• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. KERAGAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "VI. KERAGAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

VI. KERAGAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN

6.1. Deskripsi Petani Responden

Petani reponden hampir semuanya merupakan petambak ikan di musim hujan. Petambak ikan inilah yang mengembangkan usaha garam dalam skala luas kurang lebih1 (satu) hektar. Pada musim hujan, petambak melakukan budidaya 2 jenis ikan, yaitu udang dan bandeng. Musim hujan biasanya mulai berjalan pada bulan November dan berakhir bulan Mei, sedangkan musim kemarau mulai masuk pada bulan Mei-Juni, sampai dengan bulan Oktober.

6.1.1. Karekteristik Sosial-Ekonomi Petambak Garam

Jumlah petani responden dalam penelitian ini sejumlah 100 orang yang diambil secara random di tiga kecamatan. Hampir seluruh petani mengatakan bahwa bertambak garam merupakan usaha utama mereka ketika musim kemarau. Pada musim hujannya ditemukan juga petambak yang melakukan cocok tanam padi dan sayuran.

Usia. Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa sebagian besar petani

responden (sekitar 90 persen) berada pada kisaran umur produktif yaitu pada antara 20 – 55 tahun. Umumnya, petani yang mengusahakan usahatani ini adalah petani yang masih termasuk dalam usia produktif. Hal ini disebabkan dalam usahatani ini diperlukan tenaga fisik yang kuat terutama untuk persiapan lahan dan pemeliharaan aliran air.

Pendidikan. Secara umum tingkat pendidikan petani masih tergolong

rendah. Sebagian besar petani berpendidikan SD (1 – 6) tahun yaitu sekitar 45 persen, diikuti dengan SMP/sederajat (7 – 9 tahun) sekitar 39 persen dan SMU/sederajat (10 – 12 tahun) sekitar 14 persen, dan ada petani yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, sekaligus sebagai kepala desa.

Pengalaman. Ditinjau dari pengalaman usaha garam, dapat dilihat bahwa

umumnya responden telah berpengalaman usaha garam di atas 1-10 tahun (76 persen). Hal ini menunjukkan bahwa petani cukup terampil dalam usaha garam dengan metode yang turun temurun dengan pola madurase (penguapan air laut di atas tanah). Pengalam antara 10-20 tahun sejumlah 23 persen, dan 1 orang diatas 20 tahun. Petambak ini mulai mengembangkan usaha garam mulai tahun 1980 dengan melihat proses produksi garam di wilayah Kabupaten Rembang.

(2)

Tabel 10. Karakteristik Sosial Responden Petambak Garam

1. Usia petambak garam

Usia (tahun) Frekuensi

16-25 5 26-35 28 36-45 40 46-55 17 > 56 10 Total 100 Rata-rata 40.4

2. Tingkat Pendidikan Petambak Garam

Tingkat Pendidikan Frekuensi

Tidak Sekolah 1 SD 45 SMP 39 SMA 14 Diploma-S1 1 Jumlah 100 Rata-rata 8.06

3. Pengalaman Petambak Garam

Pengalaman Frekuensi 1-10 76 11-20 23 21-30 1 Jumlah 100 Rata-rata 8 4. Ukuran Keluarga

Jumlah Anggota (orang) Frekuensi

1-3 68 4-6 32 7-9 0 Jumlah 100 Rata-rata 2.96 5. Pengalaman berkelompok dalam kelembagaan usaha garam

Pengalaman Berkelompok Frekuensi

1-3 65

4-6 35

6-8 0

Jumlah 100

Rata-rata 3.05

Ukuran keluarga. Jumlah anggota keluarga pada petambak garam

rata-rata keluarga inti, yaitu kepala keluarga, istri dan 2 atau 3 orang anak yang terlibat dalam proses produksi garam. Skala kluarga inti 1-3 orang sebanyak 68 persen dan sisanya lebih dari 3 orang 32 persen.

