• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI (Glycine max (L."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA

SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN

AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI

(Glycine max (L.) Merril)

ARTIKEL ILMIAH

DEGONAL JAYA

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018

(2)

EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA

SAWIT DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN

AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI

(Glycine max (L.) Merril)

DEGONAL JAYA

ARTIKEL ILMIAH

diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018

(3)
(4)

1 EFEK RESIDU PEMBERIAN KOMPOS PELEPAH KELAPA SAWIT

DALAM MEMPERBAIKI KEMANTAPAN AGREGAT ULTISOL DAN HASIL KEDELAI

(Glycine max (L.) Merril)

Degonal Jaya1) , Refliaty2) , Hasriati Nasution2)

Fakultas Pertanian Universitas Jambi, Mendalo Darat, Jambi e-mail : degonaljaya@hotmail.com

1)

Alumni Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi

2)

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Jambi

ABSTRAK

Penelitin ini bertujuan untuk melihat dan mengkaji efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit dalam memperbaiki kemantapan agregat Ultisol dan hasil kedelai (Glycine max (L.) Merril) pada musim tanam kedua. Penelitian kedua ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juni 2017 di Teaching and Research Farm Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Analisis tanah dilakukan di laboratorium Fisika dan Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi, serta Laboratorium Pengujian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Bogor. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 kelompok (p0= tanpa kompos pelepah kelapa sawit, p1 = 5 ton/ha kompos pelepah

kelapa sawit, p2 = 10 ton/ha kompos pelepah daun kelapa sawit, p3 = 15 ton/ha

kompos pelepah kelapa sawit, p4 = 20 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit, p5 =

25 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit. Data dianalisis ragam (ANOVA) dan dilanjutkan uji jarak berganda Duncan Multiple Range Test DMRT pada taraf α 5 %. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit terhadap kemantapan agregat tanah dan beberapa sifat fisik tanah yang telah dianalisis seperti bahan organik tanah, total ruang pori tanah dan persen agregat terbentuk. Tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai penelitian kedua didapatkan hasil yang kurang baik jika dibandingkan tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai penelitian pertama. Hasil biji kering kedelai terbaik penelitian kedua terdapat pada dosis 15 ton/ha yaitu 0,85 ton/ha.

Kata Kunci : Efek Residu, Ultisol, Pelepah Kelapa Sawit, Kompos, Kemantapan Agregat , Kedelai

PENDAHULUAN

Lahan kering di Indonesia dapat dikelompokkan sekitar 102,80 juta ha yang merupakan tanah masam, tanah tersebut didominasi oleh Inceptisol, Ultisol dan Oxisol (Mulyani et al., 2008). Menurut Hardjowigeno (1993) Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan di Indonesia. Lahan kering di Provinsi Jambi umumnya didominasi oleh ordo Ultisol, dengan luas ± 2.726.633 ha atau 53,46 %

(5)

2 dari luas daratan di Provinsi Jambi (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi, 2001).

Ultisol merupakan tanah mineral yang berada pada daerah tropika basah terbentuk akibat pelapukan yang memakan waktu sangat lama dengan curah hujan dan temperatur yang cukup tinggi. Walaupun demikian, ditinjau dari segi luasnya, Ultisol memang mempunyai potensi yang cukup besar dalam pengembangan budidaya pertanian, tetapi dalam pengelolaannya Ultisol memiliki kendala baik sifat fisika, kimia maupun biologi tanah. Kendala sifat fisik pada Ultisol adalah kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, total ruang pori tanah yang rendah, permeabilitas yang lambat, dan daya pegang air yang rendah (Munir, 1996).

Kemantapan agregat tanah merupakan kemampuan tanah untuk bertahan terhadap gaya-gaya yang akan merusaknya. Agregat tanah yang mantap akan mempertahankan sifat-sifat yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti porositas dan ketersediaan air yang bertahan lebih lama di dalam tanah dibandingkan dengan agregat tanah yang tidak mantap (Rachman dan Abdurachman, 2006).

Kompos merupakan pupuk organik buatan manusia yang terbuat dari proses pembusukan sisa-sisa buangan makhluk hidup seperti tanaman maupun hewan, dan dibantu oleh mikroorganisme tanah untuk membantu mempercepat proses perombakan. Kompos tidak hanya menambahkan unsur hara untuk tanaman, tetapi juga dapat menggemburkan tanah, meningkatkan porositas dan aerase tanah, sehingga meningkatkan daya ikat tanah terhadap air dan memudahkan pertumbuhan akar tanaman (Yuwono, 2005).

