• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II NITROGEN DAN AIR SEBAGAI PENDUKUNG PERTUMBUHAN TANAMAN BUNCIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II NITROGEN DAN AIR SEBAGAI PENDUKUNG PERTUMBUHAN TANAMAN BUNCIS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

NITROGEN DAN AIR SEBAGAI PENDUKUNG

PERTUMBUHAN TANAMAN BUNCIS

A. Nitrogen

Sumber utama nitrogen (N) adalah nitrogen bebas (N2) yang terdapat di

atmosfir, yang komposisinya mencapai 78% dari volume atmosfir. Nitrogen juga terdapat dalam bentuk senyawa kompleks berupa ammonia (NH3), tetapi

jumlahnya tidak begitu besar sebab sifatnya yang mudah larut dalam air (Tn, 2009).

Gambar 2.1 Siklus Nitrogen

(2)

Bentuk atau komponen nitrogen di atmosfir dapat berbentuk ammonia (NH3), molekul nitrogen (N2), dinitrit oksida (N2O), nitrogen oksida (NO),

nitrogen dioksida (NO2), asam nitrit (HNO2), asam nitrat (HNO3), basa amino

(R3-N), dan lainnya dalam bentuk proksisilnitril. Dalam telaah kesuburan tanah, proses pengubahan nitrogen dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu mineralisasi senyawa nitrogen komplek, amonifikasi, nitrifikasi, denitrifikasi, dan volatilisasi ammonium (Tn, 2009).

Sejumlah organisme yang berasosiasi dengan tanaman mampu melakukan fiksasi nitrogen dan N-bebas. Proses fiksasi memerlukan energi yang besar, enzim (nitrogenase), dan oksigen yang cukup. Ketiga faktor ini sangat penting dalam memindahkan N-bebas oleh simbion (Tn, 2009).

Perubahan nitrogen organik menjadi Ammonia (NH4+) oleh bakteri dan

fungi tanah disebut amonifikasi. Ammonia (NH4+) akan dioksidasi lebih lanjut

menjadi nitrit (NO2) dan nitrat (NO3-) yang disebut nitrifikasi. Bakteri yang

berperan mengubah ammonia menjadi nitrit adalah genus Nitrosomonas, sedangkan genus Nitrobacter berperan mereduksi nitrit menjadi nitrat. Nitrat dapat hilang dari tanah oleh denitrifikasi yaitu suatu proses pembentukan N2, NO,

N2O, dan NO2 dari NO3- oleh bakteri anaerob (Salisbury dan Ross,

1995:112-113). Nitrogen dari proses fiksasi merupakan sesuatu yang penting dan ekonomis yang dilakukan oleh bakteri genus Rhizobium dengan tanaman Leguminosae (Tn, 2009).

(3)

B. Kapasitas Lapang

Menurut Hanafiah (2005), air merupakan komponen penting dalam tanah yang dapat menguntungkan dan sering pula merugikan. Beberapa peranan yang menguntungkan adalah sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke dalam akar tanaman serta pemicu reaksi kimia dalam penyediaan hara, yaitu dari hara tidak tersedia menjadi hara yang tersedia bagi akar tanaman. Air sebagai penopang aktivitas mikroba dalam merombak unsur hara yang semula tidak tersedia menjadi tersedia bagi akar tanaman, sebagai pembawa oksigen terlarut ke dalam tanah, sebagai stabilisator temperatur tanah, dan mempermudah dalam pengolahan tanah. Air juga berperan sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah, dan differensi horison.

Selain beberapa peranan yang menguntungkan, air tanah juga menyebabkan beberapa hal yang merugikan, yaitu :

1. Mempercepat proses pemiskinan hara dalam tanah akibat proses pencucian (perlin-dian / leaching) yang terjadi secara intensif.

2. Mempercepat proses perubahan horizon dalam tanah akibat terjadinya eluviasi dari lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah.

