1 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal.undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRIH (Piper betle)
TERHADAP TINGKAT KESEMBUHAN DAN KELULUSHIDUPAN
KEPITING BAKAU (Scylla seratta)YANG DIMUTILASI
C. A. Deru1, YulianaSalosso2 dan Cresca B.Eoh3
1)
Mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana, Kupang
2,3)
Dosen Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana, Kupang. Jl. Adisucipto, Penfui 85001, KotakPos 1212, Tlp (0380)881589
Email : [email protected]
Abstrak - Penelitian ini telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle L) terhadap tingkat kesembuhan dan tingkat kelulushidupan kepiting bakau (Scylla serrata) yang dimutilasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai bulan Mei 2017, di Laboratorium Fakultas Kelautan Dan Perikanan Universitas Nusa Cendana Kupang. Kepiting bakau yang dimutilasi direndam menggunakan ekstrak daun sirih selama 15 menit dan dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Konsentrasi ekstrak daun sirih yang digunakan untuk perendaman kepiting bakau yang dimutilasi yaitu 25%, 50%, dan 75% diberikan sebagai antibakteri, antioksidan, antiinflamasi, antiseptik dan membantu proses penyembuhan luka kepiting bakau yang dimutilasi. Hasil Anova menunjukan bahwa pemberian ekstrak daun sirih memberikan pengaruh nyata pada tingkat kesembuhan kepiting bakau dengan konsentrasi ekstrak daun sirih yang optimal adalah konsentrasi 75%. Walaupun memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesembuhan, tetapi tidak berbeda nyata terhadap kelulushidupan kepiting bakau.
Kata kunci: Kepiting bakau, mutilasi, ekstrak daun sirih, tingkat kesembuhan, kelulushidupan
Abstract -The research has been implemented in order to know the effect of giving betel leaf extract (piper betle L) to the healing rate and survival of mutilationmud crab (scylla serrata). This research was conducted from March to May 2017 at the Laboratory of Faculty of Health and Fisheries, University of Nusa Cendana, Kupang. Mutilation mud crabs were soaked using betel leaf extract for 15 minutes and this was done for 3 consecutive days. The concentration of piper betle leaf extract used for immersion of mutilationmud crabs is 25%, 50%, and 75%. It is given as antibacterial, antioxidant, anti - inflammatory, antiseptic and to help the healing process of the wounds of mutilation mud crab. The results of Anova showed that giving piper betle leaf extract gave a real effect on the healing rate of mud crabs with 75% concentration of piper betle leaf extract that is optimal. Despite a significant effect on the rate of healing, there was no significant difference in survival of mud crabs.
Keywords: Mud crab, mutilation, piper betel leaf extract, healing rate, survival I. PENDAHULUAN
Kepiting bakau termasuk komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis penting dan menjadi salah satu produk perikanan unggulan Kementrian Kelautan dan Perikanan saat ini (Kanna, 2002). Potensi pasar yang cukup besar memberi peluang bagi pengembangan budidaya kepiting bakau secara komersial. Salah satu permintaan ekspor yang terus meningkat
adalah kepiting cangkang lunak. Secara ekonomis budidaya kepiting cangkang lunak lebih menguntungkan dibandingkan dengan kepiting cangkang keras, namun sebagian besar pengusaha kepiting cangkang lunak tidak kontinuitas usaha. Salah satu kendala dalam produksi kepiting cangkang lunak yaitu pemeliharaan yang relatif lama serta waktu moulting yang tidak serentak (Ansari dan Sulaeman, 2010). Berbagai upaya telah dilakukan oleh para pembudidaya untuk
2 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal.undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
mempercepat moulting seperti rangsangan melalui manipulasi makanan, lingkungan, popey dan teknik pemotongan capit dan kaki jalan (mutilasi).
Mutilasi merupakan salah satu cara mempercepat moulting yang sering digunakan oleh para pembudidaya kepiting cangkang lunak, karena metode ini lebih praktis dibandingkan metode lain. Namun kepiting yang dimutilasi akan mengalami pertumbuhan kecil atau mortalitas tinggi (sekitar 50%) karena selama masa budidaya mengalami stress dan infeksi pada daerah yang dimutilasi (Rangka dan Sulaeman, 2010).
Untuk mengatasi masalah ini para pembudidaya biasanya menggunakan antibiotik, namun penggunaan antibiotik secara terus menerus dan tidak tepat dosis dapat menimbulkan efek bagi kepiting itu sendiri. Selain itu, residu dari antibiotik dapat mencemari lingkungan perairan yang mengakibatkan kualitas air menjadi menurun. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengurangi penggunaan antibiotik dengan bahan alami seperti tumbuhan obat yang dapat dijadikan sebagai obat untuk menyembuhkan luka, menahan perdarahan serta untuk mencegah infeksi (Sastroamidjojo, 1988).
Salah satu tumbuhan obat yang dapat dimanfaatkan untuk mencegah terjadinya perdarahan dan infeksi pada kepiting yang dimutilasi adalah dengan memanfaatkan tumbuhan sirih (Piper betle L).
Menurut Maryanto (2012) menyatakan bahwa ekstrak daun sirih mengandung minyak atsiri yang terdiri atas betlephenol, kavikol, seskuiterpen, hidroksikavikol, kavibetol, estragol, eugenol, tanin dan karvakol. Minyak atsiri yang terkandung dalam ekstrak daun sirih dapat menahan perdarahan pada luka dan menyembuhkan luka. Kandungan fenol pada daun sirih lima kali lebih efektif sebagai antiseptik dibandingkan dengan fenol biasa.