Salah satu alternatif sumber bahan organik yang sangat potensial dan dapat dijadikan kompos adalah pelepah kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Pada tahun 2014 luas areal kelapa sawit mencapai 10,9 juta ha dengan produksi 29,3 juta ton sedangkan sebaran luas areal kelapa sawit di Provinsi Jambi mencapai 688.810 ha (Direktorat Jenderal Perkebunan Kelapa Sawit, 2014). Menurut Intara dan Dyah (2012) pelepah kelapa sawit berpotensi sebagai bahan dasar dalam pembuatan kompos, berdasarkan komponen penyusun bahan kimia, daun kelapa sawit mengandung unsur – unsur yaitu sebagai berikut : selulosa 54,35-62,60 (%), hemiselulosa 20,50-21,83 (%), lignin 24,50- 32,80 (%), zat ekstraktif 2,35-13,84 (%), silikat 1,60-3,50 (%) danabu (non-organik/silica) 2,30-2,60 (%).

Berdasarkan hasil penelitian Sriyanti (2016) pemberian kompos pelepah kelapa sawit yang diberikan ke dalam tanah didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap persen bahan organik tanah, bobot volume tanah dan total ruang pori tanah. Tetapi secara umum persen bahan organik tanah dan total ruang pori tanah justru sudah memperlihatkan peningkatan angka-angka sejalan penambahan jumlah dosis kompos setiap perlakuan. Sedangkan untuk nilai bobot volume tanah menurun, diduga kompos belum terdekomposisi secara sempurna di dalam tanah. Dosis terbaik untuk persen bahan organik tanah terdapat pada perlakuan 25 ton/ha dengan nilai 4,57 %, bobot volume tanah terbaik terdapat pada perlakuan 25 ton/ha yaitu 1,24 gr/cm3 dan total ruang pori tanah terbaik terdapat pada perlakuan 15 ton/ha yaitu 52,57 % jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam rangka ketahanan pangan penduduk Indonesia. Permintaan kedelai sangat meningkat seiring dengan laju pertambahan jumlah penduduk Indonesia, yaitu

(6)

3 sekitar 1,8 % pertahun. Namun laju permintaan tersebut ternyata belum dapat diimbangi oleh laju peningkatan produksi, sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai dari luar negeri (Pitojo, 2003). Badan Pusat Statistik (2015) menunjukkan produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 954.997 ton dan mengalami peningkatan produksi sebesar 175.005 (22,44 %) dengan luas panen 615.685 ha. Produksi kedelai untuk Provinsi Jambi mencapai 6.800 ton dengan luas panen 5.288 ha atau mengalami kenaikan sebesar 4.428 ton (186,65 %) sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap produksi kedelai Nasional sebesar 0,71 %. Namun peningkatan produksi kedelai masih belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.

BAHAN DAN METODE

Penelitian kedua ini dilaksanakan di Teaching and Research Farm Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Mendalo Darat. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Fisika dan Kimia Tanah Fakultas Pertanian Universitas Jambi serta Laboratorium Pengujian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Bogor. Penelitian kedua ini dilaksanakan mulai 19 Maret sampai 28 Juni 2017. Penelitian ini merupakan penelitian (eksperimen) menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 4 kelompok sehingga dalam penelitian ini terdapat 24 petakan. Ukuran petakan 2 m x 3 m dengan jarak tanam adalah 20 cm x 40 cm dengan jumlah populasi 75 tanaman/petak. Perlakuan pada masing-masing kelompok adalah sebagai berikut; (p0= tanpa kompos pelepah kelapa

sawit, p1 = 5 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit, p2 = 10 ton/ha kompos pelepah

daun kelapa sawit, p3 = 15 ton/hakompos pelepah kelapa sawit, p4 = 20 ton/ha

kompos pelepah kelapa sawit, p5 = 25 ton/ha kompos pelepah kelapa sawit.

Sampel tanah diambil 2 kali yaitu pada saat mulai penelitian dan diakhir penelitian setelah penanaman kedelai kedua. Variabel yang diamati yaitu bahan organik tanah, bobot volume tanah, total ruang pori tanah, persen agregat terbentuk, kemantapan agregat, tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan analisis ragam (ANOVA) pada taraf α 5 %, untuk melihat hasil rata-rata efek residu antar perlakuan dilakukan dengan uji jarak berganda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5 %, dengan menggunakan software DSAASTAT 1.2 dan disajikan dalam bentuk tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Bahan Organik Tanah

Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit pada Ultisol didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap persen bahan organik tanah (Lampiran 19). Hasil analisis awal dilakukan setelah penelitian pertama (September 2016 – Februari 2017), terhadap parameter tanah seperti bahan organik tanah, bobot volume tanah, total ruang pori tanah, persen

(7)

4 kemantapan agregat dan persen agregat terbentuk. Hasil rata-rata bahan organik, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Bahan Organik Tanah.