Keanggotaan dalam Kelompok Petambak. Jumlah responden

semuanya tergabung dalam kelompok yang merupakan anggota kelompok petambak. Pengalaman berkelompok dalam usaha garam ada yang baru saja menjadi anggota kelompok sampai 1 dan 3 tahun sebanyak 65 persen, dan sudah lama menjadi anggota sekitar 35 persen. Petambak yang baru membentuk kelompok adalah mereka yang menjadi calon penerima manfaat program PUGAR yang diajukan oleh pendamping teknis dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu,

(3)

6.1.2. Ukuran Lahan Tambak

Petani di kabupaten indramayu dilihat dari akses pengelolaan lahan rata-rata mengelola rata-rata-rata-rata 0.8 hektar. Jumlah lahan tersebut petani mendapatkan dengan 3 pola akses terhadap lahan. Petambak di kecamatan Losarang banyak yang melakukan sewa untuk mendapatkan penggunaan lahan. Lahan sewa yang menjadi rebutan sekitar lahan yang dimiliki oleh desa dengan sistem lelang. Alasan mencari sewa lahan desa ini karena harga sewanya cukup murah antara Rp. 1.000.000-2.000.000 per musim. Sedangkan di Kecamatan Kandang Haur ditemukan petambak garam dengan cara bagi hasil dengan pemilik lahan yang umumnya pemiliknya sebagai juragan pemilik tanah di kavling wilayah tersebut. Juga ditemukan pemilik sekaligus memanfaatkan dan mengolah lahan sendiri.

Keputusan mengeluarkan sewa lahan dengan berbagai pertimbangan. Para petambak lebih menyukai lahan yang lebih dekat dengan irigasi pusat atau lahan milik desa atau lahan yang dekat dengan rumah tempat tinggal. Hal ini akan mempengaruhi terhadap biaya dan teknis yang akan dijalankan. Sistem lelang yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa menjadi daya tarik bagi petambak garam sendiri. Walaupun lahan tersebut jauh dari tempat tinggal, berbeda kampung hal ini menjadi prioritas kedua.

Tabel 11. Sebaran Luasan Lahan Usaha Garam

Luasan lahan (ha) Frekuensi

0.01-0.25 1 0.26-0.50 18 0.51-0.75 10 0.76-1.00 0 1.01-1.25 55 1.26-1.50 3 >1.50 13 Jumlah 100 Rata-rata 0.8125

Jumlah petambak yang menggarap lahan ukuran kurang dari 0.25 hektar 1 persen, antara 0.26-0.50 hektar sebanyak 18 persen, dan paling banyak petambak mengelola sekitar 1.00-1.25 hektar sejumlah 55 persen.

6.1.3. PenggunaanTenaga Kerja dalam Usaha Garam

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha garam dengan rataan 0.5-1.5 hektar sebanyak 6 orang dengan spesialisasi pekerjaan tertentu. Pengalokasian tenaga kerja untuk persiapan lahan digunakan 2-4 orang. Fase ini merupakan fase yang intensif tenaga kerja. Biasanya petambak garam

(4)

menggunakan tenaga kerja dari luar jika mereka memiliki modal awal cukup untuk membayarnya. Upah tenaga kerja pada tahap ini per orang per hari bisa antara Rp. 50.000-60.000. Layanan terhadap tenaga kerja yang dipakai berbeda-beda tergantung dari aturan dan kebiasaan di setiap lokal seperti tenaga kerja diberikan layanan makan siang, dan minum lainnya sehingga harga upah lebih murah. Sedangkan tenaga kerja diberikan harga tinggi dengan tidak diberikan layanan makan dan minum pagi dan siang hari.

Keterlambatan pengolahan lahan pada fase awal ini ditemui di area penelitian. Terkadang petambak tidak bisa mengolah lebih awal karena tidak punya modal awal untuk mengolah lahan dan menggunakan tenaga kerja. Sehingga ini akan mempengaruhi terhadap teknis pelaksanaan produksi garam.

Tabel 12. PenggunaanTenaga Kerja dengan Ukuran Lahan 0.25-1.5 Hektar

Pemggunaan tenaga kerja Jumlah (orang) per pekerjaan

Persiapan lahan 4

Peminihan - pemanenan 2

Pencucian 1

Pada proses peminihan dan pemanen biasanya menggunakan tenaga kerja petambak sendiri dan anggota keluarga. Anggota keluarga yang dilibatkan mulai dari istri dan anak yang sudah bisa membantu kepala keluarga untuk terlibat di usaha garam. Pada proses peminihan pelaksanaan yang harus dipantai terus yaitu mengalirkan air ke area irigasi tersier dan memasukan air muda ke area peminihan. Perbaikan-perbaikan kincir angin dan pompa air. Serta jika diperlukan tambahan untuk memasukan air muda diperlukan ngagobak yang sering dilakukan oleh istri petambak garam. Penggunaan tenaga kerja terus menerus dilakukan setiap hari dalam proses ini. Untuk proses pencucian garam diperlukan hanya sekitar 1 orang saja dan ini sering dilakukan oleh anak dari petambak sendiri. Tetapi proses pencucian ini hanya terjadi di petambak-petambak tertentu yang menginginkan garamnya bersih. Jarangnya proses pencucian karena tidak ada intensive harga yang membedakan antara garam cuci dan garam tidak di cuci kepada petambak sehingga proses ini dirasakan sia-sia.

