• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Larva (S. asigna)

Menurut (Sastrosayono, 2003) S. asigna disebut larva karena jika bulunya mengenai kulit akan menyebabkan rasa panas luar biasa. Larva termasuk kedalam yang rakus karena memakan semua daun tanaman kelapa sawit. Pada tubunya sering terdapat bercak-bercak warna seperti hitam, kuning dan merah. Dengan warna yang sedemikian hama larva kelihatan cantik walaupun sebenarnya sedikit berbahaya.

Menurut (Latif, 2006) larva S. asigna yang baru menetas hidup berkrlompok, mengikis daging daun dari permukaan bawah dan meninggalkan epidermis bagian atas permukaan daun. Pada instar 2-3 larva memakan daun mula dari ujung ke arah bagian pangkal daun. S. asigna, selama perkembangannya larva berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400cm. Hama larva S. asigna berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak khas di bagian punggungnya dan dilengkapi duri-duri yang kokon. Hama larva instar terakhir berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia larva ini berlangsung 49-51 hari (Fauzi, dkk, 2012).

Gambar 2.1 Larva (S. asigna)

(2)

2 2.2 Siklus Hidup S. asigna

Siklus hidup S. asigna lebih 3 bulan yakni masa penetasan telur 6-8 hari, stadia larva berlangsung 50 hari dan masa pupa 40 hari (Lubis, 2008).

Tabel 2.2 Siklus hidup S. asigna

Stadia Lama (hari) Keterangan

Telur 6 Jumlah telur 300-400 butir

Larva 50 Terdiri dari 9 instar, konsumsi daun 400 cm

Pupa 40 Habitat ditanah

Imago 7 Jantan lebih kecil dari betina.

Total 103 Tergantung pada lokasi dan lingkungan Sumber (Lubis, 2008)

2.2.1 Telur S. asigna

Gambar 2.2.1 Telur (S. asigna) Sumber: Susanto, 2012

Telur diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah anak daun arah ketepi tiap kelompok berkisar antara 33-111. Telur akan menetas setelah 4-8 hari (Wikipedia, 2013).

(3)

3 2.2.2 Larva S. asigna

Gambar 2.2.2 Larva (S. asigna)

Larva yang baru menetas, hidupnya secara berkelompok, memakan bagian permukaan bawah daun. Larva instar 2-3 memakan bagian helaian daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Selama perkembangannya larva mengalami pergantian instar sebanyak 7-8 kali atau 8-9 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm2 (Susanto, dkk, 2012).

Larva berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokon di bagian punggung dan bercak bersambung sepanjang punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubah-ubah sesuai dengan instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap. Larva instar terakhir (instar ke- 9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan sampai instar (ke-8) ukurannya sedikit lebih kecil. Menjelang berpupa, hama larva menjatuhkan diri ke tanah. Stadia larva ini berlangsung selama 49-50,3 hari (Susanto, dkk, 2012).

(4)

4 2.2.3 Pupa S. asigna

Gambar 2.2.3 Pupa (S. asigna) Sumber: Susanto, 2012

Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur larva dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat di bagian tanah yang relatif gembur di sekitar piring atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan betina masing-masing berukuran berlangsung selama kurang lebih 39,7 hari (Sulistyo, 2012).

2.2.4 Imago S. asigna

Gambar 2.2.4 Imago (S. asigna) Sumber: Susanto, 2012

(5)

5

Menurut (Setyamidjaja, 2006) Imago larva berupa ngengat yang memiliki ciri spesifik pada sayapnya. Ngengat larva S. asigna memiliki warna sayap yang berbeda antara sayap depan dan belakang. Sayap depan berwarna coklat kemerahan, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. Pada sayapnya terdapat garis transparan dan bintik-bintik berwarna coklat gelap.

2.3Gejala Serangan dan Tingkat Kerugian

Menurut (Kurnia, 2012) menyatakan bahwa larva S. asigna muda biasanya bergerombol disekitar tempat peletakan telur dan mengikis daun mulai dari permukaan bawah daun kelapa sawit serta meninggalkan epidermis daun bagian atas. Bekas serangan terlihat jelas seperti jendela-jendela memanjang pada helaian daun, sehingga akhirnya daun yang terserang berat mati kering seperti bekas terbakar. Ambang ekonomi dari hama larva S. asigna pada tanaman kelapa sawit rata-rata 5-10 ekor perpelepah untuk tanaman yang berumur tujuh tahun keatas dan lima ekor yang lebih mudah.

Gambar 2.3 Gejala Serangan S. asigna

Serangan S. asigna di lapangan umumnya mengakitbatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat. Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang

(6)

6

daun saja. Larva S. asigna ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm2 daun sawit selama instar larva (Sulistyo, 2010).

2.3.1 Kriteria Serangan

Kriteria serangan digunakan untuk mengetahui tingkat serangan dari hama dan juga untuk menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat serangan (Lubis, 2008).