Kompos Pelepah Kelapa Sawit

(ton/ha)

Bahan Organik (%)

Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol 4.33 a 4.12 a 4.13 a 5 3.82 a 4.29 a 4.34 a 10 3.98 a 3.79 a 4.04 a 15 4.33 a 4.75 a 4.43 a 20 4.40 a 4.43 a 4.22 a 25 4.57 a 4.65 a 4.59 a

Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %.

Berdasarkan Tabel 1 hasil rata-rata persen bahan organik tanah pada hasil analisis awal bera 5 bulan setelah penelitian pertama, didapatkan hasil persen bahan organik tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan, hasil analisis akhir setelah dilakukannya penanaman kedelai kedua juga didapatkan hasil persen bahan organik tanah yang tidak berbeda nyata. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama, juga didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Namun untuk persen bahan organik tanah pada hasil analisis awal setelah bera 5 bulan dan hasil analisis akhir setelah penanaman kedelai kedua tidak ditemukan efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit tersebut. Tetapi, jika dilihat dari angka-angka terjadi peningkatan dan penurunan efek residu pada setiap perlakuan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tidak terdapat efek residu kompos, diduga akibat dari hasil bahan organik yang telah terurai sebagian telah dimanfaatkan oleh tanaman, sehingga hanya sedikit bahan organik yang tersisa. Selain itu jarak waktu yang dibiarkan cukup lama, memungkinkan bahan organik yang diberikan habis dimanfaatkan oleh tanaman gulma/rumput-rumputan yang telah tumbuh selama bera 5 bulan setelah penelitian pertama.

Dari Tabel 1 terlihat hasil rata-rata persen bahan organik tanah awal, dan akhir pada perlakuan kontrol sampai 25 ton/ha, mengalami hasil rata-rata persen bahan organik tanah yang tidak berbeda nyata, namun ada perbedaan angka dari berbagai dosis pada kedua hasil analisis persen bahan organik tanah tersebut. Hal ini diduga akibat dari tingginya laju dekomposisi bahan organik yang dipengaruhi oleh curah hujan, suhu dan kelembapan udara yang tinggi, sehingga bahan organik yang telah diberikan sudah tidak tersisa lagi di dalam tanah. Berdasarkan data Curah Hujan (Lampiran 16), Suhu Udara (Lampiran 17) dan Kelembapan Nisbi Udara (Lampiran 18) dilihat bahwa selama penelitian Maret 2017 sampai Juni 2017 (BMKG), memiliki data curah hujan yang termasuk dalam kriteria bulan basah yaitu 358 mm, suhu udara dan kelembapan nisbi udara dalam kriteria tinggi yaitu suhu udara 27,03º dan kelembapan nisbi udara 86 %, pada lingkungan yang seperti ini cepat mendorong aktivitas dan perkembangan mikroorganisme

(8)

5 dalam tanah untuk melakukan perombakan bahan organik, dari perombakan tersebut sebagiannya digunakan oleh mikroba dalam memperoleh energi.

Sukartono dan Utomo (2012) menambahkan jika pada lingkungan tropis seperti Indonesia, penambahan bahan organik seperti kompos digunakan sebagai pembenah tanah, sehingga manfaatnya berlangsung singkat, proses mineralisasi bahan organik berlangsung sangat cepat, sehingga porsi senyawa karbon yang bertahan di dalam tanah jumlahnya sangat sedikit, karena sebagian dilepaskan dalam bentuk CO2 ke atmosfer.

Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Bobot Volume Tanah

Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit tidak berbeda nyata terhadap Bobot Volume Tanah (Lampiran 20). Hasil rata-rata Bobot Volume Tanah disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Bobot Volume Tanah

Kompos Pelepah Kelapa Sawit

(ton/ha)

Bobot Volume Tanah (gr/cm3)

Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol 1.34 a 1.33 a 1.23 a 5 1.25 a 1.38 a 1.30 a 10 1.30 a 1.34 a 1.27 a 15 1.27 a 1.37 a 1.26 a 20 1.29 a 1.44 a 1.31 a 25 1.24 a 1.39 a 1.24 a

Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %..

Berdasarkan Tabel 2 hasil rata-rata bobot volume tanah pada hasil analisis awal didapatkan hasil dari bobot volume tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan, untuk hasil analisis akhir juga didapatkan hasil bobot volume tanah yang tidak berbeda nyata. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama, juga didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Sehingga bobot volume tanah yang telah dianalisis tidak ditemukan efek residu dari pemberian kompos pelepah kelapa sawit tersebut.