Dari latar belakang diatas maka perlu adanya penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak daun sirih (Piper Betle L) terhadap tingkat kesembuhan dan tingkat kelulushidupan kepiting bakau (Scylla seratta) yang dimutilasi.
II. METODE PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Serta Alat dan Bahan
Penelitian ini telah dilakukan selama satu bulan di laboratorium Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana.Alat yang di gunakan dalam penelitian ini meliputi : timbangan, baskom, hp, aerasi, termometer, saringan, corong kaca, gelas ukur, blender dan gunting. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : kepiting bakau sebanyak 10 ekor dengan berat 90-120 g, ekstrak daun sirih, detergen dan ikan rucah.
2.2 Uji Pendahuluan
Uji pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mencari konsentrasi yang tepat untuk digunakan pada masa penelitian dan untuk menguji ketahanan fisik dari kepiting terhadap ekstrak daun sirih. Dalam uji pendahuluan daun sirih yang digunakan adalah daun sirih yang sudah dicuci bersih dan sudah diangin-anginkan. Setelah itu daun sirih dipotong dengan ukuran ± 1 cm dan ditimbang sebanyak 100 gr. Setelah ditimbang, daun sirih diblender hingga halus dan ditambah 100 ml air untuk konsentrasi 100%, dimana konsentrasi 1% = 1 gr ekstrak daun sirih ditambah 100 ml air. Setelah diblender hingga halus, daun sirih disaring menggunakan saringan yang berbahan kain dan kemudian diencerkan menjadi 75%, 50% dan 25%. Air daun sirih dengan konsentrasi 75% dimasukan kedalam wadah A dengan perbandingan 750 ml air daun sirih ditambah 250 ml air laut, konsentrasi 50% dimasukan ke wadah B dengan perbandingan 500 ml air
3 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal.undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
daun sirih ditambah 500 ml air laut, dan konsentrasi 25% dimasukan ke dalam wadah C dengan perbandingan 250 ml air daun sirih ditambah 750 ml air laut. Setelah semua siap kepiting dimasukan secara bersamaan kedalam wadah.
Setelah kepiting dimasukan ke dalam wadah, dilakukan perhitungan lama waktu kepiting bertahan hingga mati. Berdasarkan uji pendahuluan yang telah dilakukan didapat hasil dimana wadah A dengan konsentrasi 75% lama waktu kepiting bertahan selama proses perendaman 40 menit, wadah B dengan konsentrasi 50% lama waktu kepiting bertahan 56 menit, dan wadah C dengan konsentrasi 25% lama waktu kepiting bertahan 1 jam 7 menit.
2.3Prosedur Kerja
2.3.1 Penyediaan Alat dan Bahan
Kepiting yang akan digunakan berjumlah 10 individu, sebelum melakukan pengangkutan kepiting disimpan dalam plastik yang berisi air laut dan oksigen. Wadah yang dibutuhkan 10 buah dengan jumlah individu dalam 1 wadah adalah 1 individu kepiting. Wadah yang akan digunakan adalah baskom yang berbentuk persegi panjang yang sudah dicuci terlebih dahulu menggunakan deterjen kemudian dibiarkan selama 2 hari agar bebas dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit.
2.3.2 Pembuatan Ekstrak Daun Sirih
Penelitian ini menggunakan daun sirih (Piper betle L) yang masih muda yang dikumpulkan dari masyarakat Kabupaten Kupang. Daun sirih yang dibutuhkan pada penelitian ini sebanyak 1500 g. Daun sirih tersebut sebelum digunakan dicuci bersih dan diangin-anginkan. Kemudian daun sirih yang sudah diangin-anginkan, dipotong dengan ukuran ± 1 cm dan ditimbang sebanyak 100 gr. Setelah itu diblender hingga halus dan
ditambah air sebanyak 100 ml. Setelah itu dilanjutkan dengan proses penyaringan untuk memisahkan ekstrak dengan bahan tumbuhan menggunakan saringan berbahan kain untuk memisahkan serbuk dan air daun sirih (Agustin, 2005). Ekstrak yang dihasilkan siap untuk diuji.
2.3.3 Pemeliharaan Kepiting Bakau
Sebelum kepiting bakau ditebar dalam wadah budidaya, kepiting diaklimatisasi selama 1 hari agar kepiting dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru. Kepiting bakau dimutilasi kaki jalan dan capit, setelah itu kepiting bakau direndam menggunakan ekstrak daun sirih sesuai dengan perlakuan yaitu perlakuan A konsentrasi 25 %, B 50% dan 75 % selama 3 hari berturut-turut. Setelah itu kepiting bakau dibudidaya selama 3 minggu dalam wadah baskom berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan aerator dengan padat tebar 1 individu/wadah. Setelah melalui proses perendaman kepiting bakau dipelihara dan dilakukan pengukuran diameter luka setiap satu minggu dan diberi pakan sesuai kebutuhan.Selama proses pemeliharaan kepiting diberikan pakan berupa ikan rucah dengan frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 07.00-08.00 dan pada sore hari 16.00-17.00 WITA dengan dosis pemberian pakan 5% dari bobot tubuh kepiting. Untuk menjaga kualitas air tetap stabil maka selalu dilakukan pergantian air laut setiap hari.
2.3.4 Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan setiap 1 minggu sekali dimana diambil satu individu/wadah untuk dilakukan pengukuran diameter luka.
4 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal.undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
2.4 Uji Fitokimia Ekstrak Daun Sirih 2.4.1 Uji Senyawa Fenol Ekstrak Daun
Sirih
Daun sirih diangin-anginkan, lalu diblender hingga halus. Setelah daun sirih halus, daun sirih ditimbang sebanyak 2 g dan ditambah 5 ml metanol lalu dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu disaring ke tabung lain lalu ditambahkan HCl2N sebanyak 2 tetes,
tunggu hingga berubah menjadi warna hitam.