3. Kondisi jenuh air menjadikan ruang pori secara keseluruhan terisi air sehingga menghambat aliran udara ke dalam tanah, sehingga mengganggu respirasi dan serapan hara oleh akar tanaman, serta menyebabkan perubahan reaksi tanah dari reaksi aerob menjadi reaksi anaerob.

Hanafiah (2005) menambahkan bahwa, keberadaan air di dalam tanah terjadi karena tertahan oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air

(4)

(impermeable layers) atau adanya drainase tanah yang buruk (poor drainage). Bila air tersedia dalam keadaan cukup maka pertumbuhan dan produktivitas tanaman akan berlangsung secara optimal, namun bila air berlebihan atau sebaliknya kekurangan akan berakibat buruk bagi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

Menurut Hardjowigeno (1992), air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi. Berdasarkan adanya gaya-gaya tersebut maka air dalam tanah dapat dibedakan menjadi air higroskopik (Hygroscopic water) dan air kapiler (capiler water).

1. Air higroskopik

Air higroskopik adalah air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat digunakan tanaman, kondisi ini terjadi karena adanya gaya adhesi antara tanah dengan air. Air hidroskopik merupakan selimut air pada permukaan butir-butir tanah (Hardjowigeno, 1992).

2. Air kapiler

Air kapiler adalah air dalam tanah dimana daya kohesi (gaya tarik menarik antara sesama butir-butir air) dan daya adhesi (antara air dan tanah) lebih kuat dari gravitasi. Air ini dapat bergerak secara horisontal atau vertikal karena gaya-gaya kapiler. Sebagian besar dari air kapiler merupakan air yang tersedia (dapat diserap) bagi tanaman. Air gravitasi merupakan salah satu kondisi air tanah

(5)

dimana air bebas mengalir ke bawah melalui partikel tanah karena adanya gaya gravitasi (Hardjowigeno, 1992).

Sejumlah istilah digunakan oleh ahli tanah untuk menggambarkan jumlah air yang tersedia bagi tanaman, antara lain kapasitas lapang (field capacity), titik layu permanen (permanent wilting point) dan air tersedia (available water). Kapasitas lapang merupakan air yang dapat diikat oleh tanah kering atau jumlah total air yang dapat dipertahankan oleh tanah, yang dapat melawan gaya gravitasi. Titik layu permanen merupakan kondisi tanah yang kadar airnya tidak lagi dapat diserap tanaman, sehingga tanaman menjadi layu. Selisih antara kapasitas lapang dengan titik layu permanen inilah yang disebut dengan air yang dapat dimanfaatkan tanaman. Perbedaan kapasitas lapang, titik layu permanen, dan air yang tersedia dapat disebabkan oleh perbedaan tekstur, kadar bahan organik dan kematangannya. Pada tanah pasir nilai titik layu permanen maupun kapasitas lapang berada pada nilai terendah. Nilai itu semakin meningkat dengan semakin tingginya kadar debu, liat dan bahan organik tanah. Tanah lempung liat merupakan tanah yang mempunyai nilai titik layu permanen dan kapasitas lapang tertinggi, yang berarti nilai air tersedianya juga paling tinggi (Hardjowigeno, 1992).

Kapasitas lapang merupakan batas kadar air pada tanah dimana di dalam tanah tidak terjadi lagi drainase internal. Penetapan kadar air pada kapasitas lapang dilakukan umumnya di laboratorium pada tegangan air (nilai pF) 2,54 (Kurnia, et al., 2004).

(6)

Kapasitas lapang adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kandungan air maksimum yang dapat dikandung oleh tanah setelah drainase bebas terjadi. Nilai kapasitas lapang tidak tertaut pada tegangan air tanah tertentu, tetapi terkait dengan kondisi masing-masing tanah. Dalam prakteknya, kapasitas lapang biasanya ditetapkan sebagai kadar air tanah setelah drainase bebas selama satu atau dua hari dari keadaan jenuh (Supriyanto, 1996).