Menurut PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III MEDAN Kriteria tingkat serangan larva S. asigna yaitu :

a. Ringan : bila terdapat <5 ekor larva per pelepah b. Sedang : bila terdapat 5-10 ekor larva per pelepah c. Berat : bila terdapat >10 ekor larva per pelepah

Menurut (Lubis, 2008) menyebutkan bahwa larva S.asigna menyerang daun kelapa sawit terutama daun yang dalam keadaan aktif, yaitu daun nomor 9-25. Hama ini merupakan salah satu hama utama yang menyerang kelapa sawit di sumatera. Dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan daun sekitar 90 %. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurukan produksi sekitar 69% dan sekitar 27% pada tahun kedua.

2.4Metode Pengendalian Hama Larva (S. asigna)

Menurut (Sulistyo 2010) Penerapan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) terhadap Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) menunjukkan hasil yang baik dan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Dalam sistem ini, pengenalan terhadap biologi hama sasaran di perlukan sebagai dasar penyusunan taktik penggendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilaukan apabila populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang ditentukan, serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit.

(7)

7 2.4.1 Sensus Hama

Terdapat dua tahap dalam melakukan sesnsus dan monitoring hama pemakan daun. Pertama disebut pengamatan global (global telling) yakni dengan mengambil sampel sebanyak 1 pohon/ha secara acak sistematis. Kegiatan ini dilakukan rutin setiap bulan. Jika pada tanaman sampel tersebut dijumpai adanya serangan hama, maka sesnsus ditingkatkan menjadi pengamatan efektif (effective telling) dengan jumlah tanaman sampel menjadi 5 pohon/ha. Pengamatan efektif dilakukan setiap minggu untuk mengetahui popolasi hama larva di lapangan (Sutanto, dkk. 2015).

2.4.2 Pengendalian Secara Mekanik

Pengendalian hama larva dapat dilakukan secara mekanik dengan pengutipan semua larva seperti telur, ulat, pupa/kepompong maupun ngengat/kupu-kupu (Sutanto, dkk. 2015).

2.4.3 Pengendalian Secara Biologis

Pengendalian hayati adalah teknik pengendalian hama yang melibtkan musuh alami untuk menekan jumlah populasi dan status hama di lapangan, salah satunya dengan memanfaatkan peran predator atau pemangsa. Predator merupakan pemangsa organisme lain yang hidup bebas di alam untuk memenuhi kebutuhan kehidupnya. Predator dapat menyerang mulai fase pra dewasa sampai dengan fase dewasa. Satu ekor predator dapat memakan mangsanya dalam jumlah banyak ( Hartoyo, 2011).

Pemanfaatan musuh alami dapat dilakukan dengan cara melindungi, melestarikan, dan membantu meningkatkan perkembangbiakan musuh alami yang sudah ada di dalam ekosistem pertanaman kelapa sawit. Penggunaan insektisida biologis yang berbahan aktif bakteri Bacillus thuringiensis atau

(8)

8

pengendalian hama larva dengan virus dan Jamur Cordyceps militaris (Sulistyo, 2012).

2.4.4 Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia jika tingkat populasi sudah sangat tinggi dan tidak dapat dilakukan dengan cara pengendalian alami. Bahan kimia akan digunakan untuk mengendalikan hama bilamana pengendalian lain yang telah dilakukan terdahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman. Pengendalian dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi larva. Dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida (Lubis, 2008).

2.5Tinjauan Umum Pestisida

Menurut (Edah, 2003) Petisida digunukan untuk mengendalikan serangan yang disebabkan oleh beberapa jenis serangga. Untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dalam usaha tani, dalam menggunakan pestisida tersebut, karena pestisida menpunyai dosis yang berbeda. Pengetahuan tentang siklus hidup serangan umumnya melalui tahap disebut metamorfosis, yakni perubahan bentuk telur, larva, kepompong dan serangga dewasa. Selanjutnya harus diketahui tahap metamorfosis serangga tersebut yang akan menjadi perusak pada tanaman.

Menurut (Kartasapoetra, 2001) cara kerja pestisida umunya dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yang mengakibatkan hama serangan mati. Pertama, melakukan kontak dan segera melakukan pembunuhan pada serangga atau larva yang menyerang pada tanaman. Karena terjadi kontak maka urat syarat serangga atau hama akan mati dengan segera. Kedua, mematikan lambung, dalam hal ini hama tanaman (serangga beserta larvanya)

(9)

9

akan mati segera mati karena pestisida dapat menghancurkan sisitem alat percernaan pada hama tersebut. Ketiga, mengganggu atau mematikan sistem pernapasan hama tanaman, pestisida ini dapat masuk kedalam sistem pernapasan dan sekaligus mematikan hama tanaman tersebut. Pengendalian serangga hama larva dapat dikendalikan dengan menggunakan dua jenis pestisida tersebut, yaitu pestisida kimia sintetis dan pestisida nabati.