6.2. Usaha Garam Rakyat Indramyau

Di Kabupaten Indramayu, komoditas garam merupakan komoditas unggulan, karena secara teknis dapat kelola dengan baik serta daerah ini

(5)

memiliki potensi lahan tambak yang sangat luas. Secara sosial komoditas ini dapat dikembangkan oleh banyak orang dan perlakuan usahanya cukup mudah dengan kondisi kemarau yang panjang dan tingkat curah hujan yang rendah. Secara ekonomi komoditas ini menguntungkan, cepat menghasilkan dan tersedianya peluang pasar lokal, regional maupun nasional yang merupakan kunci keberhasilan pengembangan agribisnis. Dengan bergeraknya ekonomi masyarakat melalui usaha agribisnis garam akan mampu mengangkat perekonomian masyarakat daerah.

Ada beberapa alasan petambak garam di Kabupaten Indramayu mengembangkan usaha garam, diantaranya: (1) lahan cocok untuk tambak garam dan untuk memberdayakan lahan yang tidak difungsikan untuk musim kemarau, (2) Ada kecenderungan peningkatan harga walaupun harga tersebut masih belum bisa membedakan antara KW 1, KW2 dan KW3 di beberapa kecamatan, di Kecamatan Kandang Haur dan Krangkeng masih menetapkan harga sama dengan kualitas berbeda, sedangkan di Kecamatan Losarang, pemberlakuan harga bisa dibedakan berdasarkan kualitas (3) Ada kepastian pasar sehingga semua hasil produksi bisa diserap melalui jaringan tengkulak. (4) Adanya bantuan pemerintah melalui bantuan pemberdayaan usaha garam (Pugar) yang sudah berjalan mulai tahun 2010 merupakan program kementrian kelautan dan perikanan. Walaupun pugar sendiri hanya sebatas bantuan berupa barang dan alat produksi.

Usaha produksi garam yang dilaksanakan petani di area tambak udang atau bandeng. Kegiatan budidaya ikan tersebut dilakukan ketika musim hujan. Sedangkan untuk usaha garam dilakukan pada musim kemarau. Oleh karena itu usaha garam sangat tergantung kondisi terik matahari, untuk proses penguapan air laut. Bahan baku garam sendiri adalah air laut yang dialirkan melalui irigasi-irigasi tambak dengan kadar NaCl minimal 20Be (dua derajat baume). Untuk melakukan pengukuran tingkat salinitas tersebut petambak menggunakan alat baumeter ketika posisi air laut di alirkan, dan pengecekan kembali pada 1 siklus aliran air tua.

Tahapan produksi usaha garam di Kabupaten Indramayu melalui 4 tahapan, diantaranya sebagai berikut :

a. Tahap persiapan lahan

Proses produksi garam dimulai dengan persiapan lahan produksi garam dengan melaksanakan pengeringan lahan yang dilaksanakan menjelang musim

(6)

kemarau biasanya mulai pada bulan mei-juni. Proses persiapan biasanya menggunakan tenaga kerja tambahan selain dari petambak penggarap sendiri yang melakukan. Tenaga kerja pada masa persiapan lahan digunakan untuk perbaikan tanggul, saluran tambak, penyiapan area penguapan/peminihan, dan penyiapan meja kristal garam. Tenaga kerja yang dibutuhkan umumnya 2 orang per hektar. Perbaikan tanggul dan saluran tambak diperlukan waktu kurang lebih 1-2 minggu. Penyiapan peminihan dan meja Kristal dilakukan dengan cara memasukan air laut keseluruh area tambak sehingga mencapai ketinggian 30 cm. setelah 3 hari direndam air laut, area peminihan dan penggorengan dikeringkan. Untuk memperoleh kualitas tanah meja Kristalisasi yang lebih baik sebelum melakukan pelepasan air tua, tanah tersebut terlebih dahulu dikeraskan. Para petani menggunakan alat silinder yang digunakan untuk melakukan perataan pengerasaan area tersebut. Pengerasan dilakukan 2 kali untuk menghasilkan kualitas kekerasan tanah yang memenuhi syarat. Selain itu pula dilakukan pengesapan. Tujuan perlakuan ini adalah untuk membuang lumpur dan lumut yang menempel pada permukaan tanah.