Setelah penjenuhan pada tanah pasiran, pori-pori ukuran besar akan segera kosong dan aliran drainase menurun sangat cepat, memberikan tanda perubahan yang sangat jelas. Melebihi batas ini potensial air tanah menurun sangat tajam. Tetapi pada tanah lempungan, terjadi perubahan yang lambat dan drainase menurun bertahap tanpa penghentian yang jelas. Pada tanah yang demikian tidak ada perubahan yang jelas dalam kecepatan drainase yang dapat dihubungkan dengan kadar air kapasitas lapang (Supriyanto, 1996).

Besarnya bobot jenis partikel tanah pertanian bervariasi diantara 2,2-2,8 mg/m3. Bobot jenis partikel tanah ini dipengaruhi oleh kandungan bahan organik tanah dan kepadatan jenis partikel penyusun tanah. Kandungan bahan organik yang tinggi menyebabkan tanah mempunyai bobot jenis partikel rendah rendah. Tanah andosol misalnya mempunyai bobot jenis partikel 2,2-2,4 mg/m3 (Islami, 1995:11).

Islami (1995) menambahkan, besarnya bobot volume tanah-tanah pertanian bervariasi dari 1,0 mg/m3 – 1,6 mg/m3. Besarnya bobot volume tanah dipengaruhi oleh : tekstur tanah yang ditentukan oleh ukuran dan kepadatan jenis partikel, kandungan bahan organik tanah dan struktur tanah (pori-pori tanah).

(7)

C. Tinjauan Buncis (Phaseolus vulgaris L.)

Buncis merupakan anggota familia Leguminosae dan berasal dari Amerika. Buah buncis ini penting sebagai makanan manusia sebab selain mengandung karbohidrat dan lemak, tanaman ini juga banyak mengandung bahan protein, terutama pada bijinya. Jika dikombinasikan dengan jenis makanan pokok yang mengandung karbohidrat jenis pangan dari kacang-kacangan dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi di Indonesia (Prasetyo, 2010). Menurut Backer dan Van den Brink (1965) serta Lawrence (1968), kedudukan tanaman buncis dalam taksonomi tumbuhan adalah sebagai berikut :

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospremae Classis : Dicotyledonae

Ordo : Rosales

Sub ordo : Rosinae

Familia : Leguminosae

Sub familia : Papillonaceae

Genus : Phaseolus

Species : Phaseolus vulgaris L.

Menurut Setianingsih dan Khaerodin (1993), buncis merupakan tanaman tahunan merambat, batang agak berbulu. Batang bersegi atau hampir silindris. Duduk daun berseling, pangkal daun tidak simetris, ujung daun simetris biasanya berbentuk bulat telur. Perbungaan terletak di ketiak atau di ujung dengan beberapa atau banyak bunga berwarna putih, merah muda, atau ungu. Polong dengan panjang hingga 20 cm, lurus atau pada umumnya agak melengkung, berdaging ketika muda, berwarna hijau atau kuning, kadang-kadang berbintik atau bergaris ungu atau kemerahan hingga keunguan. Bentuk, ukuran dan warna biji sangat beragam. Biji berbentuk membulat telur, agak bulat atau mengginjal, berwarna

(8)

hitam, coklat, kuning, merah atau putih. Morfologi tanaman buncis tanaman buncis dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2 Morfologi Tanaman Buncis

Sumber : http://www.khitha.com/wp-content/uploads/2010/08/buncis.jpg

Menurut Setianingsih dan Khaerodin (1993), buncis mempunyai dua tipe pertumbuhan yaitu :

1. Tipe membelit atau merambat

Tanaman tipe ini pertumbuhannya membelit atau merambat sehingga memerlukan turus atau lancaran setinggi kurang lebih 2 meter.

2. Tipe tegak

Tipe ini biasanya berbentuk semak dan tingginya hanya sekitar 30 cm, ruas batangnya agak pendek, percabangannya rendah dan sedikit, sehingga jenis ini tidak memerlukan turus. Dengan demikian jenis ini termasuk jenis yang

(9)

disarankan untuk ditanam, karena tidak digunakannya turus dapat memperkecil biaya produksi.

