil : a. Tanda-tanda infeksi tidak ada.

b. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C ) c. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.

(17)

Rencana tindakan :

1). Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.

Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.

2). Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.

3). Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.

4). Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.

Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.

5). Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin. Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin

akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan penegak hukum dalam menyelesaikan tindak pidana korupsi yaitu dengan

Dengan tidak diberikannya wewenang pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan, maka berarti

diselesaikannya penelitian ini, maka diketahui ada beberapa faktor yang signifikan dalam mempengaruhi kepatuhan pengobatan hipertensi pada lansia antara lain;

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan beserta hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka didapatkan kesimpulan sebagai

Menurut Gunstone (2009: 51) tahapan dari CUPs yaitu: (1) Siswa diberikan suatu permasalahan matematika untuk di selesaikan secara individu, pada tahap ini siswa

yang dipertanyakan dan menentukan sumber (melalui benda konkrit, dokumen, buku, eksperimen) untuk menjawab bereksperimen menggunakan peralatan dan kelengkapan komponen dan

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Nikmat Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Pengujian alat

Bahwa mereka terdakwa masing-masing selaku cash officer dan cash supervisior menyadari, bahwa jika proses transaksi pemindahbukuan dilakukan tidak sesuai dengan