• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KETAJAMAN PENGLIHATAN DENGAN TINGKAT PENERANGAN RUANGAN PADA ANAK PANTI ASUHAN MUHAMMADIYAH DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KETAJAMAN PENGLIHATAN DENGAN TINGKAT PENERANGAN RUANGAN PADA ANAK PANTI ASUHAN MUHAMMADIYAH DI KOTA MEDAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

21

HUBUNGAN KETAJAMAN PENGLIHATAN DENGAN TINGKAT PENERANGAN RUANGAN PADA ANAK PANTI ASUHAN MUHAMMADIYAH DI KOTA MEDAN

MOHAMAD ILHAM SANDHIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA

sann.dhika@gmail.com

ABSTRACT

Eyes are used to absorb information visually by humans in carrying out various activities. Eyes are used to absorb information visually by humans in carrying out various activities. The most common visual problems in developed and developing countries are refractive and blindness disorders. To determine the relationship of visual acuity with the level of room lighting in children of the Muhammadiyah Orphanage in Medan City. The type of research used in this study is survey research that is descriptive analytic with quantitative approaches and cross-sectional design. The population of this study were children in the Muhammadiyah orphanage in Medan City. The technique used is total sampling. The room measured its level of information with lux meter. Then the sample was measured with a snellen chart in each room measured by lux meter. Data were tested for normality with the results of p <0.005. Then the Kruskall-walis test was carried out with the result of p = 0.000 (p <0.05) so that there was a relationship between the level of illumination of the visual vision. The level of illumination greatly affects the vision of an object that can reflect light. The level of luminance will also affect the ability of the eye to see the object image.

Keywords : Vision, Vision, Lumination, Lighting Level

PENDAHULUAN

Sistem indra merupakan sistem yang sangat berperan untuk mengoptimalkan proses perkembangan setiap manusia. Salah satu sistem indra manusia yang sangat penting adalah mata. Mata digunakan untuk menyerap informasi secara visual oleh manusia dalam melaksanakan berbagai kegiatan. Masalah penglihatan yang paling sering terjadi di negara maju dan berkembang adalah kelainan refraksi dan kebutaan. Data dari World Health Organization (WHO) memperkirakan penyebab terbesar perubahan kehidupan jutaan manusia adalah gangguan penglihatan. Sekitar 80% dari semua penyebab gangguan penglihatan dapat dicegah atau disembuhkan. Dalam penelitian yang dilakukan di Universitas Nasional Singapura menunjukan bahwa 89,9% mahasiswa kedoktera tahun kedua mengalami penurunan tajam penglihatan. Hal ini sebagian besar disebabkan mahasiswa kedokteran banyak melakukan kegiatan membaca buku, menggunakan alat elektronik, sehingga cenderung mengalami penurunan penglihatan.World Health Organization (WHO) mengatakan ada 246.024 juta oeang di seluruh dunia yang mengalami low vision. Negara-negara berkembang mengalami low vision diantaranya Afrika 20.407 juta, di Amerika 23.401 juta, di Eastern Mediterranean Region (EMR) 18.581 juta, di Eropa 25.502 juta, di SEAR-India 23.938 juta, di WPR-China 12.938 juta, di SEAR-India 54.544 juta, dan di China 67.264 juta.Prevalensi severe low vision penduduk di Indonesia untuk usia 6-14 tahun sebesar 0,9%. Prevalensi tertinggi berada di Lampung 1,7%, dan prevalensi terendah berada di DI Yogyakarta 0,3%.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptifanalitik dengan pendekatan kuantitatif dan desain cross-sectional untuk mengetahuihubunganketajamanpenglihatan dengan tingkat penerangan ruangan padaanakpantiasuhanMuhammadiyah di Kota Medan. Populasi penelitian ini adalah anak-anak di panti asuhan Muhammadiyah Kota Medan. Teknik yang digunakan adalah total sampling. Total sampling adalah tehnik

(2)

22

pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi. Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode wawancara dan pengukuran dengan lux meter. Tiap ruangan yang akan digunakan untuk penelitian dilakukan pengukuran tingkat luminasi cahaya dengan lux meter. Setelah itu dilakukan pengukuran visus pada tiap anak di tiap ruangan :

1. Subjek duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.

2. Diperiksa dari mata kanan, mata yang tidak diperiksa ditutup dengan telapak tangan atau penutup mata.

3. Subjek diminta untuk membaca huruf yang tertulis pada kartu Snellen yang dimulai dengan membaca baris terbawah (huruf yang terkecil) dan bila tidak terbaca pasien diminta untuk membaca baris diatasnya (huruf yang lebih besar). 4. Pemeriksa menunjuk huruf dengan cepat sehingga pasien tidak mempunyai waktu untuk berfikir/ mengingat atau

mengakomodasi.

5. Ditentukan letak baris terakhir yang masih dapat dibaca.

6. Bila subjek tidak dapat membaca huruf sampai baris normal di kartu Snellen maka pada mata tersebut dipasang lensa pinhole.