Pembuatan meja kristal membutukan waktu yang cukup lama pada tahun 2011, sedangkan awal musim kemarau tahun 2012 pengelolaan persiapan lahan pembuatan meja kristal lebih mudah. Pada tahun 2011 pengolahan meja kristal lebih lama karena pada musim sebelumnya tahun 2010 tidak dilakukan usaha garam karena tingkat curah cukup tinggi. Pada tahun 2010 tersebut petambak menggunakan area lahan tambak untuk budidaya ikan, dan menjelang digunakan usaha garam pada tahun 2011 kondisi tanah rusak, dan berlumpur tebal. Kondisi tanah tidak dapat menampung air, tanah menjadi poros sehingga cepat terserap masuk ke tanah kembali. Sedangkan pada tahun 2012, petani garam lebih mudah mengeraskan meja Kristal karena pada tahun sebelumnya proses usaha garam dilakukan. Pembuatan meja Kristal dilakukan selama 1-4 hari tergantung dari kondisi lahan yang dipakai apakah dipakai petambak ikan atau tidak. Pembuatan meja Kristal membutuhkan waktu lebih lama karena setelah proses pengerasan lahan yang pertama, tanah harus dibasahi lagi untuk kemudian dikeraskan kembali. Proses ini berlangsung 4 (empat) kali. Untuk penyiapan lahan garam dengan memakai 2 (dua) orang tenaga kerja diperlukan waktu 30-45 hari. Penyiapan lahan garam dapat dipersingkat waktunya menjadi 15-20 hari dengan menggunakan tenaga kerja 5 (lima) orang tenaga kerja, hanya saja diperlukan modal yang lebih besar untuk persiapan lahan garam.

(7)

Salah satu komunitas petani garam di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Santing Kecamatan Losarang menggunakan area tambak mereka khusus untuk garam. Lahan tersebut digunakan hanya untuk usaha garam saja di musim kemarau sehingga ini akan mempengaruhi waktu dan modal pada proses persiapan pengolahan lahan.

b. Tahap pembuatan garam

Pembuatan dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tahap penguapan. Tujuan dari penguapan supaya air laut mengandung konsntrasi air garam tinggi. Air konsentrasi ini disebut dengan air tua. Air tua dihasilkan dari mengalirkan air ke area-area peminihan (evaporator). Air tua yang siap dikristalkan ditampung dalam kolom penampungan.

Tahap kedua adalah tahap pengkristalan, dimana air tua dalam kolam penampungan akan dialirkan ke meja Kristal, yaitu tempat penampungan air tua, sehingga Kristal garam akan terbentuk. Proses produksi di awali dengan air laut dengan tingkat kekentalan 20Be (dalam 1 liter terlarut 2 gram NaCl) dari saluran skunder dalam kolam penampungan atau irigasi samping area peminihan. Dari kolam penampungan air laut dialirkan dengan menggunakan kincir angin atau pompa ke kolam peminihan yang rata-rata ada 6 kolam peminihan pertama. Hasil dari peminihan ini air laut memiliki kekentalan 40Be. Untuk tahap awal proses ini memerlukan waktu 2 hari. Untuk menyediakan air laut 20Be (air muda) menjadi air laut yang mengandung salinitas 200-250Be, proses ini biasanya diperlukan waktu 10 hari setelah air muda dan air tua di penampungan. Ukuran salinitas tersebut memang harus tidak lebih besar dari 250Be karena akan menyebabkan garam menjadi pahit. Sedangkan kalau kurang dari 200Be, kualitas garam menjadi tidak memiliki bobot dan masih banyak mengandung air. Untuk menjaga kepekatan air tua, dialirkan air muda dengan kepekatan 20Be. Istilah tersebut namanya ngagobak. Proses pengaliran air tua ke meja Kristal dilaksanakan pada siang hari. Proses pembentukan Kristal garam di meja Kristal memerlukan waktu 2-10 hari. tergantung dari cuaca di tambak garam. Kristal garam akan terbentuk jika terik panas dan tidak akan terbentuk Kristal garam jika terkena air hujan.Proses ini terus menerus berlangsung setiap hari di musim kemarau dengan memerlukan waktu Kristal garam 2-7 hari.

