• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Struktur Persistensi Pengangguran

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Definisi

2.2.2. Penentuan Struktur Persistensi Pengangguran

Blanchard dan Summers (1986) menemukan bahwa derajat persistensi yang lebih tinggi terjadi di negara-negara Eropa daripada di Amerika. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa fenomena persistensi lebih cenderung terjadi di EU daripada AS sekaligus mengindikasikan hysteresis pengangguran di kawasan Eropa. Hasil riset

tersebut diperkuat dengan hasil riset yang dilakukan Ledesma (2000) yang bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi persisten atau hysteresis pengangguran antara kawasan Eropa dan Amerika. Estimasi dengan menggunakan Panel Unit Root digunakan untuk mendapatkan t-statistik yang mencerminkan derajat persistensi.

Menurut Assarsson dan Jansson (1995), persistensi pengangguran dapat disebabkan oleh tiga faktor: (1) persistensi pengangguran dapat disebabkan oleh natural rate shocks, (2) pengangguran dapat memiliki siklus dengan periode yang cukup lama, (3) guncangan siklikal dalam pengangguran dapat ditransmisikan menjadi pengangguran yang permanen.

Feve et al. (2002) melakukan penelitian untuk membuktikan adanya fenomena histerisis pengangguran di 21 negara OECD. Menurut penelitian ini, selama periode 1980an, secara garis besar histerisis pengangguran terjadi akibat kegagalan tingkat pengangguran untuk kembali ke tingkat yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa histerisis pengangguran tidak terjadi di negara Kanada, Belanda, dan Amerika Serikat. Kemudian, histerisis pengangguran yang diproksikan oleh kekakuan upah, tidak terbukti terjadi di 15 negara. Fleksibilitas tingkat upah merupakan alasan kuat yang menghalangi terjadinya pengangguran yang persisten.

Tolvi (2003) menyatakan bahwa unemployment persistence atau unemployment hysteresis merupakan suatu fenomena di mana tingkat pengangguran di suatu wilayah meningkat dan diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengembalikan pengangguran tersebut ke tingkat pengangguran semula, atau bahkan tingkat pengangguran ini tidak akan pernah kembali ke tingkat awal tersebut. Dalam penelitiannya Tolvi ingin meneliti fenomena persistensi pengangguran terhadap berbagai kelompok angkatan kerja yang ada di Finlandia. Dengan menggunakan model ARFIMA (Autoregressive Fractionally

Integrated Moving Average) dan LM (Langrange Multiplier) Tolvi menemukan bahwa selama sekitar satu setengah dekade di Finlandia telah terjadi persistensi pengangguran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persistensi pengangguran untuk angkatan kerja muda lebih kecil dibandingkan angkatan kerja keseluruhan. Selain itu persistensi pengangguran pada kelompok wanita lebih kecil dibandingkan kelompok pria baik untuk kelompok usia muda maupun untuk angkatan kerja secara keseluruhan.

Arulampalam et al. (2000) melakukan penelitian mengenai status kebergantungan (state dependence) dari tingkat pengangguran di Inggris. Dengan menggunakan model panel data, mereka menemukan bahwa terdapat pengaruh status kebergantungan yang kuat dari pengangguran yang terjadi pada periode sebelumnya, khususnya untuk golongan pria dewasa. Hasil tersebut sesuai dengan scarring theory of unemployment di mana pengalaman menganggur seseorang akan berpengaruh terhadap kondisi orang tersebut pada pasar tenaga kerja di masa yang akan datang. Hal ini terjadi karena ketika seseorang menganggur menyebabkan penurunan kualitas human capital (modal tenaga kerja) atau karena para majikan menggunakan sejarah yang terjadi pada pasar tenaga kerja sebagai suatu indikator produktivitas tenaga kerja, atau karena para pekerja yang menganggur akan bersedia menerima pekerjaan dengan kualitas yang lebih rendah.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kondisi pasar tenaga kerja lokal menghasilkan pengaruh yang kecil bagi para penganggur dengan kelompok usia muda. Para penganggur golongan usia muda bersifat independen terhadap pengaruh siklus bisnis. Usia, kesehatan, dan kualifikasi dari para tenaga kerja menjadi faktor-faktor penentu yang signifikan terhadap pengangguran.

Temuan bahwa pengalaman pengangguran sebelumnya dapat meningkatkan kemungkinan pengangguran pada masa sekarang merupakan sebuah implikasi yang penting bagi sebuah pengambilan keputusan dimana diperlukan adanya suatu upaya untuk menjaga tingkat pengangguran pada tingkat alamiah (NAIRU). Bukti-bukti yang terjadi di Inggris mengindikasikan bahwa suatu kebijakan untuk mengurangi tingkat pengangguran jangka pendek akan dapat mengurangi tingkat pengangguran dalam jangka panjang dengan mengurangi tingkat NAIRU. Beberapa kebijakan yang dapat diambil untuk mengurangi atau mencegah tingkat pengangguran adalah dengan meningkatkan pendidikan dan pelatihan yang akan memberikan manfaat jangka panjang.