Menurut Setianingsih dan Khaerodin (1993), dari kedua tipe pertumbuhan tersebut terdapat bermacam-macam varietas yang dikenal, baik itu varietas lokal, varietas unggul nasional, dan varietas introduksi yang berasal dari luar negeri. Varietas-varietas yang sudah banyak ditanam petani dan populer antara lain sebagai berikut :

1. Buncis babud (lokal bandung)

Varietas ini mempunyai polong kurang lebih sebesar jari kelingking dengan penampang melintang berbentuk bulat. Panjang polong 15 cm dengan ujung agak melengkung dan berwarna hijau muda. Biji yang sudah tua berwarna putih. 2. Buncis hawaian wonder

Varietas ini mempunyai polong yang lebih besar dan warna yang lebih muda dari buncis babud. Penampang melintang polong agak pipih, lebar 2,5 cm dan panjangnya 18 cm. Biji yang sudah tua berwarna cokelat keabu-abuan.

3. Buncis kopak

Varietas ini mempunyai polong yang lebih pipih. Lebar polong 3,5 cm, panjangnya 22 cm, dan bentuk sering bengkok. Biji yang sudah tua berwarna putih bentuknya pipih dan lebih besar dari buncis babud.

4. Buncis kansender

Tanaman agak pendek, polongnya lurus dengan panjang 12 cm, dan berwarna hijau. Umurnya lebih genjah dari buncis babud. Biji yang sudah tua biasanya berwarna cokelat muda.

(10)

5. Buncis hawkesburry wonder

Varietas ini mempunyai bentuk polong panjang, kurang lebih 12 cm. bentuknya agak pipih dan berwarna hijau pucat. Warna bijinya merah ungu, kemudian berubah menjadi cokelat kehitam-hitaman bila sudah tua. Ukuran bijinya besar dibandingkan ukuran varietas lainnya.

Tanaman buncis dapat tumbuh baik bila ditanam pada ketinggian 1.000 - 1.500 m dpl. (dataran tinggi), 500 - 600 m dpl. (dataran sedang), 200 - 300 m dpl. (dataran rendah). Tanaman buncis tipe tegak, di dataran rendah hasilnya memuaskan dan 18 varietas dapat tumbuh subur seperti monel, filo dan strike, sedangkan di dataran tinggi umumnya yang tumbuh adalah yang merambat (Setianingsih dan Khaerodin, 1993).

Jenis tanah yang cocok untuk tanaman buncis adalah Andosol dan Regosol karena mempunyai drainase yang baik. Tanah Andosol hanya terdapat di daerah pegunungan yang mempunyai iklim sedang dengan curah hujan di atas 2.500 mm/tahun. Tanah Andosol mempunyai ciri berwarna hitam, bahan organiknya tinggi, bertekstur lempung hingga debu, remah, gembur dan permeabilitasnya sedang. Tanah Regosol biasanya berwarna kelabu, cokelat, dan kuning, bertekstur pasir sampai berbutir tunggal dan permeabel. Tanah ini banyak terdapat di daerah yang mempunyai iklim basah sampai kering dengan ketinggian yang bervariasi (Setianingsih dan Khaerodin, 1993).

Sifat fisik dan kimia tanah juga perlu diperhatikan. Sifat-sifat yang baik untuk buncis seperti tanahnya gembur, meremah, subur, dan mempunyai pH 5,5 - 6. Tanaman buncis yang ditanam di tanah liat atau tanah berat dan becek tidak

(11)

akan tumbuh baik. Buncis yang ditanam dengan pH <5,5 akan terganggu pertumbuhannya. Hal ini disebabkan pada pH rendah terjadi gangguan penyerapan unsur hara. Beberapa unsur hara yang dapat menjadi racun bagi tanaman antara lain aluminium, besi, dan mangan (Setianingsih dan Khaerodin, 1993).

