• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARIF RAHMAN H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN DI INDONESIA OLEH ARIF RAHMAN H"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN

DI INDONESIA

OLEH ARIF RAHMAN

H14104062

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(2)

RINGKASAN

ARIF RAHMAN. Analisis Eksistensi Persistensi Pengangguran di Indonesia (dibimbing oleh IMAN SUGEMA).

Pengangguran merupakan masalah fundamental perekonomian suatu bangsa. Berbagai kalangan telah mengkaji isu pengangguran, baik dalam ruang lingkup akademis, sosial, maupun dimensi politik. Namun demikian, berbagai kajian yang ada belum cukup memberikan kontribusi solusi terhadap tingkat pengangguran yang cenderung meningkat. Hal ini berimplikasi tingkat pengangguran di Indonesia tetap tinggi dan cenderung terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Penelitian ini merupakan proses penelitian lanjutan yang pernah dilakukan oleh International Center for Applied Finance and Economic (InterCAFE) yaitu “Studi Empiris Persistensi Pengangguran di Indonesia Beserta Penanggulangannya Berdasarkan Analisis Data Mikro” dengan menggunakan data sampai tahun 2006. Dengan merujuk kepada penelitian Jorgen Elmeskov (1993), penulis melakukan pengkajian lagi mengenai eksistensi persistensi yang terjadi di Indonesia dengan melengkapi koleksi data terbaru dan menambahkan indikator Non Accelerating Inflation Rate of Unemployment (NAIRU) ke dalam indikator pengukuran terhadap tren pengangguran. Penelitian ini bisa dijadikan bahan perbandingan dengan penelitian yang sudah ada, dan diharapkan bisa memberikan pemahaman dan informasi tambahan dalam menyikapi permasalahan pengangguran.

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka penelitian ini memiliki tiga tujuan utama yakni: (1) memotret gambaran umum karakteristik pengangguran di Indonesia; (2) mengkaji eksistensi persistensi pengangguran di Indonesia; dan (3) menganalisis pola pengangguran di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dilakukan pengkajian dengan pendekatan statistika deskriptif, aplikasi matematis serta rekonstruksi model ekonometrika. Data yang digunakan adalah data sekunder ekonomi makro yang diperoleh dari berbagai sumber di antaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Census and Economic Information Center (CEIC), International Labour Organization (ILO), dan instansi terkait lainnya. Data yang tersedia diolah menggunakan software E-Views 5.1 dan MS. Office Excell.

Berdasarkan pendekatan analisis deskriptif terhadap karakteristik pengangguran, selama periode penelitian, pengangguran di Indonesia cenderung terus meningkat atau dengan kata lain tingkat pengangguran lebih tinggi daripada tingkat partisipasi angkatan kerja. Sedangkan berdasarkan dimensi pengangguran, terdapat beberapa karakteristik struktur pengangguran di Indonesia, diantaranya (1) tingkat pengangguran usia muda lebih tinggi daripada pengangguran usia tidak muda; (2) tingkat pengangguran berpendidikan rendah lebih tinggi dibandingkan dengan pengangguran yang berpendidikan tinggi; dan (3) tingkat pengangguran

(3)

laki-laki lebih tinggi daripada pengangguran perempuan, namun terdapat kecenderungan perbedaan yang semakin menipis.

Setelah melihat fenomena pengangguran yang terjadi, dirasa perlu untuk mengetahui apakah pengangguran yang terjadi di Indonesia persisten atau tidak. Dari hasil uji akar unit terhadap data pengangguran, dihasilkan cukup bukti bahwa terjadi persistensi pengangguran di Indonesia. Alternatif analisis lain melalui pengujian koefisien autoregressive (AR) diperoleh hasil koefisien AR yang mendekati unit root. Hasil dari pendekatan ekonometrik di atas mengandung pengertian secara statistik bahwa tingkat pengangguran cenderung konvergen ke nilai jangka panjangnya. Hal ini menunjukan persistensi pengangguran yang terjadi di Indonesia berlangsung dalam jangka waktu yang lama.

Analisis selanjutnya yang mendukung bahwa terjadi persistensi di Indonesia adalah dengan membandingkan komponen tren terhadap komponen siklikal dari data pengangguran. Untuk mengukur indikator tren ini, digunakan empat indikator pendekatan pengangguran alamiah, yaitu : (1) NAWRU; (2) NAIRU; (3) kurva Beveridge; dan (4) kurva Okun. Pendekatan pengukuran dengan keempat indikator tersebut memberikan gambaran kecenderungan keempat kurva tersebut adalah meningkat, yang artinya tingkat pengangguran alamiah terus mengalami kenaikan dan persisten selama periode penelitian. Dapat disimpulkan juga bahwa komponen tren lebih dominan daripada siklikal. Kemudian dengan melihat pola persistensi yang terjadi, dengan merekonstruksi model ekonometrika dapat disimpulkan bahwa di Indonesia terjadi fenomena disequilibrium persistent dan tidak terjadi mekanisme self correcting.

Pada intinya, studi ini menyimpulkan bahwa pengangguran yang terjadi di Indonesia selama ini dapat dikategorikan sebagai disequiliubrium persistent unemployment without self correcting mechanism, yang berarti bahwa persistensi terjadi di luar keseimbangan pasar tenaga kerja serta tidak memiliki mekanisme otomatis untuk menuju titik keseimbangan.

Implikasi utama dari penelitian ini adalah: (1) menyadari betapa pentingnya pemahaman tentang permasalahan pengangguran yang terjadi di Indonesia. (2) perlunya untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan melalui kebijakan pro aktif (active policy), sehingga dapat menyentuh permasalahan-permasalahan inti dari pengangguran. (3) diperlukan penelitian lanjutan secara empiris baik makro maupun mikro untuk mengetahui faktor-faktor penyebab persistensi pengangguran di Indonesia, agar dapat dirumuskan kerangka kebijakan sehingga diperoleh solusi yang tepat.

(4)

ANALISIS EKSISTENSI PERSISTENSI PENGANGGURAN

DI INDONESIA

OLEH ARIF RAHMAN H14104062 Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Arif Rahman

Nomor Registrasi Pokok : H14104062 Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Eksistensi Persistensi Pengangguran di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Iman Sugema, M.Ec. NIP. 131 846 870

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2008

Arif Rahman H14104062

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Arif Rahman lahir pada tanggal 14 Februari 1985 di Tasikmalaya. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Emi Suhaemi (Alm) dan Ade Rohaeti. Penulis menjalani pendidikan di bangku sekolah dasar dari tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 di SDN Tuguraja II Tasikmalaya. Selanjutnya meneruskan ke pendidikan lanjutan tingkat pertama dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2001 di SLTPN 2 Tasikmalaya. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMUN 1 Tasikmalaya dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di dalam beberapa kelembagaan dan kegiatan, baik di internal maupun di eksternal kampus. Penulis pernah menjadi Ketua Umum Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (HIPOTESA), serta Ketua Komisi Advokasi dan Aspirasi Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FEM IPB. Di eksternal kampus, penulis aktif di HMI Komisariat FEM, sebagai caretaker Lembaga Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI) Cabang Bogor serta OMDA HIMALAYA. Penulis juga pernah berpartisipasi dalam seleksi mahasiswa berprestasi Departemen Ilmu Ekonomi, penghargaan di bidang karya tulis ilmiah, beasiswa pendidikan dari PERTAMINA, serta mendapat beasiswa unggulan aktifis 2008 Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) dan menjadi wakil IPB dalam program Student Exchange di Malaysia.

Di samping aktif dalam kegiatan kelembagaan dan organisasi yang telah disebutkan, penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan akademik. Penulis pernah menjadi sebagai asisten Mata Kuliah Ekonomi Umum Tingkat Persiapan Bersama (TPB), serta Teori Mikroekonomi I dan Teori Makroekonomi I di Departemen Ilmu Ekonomi serta Program Khusus Sarjana Manajemen dan Agribisnis.