2.4.2 Uji Senyawa Tanin Ekstrak Daun Sirih
Daun sirih diangin-anginkan, lalu diblender hingga halus. Setelah daun sirih halus, daun sirih ditimbang sebanyak 2 g dan diesktrak menggunakan air panas yang dipanaskan di bunsen sebanyak 5 ml. Kemudian disaring lalu ditambahkan larutan FeCl3 1% sebanyak 2-3 tetes, lalu tunggu
sampai berwarna hijau kehitaman.
2.4.3 Uji Senyawa Flavonoid Ekstrak Daun Sirih
Daun sirih diangin-anginkan, lalu diblender hingga halus. Setelah daun sirih halus, daun sirih ditimbang sebanyak 2 g dan ditambah 5 ml metanol, kemudian disaring dan ditambahkan HCl2N sebanyak 2 tetes. Setelah itu dikocok kuat hingga terbentuk buih.
2.4.4 Uji Senyawa Saponin Ekstrak Daun Sirih
Daun sirih diangin-anginkan, lalu diblender hingga halus. Setelah daun sirih halus, daun sirih ditimbang sebanyak 2 g lalu diekstrak menggunakan air panas sebanyak 5 ml, kemudian dikocok dan dibiarkan selama 2 menit. Setelah 2 menit ditambahkan HCl2N
sebanyak 2 tetes dan kocok kuat hingga terbentuk buih.
2.5 Variabel yang Dihitung 2.5.1 Kesembuhan
Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase penyembuhan luka adalah sebagai berikut (Sartika, 2011) :
Dimana :
= Penyembuhan luka (%/hari) DLW0 = Diameter luka awal (cm) DLWt =Diameter luka akhir penelitian (cm)
2.5.2 Kelulushidupan
Data kelangsungan hidup hewan uji dapat dihitung dengan menggunakan rumus Effendy (1997) :
SR=
X 100% Dimana :
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah hewan uji pada akhir
penelitian (ekor)
N0 = Jumlah hewan uji pada awal
penelitian (ekor)
2.5.3 Tingkat Moulting
Pengamatan tingkat moulting dengan mengamati satu per satu individu dan dapat dihitung menggunakan rumus dari Effendie (1997) :
TM =
X 100% Dimana :
Tm = Tingkat moulting
Mt = Jumlah kepiting moulting
5 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal.undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
2.6 Rancangan Percobaan dan Hipotesis Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) berdasarkan Yitnosumarto (1993) yang terdiri dari kontrol, 3 perlakuan dan 3 ulangan adalah sebagai berikut :
Perlakuan A : Konsentrasi ekstrak daun sirih 25%
Perlakuan B : Konsentrasi ekstrak daun sirih 50%
Perlakuan C : Konsentrasi ekstrak daun sirih 75%
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
H0 : Tidak ada pengaruh pemberian ekstrak
daun sirih (Piper betle L) terhadap tingkat kesembuhan dan tingkat kelulushidupan kepiting bakau (Scylla serrata) yang dimutilasi.
H1 : Ada pengaruh pemberian ekstrak daun
sirih (Piper betle L) terhadap tingkat kesembuhan dan tingkat kelulushidupan kepiting bakau (Scylla serrata) yang dimutilasi.
2.7 Analisis Data
Data yang diperoleh, dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Apabila berpengaruh nyata terhadap tingkat kesembuhan dan tingkat kelulushidupan kepiting bakau, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Gasperz, 1999). III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Tingkat Kesembuhan Kepiting Bakau
Daun sirih merupakan obat yang sering digunakan untuk mengobati luka, menghentikan perdarahan pada luka serta berfungsi sebagai antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri yang berkembang di area luka (Sastroadmidjojo, 1988). Untuk mengetahui aktifitas ekstrak daun sirih terhadap tingkat kesembuhan
tubuh kepiting bakau yang dimutilasi dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1 `Persentase Tingkat Kesembuhan Kepiting Bakau Selama Penelitian
Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase tingkat kesembuhan kepiting bakau berbeda disetiap perlakuan. Rata-rata persentase tingkat kesembuhan tertinggi terdapat pada perlakuan C (konsentrasi 75%) sebesar 55,36%, diikuti perlakuan B (konsentrasi 50%) sebesar 20,44%, dan perlakuan A (konsentrasi 25%) sebesar 19,84%. Sedangkan kontrol merupakan persentase tingkat kesembuhan terendah yaitu sebesar 0%. Hasil Anova menunjukan bahwa tingkat kesembuhan kepiting bakau setelah dimutilasi kemudian direndam dengan menggunakan daun sirih (Piper betle L) berpengaruh nyata (F hitung > F tabel) terhadap perubahan diameter luka pada anggota tubuh kepiting bakau yang dimutilasi.