Pertumbuhan buncis menunjukkan hasil yang kurang memuaskan jika ditanam pada pH tanah yang tidak sesuai. Umumnya tanah di Indonesia bersifat asam (pH <7) dan untuk menaikan pH tersebut diperlukan pengapuran. Dalam pengapuran ini digunakan batu kapur kalsit, batu kapur gips, batu kapur dolomite, atau batu kapur talk. Dosis yang diperlukan untuk menaikkan pH sebesar 0,1 sekitar 480 kg/ha. Pemberian kapur ini sebaiknya dilakukan dua sampai tiga minggu sebelum penanaman (Setianingsih dan Khaerodin, 1993).

Menurut Setianingsih dan Khaerodin (1993), iklim terdiri dari beberapa unsur yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman buncis. Unsur-unsur tersebut seperti :

1. Curah hujan

Tanaman buncis tidak menghendaki curah hujan yang khusus, hanya pada umumnya ditanam di daerah dengan curah hujan 1500 - 2500 mm/th. Air yang dibutuhkan buncis hanya secukupnya, sehingga saat menanam yang paling baik yaitu saat peralihan, pada akhir musim kemarau (menjelang musim hujan) atau pada akhir musim hujan (menjelang musim kemarau). Pada saat peralihan ini sangat cocok untuk fase awal pertumbuhan buncis, fase pengisisan dan pemasakan polong. Pada fase ini dikhawatirkan akan terjadi serangan penyakit bercak bila

(12)

curah hujannya terlalu tinggi. Curah hujan yang terlalu tinggi dapat diatasi dengan membuat saluran-saluran drainase, sedangkan pada musim kemarau diperlukan penyiraman sesering mungkin terutama pada fase awal perkecambahan, sehingga buncis dapat ditanam sepanjang musim bila pemeliharannya baik dan benar. 2. Suhu

Suhu udara yang paling baik untuk pertumbuhan buncis adalah antara 20 - 25oC. pada suhu udara lebih rendah dari 20oC, tanaman tidak dapat melakukan proses fotosintesis dengan baik. Akibatnya pertumbuhan tanaman menjadi terhambat dan jumlah polong yang dihasilkan hanya sedikit. Sebaliknya pada suhu udara lebih tinggi dari 25oC banyak polong-polong yang hampa, sebab proses respirasi lebih besar dari proses fotosintesis akibatnya energi yang dihasilkan lebih banyak untuk pernafasan daripada untuk pengisian polong. Apabila suhu ekstrim terjadi misalnya suhu rendah sekali, maka tanaman akan mati. Perubahan tinggi rendahnya suhu dapat merusak klorofil, sehingga daun seperti terbakar dan layu. Mengatasi suhu tinggi dapat dilakukan dengan pemberian mulsa (jerami, daun pisang kering, atau plastik hitam) atau pohon pelindung disekitar tanaman, sedangkan suhu rendah dapat dilakukan dengan menanam di dalam rumah kaca.

3. Cahaya

Cahaya matahari diperlukan tanaman untuk proses fotosintesis. Oleh karena itu perlu mengetahui banyaknya cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman. Umumnya tanaman buncis memerlukan cahaya matahari yang banyak atau sekitar 400-800 footcandles, sehingga tidak memerlukan naungan.

(13)

4. Kelembaban udara

Kelembaban udara yang diperlukan tanaman buncis sekitar 50 - 60% (sedang). Kelembaban dapat diukur yaitu bila antar tanaman kelihatan rimbun sekali, maka kelembaban di dalamnya cukup tinggi, sehingga akan berpengaruh terhadap serangan hama dan penyakit. Untuk mengurangi kelembaban udara yang tinggi, maka kebersihan lahan perlu dijaga. Ranting-ranting yang telah kering dibuang dan dibakar. Pemangkasan dilakukan sesering mungkin bila tanaman sudah kelihatan lebat. Penyiangan dilakukan agar kelihatan terang, cahaya matahari dapat leluasa masuk ke tanaman, dan lahan juga kelihatan bersih. Hal ini akan memberikan pengaruh yang baik bagi tanaman, terutama terhindarnya tanaman dari serangan hama dan penyakit.