(8)

Gambar 9. Proses Pembuatan Garam yang sering dilakukan di tempat penelitian

c. Tahap pemanenan garam

Proses pemanenan garam berlangsung setelah 2-7 hari di meja Kristal. Pemanenan dengan cara di garuk, atau dikerik. Saat proses penggarukan, permukaan Kristal garam dalam kondisi terendam air tua. Garam dengan mutu baik dihasilkan dengan kondisi seluruh permukaan Kristal tenggelam tidak boleh ada yang menyembul ke permukaan karena ketika permukaan Kristal garam menyembul kepermukaan akan terjadi kristalisasi setempat dengan cepat, sehingga akan ikut terendapkan berbagai garam magnesium dan kalium.

Jumlah meja Kristal garam untuk luasan 1 hektar sekitar 20-30 petak yang berukuran 3mx15m atau 4mx12m tergantung kondisi lahan. Proses pengaliran air tua dilaksanakan secara bertahap 3-4 petak setiap hari, sehingga nantinya petambak akan secara bertahap melakukan penggarukan 1 petak tiap hari. Satu petak meja Kristal pada tahap awal bisa menghasilkan antara 3 – 7 kwintal per hari, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya 1 (satu) petak meja Kristal bisa menghasilkan sampai 1-1.5 ton garam kristal. Garam yang sudah dipanen dibawa ke tempat pencucian garam atau tempat pengumpulan dengan menggunakan ember. Pencucian garam dilakukan dengan cara disaring dengan waring atau serokan dengan tingkat kerapatannya lebih kecil dari ukuran Kristal garam. Pencucian Kristal garam dilakukan untuk meningkatkan kandungan NaCl dengan mengurangi/menghilangkan unsur Mg, Ca, SO4 dan kotoran lainnya.

Proses pencucian garam ini tidak semuanya dilakukan oleh seluruh petambak yang ada di Kabupaten Indramayu. Proses pencucian ini hanya dilakukan pada beberapa petambak garam yang ada di Kecamatan Losarang.

150Be Saluran air tua Kolam penampung air laut (Air Muda) 20Be

40Be Kolam peminihan 1 60Be Kolam peminihan 2 80Be Kolam peminihan 3 100Be Kolam peminihan 4 12 0 Be Kolam peminihan 5 Meja kristalisasi 200Be

Kolam penampungan air tua

Pencucian garam

(9)

Dalam 1 (satu) musim pada tahun 2011 jumlah hari yang digunakan dalam mengeruk garam rata-rata 89 hari atau sekitar 3 (tiga) bulan. Dari jumlah hari rata-rata yang dipakai untuk mengeruk, maka jumlah produksi garam per musim rata-rata mencapai 70 ton. Pelaksanaan pengerukan ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang ada di wilayah tambak. Kondisi ngeruk dan hasil panen akan banyak ketika kondisi cuca tidak hujan. Kegagalan pengerukan garam jika terjadi hujan. Air hujan akan mempengaruhi perubahan kristal jadi mencair kembali.

Jumlah produksi garam pada petambak garam responden berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal yang menyangkut pada teknis pemanen dan kualitas garam siap panen dihubungkan dengan kondisi cuaca. Jumlah panen hasil ngerok tiap hari rata-rata dari 100 petambak responden mencapai 778 kg atau sekitar 7.8 kwintal. Petambak di Kabupaten Indramayu menggunakan satuan karung dengan kapasitas per karung sekitar 50 kg sehingga dalam 1 (satu) hari bisa mengeruk sekitar 14 karung. Jumlah hasil panen pun terus mengalami peningkatan dari awal musim kemarau sampai akhir musim kemarau. Pada saat awal musim kemarau, jumlah produksi garam untuk area lahan sekitar 1 (satu) hektar sekitar 5 kwintal. Produksi garam menjelang musim kemarau berakhir bisa mencapai 1 (satu) ton.