(8)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Pengertian dan Definisi ... 9

2.1.1. Definisi Pengangguran ... 9

2.1.2. Definisi Persistensi Pengangguran ... 11

2.1.3. Kekakuan Upah Nominal ... 12

2.1.4. Kekakuan Upah Riil ... 13

2.1.5 Perbedaan Hysterisis dan Slow Adjustment ... 13

2.2. Penelitian Terdahulu ... 15

2.2.1. Pengukuran Persistensi Pengangguran ... 15

2.2.2. Penentuan Struktur Persistensi Pengangguran ... 18

2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

2.4. Hipotesis Penelitian ... 24

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis Sumber Data Pengangguran ... 25

3.2. Pengukuran terhadap Isu Pengangguran (Measurement Issues) ... 25

3.2.1. Definisi dari Sumber Data Pengangguran ... 26

3.2.2. Pasar Tenaga Kerja yang Dualistik: Formal dan Informal ... 26

(9)

3.3.1. Uji Akar Unit ... 28

3.3.2. ARIMA (Autoregressive – Integrated Moving Average)... 32

3.3.3.Pengukuran Tren Pengangguran ... 33

3.3.3.1. Indikator NAWRU ... 33

3.3.3.2. Indikator NAIRU ... 34

3.3.3.3. Kurva Beveridge ... 34

3.3.3.4. Kurva Okun ... 34

3.3.4. Penentuan Pola Persistensi Pengangguran ... 35

3.3.5. Analisis Panel Data ... 36

3.4 . Sintesis... ... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1. Gambaran Umum Karakteristik Struktur Pengangguran di Indonesia 48 4.1.1. Karakteristik Pengangguran Berdasarkan Usia ... 52

4.1.2. Karakteristik Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan . 53 4.1.3. Karakteristik Pengangguran Berdasarkan Gender ... 54

4.2. Pengujian Eksistensi Persistensi Pengangguran ... 55

4.2.1. Hasil Uji Ekonometrika ... ... 56

4.2.2. Pengukuran Dinamika Pengangguran ... 58

4.2.2.1. Pengukuran Tren Pengangguran (Hasil Aplikasi Matematis) ... 59

4.2.2.2. Komponen Siklikal dari Pengangguran ... 63

4.3. Pola Persistensi Pengangguran ... 64

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

5.1. Kesimpulan ... 69

5.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 3.1. Perubahan Definisi Pengangguran dan Usia Kerja ... 27 3.2. Perbedaan Data Stasioner dan Tidak Stasioner ... 29 4.1. Tingkat Pengangguran di Indonesia (dalam persen) ... 50 4.2. Pengujian Persistensi Pengangguran di Indonesia sampai Tahun 2006 56 4.3. Pengujian Persistensi Pengangguran di Indonesia sampai Tahun 2007 56 4.4. Pengujian Siklus dari Tenaga Kerja ... 63 4.5. Pengujian Pengaruh Tenaga Kerja Pada Pembentukan Upah ... 65

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1. Tren Tingkat Bekerja dan Tingkat Pengangguran di Indonesia ... 3

2.1. Perbedaan Hysterisis dan Slow Adjustment ... 17

2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 22

4.1. Ikhtisar Alur Analisis ... 48

4.2. Pengangguran dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 51

4.3. Tingkat Pengangguran antar Kelompok Usia ... 52

4.4. Tingkat Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 54

4.5. Tingkat Pengangguran antar Gender ... 55

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Pengangguran ... 74

2. Batasan Kegiatan Formal dan Informal dalam Sakernas sebelum Tahun 2003 ... 75

3. Batasan Kegiatan Formal dan Informal Sakernas Tahun 2003……….. 76

4. Uji Akar Unit dengan none (tanpa constancy dan trend) ………... 77

5. Uji Akar Unit dengan Konstanta ... 78

6. Unit Akar dengan Drift ... 79

7. Uji Akar Unit dengan Drift and Trend ... 80

8. Uji Persistensi Koefisien Autoregresif dengan ARMA ... 81

9. Pengujian Komponen Siklikal ... 82

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengangguran merupakan masalah fundamental perekonomian suatu negara. Berbagai kalangan telah mengkaji isu pengangguran, baik dalam lingkup akademis, sosial, dan tidak jarang sampai dimensi politik. Namun demikian, berbagai kajian yang ada belum cukup memberikan kontribusi solusi terhadap tingkat pengangguran yang cenderung meningkat.

Permasalahan tingginya tingkat pengangguran dirasakan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu negara. Kesadaran terhadap perlunya studi yang komprehensif mengenai permasalahan pengangguran telah dilakukan negara Eropa dan Amerika beberapa dekade terakhir. Hal ini memperlihatkan bahwa tingginya tingkat pengangguran merupakan masalah yang sangat serius dihadapi oleh berbagai negara. Studi-studi yang menjelaskan mengapa tingkat pengangguran begitu tinggi diawali oleh studi di beberapa negara Eropa dan Amerika seperti yang dilakukan Blanchard dan Summer (1986). Penelitian juga dilakukan oleh Elmeskov (1993), dimana dikaji mengenai eksistensi pengangguran di negara-negara anggota OECD (Organization for Economic Co-operation and Development), dan yang lebih terbatas penelitian mengenai tingginya tingkat pengangguran di Swedia yang dilakukan oleh Linbad (1997).

Banyaknya referensi penelitian tentang permasalahan pengangguran tidak secara otomatis mempermudah dalam memformulasikan kebijakan dalam mengatasi tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Fakta yang ada lebih memprihatinkan, dimana dalam periode perbaikan ekonomi pasca krisis, justru tingkat pengangguran cenderung mengalami peningkatan. Data BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukan antara tahun

(14)

1994-2000 tingkat pengangguran rata-rata sebesar 5.49 persen yang kemudian selama periode tahun 2000-2007 mengalami peningkatan menjadi 9.57 persen. Dengan demikian, terjadi perubahan rata-rata tingkat pengangguran yang cukup tinggi di antara kedua periode tersebut sebesar 71.22 persen. Fakta tersebut menunjukan bahwa kebijakan anti pengangguran yang dilakukan pemerintah saat ini belum sepenuhnya efektif, paling tidak untuk menurunkan tingkat pengangguran. Hal ini bisa terjadi disebabkan oleh pemahaman yang kurang tepat dalam menyikapi tingginya tingkat pengangguran di Indonesia.

Dilihat dari salah satu indikator pertumbuhan ekonomi terutama pada tahun-tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung menunjukkan peningkatan. Berbeda dengan tingkat pengangguran yang kecenderungannya semakin memburuk, maka pertumbuhan ekonomi menunjukkan tren peningkatan, walaupun jika dibandingkan dengan pertumbuhan yang pernah dicapai periode sebelum krisis. Pertumbuhan ekonomi sejak tahun 2002 menunjukkan peningkatan yaitu sebesar 4.38 persen, 4.72 persen pada tahun 2003, hingga 6.35 persen pada tahun 2007 (BPS, 2008) .

Sejalan dengan teori yang berlaku seharusnya semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin besar kemampuan perekonomian dalam menyerap tenaga kerja sehingga pengangguran juga menurun. Sebaliknya, di Indonesia jumlah pengangguran justru meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

(15)

Jumlah angkatan kerja yang setiap tahun mengalami peningkatan tidak sepenuhnya dapat diserap dan pada gilirannya mengakibatkan peningkatan jumlah pengangguran. Gambar 1.1 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkan tren yang meningkat, kecuali pada tahun 2007 tingkat pengangguran di Indonesia sedikit mengalami penurunan. 86.00 87.00 88.00 89.00 90.00 91.00 92.00 93.00 94.00 95.00 96.00 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00

Tingkat Bekerja Tingkat Pengangguran

Sumber : Badan Pusat Statistik (2008), diolah

Gambar 1.1 Tren Tingkat Bekerja dan Tingkat Pengangguran di Indonesia

Pengangguran yang cenderung terus meningkat dan relatif sulit untuk turun merupakan masalah yang serius sehingga berbagai upaya untuk menanggulangi masalah tersebut mutlak dilakukan. Upaya yang dilakukan harus bersifat mendasar dan menyeluruh. Untuk memberikan gambarannya perlu dipelajari secara mendalam karateristik pengangguran di Indonesia.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi dan indikator-indikator makro lainnya tampaknya belum cukup untuk digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan dalam menyelesaikan masalah pengangguran. Tingkat pengangguran yang cenderung terus meningkat sewajarnya mendapat perhatian lebih serius dari pengambil kebijakan, bahwa

(16)

pengangguran merupakan permasalahan yang fundamental bagi perekonomian baik dari segi makro maupun mikro. Diperlukan kesadaran bahwa tingkat pengangguran di Indonesia sudah sangat memprihatinkan, sehingga berpengaruh nyata terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Berbagai kondisi yang menggambarkan sulitnya tingkat pengangguran kembali ke titik keseimbangan awal, menimbulkan pertanyaan terhadap kondisi pengangguran yang terjadi. Apakah dengan kenaikan yang terus menerus tingkat pengangguran mengindikasikan bahwa di Indonesia terjadi persistensi pengangguran sebagaimana pernah terjadi di beberapa Negara Eropa ? Untuk menjawab hal tersebut, akan sangat penting dilakukan kajian mengenai eksistensi pengangguran yang terjadi.

Seperti telah dibahas sebelumnya, sejalan dengan teori yang berlaku seharusnya semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka semakin besar kemampuan perekonomian dalam menyerap tenaga kerja sehingga pengangguran juga menurun. Sebaliknya di Indonesia, jumlah pengangguran justru meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi paradoks antara kenaikan tingkat pertumbuhan dengan tingkat pengangguran. Perlu dikaji apakah fenomena yang terjadi di Indonesia mencerminkan bahwa laju pertumbuhan tersebut masih terlalu rendah sehingga belum mampu mengurangi tingkat pengangguran, atau mungkin terdapat masalah struktural dalam pengangguran yang tidak bisa melakukan penyesuaian, misalnya terhadap perubahan pasar tenaga kerja.