Tanaman akan tumbuh dengan baik jika kebutuhan akan unsur hara terpenuhi. Kecukupan kebutuhan unsur hara bagi tanaman, selain dengan pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik juga harus dihindarkan terjadinya persaingan antar tanaman akan unsur hara tersebut. Pemupukan yang dilakukan dengan secara merata sepanjang alur tanaman dengan jarak tanam yang lebih sempit akan lebih efektif daripada jarak tanam yang lebar (Subhan, 1989).

Buncis merupakan salah satu tanaman yang mempunyai respon terhadap pemupukan. Beberapa penulis menyebutkan bahwa unsur fosfor dan kalium merupakan unsur hara yang penting untuk tanaman buncis. Unsur fosfor dengan dosis yang tepat dapat merangsang pertumbuhan akar dan mempertinggi perbungaan dan pembentukan polong. Buncis sensitif terhadap kekurangan kalium terutama pada tanah-tanah yang kekurangan kalium. Penggunaan kalium secara

(14)

sensitif pada tanah-tanah yang relatif kekurangan kalium dapat meningkatkan hasil dan kualitas dari biji. Pada tanah-tanah yang kekurangan fosfat dan kalium, pemupukan sebaiknya disertai dengan pengapuran. Nitrogen dalam bentuk urea mudah dipakai oleh jasad renik dan tanaman, sehingga tanaman cepat pertumbuhannya (Subhan, 1989).

Kebanyakan hama dan penyakit menjadi musuh petani karena dapat menggagalkan panen. Perlu dilakukan pengendalian untuk mencegah serangan yang lebih luas (Setianingsih dan Khaerodin, 1993).

D. Transportasi pada Tanaman

Penyerapan air dan mineral pada tanaman sangat memerlukan peranan pembuluh angkut xilem. Proses penyerapan tersebut melibatkan beberapa cara, diantaranya adalah difusi dan osmosis. Menurut Dahlia (2001:73), masuknya air dari tanah ke sel-sel akar melibatkan pula masuknya mineral dan ion ke dalam akar. Masuknya ion ke dalam sel diganti dengan keluarnya ion yang lain dari sel akar. Peristiwa ini disebut pertukaran ion yang dipengaruhi oleh sifat antagonisme ion. Antagonisme ion ini berarti bahwa pemasukan ion yang satu dapat mempengaruhi atau bahkan menentang pemasukan ion jenis lain.

Ion-ion yang diserap langsung oleh sel-sel epidermis akan diangkut ke pembuluh xilem secara simplastik, melintasi beberapa lapis sel korteks, sel endodermis, dan sel-sel perisikel. Pengangkutan ini melintasi dinding sel, lamella tengah, dan plasma membran atau pengangkutan berlangsung melalui plasmodesmata. Dinding sel primer pada tanaman memiliki lubang-lubang

(15)

diantara senyawa polisakarida penyusunnya yang ukuran lubang tersebut cukup besar dilalui oleh berbagai senyawa terlarut. Peristiwa pada saat ion diangkut melalui dinding sel epidermis ke endodermis, sebagian ion diserap oleh sel-sel yang dilaluinya, masuk ke sitosol dan diangkut melalui pengangkutan simplas (Lakitan, 2010 : 78-79).

Menurut Salisbury dan Ross (1995:154), air dengan bahan terlarutnya masuk melalui epidermis, dan kemudian bergerak secara bebas melalui sel korteks, baik melewati protoplas maupun melewati dinding sel. Air setelah melewati sel-sel tersebut tidak dapat melewati pita kaspari yang berada di sel endodermis. Air harus menembus sel endodermis, maka dari itu air masuk lamella tengah dari plasmodesmata menuju protoplasma endodermis. Jalan masuknya air dan unsur hara kedalam akar secara horizontal adalah melewati bulu akar, sel-sel korteks, sel-sel endodermis, sel-sel perisikel, dan akhirnya air akan sampai di pembuluh xilem (Dahlia, 2001:73). Air yang berada di pembuluh xilem akan bergerak secara vertikal menuju daun.