2.5.1 Pestisida Kimia Sintetis

Menurut (Kartasapoeta, 1993) Pestisida kimia sintetis ialah pestisida yang dibuat didalam pabrik melalui proses kimiawi, yang banyak mengandung zat logam berat, seperti air raksa, timah, arsenat, seng, dan fosfor. Penggunaan pestisida kimia sintesis mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan diantaranya mudah diaplikasikan dan cepat terlihat hasilnya. Namun, dibalik penggunaan pestisida kimia sintesis juga bukan tanpa masalah. Penggunaan pestisida sintesis yang berlebihan dan tidak tepat dapat menyebabkan dampak negatif yang cukup serius. Jika dikaji lebih dalam pestisida atau yang disebut juga dengan insektisida mempunyai dampak negatif bagi kehidupan baik pada tanaman, hewan maupun manusia. Hal ini karena pestisida sintetik dapat menimbulkan residu dan mengakibatkan terjadinya pencemaran pada tanah, air, dan udara. Dampak ini lebih bear dibandingkan sulfur oksida dalam hal proses dekomposisi dan konservasi nutrient.

2.5.2 Pestisida Nabati

Secara umum pestisida nabati dapat diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan atau tanaman yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Pestisida nabati yang dapat dijadikan pestisida dari tumbuhan, misalnya akar tuba (mengandung racun rotenon), daun tembakau (mengadung nikotin), tanaman bunga pyretthrum (mengadung racun pyrethrum) (Katasapoetra 1993).

Menurut (Sudjak, 2016) Maknisme kerja pestisida nabati dalam melindungi tanaman daro OPT yaitu secara langsung menghambat proses reproduksi

(10)

10

serangga hama, khususnya serangga betina, mengurangai nafsu makan, menyebabkan seragan menolak makanan, merusak perkembangan telur, larva dan pupa sehingga perkembangbikan hama terganggu serta menghambat pergantian kulit.

2.6Insektisida Racun Lambung

Insektisida racun lambung akan berfungsi bila organisme target memakan daun kelapa sawit oleh hama larva yang sudah dikenai larutan. Jenis ini cocok digunakan untuk berbagai hama yang tipe serangganya adalah menghisap, memakan dan menusuk bagian tanaman. Insektisida yang membunuh larva bila larutan tersebut masuk kedalam organ percernaan hama. Aplikasi Asefat 75 SP yang berbentuk tepung putih yang dapat disunpesikan. Pada penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengendalian larva yaitu dengan metode injeksi batang dan infus akar.

2.7 Injeksi Batang dan Infus Akar

Pengendalian dengan menggunakan teknik infus akar sangat efektif, efisian dan lebih selektif serta dapat dilakukan pada tanaman muda maupun tanaman tua, namun cara ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Injeksi batang mempunyai tujuan sama dengan infus akar yaitu memasukan insektisida sistemik ke dalam tanaman, namun injeksi batang tidak dianjurkan pada tanaman kelapa sawit muda di bawah 7 tahun.

Dosis yang digunakan adalah:

a. Insektisida yang digunakan Asefat 75 SP dengan dosis 20-25 gr/ pohon dilarutkan dengan air 30 ml ( PT ASTERINDO, 2012)

Gambar

Gambar 2.1 Larva (S. asigna)
Gambar 2.2.1 Telur (S. asigna)  Sumber: Susanto, 2012
Gambar 2.2.2  Larva (S. asigna)
Gambar 2.2.3 Pupa  (S. asigna)  Sumber: Susanto, 2012
+2

Referensi

Dokumen terkait

Merujuk pada studi Elmeskov, InterCAFE (International Center for Applied Finance and Economics) tahun 2008 melakukan studi tentang persistensi pengangguran yang terjadi di

Seperti satelit geostasioner, satelit tersebut memiliki periode orbit sama dengan periode rotasi planet Mars sehingga satelit berada pada bujur geografis yang tetap.. Diukur dari

Pengumuman Hasil Verifikasi Dokumen Calon Peserta PLPG Sertifikasi Guru Dalam Jabatan Di Lingkungan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Kuota Reguler Tahun 2017 Rayon 106

Untuk itu diperlukan bukti yang kuat yang membuktikan bahwa gugatan perdata atau dakwaan pidana adalah tidak benar, dan membuktikan bahwa yang dilakukan dokter sudah

Jadi dari pengamatan terhadap hasil perendaman dengan larutan Alizarin merah dapat disimpulkan bahwa sediaan menimbulkan cacat pada fetus secara makroskopis, sedangkan

Walaupun terdapat gap antara kepuasan dan harapan konsumen dan nikai kepuasannya dianggap dibawah rata-rata, variabel yang terpetakan dalam kuadran 3 ini memiliki

satu terobosan baru dalam dunia pendidikan, dan juga mudah digunakan siswa kapanpun dan dimanapun. Materi vocabulary pada siswa kelas III SD memerlukan suatu media untuk

Prinsip alat tangkap pole and line adalah dengan mengait ikan target dengan menggunakan mata kail (hook) yang tidak memiliki kait pada ujung mata pancing guna