Jika penyebabnya adalah faktor yang pertama, dengan membiarkan pertumbuhan menuju tingkat keseimbangannya, yaitu sekitar 7 persen, maka akan dengan sendirinya mengurangi tingkat pengangguran tersebut. Namun jika penyebabnya adalah faktor yang kedua, berapapun laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi, maka

(17)

tingkat pengangguran akan tetap tinggi karena transformasi struktural tidak berjalan dengan baik. Artinya, pertumbuhan pada sektor padat modal tidak menyerap atau setidaknya tidak mampu menginduksi penyerapan surplus tenaga kerja dari sektor-sektor padat karya. Dalam keadaan seperti ini, upaya-upaya nyata (active policy) menjadi suatu keharusan.

Pemaparan di atas menunjukkan pentingnya melakukan identifikasi apakah pola pengangguran di Indonesia murni merupakan mekanisme pasar (market clearing) tenaga kerja yang akan kembali ke tingkat keseimbangan dan mampu melakukan self correction dalam jangka pendek, ataukah merupakan masalah struktural yang dapat berlangsung lama dan membutuhkan kebijakan komprehensif yang tepat untuk mengatasinya. Penelitian mengenai pola pengangguran ini dimaksudkan untuk melakukan identifikasi permasalahan tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Penggangguran merupakan masalah krusial yang belum bisa diselesaikan secara sistematis sampai saat ini. Penggangguran yang semakin meningkat dan relatif sulit untuk turun bahkan cenderung terus meningkat menjadi beban bagi perekonomian Indonesia bila tidak diatasi dengan solusi yang tepat, sehingga diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai pengangguran yang terjadi di Indonesia.

Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana gambaran umum karakteristik pengangguran di Indonesia ? 2. Apakah fenomena persistensi pengangguran terjadi di Indonesia ? 3. Bagaimana pola pengangguran yang terjadi di Indonesia ?

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan di atas, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memotret gambaran umum karakteristik pengangguran di Indonesia. 2. Mengkaji eksistensi persistensi pengangguran di Indonesia. 3. Menganalisis pola pengangguran di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan referensi terhadap penelitian yang sudah ada, dan bisa memberikan gambaran yang utuh mengenai kondisi permasalahan pengangguran, serta mampu mengidentifikasi eksistensi pengangguran yang terjadi di Indonesia selama periode penelitian. Penelitian ini juga mencoba memberikan pemahaman bahwa permasalahan pengangguran merupakan masalah yang krusial yang harus menjadi fokus kebijakan pemerintah. Implikasi kebijakan yang dirumuskan secara objektif dari hasil analisis penelitian tidak bisa dilihat dari satu sisi permasalahan, sehingga perlu kebijakan yang terintegrasi di semua bidang.

Melalui penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis sendiri dalam menambah kompetensi dan ilmu mengenai ekonomi terutama yang berkenaan dengan pengangguran, ketenagakerjaan serta proses analisisnya. Selain untuk penulis, penelitian ini juga dapat dimanfaatkan bagi kepentingan individu atau pihak lain yang membutuhkan. Bagi pihak-pihak yang berkepentingan, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan informasi, referensi dan bahan pertimbangan bagi penelitian lebih lanjut.

(19)

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Studi ini hanya menggunakan analisis data makro, sehingga penelitian ini hanya sampai pada pengkajian terhadap kondisi struktur pengangguran yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini merupakan proses studi lanjutan yang telah dilakukan oleh International Center for Applied Finance and Economic (InterCAFE) dalam hal mengkaji kembali eksistensi persistensi pengangguran yang terjadi di Indonesia. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penambahan indikator pengukuran tren pengangguran dan penambahan periode penelitian. Penelitian ini tidak mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan tingkat persistensi yang cenderung terus meningkat dari data mikro. Dengan keterbatasan yang telah disebutkan, maka penelitian ini belum bisa memberikan rekomendasi teknis kebijakan yang paling tepat untuk mengatasi permasalahan pengangguran. Diperlukan kajian lanjutan secara empiris baik dari data makro maupun mikro untuk menghasilkan perumusan kerangka kebijakan untuk mengatasi permasalahan pengangguran.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan mencoba memberikan uraian teori-teori yang berhubungan dengan studi mengenai pengangguran secara umum, serta teori-teori yang dapat memberikan pemahaman mengenai struktur persistensi pengangguran yang terjadi di Indonesia. Ditambahkan juga beberapa kajian terdahulu, kerangka pemikiran konseptual serta hipotesis yang berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.

2.1. Pengertian dan Definisi 2.1.1. Definisi Pengangguran

Menurut Lipsey, et al. (1997), pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu pengangguran siklis, pengangguran friksional, pengangguran struktural. Pengangguran siklis mengacu kepada pengangguran yang terjadi jika permintaan total tidak memadai untuk membeli semua keluaran potensial ekonomi,sehingga menyebabkan senjang resesi dimana keluaran aktual lebih kecil daripada keluaran potensial. Orang-orang yang menganggur secara siklis dikatakan sebagai orang yang menganggur terpaksa (involuntary unemployment), dalam arti mereka ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku tetapi pekerjaannya tidak tersedia. Pengangguran struktural dapat didefinisikan sebagai pengangguran yang disebabkan ketidaksesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan keterampilan, pekerjaan, industri atau lokasi geografis dan juga struktur permintaan akan tenaga kerja. Sedangkan pengangguran friksional diakibatkan perputaran (turn-over) normal tenaga kerja. Sumber penting pengangguran friksional adalah orang-orang muda yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan. Sumber lainnya adalah orang-orang yang keluar dari pekerjaannya,

(21)

baik karena tidak puas dengan kondisi pekerjaan yang sekarang maupun karena diberhentikan.

Studi yang lebih mendalam mengenai pasar tenaga kerja dilakukan oleh Moore dan Elkin (1987), disimpulkan bahwa pengangguran friksional merupakan akibat dari fluktuasi jangka pendek di dalam pasar tenaga kerja, informasi yang tidak sempurna dan tenaga kerja yang tidak bergerak. Sedangkan pengangguran struktural merupakan karakteristik jangka panjang, dimana terjadi persistensi mengenai ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran tenaga kerja dengan skill dan atau lokasi kerja.

Menurut Bellante dan Jackson (1990), secara konseptual pengangguran dibedakan menjadi pengangguran friksional, struktural, dan pengangguran karena kurangnya permintaan (demand deficiency unemployment). Pengangguran karena kurangnya permintaan timbul apabila pada tingkat upah dan harga yang sedang berlaku, tingkat permintaan akan tenaga kerja secara keseluruhannya terlalu rendah, akibatnya jumlah tenaga kerja yang diminta perekonomian secara agregat lebih rendah dibandingkan dengan dengan penawaran tenaga kerjanya. Sedangkan, pengangguran struktural dikatakan ada apabila lowongan yang tersedia membutuhkan keahlian yang berbeda dengan yang dimiliki oleh penganggur atau lowongan pekerjaan yang tersedia berada dalam wilayah geografis yang berbeda dengan lokasi tempat tinggal pekerja yang menganggur. Sedangkan pengangguran friksional terjadi diakibatkan oleh proses pencarian kerja dan penyebabnya adalah informasi lowongan kerja yang kurang sempurna serta biaya untuk mengakses informasi tersebut terlalu mahal.

(22)

Persistensi pengangguran dapat didefinisikan sebagai terjadinya peningkatan tingkat pengangguran secara terus menerus. Secara umum, kecenderungan tingginya tingkat pengangguran dijelaskan oleh Coakley, et al. (2003), Bianchi dan Zoega (1998), Elmeskov (1993), Blanchard dan Summers (1986), dimana dapat diketahui dengan melihat pada beberapa kondisi, yaitu : pertama, slow adjustment terhadap tingkat keseimbangan (persistence unemployment); kedua perubahan pada tingkat keseimbangan yang bisa disebabkan oleh mean shifting atau struktural breaks serta kenaikan terus-menerus pada tingkat keseimbangan (trend unemployment). Dengan kata lain, gangguan dalam keseimbangan pasar tenaga kerja menyebabkan terjadinya pengangguran yang persisten.

