BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ulat Api Parasa lepida
2.1.1 Biologi
Hama ulat api merupakan salah satu hama utama di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies ulat api yang sering di jumpai pada berbagai daerah Indonesia antara lain adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna deducta, dan Darna trima, jenis yang jarang di temukan adalah Thosea veanusa, Susica palida dan Birthamula chara.
Ulat api merupakan ulat polifag atau pemakan segala tanaman. Tanaman yang dimakan, diantaranya jeruk, kelapa, teh, kina, kopi, pisang, sagu, nipah, dan kepala sawit. Jika menyinggung badannya yang berduri, bagian tubuh yang terkena akan terasa panas sperti tersengat sinar matahari (api). Oleh karena itu, ulat ini sering disebut ulat matahari atau ulat api (Pracaya, 2016).
Ulat api Parasa lepida di klasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda Subphylum : Uniramia Class : Insecta Family : Limacodidae Genus : Parasa
Spesies : Parasa lepida
Ulat api merupakan salah satu hama utama pada tanaman kelapa sawit. Hama ini merupakan hewan yang bermetomorfosis sempurna (telur, larva, dan imago). Larva hama ini merusak
tanaman dengan cara memakan daun kelapa sawit umumnya di mulai dari daun bawah menuju daun muda. Serangan hama ini dapat mengakibatkan terjadinya defoliasi yang mengakibatkan turunya produksi TBS (tandan buah segar) sebesar 40 – 60% (Pahan, 2008).
Ulat api Parasa lepida merupakan serangga hama yang menyerang banyak spesies tanaman. Ulat ini memiliki toksin yang terdapat pada duri-duri yang menyelubungi tubuhnya sehingga menimbulkan rasa seperti terbakar dan gatal jika terkena pada kulit dan oleh sebab itu ulat ini disebut dengan ulat api.
2.1.2 Siklus Hidup Hama Ulat Api Parasa lepida
Ada empat stadia yang dialami ulat Parasa lepida selama hidupnya, yaitu stadia telur 5-6 hari, ulat 33-37 hari, kepompong 19-23 hari dan ngegat. Telur diletakkan berkelompok di bagian bawah anak daun dan berwarna kekuning kuningan. Ulat muda bergaris-garis hijau diatas dasar kuning, ulat tua berwarna hijau atau hijau kekuningan dan di punggungnya terdapat sebuah pita hijau serta bercak hitam di bagian kelapa (Kapoor, K. N.; Deobhakta, S. R. and Dhamdhere, S. V. 1985).
.
Pupa 32 hari Telur 4 hari
Larva 40 hari
Gambar 2.1 Siklus hidup hama ulat api (P. lepida) Sumber: (Butani, D. K. 1974)
Tabel 2.1. Siklus hidup ulat api
Stadia Lama (hari) Keterangan
Telur 2-4 Jumlah telur 10-50 butir
Larva 30-40 Terdiri dari 7 instar, konsumsi daun 400 cm2
Pupa 28-32 Habitat di tanah
Imago - Jantan lebih kecil dari pada betina Total 59 Tergantung pada lokasi dan lingkungan Sumber: (Butani, D. K. 1974).
1. Telur Parasa lepida
Telur berbentuk bulat dan berwarna kekuning-kuningan pucat diameter telur yang baru diletakkan adalah 0,4 hingga 0,6 mm Betina bertelur sekitar 10 hingga 50 butir telur di permukaan bawah daun dewasa (David, B. V. and Ramamurthy, V. V2012).
Gambar 2.2 telur P. lepida (sumber : Dokumentasi Pribadi)
2. Larva Parasa lepida
Larva instar pertama yang baru muncul dari P. lepida berwarna kekuningan dengan warna kehijauan dan bulu-bulu runcing kecil ditemukan pada tubuh. Garis hijau paralel kecil diamati pada permukaan tubuh, panjang dan luas larva instar pertama bervariasi dari 2 sampai 4 mm, Larva instar kedua P. lepida berwarna hijau muda krem dengan strip putih paralel pada permukaan punggung yang memiliki banyak bulu-bulu menyengat Panjang dan luasnya larva instar kedua P. lepida bervariasi dari 5 sampai 6 mm, Larva instar ketiga berwarna hijau cerah dan itu adalah larva aktif dan rakus. Larva memiliki bulu beracun seperti rambut di tubuh Sentuhan larva ke tubuh manusia dapat menyebabkan efek alergi. Panjang dan lebar larva instar ketiga adalah 7 sampai 9 mm, Larva instar keempat berwarna pucat dan kehijauan memiliki garis-garis putih pada tubuh, Larva instar kelima memiliki tampilan menarik dan berwarna hijau muda. Larva telah mengembangkan mekanisme pertahanan diri dengan baik dengan empat baris sengat merah berduri pada tubuh depan dan belakang, yang dapat menyebabkan iritasi dan rasa sakit pada kulit tubuh manusia, Larva instar keenam memiliki pola pewarnaan craptic dengan tonjolan dan duri menyengat di permukaan tubuh, Larva instar ketujuh memiliki warna hijau terang , periode larva P. lepida berkisar antara 30 hingga 40 hari (Butani, D. K. 1974).