Mekanisme ion menembus membran sel dari apoplas masuk ke simplas adalah proses aktif yang memerlukan ATP dari hasil respirasi. Hal ini berakibat konsentrasi ion dalam sel naik ke tingkat yang lebih tinggi daripada konsentrasi di luar sel (Salisbury dan Ross, 1995:155). Sebagian ion-ion yang telah masuk kedalam sitosol akan diangkut masuk ke dalam vakuola, dimana penting peranannya dalam penurunan potensi osmotik akar, sehingga mempercepat serapan air, meningkatkan tekanan turgor sel tersebut, dan akhirnya memacu pertumbuhan akar menembus tanah (Lakitan, 2010:79). Lintasan apoplas terutama

(16)

mengikutsertakan difusi dan aliran massa air dari sel ke sel melalui ruang diantara polisakarida dinding sel (Salisbury dan Ross, 1995:154). Garam esensial dan non esensial ikut dalam pergerakan ini. Pergerakan ion dari akar menuju xilem memerlukan ATP sebagai energi metabolik.

Menurut Lakitan (2010:78) unsur hara dapat kontak dengan permukaan akar melalui tiga cara yaitu secara difusi dalam larutan tanah, secara pasif terbawa oleh aliran air tanah, dan karena akar tumbuh ke arah posisi hara tersebut dalam matriks tanah. Unsur hara yang telah berada pada permukaan akar baru dapat diserap oleh tanaman. Unsur hara yang diserap oleh tanaman biasanya ada dalam bentuk ion-ion, sehingga terlarut dalam air dan memudahkan untuk penyerapan. Lakitan (2010:80) menyebutkan terdapat empat prinsip penyerapan ion yaitu :

1. Jika sel tidak melangsungkan metabolisme atau mati, maka membrannya akan lebih mudah dilalui oleh bahan-bahan yang terlarut.

2. Molekul air dan gas-gas terlarut didalamnya seperti N2, O2, dan CO2 dapat

melalui membran dengan mudah.

3. Bahan terlarut yang bersifat hidrofobik menembus membran dengan kemudahan sebanding dengan tingkat kelarutannya dengan lemak.

4. Ion-ion atau molekul yang bersifat hidrofobik dengan tingkat kelarutan dengan lemak yang sama akan menembus membran dengan tingkat kemudahan yang berbanding terbalik dengan ukurannya (berat molekulnya).

(17)

E. Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran. Menurut Salisbury dan Ross (1995:2) pertumbuhan bukan hanya dalam volume, tapi juga dalam bobot, jumlah sel, dan banyaknya protoplasma. Pertumbuhan memiliki tahapan-tahapan dalam proses tumbuhnya. Menurut Suwarno (2010), tahap-tahap pertumbuhan tanaman yakni :

1. Perkecambahan

Perkecambahan terjadi karena pertumbuhan radikula (calon akar) dan pertumbuhan plumula (calon batang). Faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah air, kelembaban, oksigen dan suhu. Perkecambahan biji ada dua macam yaitu :

a. Perkecambahan epigeal

Hipokotil memanjang sehingga plumula dan kotiledon ke permukaan tanah dan kotiledon melakukan fotosintesis selama daun belum terbentuk. Contoh : perkecambahan kacang hijau.

b. Perkecambahan hypogeal

Epikotil memanjang sehingga plumula keluar menembus kulit biji dan muncul di atas permukaan tanah sedangkan kotiledon tertinggal dalam tanah. Contoh : perkecambahan kacang kapri.

2. Pertumbuhan primer

Pertumbuhan primer merupakan pertumbuhan yang terjadi karena adanya meristem primer. Pertumbuhan ini disebabkan oleh kegiatan titik tumbuh primer

(18)

yang terdapat pada ujung akar dan ujung batang dimulai sejak tumbuhan masih berupa embrio.