7. Jika terdapat kemajuan ketajaman penglihatan setelah dipakaikan pinhole kemungkinan subjek mengalami kelainan refraksi.

8. Jika dengan pinhole tidak ada kemajuan ketajaman penglihatan kemungkinan subjek menderita kelainan pada media refraksi seperti sikatrik kornea, katarak dan lainnya.

9. Tajam penglihatan dilaporkan 6/D dan berlanjut ke mata kiri.

10. Jika subjek tidak dapat membaca huruf yang paling atas atau terbesar maka pemeriksaan tidak dapat menggunakan kartu Snellen maka dilakukan pemeriksaan hitung jari. Dimana subjek disuruh untuk menghitung jari pemeriksa oleh yang mata normal dapat dilihat pada jarak 60 meter.

11. Mulai hitung jari pada jarak 6 meter dan ditentukan jarak yang bisa dilihat pasien dengan benar, misalnya pada jarak 5 meter maka ditulis ketajaman penglihatan subjek 5/60.

12. Bila subjek tidak dapat menghitung jari, maka pasien disuru melihat gerakan tangan pemeriksa yang oleh mata normal dapat dilihat pada jarak 300 meter maka visus adalah 1/300.

13. Bila gerakan tangan tidak dapat terlihat maka menggunakan cahaya senter, jika subjek dapat melihat lampunya menyala maka tajam penglihatan 1/~. Visus 0 bila dengan senter tidak dapat melihat lagi, yang berarti tidak dapat diambil tindakan apapun untuk memperoleh penglihatan kembali.

14. Pemeriksaan dilakukan dengan atau tanpa kacamata.

HASIL

Hasil Penelitian yang telah dilakukan.

(3)

23

Tabel 2. Frekuensi Data Visus Dengan Tingkat Penerangan 46 Lux

Tabel 3. Frekuensi Data Visus Dengan Tingkat Penerangan 54 Lux

Tabel 4. Frekuensi Data Visus Dengan Tingkat Penerangan 66 Lux

(4)

24

Tabel 6. Frekuensi Data Visus Dengan Tingkat Penerangan 86 Lux

Data dilakukan uji normalitas dengan hasil p<0.005. Data Akan berdistribusi normal jika p>0.05. Pada data yang diperoleh p<0,05 sehingga data tidak berdistribusi normal. Data yang tidak berdistribusi normal ini tidak memenuhi syarat untuk dilakukan uji One Way Anova, jadi analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji nonparametric yaitu Kruskal-Wallis. Data hasil analisis terlampir.

Tabel 7. Hubungan Ketajaman Penglihatan Dengan Tingkat Penerangan Ruangan

Setelah dilakukan uji Kruskal-Wallis, didapatkan p=0.000(p<0,05) yang bermakna bahwa terdapat hubungan ketajaman penglihatan dengan tingkat penerangan ruangan

PEMBAHASAN

Berdasarkan analisa data yang diperoleh di dapatkan pengaruh ketajaman penglihatan dengan tingkat penerangan dalam ruangan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian subagyo, 2017 bahwa tingkat penerangan sangat mempengaruhi penglihatan terhadap suatu objek yang dapat memantulkan cahaya. Dimana jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar. Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan semakin bertambah. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Paryono dan Tri 2007, bahwa tingkat penerangan berhubungan dengan tingkat ketajaman penglihatan. Dimana pada penelitian Paryono dan tri, melihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tajam penglihatan salah satunya adalah cahaya yang tersedia. Mata dipengaruhi oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, baik pengaruh fisik, kimia maupun pengaruh biologik. Pada Penelitian Amir, 2017 menyatakan bahwa ruang belajar sangat penting, yaitu dalam hal fasilitas penunjang dan pendukung. Pada penelitian ini menyatakan sering masih ada yang kurang dalam desaign ruang belajar yaitu pencahayaan. Mungkin secara umum untuk intensitas penerangan bisa dikatakan cukup memadai tetapi secara estetika dan kenyamanan masih kurang, bahkan kadang untuk penempatan control pencahayaannya masih kurang tepat. Pada penelitian Amir, 2017 meneliti mahasiswa yang kuliah dengan 38 jam

(5)