Gambar 2.3 Larva P. lepida (sumber : Dokumentasi Pribadi)
3. Pupa Parasa lepida
Pra-pupa ditutupi dengan bahan sutra dan bintik-bintik warna hitam diamati pada sisi anterior dan posterior dari tahap pra-pupa, Kepompong itu sangat keras dan terbentuk dalam cokelat cokelat seperti kepompong sutra. Pupa ulat P. lepida ditemukan di lapangan, yang melekat pada batang atau pada daun. Kepompong memiliki garis melingkar di sisi depan dan kepompong mendorong tutup melingkar dan menjulur dari kepompong tepat sebelum ngengat muncul (David, B. V. and Ramamurthy, V. V. 2012).
Gambar 2.4 pupa P. lepida (sumber : Dokumentasi Pribadi)
Ngengat dewasa (jantan dan betina) dari P. lepida berwarna hijau dan kecoklatan dengan mata majemuk hitam. Diferensiasi seksual diamati oleh karakter antena. Perempuan dan laki-laki masing-masing memiliki antena setaceous dan pectinate. Rongga dada dan perut berwarna kehijauan dengan warna keemasan gelap dan ditutupi dengan skala kecoklatan lebat. Sayap kedepan di kedua jenis kelamin lebih luas dari sayap belakang. Sayap kedepan berwarna hijau dengan warna zaitun zaitun, sedangkan sayap belakang berwarna kekuningan dan rambut warna kecoklatan hadir di kedua kaki pada kedua jenis kelamin Kapoor, K. N.; Deobhakta, S. R. and Dhamdhere, S. V. (1985).
Gambar 2.5 imago P. lepida (sumber : Dokumentasi Pribadi)
2.2 Gejala Serangan Ulat Api
Gejala serangan yang di sebabkan oleh ulat api P. lepida adalah:
- Ulat parasa hidup bergerombol sambil memakan daun kelapa sawit sehingga tinggal lidinya saja dan tanaman kelapa sawit tampak gundul.
Gambar 2.6 Gejala Serangan Ulat Api
(Sumber Dokumentasi Pribadi)
2.3 Pengendalian Hama Ulat Api 2.3.1 Dengan Cara Mengutip
Pengendalian ulat dengan cara mengutip dapat di lakukan pada tanaman muda mumur 1 sampai dengan 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 Ha. Pengutipan ulat dapat di mulai apabila pada pemeriksaan global banyak ulat yang di temukan 3-5 ekor/ pelepah.
2.3.2 Dengan Cara Biologis
Pengendalian ulat dengan cara biologis dapat di lakukan dengan menggunakan insektisida biologis yang siap pakai yang mengandung bakteri Basillus thungiriensis (Nirasanti, 2011)
Menanam bunga pukul delapan Turnera sp, sebagai habitat bagi organism parasitoit dewasa karena memiliki nectar sebagai sumber makanan mereka. Ketika mereka bertelur, mereka akan mulai mencari tubuh serangga untuk meletakkan telurnya. Bunga pukul delapan Turnera sp berfungsi sebagai lokasi hidup kumbang yang dapat membunuh larva ulat api (Lubis, dkk, 2013)
Gambar 2.7 Turnera sp (Sumber Dokumentasi Pribadi)
2.3.3 Dengan Cara Kimiawi
Yaitu menyemprotkan dengan insektisida misalnya Dimecron 50 EC, Suprecide 10 EC atau Ambush 2 EC.
2.3.4 Dengan Cara Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikro organisme entomopatogenik, yaitu virus Nudaurelia, multiple mucleopolyhedovirus (MNPV), dan Jamur cordyceps militaris. Virus Nudaurelia dan MNPV efektif untuk mengendalikan hama pada stadium ulat, sedangkan jamur cordyceps militaris efektif untuk kepompong (Sudharto et al, 1990a, b).
Selain beberapa entomopatogen di atas, populasi ulat api dapat stabil secara alami di lapangan oleh adanya musuh alami yaitu predator dan parasitoid. Predator ulat api yang sering di temukan adalah Eochantecona furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) (Sudharto et al, 1990a, b) dan Sycanus leucomesus (Hemiptera : Reduviidae).
2.3.5 Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu
Penerapan sistem pengendalian hama terpadu terhadap ulat pemakan daun diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Dalam system ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran di perlukan sebagai penyusunan taktik pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya di lakukan apabila populasi kritis yang di tentukan, serta mengutamanakan pelestarian dan pemanfaataan musuh alami yang ada dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit. (Prawirosukarto, 2002).
Monitoring populasi ulat dapat di lakukan dalam jangka waktu satu bulan sekali, namun apabila di lakukan pengendalian maka monitoring populasi dilakukan sebelum dan seminggu setelah pengendalian. Hal ini perlu di lakukan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pengendalian ulang (Prawirosukarto, 2002)
Pengendalian hama terpadu (PHT) yang apabila penggunaan pestisida disarankan seminimal mungkin dan menjadi pilihan terakhir, jika cara lain tidak dapat menghentikan laju populasi lama. Meskipun demikian sampai saat ini dalam prakteknya penggunaan pestisida sangat dominan. Oleh sebab itu pengetahuan mengenai pestisida dan cara aplikasinya sangat penting bagi perkebunan kelapa sawit di Indonesia untuk menjaga kelestarian agroekosistem pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan (Susanto, 2008).