Gambar 1.1 menunjukkan adanya perbedaan tingkat kesembuhan antara kepiting kontrol dan kepiting yang diberi perlakuan perendaman ekstrak daun sirih, dimana persentase tingkat kesembuhan kepiting yang diberi perlakuan perendaman ekstrak daun sirih lebih tinggi dari kepiting yang tidak diberi perlakuan (kontrol). Hal ini diduga karena adanya infeksi oleh bakteri pada daerah yang dimutilasi pada kepiting kontrol sehingga terjadi pembesaran diameter
6 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal.undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
luka pada daerah yang dimutilasi, serta produksi lendir yang berlebihan pada tubuh kepiting. Sedangkan pada kepiting yang diberi perlakuan mengalami perubahan pada luka yang dimutilasi, dimana terjadinya pertumbuhan selaput atau kulit baru pada luka, luka yang pada awalnya lembek menjadi keras, serta terjadinya perubahan diameter luka. Hal ini diduga karena kandungan dari senyawa antibakteri daun sirih mampu mematikan bakteri yang mungkin masuk atau tumbuh di area luka, sehingga dapat mencegah terjadinya perdarahan, infeksi dan produksi lendir yang berlebihan pada kepiting. Selain itu adanya perbedaan tingkat kesembuhan pada tubuh kepiting yang dimutilasi yaitu tingkat kesembuhan kaki jalan kanan kepiting lebih cepat sembuh dibandingkan dengan tingkat kesembuhan pada kaki jalan kiri. Hal ini diduga karena kaki jalan kepiting bagian kanan merupakan kaki jalan yang digunakan oleh kepiting bergerak aktif sehingga proses penyembuhan lebih cepat dibandingkan kaki jalan kiri. Sedangkan pada capit, capit kanan mengalami prose penyembuhan lebih cepat dibandingkan dengan capit kiri. Hal ini diduga karena capit kanan merupakan capit yang aktif dan posisi capit yang berada dibagian atas, sehingga pada saat perendaman kaki jalan lebih terkena atau lebih lama terendam ekstrak daun sirih sehingga kaki jalan lebih cepat sembuh dari capit. Selain itu juga hal ini diduga karena adanya perbedaan ukuran diameter luka diantara kedua organ tubuh kepiting yang dimutilasi, dimana pada capit lebih besar dibandingkan ukuran diameter luka pada kaki jalan. Sehingga organ tubuh yang mengalami persentase tingkat kesembuhan tertinggi adalah kaki jalan.
Hal ini diduga senyawa aktif sebagai anti bakteri, antiseptik dan antioksidan pada ekstrak daun sirih dapat membantu proses penyembuhan luka. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Alief, et al., (2015) bahwa
daun sirih mengandung fenol atau minyak atsiri, tanin, saponin dan flavonoid. Kandungan fenol pada daun sirih dapat membantu proses penyembuhan luka karena berfungsi sebagai antioksidan dan antimikroba yang mempengaruhi penyambungan luka serta dapat meningkatkan jumlah makrofag bermigrasi ke area luka sehingga dapat meningkatkan produksi sitokin yang akan mengaktifkan fibroblas di jaringan luka. Sedangkan kandungan saponin dan tanin berperan dalam regenarasi jaringan dalam proses penyembuhan luka serta berfungsi sebagai pembersih atau antiseptik pada luka. Hasil penelitian Sipahutar (2000) menemukan bahwa konsentrasi ekstrak daun sirih 3,125 mg/ml sudah dapat membunuh bakteri Aeromonas hydrophilla secara sempurna. Hal ini ditunjukan dengan proses penyembuhan tukak yang lebih cepat (tukak hampir sembuh dengan sempurna) dan tingkat kelulushidupan yang lebih baik (53,33%). Keadaan ini diduga karena daun sirih mengandung banyak minyak atsiri yang didalamnya mengandung bahan-bahan senyawa fenol yang bersifat antibakteri dalam persentase yang cukup besar di dalam daunnya.Menurut Widarto (1991) minyak atsiri yang terkadung dalam daun sirih mengandung chavicol yang merupakan antiseptik untuk menghambat pertumbuhan ektoparasit dan bakteri yang dapat hidup pada luka yang dapat menimbulkan infeksi.
Menurut Hagerman (2002) dalam Alief (2015) mengatakan bahwa tanin merupakan senyawa fenol yang larut air. Tanin berpotensi sebagai antoksidan yang melindungi dari kerusakan oksidatif seperti kanker, arthritis dan penuaan (Nafiu, etal., dalam Alief, 2015). Pramana dalam Alief, 2015 juga mengatakan kandungan tanin berfungsi menghentikan perdarahan, mempercepat penyembuhan luka dan inflamasi membran mukosa, serta meregenerasi jaringan baru. Selain itu,
7 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal.undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
kandungan tanin mempunyai kemampuan antioksidan dan antibakteri. Hal ini sependapat dengan Wulan (2016) yang menyatakan bahwa kandungan tanin mempercepat penyembuhan luka dengan beberapa mekanisme seluler secara fisiologis yaitu membersihkan radikal bebas dan oksigen reaktif, meningkatkan penutupan luka serta meningkatkan pembentukan pembuluh darah kapiler juga fibroblas. Mekanisme kerja anti bakteri tanin menurut Rijayanti (2014) bahwa daya anti bakteri dengan cara memprespitasi protein. Efek anti bakteri tanin melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim dan inaktivasi fungsi materi genetik. Rijayanti (2014) juga mengemukakan bahwa mekanisme kerja tanin sebagai anti bakteri adalah menghambat
enzim reverse, transkiptase dan DNA sehingga sel bakteri tidak dapat terbentuk sedangkan mekanisme kerja fenolik dalam membunuh mikroorganisme mendenaturasi protein sel. Ikatan hidrogen yang terbentuk antara fenol dan protein mengakibatkan struktur protein menjadi rusak. Ikatan hidrogen tersebut akan mempengaruhi permeabilitas dinding sel dan membran sitoplasma sebab keduanya tersusun atas protein.
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat pengaruh ekstrak daun sirih terhadap tingkah laku dan kondisi luka. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri, membantu menyembuhkan luka dan mencegah infeksi luka pada ekstrak daun sirih dapat dilihat pada Gambar 1.2 di bawah ini.