Menurut Blanchard dan Summer (1986), persistensi pengangguran terjadi manakala penyesuaian (adjustment) terhadap tingkat keseimbangan berjalan dengan lambat. Walaupun dengan penyesuaian yang lambat, tingkat pengangguran yang berada pada kondisi persisten memiliki kecenderungan untuk dapat kembali ke tingkat semula atau tingkat sebelumnya (mean reversion). Kondisi ini perlu dibedakan dengan hysteresis yang merupakan kondisi fluktuasi dalam pasar tenaga kerja yang memiliki dampak yang permanen terhadap tingkat pengangguran. Secara teoritis, hysteresis merupakan suatu proses unit root (tidak stasioner) sedangkan persistensi pengangguran disebut sebagai near unit root dan memiliki kecenderungan untuk kembali ke titik semula.

Pemahaman kondisi pengangguran menjadi sangat penting dalam penyusunan kebijakan fundamental yang terkait dengan kebijakan ekonomi secara umum. Dengan kondisi pengangguran yang terjadi, dapat dikaji berbagai kebijakan perekonomian yang bersifat temporer maupun permanen.

(23)

2.1.3. Kekakuan Upah Nominal

Upah nominal bersifat kaku ke bawah (downward rigidity) dan kekakuan tersebut bersifat asimetrik, dalam arti upah nominal mudah mengalami kenaikan tetapi sulit untuk turun. Penurunan upah yang bersifat kaku, menurut Jhon Maynard Keynes merupakan fakta sosial dari kehidupan (social fact of life), dan kemungkinan besar disebabkan oleh besarnya perceived cost yang berasosiasi dengan penurunan upah sehingga perusahaan cenderung sulit mengalami penurunan upah.

Kekakuan upah nominal (nominal wage rigidity) dapat dijelaskan sebagai ketidakmampuan upah untuk menjadi penyeimbang antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. Kekakuan upah nominal terjadi ketika tingkat upah berada di atas keseimbangan sehingga terjadi peningkatan pengangguran di atas tingkat pengangguran alamiah. Artinya, tidak selamanya upah nominal mencerminkan penawaran dan permintaan terhadap tenaga kerja, sehingga jika pertumbuhan kinerja perusahaan negatif dan upah tidak turun, maka tingkat upah akan lebih tinggi dibandingkan tingkat upah seharusnya (tingkat upah keseimbangan), sehingga jumlah pengangguran akan meningkat.

2.1.4. Kekakuan Upah Riil

Konsep kekakuan upah riil (real wage rigidity) sedikit berbeda dengan kekakuan upah nominal. Secara teoritis, untuk mempertahankan tingkat pengangguran alamiah (natural rate of unemployment) sama dengan tingkat aktualnya (actual rate of unemployment), maka harus dijaga agar tingkat upah riil sama dengan MPL (Marginal Productivity to Labor). Upah riil menyesuaikan MPL sehingga ketika MPL turun, maka upah riil seharusnya juga turun. Tetapi jika tidak terjadi penurunan, maka upah riil

(24)

tersebut kaku. Pada saat pertumbuhan upah riil lebih tinggi dari pertumbuhan produktivitas perusahaan maka akan menyebabkan penambahan jumlah pengangguran.

2.1.5. Perbedaan Hysterisis dan Slow Adjustment

Untuk mengetahui perbedaan antara hysteresis dan slow adjustment, maka dapat diperlihatkan dari Gambar 2.1. Full hyterisis akan meningkat saat keseimbangan tenaga kerja dan pengangguran tergantung pada total tenaga kerja dan pengangguran saat ini. Jika terjadi goncangan pada permintaan secara temporal (seperti kebijakan ketat pada makroekonomi atau gangguan terms of trade dari harga minyak), hal ini mengakibatkan pergeseran kurva permintaan tenaga kerja ke kiri, (Id(1) ke Id(2). Keseimbangan jangka pendek akibatnya akan bergerak dari titik A ke B. Dalam kondisi histerisis, e2 dan e1 merepresentasikan keseimbangan jangka panjang. Untuk mengetahui imprecise dari histerisis, maka konsep histerisis dapat terlihat dari perbedaan anata shock yang diantisipasi dan tidak diantisipasi.

Interpretasi grafik menunjukan bahwa skema penentuan upah (wage setting) adalah dalam jangka panjang, yang menyatakan pergerakan dari tenaga kerja. Sebagai contoh, keuntungan dari recovery permintaan yang diantisipasi kembali ke Id(1), akan menyebabkan upah yang lebih tinggi untuk para pekerja yang baru daripada tingkat tenaga kerja yang lebih tinggi dan pengangguran yang lebih rendah, sehingga tingkat keseimbangan yang baru akan berada di titik C. Perubahan dari permintaan atau penawaran yang tidak diantisipasi akan menyebabkan pergeseran dari keseimbangan jangka panjang.

(25)

Sumber : Elmeskov (1993), diolah

Gambar 2.1 Kurva Perbedaan Hysterisis dan Slow Adjustment

Perspektif lainnya dalam memahami pengangguran yang persisten adalah konsep yang dikenal dengan slow adjustment, yaitu saat perilaku penentuan upah (wage setting) yang memberikan respon sepanjang terjadinya pengangguran yang tinggi. Slow adjustment secara tidak langsung berpengaruh pada perubahan karena shock permintaan dari Id(1) ke Id(2). Berdasarkan grafik tersebut, skema wage setting bergerak kebawah sebagai respon dari tingkat pengangguran yang terjadi di titik B. Penyesuaian upah juga akan berlangsung secara bertahap dan secara partial. Skema wage setting sebagai contoh pada akhirnya akan menurun ke ws(2) dengan keseimbangan keseimbangan

Pekerja Ting kat Upah Rii l E1 E2 E W Ld1 C Ws1 Ws2 D Ld2 A B E Is

(26)

akan berada di titik D. Jika natural rate dari pengangguran jangka panjang stabil, maka tingkat keseimbangan pada akhirnya akan berada pada titik E (Elmeskov, 1993).

2.2. Penelitian Terdahulu

2.2.1. Pengukuran Persistensi Pengangguran

Hasil studi literatur menunjukkan bahwa pengangguran merupakan masalah yang dialami oleh banyak negara. Berbagai upaya melalui berbagai studi yang menjelaskan mengapa tingkat pengangguran begitu tinggi yang kemudian dilanjutkan dengan rumusan kebijakan reformasi pasar tenaga kerja telah banyak diimplementasikan untuk mengurangi masalah pengangguran.

Studi-studi yang menjelaskan mengapa tingkat pengangguran begitu tinggi diawali oleh studi di beberapa negara Eropa dan Amerika seperti yang dilakukan Blanchard dan Summer (1986). Hingga saat ini banyak metode ekonometrika yang ditawarkan untuk mengukur tingkat pengangguran disesuaikan dengan kondisi dan tujuan yang diinginkan, di mana setiap metode pengukuran memiliki kelebihan dan kekurangan.

Berikut adalah beberapa metode yang dapat digunakan, terutama apabila data yang digunakan berupa individual series (tidak membandingkan antarseries kategori):

1. Augmented Dickey-Fuller (ADF) test. ADF-test umumnya dilakukan sebagai indikasi awal terjadinya persistensi pengangguran, seperti yang direfer oleh banyak publikasi ilmiah. Namun demikian studi-studi tersebut juga mencatat bahwa ADF-test memiliki kekurangan yaitu adanya kecenderungan untuk menerima H0 (tak stasioner) terutama apabila data series mengalami struktural breaks dan memiliki tren.

(27)

2. Bayesian Autoregressive Fractionally Integrated Moving Average (ARFIMA). Pendekatan yang digunakan oleh Eberwein, et al. (2002) ini merupakan pendekatan alternatif untuk menguji dan mengestimasi ketergantungan jangka panjang (long run dependence). Hal ini didasari bahwa fenomena pengangguran merupakan proses jangka panjang (long memory process). Kelebihan metode ini adalah kemampuannya dalam memprediksi dampak jangka panjang suatu shock. (InterCAFE, 2008)

Seperti yang telah banyak dikemukakan dalam berbagai literatur, kelemahan utama metode ADF-test dalam menguji persistensi pengangguran adalah kecenderungannya untuk menerima kondisi bahwa pengangguran merupakan kondisi yang takstasioner terutama apabila data series mengalami struktural breaks.

Elmeskov (1993) melakukan penelitian tentang eksistensi pengangguran dengan judul “Hight and Persistent Unemployment : Assessment of the Problem and its Causes”. Penelitian ini menjelaskan perkembangan pasar tenaga kerja bagi Negara-negara anggota OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) dan faktor penyebabnya. Analisis penelitian ini dengan menyimpulkan adanya ukuran yang tepat untuk menentukan tingkat pengangguran, sehingga adanya perbedaan tingkat pengangguran antar beberapa Negara dari tahun ke tahun. Elmeskov melakukan aplikasi matematis dalam pegukuran tingkat pengangguran. Indikator yang dipakai dalam pendekatan aplikasi matematis yaitu : (1) NAWRU, (2) kurva Beveridge, dan (3) kurva Okun. Penelitian ini mengungkapkan bahwa terjadi peningkatan tren pengangguran di beberapa Negara Eropa, dan disimpulkan bahwa terjadi peningkatan tren pengangguran

(28)

yang mempresentasikan peningkatan dalam tingkat pengangguran alamiah dan keseimbangan.