Berikut mekanisme pengendalian hama terpadu disajikan dalam gambar.
MONITORING POPULASI
POPULASI KRITIS
DI BAWAH DI ATAS
PENGENDALIAN SECARA RAMAH
LINGKUNGAN PENGENDALIAN SECARA
MENYELURUH
EVALUASI
Gambar 2.8 Mekanisme pengendalian hama terpadu. (Sumber: Susanto, 2012)
2.4 Tanaman Mengkudu (Morinda citrifolia L)
Klasifikasi Mengkudu (Morinda citrifolia L)
Tanaman mengkudu diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Angiospermae
Sub filum : Dicotyledoneae Divisio : Lignosae Family : Rubiaceae Genus : Morinda Spesies : M. citrifolia, L.
Gambar 2.9. Buah Mengkudu (Sumber Foto Langsung)
Mengkudu termasuk jenis tanaman pohon dan berbatang bengkok, ketinggian dapat mencapai 3-8 m. Daun tunggal dengan ujung dan pangkal
kebanyakan runcing. Buahnya termasuk buah bongkol, benjol-benjol tidak teratur,berdaging, jika masak daging buah berair. Buah masak berwarna kuning kotor atau putih kekuning-kuningan dengan panjang 5-10 cm, lebar 3-6 cm (Suryowinoto, 1997).
Spesies ini mempunyai nama tersendiri di setiap negara, antara lain Noni di Hawai, Nonu atau Nono di Tahiti, Cheese Fruit di Australia, mengkudu di Indonesia dan Malaysia. Di Indonesia mengkudu mempunyai nama-namatersendiri di setiap daerah seperti kemudu, cangkudu, kodhuk, bengkudu, dan mangkudu.
Mengkudu banyak digunakan karena kandungan senyawa-senyawa berkhasiat dalam tanaman tersebut. Hampir semua bagian tanaman mengkudu seperti akar, kulit, daun, dan bunganya mengandung berbagai macam metabolit sekunder yang berguna bagi kesehatan manusia, yakni antrakinon, alkaloid, flavonoid, scopoletin, terpenoid, asam oktanoat, vitamin C, vitamin A, karoten, asam amino, asam kaproat, asam kaprilat, asam ursolat, acubin, rutin dan proxeronin (khairunisa et al, 2015).
Tanaman mengkudu berbuah sepanjang tahun. Mudah tumbuh pada berbagai tipe lahan, dengan daerah penyebaran dari dataran rendah hingga
ketinggian 1500 dpl. Ukuran dan bentuk buahnya bervariasi, pada umumnya mengandung banyak biji, dalam satu buah terdapat ≥300 biji, namun ada juga tipe buah mengkudu yang memiliki sedikit biji. Bijinya dibungkus oleh suatu lapisan atau kantong biji, sehingga daya simpannya lama dan daya tumbuhnya tinggi. Dengan demikian, perbanyakan mengkudu dengan biji sangat mudah dilakukan (Djauhariya dkk., 2006).
Buah mengkudu (M. citrifolia, L.) mengandung scopoletin, sebagai analgesik, antiradang, antibakteri. Glikosida, sebagai antibakteri, antikanker,imunostimulan. Alizarin, Acubin, L.
Asperuloside, dan flavonoid sebagai antibakteri. Vitamin C, sebagai antioksidan (Peter, 2005; Waha, 2000; Winarti,2005).
Beberapa kandungan senyawa yang terkandung didalam buah Mengkudu diduga dapat menghambat serangan dari faktor biologis. Diantaranya yaitu senyawa alkaloid yang memiliki kandungan senyawa penolak serangga dan anti jamur. Senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai pengatur pertumbuhan pada tumbuhan juga dapat menjadi senyawa antimikroba dan antivirus terhadap serangga. Kebanyakan peneliti berpendapat bahwa fungsi Terpenoid rendah dalam tumbuhan lebih bersifat ekologis ketimbang fisiologi. Banyak senyawa ini yang menghambat pertumbuhan tumbuhan pesaingnya dan dapat juga bekerja sebagai insektisida atau berdaya racun terhadap hewan tinggi.
Mengkudu banyak digunakan karena kandungan senyawa-senyawa berkhasiat dalam tanaman tersebut. Hampir semua bagian tanaman mengkudu seperti akar, kulit, daun,dan bunganya mengandung berbagai macam metabolit sekunder yang berguna bagi kesehatan manusia, yakni antrakinon, alkaloid, flavonoid, scopoletin, terpenoid, asam oktanoat, vitamin C, vitamin A, karoten, asam amino, asam kaproat, asam kaprilat, asam ursolat, acubin, rutin dan proxeronin(khairunisa et al, 2015).