(a) (b)
Gambar 1.2. Morfologi luka (a) Morfologi luka sebelum diberi ekstrak, (b) Morfologi luka sesudah diberi ekstrak
Pada awal penelitian kepiting ditebar, dimutilasi hingga setelah diberi ekstrak daun sirih sebagai antibakteri, kepiting bergerak lebih aktif dan nafsu makan juga masih aktif. Sedangkan kepiting yang dimutilasi dan tidak diberi perlakuan perendaman ekstrak daun sirih setelah dimutilasi mengalami penurunan kondisi tubuh dimana kepiting lebih sering diam, terjadi produksi lendir berlebih disekitar tubuh dan mengalami mortalitas lebih cepat dibandingkan kepiting yang diberi ekstrak daun sirih. Selain itu juga terjadi
perubahan pada luka bekas mutilasi dimana luka pada awal mutilasi terlihat berwarna putih, lembek ketika disentuh dan pada cangkang dekat area luka masih terasa keras. Setelah dilakukan perendaman ekstrak daun sirih luka berubah warna menjadi coklat kehitaman, terjadi perubahan ukuran diameter luka, tumbuhnya kulit baru, tumbuhnya daging baru dan pada cangkang dekat area luka berubah warna menjadi putih dan lembek.
8 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal..undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
Menurut Pramana dalam Alief (2015) proses penyembuhan adalah proses biologis yang terjadi di dalam tubuh. Proses penyembuhan luka disebut juga fase proliferasi fibroblas, dimana proliferasi fibroblas adalah elemen sintetik utama dalam proses perbaikan dan berperan dalam proses perbaikan dan berperan dalam produksi struktur protein yang digunakan selama regenerasi jaringan. Fibroblas biasanya akan tampak pada sekeliling luka. Fibroblas merupakan sel yang mirip dengan otot polos dan berperan dalam penyambungan komponen sel. Aktivitas sel-sel tersebut berperan pada penutupan luka akibat cedera jaringan.
3.2 Tingkat Kelulushidupan Kepiting Bakau
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan akitivitas ekstrak daun sirih terhadap tingkat kesembuhan kepiting bakau yang dimutilasi mampu meningkatkan kelulushidupan kepiting bakau. Kelulushidupan kepiting bakau yang diberi ekstrak setelah dimutilasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1.3. Kelulushidupan Kepiting Bakau Selama Penelitian
Hasil Anova menunjukan bahwa perlakuan perendaaman ekstrak daun sirih tidak berpengaruh terhadap tingkat
kelulushidupan kepiting bakau yang dimutilasi dengan rata-rata perlakuan A sebesar 33,33 %, perlakuan B sebesar 33,33 % dan C sebesar 100 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan perendaman ekstrak daun sirih tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelulushidupan kepiting bakau dimutilasi.
Kelulushidupan merupakan parameter utama dalam produksi biota akaukultur yang dapat menunjukkan keberhasilan produksi tersebut. Jika nilai SR yang diperoleh tinggi maka dapat dikatakan bahwa kegiatan budidaya yang dilakukan telah berhasil.
Menurut Boer dalam Handayani, et al., (2014) kelulushidupan merupakan presentase populasi organisme yang hidup tiap periode waktu pemeliharaan tertentu. Kelulushidupan dikatakan baik apabila mencapai nilai > 80%. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa tingkat kelulushidupan kepiting bakau yang dimutilasi dan direndam esktrak daun sirih memiliki kelulushidupan lebih tinggi dibandingkan kepiting yang dimutilasi dan tidak diberi ekstrak daun sirih (kontrol). Hal ini diduga karena ekstrak daun sirih yang mengandung minyak atsiri atau fenol, flavonoid, tanin, dan saponin berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh kepiting bakau yang dimutilasi sehingga daya tahan tubuh kepiting bakau meningkat dan tahan terhadap serangan pathogen yang masuk atau menyerang melalui bekas luka akibat mutilasi.
Menurut Mardjono, et al., (1994) kematian kepiting bakau diduga disebabkan oleh adanya serangan penyakit baik disebabkan oleh jamur, bakteri maupun protozoa yang terdapat pada air media pemeliharaan. Sementara itu kepiting bakau yang diberi perlakuan mutilasi kaki dan capit lebih rentan terhadap serangan patogenik melalui luka bekas mutilasi. Dengan adanya perlakuan perendaman ekstrak daun sirih yang mengandung fenol dan tanin dapat menghambat pertumbuhan bakteri serta
9 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal..undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
mencegah terjadinya infeksi pada luka akibat mutilasi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dilaporkan oleh Darwis (1992) yang mengemukakan kelebihan dari penggunaan ekstrak daun sirih yang mengandung vitamin, asam organik, asam amino, gula, tanin, lemak, pati dan karbohidrat, sehingga dapat memberikan stamina bagi kepiting bakau yang dimutilasi. Pada umumnya kepiting bakau yang dimutilasi cenderung tidak dapat mengkonsumsi pakan dengan baik seperti di alam ataupun seperti saat anggota tubuhnya masih sempurna. Harianto (2012) juga mengatakan bahwa metode mutilasi mempengaruhi tingkat stress yang dialami kepiting masih berada pada level yang dapat di toleransi.
3.3 Moulting
Kepiting bakau cangkang lunak adalah kepiting bakau fase ganti kulit (moulting) atau kepiting lemburi. Kepiting dalam fase ini mempunyai keunggulan yaitu mempunyai cangkang yang lunak sehingga dapat dikonsumsi secara utuh (Widyastuti, 2006). Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih terhadap kecepatan muolting kepiting bakau dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini.