Merujuk pada studi Elmeskov, InterCAFE (International Center for Applied Finance and Economics) tahun 2008 melakukan studi tentang persistensi pengangguran yang terjadi di Indonesia dengan analisis data makro dan mikro, dimana disimpulkan bahwa pengangguran di Indonesia bersifat persisten dan berada di luar kondisi keseimbangan pasar tenaga kerja, serta tidak mengalami mekanisme penyesuaian permintaan dan penawaran tenaga kerja. Dalam studi ini juga dikaji mengenai struktur pengangguran dilihat dari berbagai persepsi, yaitu persepsi penganggur, pekerja, dan perusahaan.

Sesuai dengan karakteristik data yang bersifat panel, alat analisis yang digunakan adalah metode panel. Panel statis digunakan untuk menguji perbedaan tingkat pengangguran dengan asumsi tingkat pengangguran memiliki equilibrium yang stabil. Salah satu jurnal yang menggunakan model ini adalah Wu (2003). Model panel lainnya yang digunakan adalah panel dinamis yang diaplikasikan jika tingkat pengangguran memiliki keseimbangan yang bergerak sepanjang waktu. Galiani, et al. (2004) mengaplikasikan model ini untuk menguji tingkat pengangguran dan disparitas antar-regional di Argentina.

2.2.2. Penentuan Struktur Persistensi Pengangguran

Blanchard dan Summers (1986) menemukan bahwa derajat persistensi yang lebih tinggi terjadi di negara-negara Eropa daripada di Amerika. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa fenomena persistensi lebih cenderung terjadi di EU daripada AS sekaligus mengindikasikan hysteresis pengangguran di kawasan Eropa. Hasil riset

(29)

tersebut diperkuat dengan hasil riset yang dilakukan Ledesma (2000) yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi persisten atau hysteresis pengangguran antara kawasan Eropa dan Amerika. Estimasi dengan menggunakan Panel Unit Root digunakan untuk mendapatkan t-statistik yang mencerminkan derajat persistensi.

Menurut Assarsson dan Jansson (1995), persistensi pengangguran dapat disebabkan oleh tiga faktor: (1) persistensi pengangguran dapat disebabkan oleh natural rate shocks, (2) pengangguran dapat memiliki siklus dengan periode yang cukup lama, (3) guncangan siklikal dalam pengangguran dapat ditransmisikan menjadi pengangguran yang permanen.

Feve et al. (2002) melakukan penelitian untuk membuktikan adanya fenomena histerisis pengangguran di 21 negara OECD. Menurut penelitian ini, selama periode 1980an, secara garis besar histerisis pengangguran terjadi akibat kegagalan tingkat pengangguran untuk kembali ke tingkat yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa histerisis pengangguran tidak terjadi di negara Kanada, Belanda, dan Amerika Serikat. Kemudian, histerisis pengangguran yang diproksikan oleh kekakuan upah, tidak terbukti terjadi di 15 negara. Fleksibilitas tingkat upah merupakan alasan kuat yang menghalangi terjadinya pengangguran yang persisten.

Tolvi (2003) menyatakan bahwa unemployment persistence atau unemployment hysteresis merupakan suatu fenomena di mana tingkat pengangguran di suatu wilayah meningkat dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan pengangguran tersebut ke tingkat pengangguran semula, atau bahkan tingkat pengangguran ini tidak akan pernah kembali ke tingkat awal tersebut. Dalam penelitiannya Tolvi ingin meneliti fenomena persistensi pengangguran terhadap berbagai kelompok angkatan kerja yang ada di Finlandia. Dengan menggunakan model ARFIMA (Autoregressive Fractionally

(30)

Integrated Moving Average) dan LM (Langrange Multiplier) Tolvi menemukan bahwa selama sekitar satu setengah dekade di Finlandia telah terjadi persistensi pengangguran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persistensi pengangguran untuk angkatan kerja muda lebih kecil dibandingkan angkatan kerja keseluruhan. Selain itu persistensi pengangguran pada kelompok wanita lebih kecil dibandingkan kelompok pria baik untuk kelompok usia muda maupun untuk angkatan kerja secara keseluruhan.

Arulampalam et al. (2000) melakukan penelitian mengenai status kebergantungan (state dependence) dari tingkat pengangguran di Inggris. Dengan menggunakan model panel data, mereka menemukan bahwa terdapat pengaruh status kebergantungan yang kuat dari pengangguran yang terjadi pada periode sebelumnya, khususnya untuk golongan pria dewasa. Hasil tersebut sesuai dengan scarring theory of unemployment di mana pengalaman menganggur seseorang akan berpengaruh terhadap kondisi orang tersebut pada pasar tenaga kerja di masa yang akan datang. Hal ini terjadi karena ketika seseorang menganggur menyebabkan penurunan kualitas human capital (modal tenaga kerja) atau karena para majikan menggunakan sejarah yang terjadi pada pasar tenaga kerja sebagai suatu indikator produktivitas tenaga kerja, atau karena para pekerja yang menganggur akan bersedia menerima pekerjaan dengan kualitas yang lebih rendah.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kondisi pasar tenaga kerja lokal menghasilkan pengaruh yang kecil bagi para penganggur dengan kelompok usia muda. Para penganggur golongan usia muda bersifat independen terhadap pengaruh siklus bisnis. Usia, kesehatan, dan kualifikasi dari para tenaga kerja menjadi faktor-faktor penentu yang signifikan terhadap pengangguran.

(31)

Temuan bahwa pengalaman pengangguran sebelumnya dapat meningkatkan kemungkinan pengangguran pada masa sekarang merupakan sebuah implikasi yang penting bagi sebuah pengambilan keputusan dimana diperlukan adanya suatu upaya untuk menjaga tingkat pengangguran pada tingkat alamiah (NAIRU). Bukti-bukti yang terjadi di Inggris mengindikasikan bahwa suatu kebijakan untuk mengurangi tingkat pengangguran jangka pendek akan dapat mengurangi tingkat pengangguran dalam jangka panjang dengan mengurangi tingkat NAIRU. Beberapa kebijakan yang dapat diambil untuk mengurangi atau mencegah tingkat pengangguran adalah dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan yang akan memberikan manfaat jangka panjang.

Wu (2003) melakukan penelitian yang menguji eksistensi persistensi pengangguran serta sumber persistensi yang terjadi di Cina. Studinya difokuskan pada perbedaan yang terjadi antara pengangguran total dan kaum muda (total dan youth unemployment), tingkat nasional dan regional dalam fenomena persistensi pengangguran di Cina. Hasil empiris menunjukkan tiga esensi penting. Pertama, pengangguran di tingkat provinsi (provincial unemployment) lebih persisten dibanding pengangguran agregat nasional (national aggregate unemployment). Kedua, pengangguran total lebih persisten daripada pengangguran kaum muda. Ketiga, walaupun wilayah barat Cina memiliki tingkat pengangguran provinsi tertinggi tetapi persistensi pengangguran regionalnya terendah.

(32)

2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Keterkaitan antara permasalahan dan tujuan penelitian dapat kita lihat pada bagan yang merupakan kerangka pemikiran dari penelitian, yaitu sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.2. Alur pemikiran yang dilakukan dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan alur analisis yang dilakukan dalam studi InterCAFE.

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka pemikiran digunakan sebagai panduan dalam pelaksanaan penelitian, yaitu untuk menjawab ketiga tujuan penelitian: (1) memotret gambaran umum

Persistenkah Pengangguran di Indonesia ? Measurement Issue terhadap

Struktur Pengangguran Fenomena Pengangguran di Indonesia Ya Tidak Diperlukan Kajian terhadap Pola Persistensi Histerisis : Perubahan Struktural Perekonomian

Mengetahui Secara Pasti Pola Persistensi yang Terjadi

di Indonesia

Alamiah :

Pengangguran Pada Kondisi Normal

(33)

karakteristik pengangguran di Indonesia; (2) mengkaji eksistensi persistensi pengangguran di Indonesia; dan (3) menganalisis pola pengangguran di Indonesia.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : pertama, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menggali informasi mengenai isu-isu yang terkait dengan pengukuran data pengangguran, mengidentifikasi karakteristik pengangguran dan tenaga kerja. Pada tahap ini, selain dilihat struktur pengangguran secara umum, karakteristik pengangguran dan tenaga kerja juga dianalisis dari berbagai dimensi seperti usia, pendidikan dan gender. Pendekatan yang digunakan pada tahap ini adalah metode analisis statistika deskriptif.