Wu (2003) melakukan penelitian yang menguji eksistensi persistensi pengangguran serta sumber persistensi yang terjadi di Cina. Studinya difokuskan pada perbedaan yang terjadi antara pengangguran total dan kaum muda (total dan youth unemployment), tingkat nasional dan regional dalam fenomena persistensi pengangguran di Cina. Hasil empiris menunjukkan tiga esensi penting. Pertama, pengangguran di tingkat provinsi (provincial unemployment) lebih persisten dibanding pengangguran agregat nasional (national aggregate unemployment). Kedua, pengangguran total lebih persisten daripada pengangguran kaum muda. Ketiga, walaupun wilayah barat Cina memiliki tingkat pengangguran provinsi tertinggi tetapi persistensi pengangguran regionalnya terendah.

2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual

Keterkaitan antara permasalahan dan tujuan penelitian dapat kita lihat pada bagan yang merupakan kerangka pemikiran dari penelitian, yaitu sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.2. Alur pemikiran yang dilakukan dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan alur analisis yang dilakukan dalam studi InterCAFE.

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kerangka pemikiran digunakan sebagai panduan dalam pelaksanaan penelitian, yaitu untuk menjawab ketiga tujuan penelitian: (1) memotret gambaran umum

Persistenkah Pengangguran di Indonesia ? Measurement Issue terhadap

Struktur Pengangguran Fenomena Pengangguran di Indonesia Ya Tidak Diperlukan Kajian terhadap Pola Persistensi Histerisis : Perubahan Struktural Perekonomian

Mengetahui Secara Pasti Pola Persistensi yang Terjadi

di Indonesia

Alamiah :

Pengangguran Pada Kondisi Normal

karakteristik pengangguran di Indonesia; (2) mengkaji eksistensi persistensi pengangguran di Indonesia; dan (3) menganalisis pola pengangguran di Indonesia.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu : pertama, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah menggali informasi mengenai isu-isu yang terkait dengan pengukuran data pengangguran, mengidentifikasi karakteristik pengangguran dan tenaga kerja. Pada tahap ini, selain dilihat struktur pengangguran secara umum, karakteristik pengangguran dan tenaga kerja juga dianalisis dari berbagai dimensi seperti usia, pendidikan dan gender. Pendekatan yang digunakan pada tahap ini adalah metode analisis statistika deskriptif.

Masih dalam kerangka menjawab tujuan pertama penelitian, analisis yang lebih mendalam dilakukan untuk mengetahui fenomena pengangguran di Indonesia pada level nasional, apakah terjadi eksistensi persistensi atau tidak. Analisis yang dilakukan pada tahap ini, merupakan tahap kedua pada Gambar 2.1. Untuk studi ini digunakan dua alat analisis untuk membuktikan terjadinya persistensi pengangguran di Indonesia. Alat analisis yang pertama adalah metode ekonometrika uji akar unit terhadap data time series pengangguran. Selanjutnya dilakukan analisis pengukuran dinamika pengangguran yang merujuk pada studi yang dilakukan Elmeskov (1993), namun dalam penelitian ini ditambahkan indikator NAIRU. Hal yang mendasari analisis tersebut di antaranya adalah adanya fenomena tingginya tingkat pengangguran dengan kecenderungan yang terus meningkat. Terdapat beberapa alat analisis yang dapat mengukur trend unemployment di antaranya: indikator NAWRU (Non Accelerating Wage Rate of Unemployment), indikator NAIRU (Non Accelerating Wage Rate of Unemployment) kurve Beveridge, dan kurva Okun. Keempat metode tersebut

diaplikasikan dalam studi ini untuk menggambarkan tren pengangguran yang terjadi di Indonesia.

Hasil analisis tahap sebelumnya akan menimbulkan pertanyaan, apakah kondisi pengangguran: (1) merefleksikan peningkatan pada tingkat keseimbangan pengangguran (natural rate), umumnya disebut unemployment trend, atau (2) merupakan fenomena lambatnya penyesuaian (slow adjustment) terhadap tingkat keseimbangan. Pertanyaan tersebut akan dijawab dalam analisis tahap ketiga, dimana akan ditunjukan pola pengangguran yang terjadi di Indonesia. Apakah tren pengangguran yang terjadi dalam hasil analisis tahap kedua mempunyai mekanisme kembali ke keseimbangan awal dan mempunyai kemampuan untuk melakukan penyesuaian (self correcting), dalam hal ini akan terjadi penyerapan tenaga kerja atau justru mekanisme penyesuaian tersebut tidak terjadi.

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu tentang pengangguran, maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis pertama, dengan tingkat pengangguran yang cenderung terus meningkat, maka telah terjadi fenomena persistensi pengangguran di Indonesia. Kedua, terjadi pola khusus dengan tingkat pengangguran yang terjadi di Indonesia, sehingga kebijakan dalam penyelesaian masalah pengangguran selama periode penelitian relatif tidak berhasil untuk menurunkan tingkat pengangguran.

Dokumen terkait