Gambar 1.4. Persentase Moulting Kepiting BakSelama Penelitian
Berdasarkan hasil menunjukan bahwa dari setiap perlakuan mengalami tingkat moulting yang berbeda, dimana perlakuan C merupakan tingkat persentase moulting tertinggi dengan persentase 66,67%. Sedangkan persentase tingkat moulting terendah terdapat pada perlakuan B dengan persentase 33,33% dan diikuti oleh perlakuan A dengan persentase 0%.
Gambar 1.4 menunjukan adanya perbedaan tingkat moulting kepiting bakau antara kontrol dan kepiting yang diberi perendaman ekstrak daun sirih. Hal ini diduga karena kepiting kontrol lebih rentan terinfeksi bakteri pada bekas luka yang dapat menyebabkan kematian, sehingga kepiting belum sempat memproduksi hormon ecsdysteroid untuk mencapai moulting. Sedangkan kepiting yang diberi perlakuan perendaman ekstrak daun sirih mengalami moulting, dimana ekstrak daun sirih membantu menyembuhan luka, mencegah tumbuhnya bakteri dan terjadi infeksi. Hal ini dapat membantu kepiting memproduksi hormon ecdysteroid untuk mencapai moulting.
Hal ini disebabkan karena konsentrasi ekstrak yang diberikan setiap perlakuan berbeda. Semakin banyak ekstrak yang diberikan maka semakin banyak kepiting yang moulting dan bertahan hidup. Adanya perendaman ekstrak daun sirih dapat membantu kepiting untuk menggunakan semua energi dalam tubuh untuk mengganti organ tubuh yang hilang. Selain itu juga daun sirih berperan sebagai antibakteri dan menyembuhkan luka kepiting, sehingga kepiting tidak menggunakan sebagian energinya untuk menyembuhkan luka ataupun melawan bakteri yang masuk lewat bekas luka yang dimutilasi dan hanya menggunakan energinya untuk memproduksi hormon ecsdysteroid untuk meregenerasi anggota tubuh yang hilang.
0 20 40 60 80 Kontrol A B C 0 0 33,33 66, 67 Moulting
10 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal..undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
Kondisi ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rusdy 2006 bahwa perubahan bentuk tubuh dipengaruhi oleh regenerasi anggota tubuh yang hilang atau putus. Apabila terdapat bagian tubuh kepiting yang hilang maka energi untuk pertumbuhan lebih terfokus untuk pembentukan jaringan baru terhadap anggota tubuh yang hilang. Hal ini juga sependapat dengan Ghekiere 2006 yang menyatakan bahwa mutilasi memberikan pengaruh positif pada organ X yang menghasilkan MOIF (Mandibular organ-inhibiting Factor) yang berfungsi menghambat kinerja organ untuk menghasilkan MIH (Molt Inhibiting Hormon) yang menghambat organ Y dan menghasilkan MF (Methil farnesoat) yang merangsang kerja organ Y. Organ Y memproduksi ecdysteroid dan ecdysteroid aktif dapat memicu terjadinya pergantian kulit atau moulting.
3.3 Analisis Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Sirih
Daun sirih merupakan tumbuhan obat yang mempunyai berbagai manfaat,
diantaranya dapat digunakan untuk menyembuhkan luka dan mengobati penyakit infeksi karena bersifat sebagai anti bakteri. Antibakteri merupakan zat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Zat-zat ini dapat diperoleh secara alami, melalui semisintesis dan melalui modifikasi molekul biosintetik yang bekerja membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri (Madigan, 2003). Aktivitas antibakteri ditentukan oleh interaksi zat tersebut dengan bakteri. Oleh karena itu, kualitas zat antibakteri dapat ditentukan berdasarkan afinitas dengan reseptor yang terdapat dalam sel bakteri (Madigan, 2003).
Menurut Tjay dan Rahardja (2002) bahwa antibakteri melakukan aktivitasnya melalui beberapa mekanisme yaitu mengganggu sintesis dinding sel, mengganggu sintesis membran sel, mengganggu sintesis protein sel dan mengganggu sintesis asam nukleat. Untuk mengetahui tingkat aktifitas anti bakteri dari daun sirih maka dilakukan analisis kandungan fitokimia ekstrak daun sirih. Hasil analisis kandungan fitokimia daun sirih dapat dilihat pada Tabel 1.1 di bawah ini. Tabel 1.1. Hasil Analisis Kandungan Fitokimia Ekstrak Daun Sirih
No Senyawa Perubahan Keterangan
1 Fenol Ekstrak awal berwarna hijau tua berubah menjadi hitam (+) 2 Tanin Ekstrak awal berwarna hijau tua berubah menjadi warna hijau
kehitaman (+)
3 Saponin Ekstrak awal berwarna hijau tua, berubah warna menjadi hijau
terang dan tidak berbusa (-)
4 Flavonoid Ekstrak awal berwarna hijau tua, tidak berubah warna menjadi
jingga dan tidak berbuih (-)
Keterangan : (+) : Ada (-) : Tidak ada
a) Senyawa Fenol
Daun sirih mengandung minyak atsiri dimana komponen utamanya adalah fenol dan senyawa turunannya adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan senyawa fenol yang lain. Fenol
adalah substansi yang mempunyai cincin aromatik dengan atau lebih gugus hidroksil dan dapat dibedakan dalam fenol sederhana dan asam fenol. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Parwata 2009 bahwa ekstrak daun sirih mengandung kavikol yang
11 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal..undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
termasuk dalam senyawa fenol memiliki aktivitas antibakteri. Kavikol dapat menghambat fermentasi karbohidrat, protein, lipid dan enzim akan menyebabkan protein tidak dapat melakukan fungsinya, sehingga sel bakteri akan terganggu dan seterusnya mati. Cara kerja fenol dalam membunuh organisme yaitu dengan cara mendenaturasi protein sel (Pelczar dan Chan, 1981). Dengan terdenaturasinya protein sel, maka semua aktivitas metabolisme sel dikatalisis oleh enzim yang merupakan suatu protein (Lawrence dan Block, 1968). Van Denmark dan Batzing (1987) dalam Astuty (1997) mengemukakan bahwa mekanisme kerja senyawa fenol adalah mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak. Menurut Judis (1962) dalam Astuty (1997) bahwa senyawa-senyawa fenol membunuh bakteri dengan cara merusak membran selnya. Aktifitas anti bakteri dari fenol dalam ekstrak daun sirih juga dikemukakan oleh CSIR (1969) dalam Darwis (1991) yang dapat menghambat beberapa pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif. Selain itu juga menurut Suliantri (2009) bahwa didalam ekstrak daun sirih hijau terdapat komponen fenol yang cukup kuat yaitu fenolik, yang berperan sebagai antimikroba. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Suriyaphan (2003) yang menemukan senyawa fenol dalam ekstrak daun sirih.