Masih dalam kerangka menjawab tujuan pertama penelitian, analisis yang lebih mendalam dilakukan untuk mengetahui fenomena pengangguran di Indonesia pada level nasional, apakah terjadi eksistensi persistensi atau tidak. Analisis yang dilakukan pada tahap ini, merupakan tahap kedua pada Gambar 2.1. Untuk studi ini digunakan dua alat analisis untuk membuktikan terjadinya persistensi pengangguran di Indonesia. Alat analisis yang pertama adalah metode ekonometrika uji akar unit terhadap data time series pengangguran. Selanjutnya dilakukan analisis pengukuran dinamika pengangguran yang merujuk pada studi yang dilakukan Elmeskov (1993), namun dalam penelitian ini ditambahkan indikator NAIRU. Hal yang mendasari analisis tersebut di antaranya adalah adanya fenomena tingginya tingkat pengangguran dengan kecenderungan yang terus meningkat. Terdapat beberapa alat analisis yang dapat mengukur trend unemployment di antaranya: indikator NAWRU (Non Accelerating Wage Rate of Unemployment), indikator NAIRU (Non Accelerating Wage Rate of Unemployment) kurve Beveridge, dan kurva Okun. Keempat metode tersebut

(34)

diaplikasikan dalam studi ini untuk menggambarkan tren pengangguran yang terjadi di Indonesia.

Hasil analisis tahap sebelumnya akan menimbulkan pertanyaan, apakah kondisi pengangguran: (1) merefleksikan peningkatan pada tingkat keseimbangan pengangguran (natural rate), umumnya disebut unemployment trend, atau (2) merupakan fenomena lambatnya penyesuaian (slow adjustment) terhadap tingkat keseimbangan. Pertanyaan tersebut akan dijawab dalam analisis tahap ketiga, dimana akan ditunjukan pola pengangguran yang terjadi di Indonesia. Apakah tren pengangguran yang terjadi dalam hasil analisis tahap kedua mempunyai mekanisme kembali ke keseimbangan awal dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyesuaian (self correcting), dalam hal ini akan terjadi penyerapan tenaga kerja atau justru mekanisme penyesuaian tersebut tidak terjadi.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu tentang pengangguran, maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis pertama, dengan tingkat pengangguran yang cenderung terus meningkat, maka telah terjadi fenomena persistensi pengangguran di Indonesia. Kedua, terjadi pola khusus dengan tingkat pengangguran yang terjadi di Indonesia, sehingga kebijakan dalam penyelesaian masalah pengangguran selama periode penelitian relatif tidak berhasil untuk menurunkan tingkat pengangguran.

(35)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data Pengangguran

Jenis data yang digunakan untuk memperoleh jawaban dari tujuan penelitian ini merupakan data sekunder berupa data agregat pada level nasional. Data sekunder yang diperlukan adalah data yang terkait dengan pengangguran selama kurun waktu 1984-2007. Namun, beberapa analisis seperti pengukuran tren pengangguran tidak bisa menggunakan periode pengangguran yang cukup panjang, mengingat ada keterbatasan dalam penyediaan data yang terkait dengan pengangguran, sehingga tidak bisa dimasukan ke dalam aplikasi matematis. Data ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, antara lain data Badan Pusat Statistik (BPS), Data Statistik Indonesia, data statistic International Labor Organization (ILO), data publikasi Census and Economic Information Center (CEIC), dan instansi terkait lainnya.

3.2. Pengukuran terhadap Isu Pengangguran

Dalam bagian berikut mendiskusikan beberapa hal yang menunjukkan bahwa data pengangguran memiliki beberapa kelemahan dalam menggambarkan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dengan demikian, kelemahan tersebut perlu diingat dalam menganalisis kondisi pengangguran karena akan mempengaruhi tingkat pengangguran. Meskipun memiliki kelemahan, hal yang dapat disimpulkan adalah meningkatnya pengangguran menggambarkan penurunan pada tingkat utilisasi sumberdaya manusia. 3.2.1 Definisi dari Sumber Data Pengangguran

Berbagai istilah ketenagakerjaan mengalami beberapa kali perubahan definisi sehingga mempengaruhi data yang telah dipublikasi sebelumnya. Agar perbandingan

(36)

antarwaktu dapat dilakukan, data tersebut memerlukan penyesuaian. Setelah tahun 1998, definisi penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia di atas 15 tahun. Penduduk usia kerja terbagi menjadi dua kelompok besar yakni angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang masih sekolah, ibu rumah tangga, atau pensiunan. Angkatan kerja terbagi menjadi dua yakni bekerja dan menganggur atau mencari pekerjaan.

Menurut BPS, bekerja didefinisikan sebagai kegiatan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja tidak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi.

Menurut BPS, seseorang dikategorikan sebagai menganggur atau mencari pekerjaan apabila termasuk penduduk usia kerja yang: (1) tidak bekerja, atau (2) sedang mencari pekerjaan, baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali maupun yang sudah penah bekerja, atau (3) sedang mempersiapkan suatu usaha, atau (4) yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, atau (5) yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Dengan adanya perubahan tersebut, (sebelum tahun 2000) sumber data yang berbeda dapat mempublikasikan data yang berbeda bergantung apakah sudah disesuaikan dengan definisi yang baru atau tidak. Sebagai contoh data yang dipublikasi BPS telah disesuaikan sedangkan data publikasi CEIC belum mengalami penyesuaian. Data ketenagakerjaan untuk tahun yang sama bisa berbeda bergantung kapan pelaksanaan sensus yang dilakukan. Contohnya BPS menampilkan data bulan Februari dan November, sedangkan CEIC hanya menampilkan data bulan November.

(37)

Tabel 3.1 Perubahan Definisi Pengangguran dan Usia Kerja

TAHUN DEFINISI PENGANGGURAN

1986-1993 Aktif mencari kerja selama 1 minggu sebelum survei (hanya satu minggu)

1994-2000

Aktif mencari kerja, tanpa mempertimbangkan kapan terakhir mencari kerja (dapat lebih dari satu minggu)

2001-sekarang

Aktif mencari kerja, tidak aktif mencari kerja, punya pekerjaan tapi belum mulai kerja, sedang menyiapkan usaha atau bisnis

DEFINISI POPULASI USIA KERJA Sebelum 1998 Orang yang berumur lebih dari 10 tahun

1998-sekarang Orang yang berumur lebih dari 15 tahun

Sumber : Data Statistik Indonesia (2008)

3.2.2. Pasar Tenaga Kerja yang Dualistik: Formal dan Informal

Pasar tenaga kerja Indonesia bersifat dualistik di mana sebagian pekerja bekerja di sektor formal (seperti di pabrik) dan sebagian pekerja berada di sektor informal (seperti industri rumah tangga). Batasan kegiatan formal dan informal sebelum 2003 hanya berdasarkan status pekerjaan, sedangkan mulai 2003 merupakan kombinasi antara pekerjaan utama dan status pekerjaan. Dengan perubahan definisi tersebut mengakibatkan batasan kegiatan formal menjadi lebih luas (InterCAFE, 2008). Gambaran secara jelas mengenai batasan formal dan informal dapat dilihat dalam Lampiran 2 dan 3.

(38)

3.3. Metode Pengukuran dan Analisis Sumber Persistensi

Terdapat beberapa alternatif alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur persistensi pengangguran dan menganalisis sumber-sumber persistensi pengangguran.

3.3.1. Uji Akar Unit

Sebelum melakukan estimasi terhadap model regresi, penting diketahui apakah suatu data time series bersifat stasioner atau tidak stasioner. Ada beberapa perbedaan yang penting antara data yang stasioner dan yang tidak stasioner (Enders, 1995). Sepanjang waktu, goncangan yang terjadi pada data yang stasioner bersifat sementara (selalu kembali kepada long-run mean), sehingga pada jangka panjang gerakan data yang stasioner akan konvergen kepada unconditional mean-nya. Secara umum, perbedaan data yang stasioner dan tidak stasioner adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2. Perbedaan Data Stasioner dan Tidak Stasioner

Data Stasioner Data Tidak Stasioner

1. Mean dari data stasioner menunjukkan perilaku yang konstan dan selalu kembali pada kondisi long-run mean.

2. Ragamnya konstan.

3. Correlogram-nya menyempit (diminishing).

1. Data series yang tidak stasioner tidak kembali ke long-run mean. 2. Memiliki ketergantungan

terhadap waktu. Ragam membesar tanpa batas seiring dengan waktu.

3. Correlogram dari data cenderung akan melebar.

(39)

Untuk melihat apakah suatu data bersifat stasioner atau tidak, maka dilakukan uji akar unit (unit root test) untuk melihat apakah datanya mengandung akar unit atau tidak. Jika pada uji akar unit ternyata ditemukan data mengandung akar unit, maka berarti data tersebut tidak stasioner.