Tabel 13. Jumlah Hari Pengerukan dan Rata-rata Produksi Garam

Jumlah Hari Pengerukan Frekuensi Rata-Rata Produksi (ton)

30-60 1 95

60-90 91 72

90-120 8 52

Jumlah 100 73

d. Tahap penyimpanan garam

Penyimpanan garam dilakukan setelah proses pencucian yang dilakukan oleh petani yang memiliki gudang garam. Dari hasil temuan yang ada di Kabupaten Indramayu, gudang garam hanya dimiliki oleh para pengepul (bakul), sekaligus pemilik lahan yang melakukan bagi hasil dengan penggarap lahan. Petani garam yang tidak memiliki gudang garam, garam hasil panen langsung menjual kepada pengepul dan kepada pemilik lahan. Jika petambak garam ingin menyimpan di gudang garam milik bakul atau pemilik lahan tersebut dikenakan biaya simpanan Rp. 100/kg.

(10)

e. Tahap penjualan garam tingkat petambak garam dan pengepul

Di Kabupaten Indramayu, mutu garam tidak berpengaruh pada harga garam. Garam mutu rendah mempunyai harga yang sama dengan garam mutu bagus.Kekurangan modal menjadi garam tidak pernah disimpan di gudang. Proses penjual terjadi ketika garam masih berada ditambak. Pengepul menetapkan harga yang sama tanpa melihat kualitas garam pada satu kali transaksi penjualan. Kecenderungan harga terus menurun mulai dari awal sampai akhir musim kemarau. Ditemukan responden mendapatkan harga kisaran Rp 100-Rp 650 per kilogram. 54 persen responden mendapatkan harga kisaran Rp. 400- Rp 500 per kilogram.

Petambak umumnya menjual kepada pengepul (tengkulak) yang biasa dan ada di daerah kecamatan masing-masing. Rata-rata bagi petambak yang tidak terikat dengan pengepul atau pemilik lahan menjual hasil panennya ke koperasi dan pengepul dengan harga sesuai dengan harga pasar berlangsung. Dengan kisaran harga jual antara Rp. 400-500 mereka mendapatkan keuntungan per kali panen (ngerok). Pendapatan yang diterima oleh petambak yang sistemnya bagi hasil harus dibagi menjadi 30 persen untuk penggarap dan 20 persen untuk pemilik.

Bagi petambak pemilik penggarap dan penyewa, mereka mendapatkan seluruh hasil panennya. Sedangkan bagi petambak bagi hasil mendapatkan hasil bagian setelah itu dibagi baik dibagi garam atau hasil penjualannya. Umumnya mereka membagi dari jumlah kuantitas garam krosok. Jika dalam satu hari petambak mendapatkan sekitar 5 kwintal garam krosok, maka pembagian jika petambak mertelu 2 kwintal untuk juragan dan 3 kwintal untuk petambak sendiri. Saluran penjualan lain yang dilakukan beberapa petambak garam lainnya melalui koperasi. Ada sekitar 4 koperasi garam yang ada dan hanya di Kecamatan Losarang beberapa kali mencoba melakukan pembelian garam di tingkat petambak garam Kecamatan Losarang. Koperasi Segara Madu salah satu koperasi yang didirikan pada tahun 2010 memiliki 2 (dua) gudang garam yang menjadi tempat penyimpanan garam yang akan di jualbelikan ke perusahaan industri di sekitar Cirebon dan Surabaya. Dalam penentuan harga, koperasi belum bisa menerapkan penetapan harga yang sesuai dengan kebijakan dari pemerintah. Koprasi menerapkan harga pembelian sama dengan harga pasar yang berlangsung. Koperasi hanya bisa memberikan perbedaan harga garam ramsol saja dengan penambahan harga beli Rp 25 / kg. Nilai ini

(11)

sebagai nilai membayar biaya yang dikeluarkan oleh petambak ramsol (zat aditif).

6.3. Kendala dan Permasalahan

Kemajuan usaha garam di daerah peneliltian dan harapan petambak bagi peningkatan kesejahteraan hidup melalui usaha produksi garam tersebut, terlihat menemui beberapa kendala. Kendala-kendala tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu kendala internal petambak garam, dan faktor eksternal, seperti kurangnya informasi harga serta lemahnya sistem dan kelembagaan yang ada.