b) Senyawa Tanin
Tanin merupakan senyawa yang terdapat dalam daun sirih, baik daun sirih yang muda maupun yang tua. Tanin merupakan senyawa yang larut air. Tanin juga merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman dan disintesis oleh tanaman (Hidayat, 2013). Menurut Mursito (2002) senyawa tanin pada daun sirih bersifat sebagai antiseptik pada permukaan luka, bekerja sebagai bakteriostatik yang
biasa digunakan untuk infeksi pada kulit, mukosa dan melawan infeksi pada luka. Tanin berpotensi sebagai antioksidan yang melindungi dari kerusakan jaringan tubuh. Kandungan tanin berguna sebagai penahan perdarahan, mempercepat penyembuhan luka dan inflamasi membran mukosa, serta meregenerasi jaringan baru. Selain itu juga kandungan tanin mempunyai kemampuan antioksidan dan antibakteri. Kandungan tanin dapat mempercepat penyembuhan luka dengan beberapa mekanisme seluler yaitu membersihkan radikal bebas dan oksigen reaktif, meningkatkan pembentukan pembuluh darah kapiler juga fibroblas.
Tanin adalah polimer fenolik yang biasanya digunakan sebagai penyegar, mempunyai sifat antimikroba dan bersifat racun terhadap khamir, bakteri dan kapang. Kemampuan tanin sebagai bahan antimikroba diduga karena tanin akan berikatan dengan dinding sel bakteri sehingga akan menginaktifkan kemampuan menempel bakteri, menghambat pertumbuhan, aktivitas enzim protease dan dapat membentuk ikatan komplek dengan polisakarida (Cowan, 1999). Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Harpini, et al., (1996) bahwa dalam esktrak daun sirih terdapat senyawa tanin yang juga berfungsi sebagai antibakteri.
c) Senyawa Saponin
Saponin merupakan steroid atau glikosida triterpenoid dan banyak terdapat pada tumbuhan yang berperan penting pada kesehatan manusia maupun hewan. Saponin dapat meningkatkan jumlah makrofag bermigrasi ke area luka sehingga megaktifkan fibroblas di jaringan luka (Kimura, et al., 2006). Saponin berpotensi membantu menyembuhkan luka dengan membentuk kolagen pertama yang mempunyai peran dalam proses penyembuhan luka. Hasil dari penelitian ini berbeda dengan pnelitian sebelumnya yang mengemukakan bahwa dalam ekstrak daun sirih mengandung
12 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal..undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
saponin atau steroid. Hal ini dipengaruhi oleh jenis pelarut dan cara ekstraksi yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Dimana pada penelitian ini menggunakan pelarut air sedangkan penelitian Suriyaphan (2003) membuat ekstrak daun sirih dengan cara destilasi dengan menggunakan pelarut etanol yang menghasilkan kandungan kavibetol dan linalol pada Tabel 1.2 di bawah ini.
Tabel 1.2. Hasil Analisis Komponen Aktif Ekstrak Etanol Daun Sirih
Komponen Hasil Alkaloid (++) Tanin (++) Flavonoid (-) Fenolik (+++) Triterpenoid (-) Steroid (+) Keterangan : (-) : Negatif (+) : Positif lemah (++) : Positif (+++) :Ppositif kuat d) Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa antibakteri yang terdapat pada daun sirih maupun tumbuhan lain. Selain itu juga flavonoid berfungsi sebagai anti inflamasi. Kartasapoetra (1992) mengatakan flavonoid dalam tumbuhan mempunyai 4 fungsi yaitu sebagai pigmen warna, fungsi fisiologi dan patologi, aktivitas farmakologi dan flavonoid dalam makanan. Flavonoid berfungsi menguatkan susunan kapiler, menurunkan permeabilitas dan fragilitas pembuluh darah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ardiansyah (2003) bahwa flavonoid dapat digunakan sebagai obat karena mempunyai bermacam bioaktivitas seperti antiinflamasi yang dapat memperpendek waktu penyembuhan luka serta berpotensi untuk mencegah pembentukan radikal bebas.
Secara kualitatif ekstrak daun sirih yang diuji, tidak terdapat senyawa flavonoid.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Suriyaphan (2003) yang menggunakan etanol sebagai pelarut dalam membuat ekstrak daun, dimana esktrak daun sirih yang diuji tidak mengandung senyawa falvonoid.
IV. KESIMPULAN
1. Pemberian ekstrak daun sirih(Piper Betle L) tidak berpengaruh nyata terhadap kelulushidupan namun berpengaruh terhadap tingkat kesembuhan kepiting bakau (Scylla serrata).