Pengujian akar unit ini dilakukan untuk menghindari regresi palsu (spurious regression), yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang nampaknya signifikan secara statistik padahal dalam kenyataan tidak sebesar regresi yang dihasilkan tersebut, sehingga dapat menghasilkan kesalahan pengambilan keputusan. Ciri spurious regression biasanya mempunyai R2 yang tinggi dan nilai

t-statistik yang nampak signifikan, namun tidak mempunyai arti dalam ilmu ekonomi (Enders, 1995).

Dengan merujuk studi yang dilakukan Elmeskov (1993), dalam penelitian ini akan diuji data pengangguran dengan beberapa alternatif pendekatan yaitu: (1) unit root tanpa konstanta dan drift , (2) unit root dengan konstanta (3) unit root dengan drift, dan (4) unit root dengan drift dan trend.

Misalkan variabel time series untuk data pengangguran (u) adalah sebagai berikut, t i t i t u e u =

α

+

φ

1+ , . (3.1)

di mana φ adalah parameter yang akan diestimasi dan e diasumsikan white noise. Jika |φ| ≥ 1, maka ut adalah variabel yang takstasioner atau dalam definisi Blanchard dan

Summers (1986), terjadi pengangguran yang histeris, sehingga terdapat efek fluktuasi yang permanen. Jika |φ| < 1, maka ui adalah variabel yang stasioner atau

trend-stationarity atau dengan kata lain terjadi pengangguran yang alamiah. Lebih lanjut, pengangguran yang persisten terjadi jika nilai φ mendekati nilai 1. Karena itu, hipotesis

(40)

trend-stationarity dapat dievaluasi dengan menguji apakah nilai absolut dari ρ betul-betul lebih kecil dari 1. Pengujian umum terhadap hipotesis di atas adalah H0: φ = 1, dengan pengujian satu sisi dari hipotesis alternatif H1: φ < 1.

Standar umum pengujian akar-akar unit dari Dickey-Fuller (DF) adalah persamaan (3.1). Kemudian, dengan mengurangi kedua sisi persamaan (3.1) dengan ut-1,

diperoleh persamaan: t t t

u

u

=

ρ

+

ε

Δ

−1 (3.2)

atau dengan menambahkan variabel lag Δut di sisi kanan persamaan (3.2) akan

diperoleh pengujian Augmented Dickey-Fuller (ADF) sebagai berikut:

t j t j t j t t u u u ρ

γ ε = − − + Δ + = Δ 1 1 (3.3)

Di mana Δ mengindikasikan perbedaan pertama (first difference), sedangkan ρ = (φ-1), sehingga hipotesis nol menjadi H0: ρ = 0, sedangkan hipotesis alternatif menjadi H1: ρ< 0. Pengujian terhadap hipotesis ini dapat dievaluasi dengan t-statistik biasa, yang kemudian dikembangkan oleh Dickey-Fuller (1979) karena mereka menunjukkan bahwa dalam hipotesis nol adanya akar-akar unit, t-statistics yang diperoleh tidak mengikuti student’s t-distribution yang konvensional.

Bentuk persamaan dengan pendekatan uji stasioneritas dalam penelitian ini diberikan sebagai berikut:

Uji Akar Unit dengan ADF test Dimana diketahui :

(41)

Z = ρ Ut-1 + e

Maka aplikasi rumusnya adalah :

None (tanpa constancy dan drift) : D = 0 Constancy : D = C

Drift : D = C + αtime

Drift and Trend : D = C + αtime + βtime2 Sehingga persamaan untuk masing-masing pengujian : U = ρ Ut-1 + e

U = C + ρ Ut-1 + e

U = C + αtime + ρ Ut-1 + e

U = C + αtime + βtime2 + ρ Ut-1 + e Maka didapat untuk ∆U = (ρ-1) Ut-1 +e

Dengan melihat probabilitasnya, bisa ditentukan apakah data bersifat stasioner atau tidak.

3.3.2. ARIMA (Autoregressive - Integrated Moving Average)

ARIMA atau model Bob Jenkins memfokuskan pada kombinasi prinsip-prinsip regresi dan metode pemulusan (smoothing). Model ARIMA merupakan gabungan model AR (p) dan MA (q). ARIMA sangat bermanfaat untuk peramalan jangka pendek.

ARIMA biasanya ditulis sebagai ARIMA (p,d,q). p = ordo autoregresif

d = ordo integrasi

(42)

Model ARIMA menggunakan informasi dari series-nya sendiri untuk melakukan peramalan. Ini berbeda dengan model regresi biasa dalam hal bahwa dalam melakukan forecasting dengan model biasa membutuhkan peramalan mengenai nilai independen variabel.

Ada beberapa tahapan dalam model ARIMA, yaitu : (1) Identifikasi model dengan menguji kestasioneran data dan identifikasi ordo ARIMA, (2) Estimasi parameter dari model yang telah dipilih sesuai hasil identifkasi, (3) Pemilihan model yang terbaik, (4) Forecasting

Model bentuk dasar dari model ARIMA adalah sebagai berikut : Model AR (p) Yt=α0 + α1Yt-1 + α2Yt-2 + α3Yt-3 + …… + αp Yt-p + et (3.4) Model MA (q) Yt=β0 + β1et-1 + β2et-2 + β3et-3 + …… + βq et-q + et (3.5) Model ARMA (p,q) Yt=γ0 + α1Yt-1 + α2Yt-2 + α3Yt-3 + …… + αp Yt-p + β1et-1 + β2et-2 + β3et-3 + …… + βq et-q + et (3.6)

3.3.3. Pengukuran Tren Pengangguran

Dalam penelitian ini digunakan empat indikator untuk mengukur tren pengangguran yang merujuk pada studi Elmeskov (1993). Keempat Indikator tersebut, yaitu : NAWRU, NAIRU, kurva Beveridge dan kurva Okun. Aplikasi matematis dari keempat indikator diberikan dalam beberapa subab dibawah ini.

(43)

3.3.3.1. Indikator NAWRU

NAWRU (Non Accelerating Wage Rate of Unemployment) menunjukkan besarnya tingkat pengangguran yang dapat mengakselerasi kenaikan upah. Indikator NAWRU diperoleh dengan formula:

NAWRU = U – (DU/D2logW) * DlogW di mana: U = tingkat pengangguran aktual, W = upah nominal,

D = first difference operator.

3.3.3.2. Indikator NAIRU

NAIRU (Non Accelerating Inflation Rate of Unemployment) menunjukkan besarnya tingkat pengangguran yang dapat mengakselerasi kenaikan inflasi. Indikator NAWRU diperoleh dengan formula:

NAIRU = U – (DU/D2π) * Dπ

di mana: U = tingkat pengangguran aktual, π = tingkat inflasi,

D = first difference operator.

3.3.3.3. Kurva Beveridge

Kurva Beveridge adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara tingkat pengangguran dengan lowongan kerja (vacancy rate). Indikator kurva Beveridge diperoleh dengan formula:

b = U*Vmed(-DlogU/DlogV) di mana: b = kurva Beveridge

(44)

V = vacancy rate.

3.3.3.4. Kurva Okun

Kurva Okun adalah kurva yang menggambarkan hubungan antara tingkat pengangguran dengan output. Indikator kurva Okun diperoleh dengan menggunakan metode yang relatif sama dengan formula untuk membangun indikator NAWRU dan NAIRU dengan mengganti inflasi upah dan tingkat inflasi dengan utilisasi kapasitas (capacity utilization). Indikator kurva Okun diperoleh dengan formula:

OKUN = U – (DU/D2logGDP) * DlogGDP di mana: U = tingkat pengangguran aktual, GDP = output nasional,

D = first difference operator.

3.3.4. Penentuan Pola Persistensi Pengangguran

Penentuan pola persistensi pengangguran dimaksudkan untuk melihat apakah peningkatan tren pengangguran tersebut terjadi karena peningkatan keseimbangan (equilibrium) pasar tenaga kerja atau karena penyesuaian yang lamban (slow adjustment) dalam pasar tenaga kerja. Selanjutnya, jika tingkat pengangguran naik maka kompensasi yang seharusnya terjadi adalah upah riil menurun sehingga pada periode berikutnya terjadi penyerapan tenaga kerja (terjadi mekanisme self correcting).