Pada sisi internal, kendala yang ditemui berkaitan dengan cara dan manajemen usaha yang dilakukan oleh petambak. Sebagaimana tergambar pada teknik produksi garam yang dilakukan petambak, umumnya petambak didaerah penelitian masih sangat tradisional. Sampai saat ini belum ada teknologi yang baru dalam mengembangkan usaha garam. Teknologi sekarang dikatakan sudah baik dan para tembak terus mencari informasi mengenai teknologi dan inovasi tambahan dari teknis yang sekarang digunakan. Inovasi tambahan seperti penggunaan zat aditif dengan memakai bahan pengendap yang disebut ramsol (garam solusi). Selain ramsol, inovasi dikembangkan pada tahap proses peminihan yang panjang yang disebut dengan teknis ulir. Hal ini bertujuan untuk mempercepat proses penguapan air garam supaya menjadi cepat tua.

Pada sisi eksternal, kendala yang ditemui terlihat pada kurangnya informasi harga dan pasar yang diterima petambak, lemahnya kelembagaan yang ada serta lemahnya posisi tawar petambak. Selama ini petambak belum bisa memperoleh informasi harga pasar secara aktual. Kalaupun ada yang mengetahui harga pasar akutal, posisi mereka lebih sebagai price taker. Hal ini disebabkan oleh peranan yang kuat dari pedagang pengepul dan juragan dalam menetapkan harga jual garam. Hubungan dekat yang saling membutuhkan menjadi faktor utama ketergantungan petambak terhadap pengepul atau juragan. Kecenderungan ini menyebabkan munculnya pasar oligopsoni yang terselubung di wilayah Kabupaten Indramayu.

6.4. Analisis Finansial dan Ekonomi

Analisis pendapatan petabak garam menggambarkan secara sederhana bagaimana tingkat kelayakan usahatani garam di daerah penelitian. Hasil analisis

(12)

finansial dan ekonomis disajikan pada Tabel 14. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa hasil panen petambak berbeda-beda masing-masing group. Perbedaan ini karena perbedaan luas lahan. Luas lahan yang digarap oleh sewa rata-rata 1.25 ha dengan hasil panen mencapai 62 ton, bagi hasil 1 hektar dengan jumlah panen sekitar 67 ton dan pemilik penggarap sekitar 0.5 hektar dengan jumlah panen rata-rata sekitar 49 ton .

Tabel 14. Analisis Finansial Usaha Garam

Kelompok Sewa Bagi Hasil Pemilik

Rataan ukuran lahan (ha)

1.35 1 0.7

Produksi (ton) 65.33 60

49.8

Harga Jual maksimum (Rp/kg) 475.13 469 430

Biaya ( dalam juta)

Sewa Lahan 2.00 2.00 2.00 Tenaga Kerja 22.30 20.48 16.45 Bahan Bakar 1.78 1.23 0.45 Peralatan 1.90 1.50 0.50 Total Biaya 27.98 25.20 19.39

Revenue (dalam juat) Total Pendapatan 31.04 28.14 21.41 Laba/rugi 3.06 2.94 2.02 B/C 1.109 1.116 1.104

Secara finansial, biaya total tunai yang dikeluarkan pada usaha garam pada kelompok pemilik-penggarap sebesar Rp. 19 juta, kelompok sewa Rp. 27 juta dan kelompok bagi hasil Rp. 25 juta. Komponen biaya terbesar yang harus dibayarkan petambak untuk untuk biaya tenaga kerja luar keluarga, yaitu sekitar 80 persen dari total biaya. Pengeluaran biaya untuk bahan bakar garam berbeda-beda tiap kelompok dari karakteristik petambak. Petambak pemilik penggarap yang memiliki pompa air mengeluarkan biaya bahan bakar minimal 5 liter untuk 1 petakan lahan 0.8 hektar dengan harga bahan bakar sekitar Rp. 5.000 per liter. Pola pengeluaran biaya bagi petambak penggarap sewa juga memerlukan biaya kurang lebih Rp. 25.000 per hari untuk menarik air dari saluran irigasi utama. Ada ditemukan juga pada penggarap sewa mereka melakukan pembagian biaya yang harus mereka bayar jika mereka tidak memiliki pompa dengan memberikan iuran kepada pemilik yang bisa menyediakan pompa untuk mengairi aliran air ke pintu saluran tersier. Setelah itu baru ditarik air tersebut dengan menggunakan kincir angin yang dipasang kumparan sebagai penggerak aliran air naik ke area lahan

(13)

peminihan. Bagi kelompok penggarap bagi hasil, biaya bahan bakar ini tidak dikeluarkan penuh. Biaya bahan bakar ditanggung oleh sebagian pengepul. Hal ini menjadi pembeda antara tingkat penggunaan bahan bakar di kelompok yang lain.