2. Pemberian ekstrak daun sirih(Piper Betle L) dengan konsentrasi 75 % menghasilkan tingkat kesembuhan tertinggi dan semakin banyak konsentrasi ekstrak daun sirihmaka semakin tinggi pula tingkat kesembuhan kepiting bakau (Scylla serrata).
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Affandy. 2005. Pengaruh Kondisi Bahan
dan Lama Ekstraksi Daun Sirih Terhadap Sifat Fisiokimia dan Aktivitas Antibakteri Ekstrak Oleoresin Daun Sirih Hijau (Piper betle L). Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. [2]. Agustin, W. D. 2005. Perbedaan khasiat
antibakteri bahan irigasi antara hydrogen peroksida 3% dan infusum daun sirih 20% terhadap bakteri mix. Majalah kedokteran
gigi,38 (1) : 45-47.
[3]. Aliefia Ditha Kusumawardhani, Umi Kalsum, Ika Setyo Rini. 2015. Pengaruh
Sediaan Salep Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) Terhadap Jumlah Fibroblas Luka Bakar Derajat II A pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar. Program
Studi Ilmu Keperawatan, FKUB.
[4]. Ansari, N. dan Sulaeman. 2010. Pemacuan
Pergantian Kulit Kepiting Bakau (Scylla Seratta) Melalui Manipulasi Lingkungan Untuk Menghasilkan Kepiting Lunak. Dalam: Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010. Hlm : 179-185.
13 Diterima : 05 September 2018 http://ejurnal..undana.ac.id/jaqu/index
Disetujui : 2 November 2018
antimikroba daun sirih (Piper betle). Tesis Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.
[6]. Astuty, T. 1997. Pengaruh konsentrasi
bubuk daun sirih kering terhadap
pertumbuhan beberapa jenis bakteri dan aplikasinya pada daging segar. Skripsi. Fateta-IPB, Bogor.
[7]. Cowan, M.M. 1999. Plant product as
Antimicrobial Agents. J, Microbiology reviews. 12 (4) : 564-582.
[8]. Darwis, S.N. 1992. Potensi daun sirih
(Piper betle L) sebagai tanaman obat warta tumbuhan obat Indonesia. Balai penelitian tanaman obat. Vol.1. No.1. Hal 9-11.
[9]. Dwiyanti, R. R. 1996. Mempelajari
ketahanan panas ekstrak antioksidan daun sirih (Piper betle Linn). Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. 78 hal. 36. [11]. Effendi, Moch. Ichsan. 1997. Biologi
Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama:
Yogyakarta.
[12]. Forskal, P. 1775. Descriptiones animalium,
avium, amphibiorum, piscium, insectorum, vermium: p 90.
[13]. Fujaya, Y. 2004. Pemanfaatan Ekstrak
Ganglion Toraks Kepiting Non-Ekonomis sebagai Stimulan Perkembangan Invitro Sel Telur Kepiting Bakau (Scylla aivaceous). HERBST 1797.
[14]. Gasperz. 1991. Metode rancangan
percobaan. CV. Armico, Bandung.
[15] Harianto, E. 2012. Efisiensi Budidaya
Kepiting Bakau (Scylla seratta) Cangkang Lunak Pada Metode Pemotongan Capit dan Kaki Jalan, Popey, dan Alami. Institut
Pertanian Bogor. Skripsi.
[16]. Hidayat, H. M. 2013. Isolasi dan identifikasi senyawa aktif ekstrak batang sambiloto. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. 19 hal. [17]. Husni, Yohana, R., Widyastuti. 2006.
Pemanfaatan Tambak Udang “Idle” untuk Produksi Kepiting Cangkang Lunak (Shoft Shell Crab). Media Akuakultur.
[18]. Kanna, A. 2002. Budidaya Kepiting Bakau:
Pembenihan Dan Pembesaran. Kanisius.
Jakarta. 80hlm.
[19]. Kartasapoetra, G. 1992. Budidaya tanaman
berkhasiat obat. Rineka cipta. Jakarta.
25-26.
[20]. Kasry, A. 1996. Budidaya Kepiting Bakau
dan Biologi Ringkas. Bhatara. Jakarta.
[21]. Kimura, Y., Sunniyoshi, M., Kawahira, K., and Sakanaka, M. 2006. Effects of ginseng saponin isolated from red ginseng roots on burn wound healing in mice. British journal of pharmacology. 148:860-870. [22]. Kurnia, F. 2010. Perbedaan Kecepatan
Ganti Kulit Pada Kepiting Bakau (Scylla seratta) Soka Jantan dan Betina dengan Metode Pemotongan Capit dan Kaki Jalan.
Journal Moulting Kepiting Bakau.
[23]. Madigan. 2003. Biology of
Microorganism. 10th ed. New york;
southern illinois University Carbondale. [24]. Mardjono, M, Anindiastuti, Noor. H, Lin.S,
Woro. H, Setyantini. 1994. Pedoman
pembenihan kepiting bakau (Scylla
serrata). Balai budidaya air payau.
[25]. Maryanto, H. 2012. Aktivitas Antimikroba
Ekstrak Daun Sirih terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila GPI-04. Laporan Penelitian. FKIP. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto. [26]. Mursito, B. 2002. Ramuan tradisional
untuk penyakit malaria. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
[27]. Wulan. 2016. Potensi ekstrak daun sirih
hijau (Piper betle L) sebagai alternatif terapi acne feronica fulgaris. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
[28]. Yitnosumarto, S. 1993. Perancangan,
Percobaan, analisis dan interpretasinya.