Untuk menganalisis beberapa kondisi diatas dilakukan pendekatan dalam mekanisme pembentukan upah, yang dibentuk dalam model-model di bawah ini :

(1) DlogWR = c + L*A(M)*DlogWR + B(L)*DlogPCP + C(L)*DlogPGDPB + d*f(UNR) + g*(UNR-UTREND),

(45)

(2) Dlog(WR/PCP) = c + L*A(M)*Dlog(WR/PCP) + B(M)*DDlogPCP + C(L)*Dlog(PGDPB/PCP) + d*f(UNR) + g*(UNR-UTREND),

(3) DlogWR = c + L*A(M)*DlogWR + B(L)*DlogPCP + C(L)*DlogPGDPB + d*f(UNR) + e*DUNR,

(4) Dlog(WR/PCP) = c + L*A(M)*Dlog(WR/PCP) + B(M)*DDlogPCP + C(L)*Dlog(PGDPB/PCP) + d*f(UNR) + e*DUNR.

dimana :

D = first different operator, L dan M = lag operator,

log WR = log dari upah nominal, log PCP = log dari tingkat inflasi, logPGDPB = log dari tingkat output,

f(UNR) = fungsi pembentukan tingkat pengangguran, UNR-UTREND = deviasi dari tingkat pengangguran,

log(WR/PCP) = log dari upah rill, log(PGDPB/PCP) = log dari output riil, dan

DUNR = differensial dari tingkat pengangguran.

3.3.5. Analisis Panel Data

Dalam suatu penelitian, terkadang ditemukan suatu persoalan mengenai ketersediaan data yang mewakili variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data time series yang pendek serta bentuk data cross section yang terbatas sering dijumapai oleh peneliti. Melalui pendekatan ilmu ekonometrika, kondisi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan panel data agar dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. Keuntungan dari penggunaan panel data menurut (Gujarati, 2003) adalah sebagai berikut :

(46)

2. Memberikan lebih banyak informasi, lebih bervariasi, mengurangi kolinieritas antar variabel, meningkatkan degrees of freedom dan lebih efisien

3. Mampu mengidentifkasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series murni.

4. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih komlpeks.

Keuntungan fundamental panel data dari data time series ataupun cross section adalah bahwa panel data akan membiarkan peneliti untuk lebih fleksibel dalam memodelkan perbedaan sifat tiap data pengamatan. Metode panel data dapat memiliki tiga bentuk model yaitu, Pooled Least Square, Fixed Effect atau model efek tetap dan Random Effect atau model efek acak.

(1) Pendekatan Kuadrat Terkecil

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini:

Yit = α +βj xjit + εit untuk i = 1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, . . ., T (3.7)

di mana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross-section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cros- section sebagai berikut:

yi1 = αi + βj xjit + εi1 untuk i = 1, 2, . . . , N (3.8)

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret waktu (time

(47)

series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi.

(2) Pendekatan Efek Tetap

Masalah terbesar dalam pendekatan metode kuadrat terkecil biasa adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antarindividu maupun antarwaktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka (dummy variable) untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross-section maupun antarwaktu.

Pendekatan dengan memasukkan variabel boneka ini dikenal dengan sebutan model efek tetap (fixed effect) atau Least Square Dummy Variable (LSDV). Penggunaan pendekatan efek tetap ini akan menghasilkan intersep yang berbeda-beda antar unit cross section. Pendekatan tersebut dapat dituliskan dalam persaman sebagai berikut:

, ' it it i it x y =

α

+

β

+

ε

ε

it ~IID(0,

σ

e2) (3.9)

di mana

x

it independen terhadap

ε

it dan

α

i merupakan intersep yang berbeda-beda untuk masing-masing cross section. Kita dapat menuliskan model ini dalam kerangka regresi umumnya dengan memasukan variabel dummy untuk masing-masing unit

idalam model. Berarti,

2 , N it j ij it it j y

α

α

d xι

β ε

= = +

+ + (3.10)

di mana dij =1 jika i= dan 0 untuk selainnya. Dengan begitu kita mempunyai j variabel dummy sebanyak N− dalam model. Parameter 1

α α

, ,....,

1

α

N−1 dan β dalam

(48)

(3.9) dapat diestimasi dengan ordinary least square (OLS). Penaksir β disebut sebagai

Least Square Dummy Variable (LSDV) estimator. Secara numerik akan menjadi lebih

rumit apabila kita memiliki model regresi dengan banyak regressor. Namun demikian, untuk mengestimasi β dapat dihitung dengan cara yang lebih sederhana. Hal ini dapat ditunjukkan bahwa secara tepat penaksir yang sama untuk β diperoleh jika regresi dikerjakan dalam bentuk penyimpangan dari rata-rata tiap individu. Secara esensial, hal ini mengimplikasikan bahwa kita menghilangkan pengaruh individu α1 dengan mentransformasi data. Untuk melihat hal ini, perlu diperhatikan bahwa:

' ,

i i i i

y =α +x β ε+ (3.11)

di mana 1

i t it

y =T

y dan begitu pula untuk variabel lainnya. Konsekuensinya, kita dapat menulis:

(

)'

(

),

it i it i it i

y

− =

y

x

x

β ε ε

+

(3.12)

Model ini adalah model regresi dalam bentuk penyimpangan rata-rata tiap individu dan tidak memasukkan pengaruh individu α1. Transformasi yang menghasilkan observasi dalam bentuk penyimpangan dari rata-rata tiap individu, seperti dalam (3.7), kita sebut sebagai within transformation. Penaksir OLS untuk β yang diperoleh dari model transformasi ini sering disebut within estimator atau fixed effect estimator, model estimasi ini sangat identik dengan penaksir LSDV yang digambarkan di atas. Sehingga,

1 1 1 1 1 ˆ N T ( i)( ) ' N T ( i)( ). FE it it i it it i t i t x x x x x x y y β − = − = − ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ = − − − − ⎜ ⎟ ⎝

∑∑

∑∑

(3.13)

(49)

Jika kita mengasumsikan bahwa semua

x

it adalah independen terhadap semua

ε

it, penaksir fixed effect adalah penaksir tidak bias untuk β . Jika asumsi normalitas untuk

it

ε

berlaku,

β

ˆFEmemiliki distribusi normal. Agar konsisten, kita memerlukan

( it i) it 0 E x x

ε

⎧ ⎫ ⎪ = ⎨ ⎬ ⎪ ⎪ ⎩ ⎭ (3.14)

Syarat cukup untuk kondisi ini adalah bahwa

x

it tidak berkorelasi dengan

ε

it dan

x

i tidak berkorelasi dengan error term. Kondisi ini menyiratkan

{

x

it is

}

=

0

E

ε

untuk semua ts, (3.15)

dalam kasus ini kita menyebut

x

it sebagai strictly exogenous. Strictly exogenous variabel tidak boleh tergantung pada nilai saat ini, masa depan atau masa lalu dari error term.

Karena variabel eksogen adalah independen terhadap semua error, intersep N diestimasi dengan tidak bias sebagai

^ '

ˆi yi xˆi FE, i 1,....,N

α

= −

β

= (3.16)

Di bawah asumsi (3.12) penaksir ini adalah konsisten untuk fixed effects

α

i ketika

Tmenuju tak hingga.

Bagaimanapun, fixed effect model memusatkan perhatian pada perbedaan dalam individu, berarti, menjelaskan mengapa

y

it berbeda dari

y

i dan tidak menjelaskan mengapa

y

i berbeda dari yj. Pengaruh perubahan x terhadap variabel lain yang ditangkap dengan parameter β memiliki pengaruh yang sama, apakah itu perubahan

Gambar

Gambar 1.1 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia menunjukkan tren  yang meningkat, kecuali pada tahun 2007 tingkat pengangguran di Indonesia sedikit  mengalami penurunan
Gambar 2.1 Kurva Perbedaan Hysterisis dan Slow Adjustment
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Tabel 3.1 Perubahan Definisi Pengangguran dan Usia Kerja
+7

Referensi

Dokumen terkait

1. Konsumen Mall Malioboro Yogyakarta mayoritas adalah perempuan, dengan usia sekitar 15-25 tahun. Latar belakang pendidikan mayoritas adalah SLTA/SMU dengan tingkat pendapatan

Telah dikemukakan dalam riset bahwa moral kerja dapat mempertinggi produktivitas dalam kondisi tertentu, akan tetapi dalam kondisi yang lain ternyata tidak begitu

de-ngan harta dan jiwan n harta dan jiwanya pada jala ya pada jalan Allah n Allah dan dan orang-orang yang orang-orang yang memberikan memberikan tempat kediaman

Yang dimaksud dengan badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air adalah badan usaha yang secara khusus dibentuk oleh Pemerintah

Karya tulis yang berjudul “Penelitian Perubahan-Perubahan Fisik Pada Tanaman Umbi Lapis (Bawang Merah), penyusun buat dengan tujuan melengkapi nilai tugas dalam

Pemeriksaan lanjutan spesimen biomedis dengan metode ELISA untuk seluruh sisa spesimen yang belum diperiksa sehingga data yang diperoleh dapat digunakan untuk

1) S (Strength) yaitu kekuatan yang dimiliki oleh faktor internal dalam pengembangan industri biofarmaka Daerah Istimewa Yogyakarta. 2) W (Weakness) yaitu kelemahan

[r]