Harga bahan bakar minyak rata-rata mereka dapatakn sekitar Rp. 5.000 per liter. Hal ini merupakan harga subsidi yang sudah dterapkan oleh pemerintah mengenai bahan bakar dan energi. Penggunaan bahan bakar sudah melebihi batas rata-rata yang digunakan. Penggunaan pompa air para petambak operasikan selama 4 jam pagi dan sore. Hal ini akan menjadi boros ketika tidak sesuai dengan kadar lahan yang ada dengan jumlah yang diisikan. Begitu juga terkadang petambak garam selalu tidak bisa mengukur kadar cuaca yang terjadi akibat mendung atau hujan. Sehingga air yang dialirkan menjadi tidak membentuk garam kristal dan mereka harus melakukan pemompaan kembali air muda ke area tambak garam.

Laba bersih yang didapatkan untuk kelompok sewa paling tinggi sebesar Rp. 3.06 juta dibandingkan dengan kelompok bagi hasil dan pemilik penggarap. Perbedaan harga yang diterima dan luasan lahan juga yang menyebabkan perbedaan pendapatan. Dilihat dari pendapatan yang didapatkan per bulan selama musim garam berjalan (3 bulan), pendapatan petambak sewa Rp 1.02 per bulan, sedangkan pemilik penggarap sekitar Rp. 700 ribu per bulan.

Berdasarkan perhitungan rasio B/C usaha garam masih menguntungkan karena lebih dari satu. Untuk petambak sewa rasio mencapai 1.109, untuk petambak bagi hasil mencapai 1.116 dan petambak pemilik garap 1.104. Perbedaan nilai B/C antara petambak sewa dan bagi-hasil karena perbedaan biaya, sehingga keuntungan yang didapatkan bagi-hasil lebih besar, walaupun petambak sewa mendapatkan harga lebih besar dibandingkan dengan bagi-hasil dan tingkat pengelolaan lahan lebih luas. Jadi berdasarkan analisis finansial petambak bagi-hasil lebih besar keuntungannya dibadningkan dengan petambak lainnya.

Penentuan harga jual pada analisis finansial disini ditentukan secara rata-rata pada tingkat dimana petambak sewa mendapatkan harga jual rata-rata-rata-rata Rp 475 per kg, petambak bagi hasil mendapatkan harga jual Rp 469 dan petambak pemilik-garap mendapatkan harga Rp. 430 per kg. Dalam realisasinya, harga jual garam tiap bulan pada masa garam berbeda-beda, bahkan perbedaan tiap

(14)

tahun. Pada tahun 2011 ini harga garam bisa dikatakan pada posisi harga paling tinggi.

Gambar

Tabel 10. Karakteristik Sosial Responden Petambak Garam
Tabel 11. Sebaran Luasan Lahan Usaha Garam
Tabel 12. PenggunaanTenaga Kerja dengan Ukuran Lahan 0.25-1.5 Hektar
Gambar 9. Proses Pembuatan Garam yang sering dilakukan di tempat penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen proyek sistem informasi adalah suatu sistem automatisasi yang digunakan oleh tim manajemen proyek untuk membantu pelaksanaan aktivitas yang direncanakan dalam perencanaan

Sidang Majelis Jemaat Khusus dengan agenda yaitu pembahasan Peraturan Pelaksana Majelis Jemaat (PPMJ) akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 22 November 2014 pukul 10.00, bertempat

Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi yang terkena : jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 pasien akan mengalami tetraplegia

Bila pada pengukuran ditemukan tekanan baji pembuluh darah paru lebih dari 18 mmHg pada pasien infark miokard akut menunjukkan bahwa volume intravaskular pasien tersebut

Sekurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: pertama inteligensi yaitu kecakapan untuk

terhadap perkembangan regulasi yang berlaku. Sehingga PDAM Surya Sembada dapat memberikan pelayanan terbaik sesuai dengan standar regulasi yang ada dan dapat

tinjauan analisis energi dan eksergi dalam meningkatkan kinerjanya yang dinyatakan dengan keluaran listrik sistem fotovoltaik, diantaranya membahas

* As more weak the statistical correlation of the current budget de fi cit and balance of payments is, the more it means that the economic policy of the country follows its