25

dalam seminggu dan satu semester selama 20 minggu. Sehingga kategori untuk belajar sangat tinggi. Dengan demikian tingkat kebosanan dan kejenuhan sering mengganggu mahasiswa, dan jika suasana, dan kondisi ruang kurang nyaman dan kurang menyenangkan maka kondisi semacam ini dapat mengggangu proses belajar mengajar dan secara psikologis dapat menyebabkan stress. Oleh karena itu maka desain arsitektur pencahayaan yang baik dan memadai perlu diperhatikan agar suasana nyaman dan menyenangkan dalam proses belajar mengajar dapat berhasil dengan baik. Penelitian Amir 2017 bahwa refleksicahaya sangat mempengaruhi dalam ketajaman penglihatan. Untuk memastikan refleksicahaya tidak menimbulkan masalah penglihatan bagi siswa khususnya mereka yang duduk dekat papan tulis. Untuk memastikan bahwa refleksicahaya tidak menimbulkan masalah penglihatan bagi siswa khususnya mereka yang duduk dekat papan tulis. Penglihatan merupakan faktor yang sangat penting dalam seluruh aspek kehidupan termasuk diantaranya pada proses pendidikan. Seorang siswa tanpa penglihatan yang baik akan sulit menyerap dan memahami pelajaran yang diberikan oleh gurunya dalam proses kegiatan belajar mangajar. Penurunan tajam penglihatan yang minimal mungkin tidak disadari oleh siswa tersebut karena kemampuan pemahaman siswa tersebut terhadap proses yang terjadi pada dirinya belum maksimal. Penerangan yang baik dalam menunjang kesuksesan proses belajar mengajar sangat penting untuk diperhatikan, tidak kalah pentingnya dari cara penyampaian materi dalam proses belajar mengajar itu sendiri. Penerangan dalam ruang tidak sekedar bisa terlihatnya suatu obyek benda, namun harus dapat dirasakan dalam suatu perasaan yang nyaman sehingga terbentuk suasana yang menyenangkan. Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga kerja dapat melihat objek yang dikerjakannya secara jelas, cepat dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Sebaliknya penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja, keluhan-keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan .

KESIMPULAN

1. Tingkat penerangan sangat mempengaruhi penglihatan terhadap suatu objek yang dapat memantulkan cahaya. 2. Tingkat luminansi juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar.

3. Mata dipengaruhi oleh keadaan lingkungan di sekitarnya, baik pengaruh fisik, kimia maupun pengaruh biologik.

REFERENSI

WHO. Global data on visual impairments 2010. Geneva: World Health Organization; 2012.

Kementrian Kesehatan RI. Pusat data dan informasi kementrian kesehatanRI 2014. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI; 2014.

BadanLitbangkesKementrianKesehatan. Risetkesehatandasar; 2013.

Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2002.

Subagyo. Kualitas Penerangan Yang Baik Sebagai Penunjang Proses Belajar Mengajar di Kelas. Orbith. Politeknik Negri Semarang. VOL 13 NO 1 . Maret 2017 : 21 – 27.

Paryono, Mahanggoro TP., Perbedaan Tingkat Ketajaman Visus antara Penambang Pasir di Sungai Serayu dan Perenang di Umbang tirto Yogyakarta. Mutiara Medika. Yogyakarta. Vol 7 No 2: 111-119, Oktober 2007.

Amir. Teknik Pencahayaan dan Tata Letak Lampu, Jilid: Pengetahuan Dasar. Jakarta: Grasindo.. Eko Nurmianto, Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Guna Widya Jakarta. 2017.

Sutrisna, Hanwar D, Indrayudha. Pelatihan Pemeriksaan Tajam Penglihatan pada Siswa Kelas 5 SD Gedongan I, Columadu. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Vol .10, No. 1, Maret 2007: 19 – 24.

Gambar

Tabel 5. Frekuensi Data Visus Dengan Tingkat Penerangan 72 Lux
Tabel 7. Hubungan Ketajaman Penglihatan Dengan Tingkat Penerangan Ruangan

Referensi

Dokumen terkait

Sn dan Yohanes Ruswanto, S.Sn., M.Sn selaku dosen pembimbing praktek drum dan pembimbing resital yang telah membagikan ilmu pengetahuan (baik praktek maupun

Ancak eğer auranız tam oturmamışsa; henüz tam net değilse o zaman ona daha parlak bir renk verin ve topraklama kordonunuzun rengini ona uydurun.. Bunu yaptığınız zaman

Merupakan tahap analisa mengenai aspek-aspek yang mendukung citra visual Fasilitas Pengembangan Ilmu Pengetahuan Luar Angkasa di Yogyakarta melalui pendekatan teknologi tinggi

Pada metode Gauss Seidel jumlah iterasi pada model jaringan 14 Bus 20 saluran dan 30 Bus 41 saluran menghasilkan iterasi 195 dan 34 untuk 5 Bus 7 saluran

4.2.1 Mengklasifikasikan garis-garis gambar teknik sesuai bentuk dan fungsi garis 4.2.2 Menggunakan garis-garis gambar teknik sesuai bentuk dan fungsi garis.. Melalui berlatih

Berdasarkan kesimpulan yang ada, maka penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: (1) Bagi perusahaan sebelum mengambil keputusan untuk penggunaan sumber

Tangan kiri diletakkan dengan lembut pada kuadran kiri atas di lateral otot rectus, minta pasien menarik nafas dalam, pada puncak inspirasi tekan tangan kiri dalam- dalam di

Batuan dengan sederhana didefinisikan sebagai agregasi dari satu atau beberapa jenis Batuan dengan sederhana didefinisikan sebagai agregasi dari satu atau beberapa jenis mineral