3. Pertumbuhan sekunder

Pertumbuhan sekunder merupakan pertumbuhan yang terjadi karena adanya meristem sekunder. Pertumbuhan ini disebabkan oleh kegiatan kambium yang bersifat meristematik kembali. Ciri-ciri jaringan meristematik ini adalah mempunyai dinding yang tipis, bervakuola kecil atau tidak bervakuola, sitoplasma pekat, dan sel-selnya belum berspesialisasi. Ketika pertumbuhan berlangsung secara aktif, sel-sel meristem membelah, dan membentuk sel-sel baru. Sel baru yang terbentuk itu pada awalnya bentuknya sama tetapi setelah dewasa, sel-sel tadi berdiferensiasi menjadi jaringan lain. Jaringan meristem ada dua jenis yaitu : a. Jaringan meristem apeks

b. Jaringan meristem lateral 4. Pertumbuhan terminal

Terjadi pada ujung akar dan ujung batang tumbuhan berbiji yang aktif tumbuh. Terdapat tiga daerah (zona) pertumbuhan dan perkembangan, yaitu : a. Daerah pembelahan (daerah meristematik).

b. Daerah pemanjangan c. Daerah diferensiasi

Suatu sifat fisiologi yang hanya khusus dimiliki oleh tanaman ialah kemampuannya untuk menggunakan zat karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik serta diasimilasikan di dalam tubuh tanaman. Asimilasi disebut juga fotosintesis yaitu suatu proses perubahan zat-zat anorganik H2O dan CO2

(19)

menjadi zat organik karbohidrat dengan bantuan sinar matahari (Dwidjoseputro, 1990:6). Menurut Campbell dan Mitchell (2003:198-199), kloroplas merupakan tempat fotosintesis pada tumbuhan. Gula yang dibuat dalam kloroplas memasok keseluruhan energi yang dibutuhkan oleh tanaman. Hasil fotosintesis berupa karbohidrat diangkut ke luar daun dalam bentuk sukrosa. Sukrosa tersebut menyediakan bahan mentah untuk respirasi seluler dan jalur anabolik lainnya yang mensintesis protein, lipid, dan produk lain. Gula dalam bentuk glukosa berikatan membentuk polisakarida dalam bentuk selulosa yang berfungsi sebagai penyususn utama dinding sel khususnya pada tanaman yang sedang tumbuh dan sedang menuju dewasa.

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Nitrogen
Gambar 2.2 Morfologi Tanaman Buncis

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa pengeringan dengan massa bahan 4.8 kg yang dilakukan hingga malam hari mengkonsumsi energi untuk menguapkan 1 kg uap air dari produk

- Tidak Dinyatakan Berbeda; Nch - Norma Chili; NO(A)EC - Tidak Ada Konsentrasi Efek (Negatif) yang Teramati; NO(A)EL - Tidak Ada Tingkat Efek (Negatif) yang Teramati; NOELR -

Atas limpahan karunia Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning

Ketua Jurusan mengusutkan 1 (satu) orang Calon Sekretaris Program Studi terpitih yang memenuhi persyaratan kepada

Beberapa data fokus telah didapatkan berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan terhadap Ny.N yang pertama, yaitu data subjektif : Ny.N mengatakan nyeri

Hasil Penelitian: Hubungan antara volume oksigen maksimum dengan kualitas hidup pada lanjut usia, didapatkan hasil (p=0,206), sehingga tidak terdapat hubungan yang

Dependent Variable: Kinerja Kader Dari tabel 4.16 diatas terlihat bahwa f hitung 57.460 lebih besar dari pada F tabel 16.876 maka dapat disimpulkan bahwa variabel

Berdasarkan pengamatan terhadap kelompok B tampak jelas bahwa pemberian bFGF menginduksi terjadinya angiogenesis pada CAM, pembuluh darah baru terbentuk dengan pola radial menuju