Dari Tabel 2 bobot volume tanah pada analisis awal dan akhir penelitian, menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, tidak nyatanya semua perlakuan diduga karena bahan organik mengalami laju dekomposisi yang tinggi, sisa-sisa bahan organik yang masih ada belum mampu mengikat butir-butir tanah, sehingga bobot volume tanah cenderung masih tidak berbeda nyata.

Tetapi jika dilihat kecenderungan angka dari hasil analisis awal dan akhir penelitian terhadap bobot volume tanah mengalami peningkatan dan penuruan angka dari setiap dosis perlakuan kompos, rata-rata hasil bobot volume tanah awal yaitu 1,38 gr/cm3 dan hasil akhir yaitu 1,28 gr/cm3 kedua hasil tersebut termasuk kriteria bobot volume tanah sedang. Tetapi, jika dilihat dari hasil rata-rata bobot volume tanah awal dan akhir terdapat selisih angka yaitu 0.10 gr/cm3. Karena

(9)

6 pada kondisi awal peneltian tanah tidak diolah, akibat tanah dalam kondisi padat sehingga nilai bobot volume tanah sangat tinggi, dan pada hasil analisis akhir bobot volume tanah menurun. Dugaan lain karena adanya penyiraman yang cukup pada tanah pada saat penanaman kedelai 3 bulan, sehingga tanah menjadi lebih remah, sehingga nilai bobot volume tanah menjadi menurun. Karena dengan penyiraman pada tanah, sehingga tanah tidak lagi padat, selain itu diakibatkan adanya bahan organik yang tersisa pada tanah tersebut. Arsyad et al., (2011) mengungkapkan bahan organik yang terdekomposisi dalam tanah akan mampu mengikat butir-butir tanah sehingga menyebabkan tanah menjadi relatif gembur, sehingga keadaan tanah menjadi longgar dan bergranulasi yang mengakibatkan menurunnya nilai bobot volume tanah.

Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Total Ruang Pori Tanah

Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit pada hasil analisis awal dan akhir didapatkan hasil total ruang pori tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Lampiran 21). Hasil rata-rata total ruang pori tanah disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Total Ruang Pori Tanah

Kompos Pelepah Kelapa Sawit

(ton/ha)

Total Ruang Pori (%)

Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol 47.46 a 46.95 a 50.36 a 5 50.87 a 42.12 a 44.45 a 10 50.40 a 41.31 a 48.61 a 15 52.57 a 41.90 a 51.03 a 20 51.64 a 38.34 a 45.64 a 25 51.34 a 42.48 a 50.13 a

Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %..

Berdasarkan Tabel 3 hasil rata-rata persen total ruang pori tanah pada hasil analisis awal dan akhir penelitian kedua efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit, didapatkan hasil persen total ruang pori tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama, juga tidak berbeda nyata. Sehingga untuk persen total ruang pori tanah yang telah dianalisis masih tidak ditemukan efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit tersebut.

Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan, hasil analisis awal dan akhir penelitian kedua, didapatkan hasil persen total ruang pori tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Tetapi jika dilihat dari angka-angka pada analisis awal terjadi penurunan angka, sedangkan analisis akhir penelitian kedua terjadi peningkatan angka, karena pada awal penelitian tanah dalam kondisi padat, sehingga air dan udara tidak bisa dengan mudah masuk ke dalam tanah, selain itu jika nilai bobot

(10)

7 volume tanah masih dalam kriteria sedang, maka dapat mempengaruhi nilai total ruang pori tanah, sehingga nilai total ruang pori tanah menjadi menurun. Pada akhir penelitian kedua total ruang pori tanah terjadi peningkatan angka dari hasil analisis awal penelitian, disebabkan karena adanya penyiraman pada tanah, sehingga tanah bergranulasi yang mengakibatkan air dan udara mudah untuk menembus tanah, sehingga nilai total ruang pori tanah menjadi meningkat.

Yulnafatmawita et al., (2010) menambahkan pemberian bahan organik hijauan pada Ultisol mampu memperbaiki sifat fisik tanah, seperti meningkatnya total ruang pori tanah dan menurunnya nilai bobot volume tanah. Bahan organik yang diberikan pada tanah selain membantu memperbaiki sifat fisik tanah, juga dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih baik, jika dibandingkan dengan tanah yang tanpa perlakuan kompos atau bahan organik. Indrayati (2009) menyatakan bahwa dengan penambahan bahan organik kompos pada tanah, dapat membentuk granulasi, yang akan menyebabkan tanah menjadi lebih remah, pori-pori tanah yang baik dan agregat yang lebih mantap.

Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Persen Agregat Terbentuk

Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit pada hasil analisis awal dan akhir didapatkan hasil persen agregat terbentuk yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Lampiran 23). Hasil rata-rata persen agregat terbentuk disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Efek Residu PemberianKompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Persen Agregat Terbentuk

Kompos Pelepah Kelapa Sawit

(ton/ha)

Agregat Terbentuk (%)

Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol 86.59 a 77.77 a 78.27 a 5 86.97 a 79.80 a 77.28 a 10 83.91 a 74.09 a 78.70 a 15 84.32 a 81.50 a 77.52 a 20 84.97 a 84.54 a 80.82 a 25 84.29 a 81.01 a 78.10 a

Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α=5 %.

Tabel 4 menunjukkan hasil rata-rata persen agregat terbentuk pada hasil analisis awal dan akhir didapatkan hasil persen agregat terbentuk yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama, juga didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Sehingga untuk persen agregat terbentuk yang telah dianalisis tidak ditemukan efek residu dari pemberian kompos pelepah kelapa sawit.

Tabel 4 menunjukkan, tidak berbedanya semua perlakuan terhadap persen agregat terbentuk, disebabkan karena ketersediaan dari bahan organik tanah pada analisis awal dan akhir penelitian semakin menurun, sehingga kemampuannya dalam membuat granulasi atau butir-butir tanah (agregat terbentuk) menjadi tidak

(11)

8 berbeda nyata. Arsyad (2010) menambahkan pelapukan bahan organik tanah berupa kompos akan memperkuat mikroorganisme tanah dalam meningkatkan agregasi, sekaligus butir-butir tanah menjadi agregasi yang stabil.

Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Persen Kemantapan Agregat

Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit berbeda nyata terhadap persen kemantapan agregat awal (Lampiran 22). Tetapi tidak berbeda nyata terhadap hasil analisis akhir (Lampiran 22). Hasil rata-rata persen kemantapan agregat disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Persen Kemantapan Agregat

Kompos Pelepah Kelapa Sawit

(ton/ha)

Kemantapan Agregat (%)

Penelitian Pertama Dibera 5 Bulan Akhir (Awal) kontrol 53.89 b 61.93 ab 64.70 a 5 71.32 ab 68.27 ab 64.11 a 10 67.29 ab 43.45 b 40.83 a 15 67.92 ab 59.37 ab 50.62 a 20 77.12 a 63.75 ab 62.86 a 25 71.04 ab 76.25 a 54.29 a

Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α=5 %.

Berdasarkan Tabel 5 hasil rata-rata persen kemantapan agregat pada hasil analisis awal didapatkan hasil persen kemantapan agregat yang berbeda nyata yaitu pada perlakuan 10 ton/ha dan 25 ton/ha dan tidak berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya, untuk hasil analisis akhir didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan. Jika dibandingkan dengan hasil analisis penelitian pertama didapatkan hasil yang berbeda nyata yaitu pada perlakuan kontrol dan 20 ton/ha dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Perlakuan terbaik pada hasil analisis awal terdapat pada perlakuan 25 ton, sedangkan hasil analisis akhir didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata. Karena dengan adanya kemampuan tanah dalam menahan air atau gaya perusak yang ada dalam tanah, sehingga tanah pada awal penelitian masih dalam kondisi mantap dan dalam kriteria yang stabil, tetapi untuk hasil analisis akhir kemampuan tanah tersebut sudah tidak mampu menahan gaya ikat antar partikel-partikel tanah sehingga didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata.

Kemantapan agregat mempengaruhi ketahanan tanah terhadap pukulan air hujan. Semakin tinggi gaya ikat antar partikel-partikel tanah, maka semakin sulit tanah tersebut berpengaruh oleh gaya perusak yang berasal dari pukulan air hujan atau aliran air. Tabel 5 menunjukkan kemantapan agregat ukuran >2 mm pada setiap perlakuan kompos pelepah kelapa sawit 5 ton/ha sampai 25 ton/ha pada analisis awal didapatkan perubahan dari agak stabil menjadi stabil. Sedangkan hasil analisis akhir setiap perlakuan kompos didapatkan kriteria yang agak stabil. Hal ini menunjukkan kemantapan agregat tanah pada analisis awal ini termasuk

(12)

9 dalam kelas mantap. Sarief (1986) menjelaskan peranan bahan organik tanah terhadap sifat fisik tanah yaitu sebagai pengikat bahan semen yang mampu memantapkan agregat tanah menjadi lebih stabil. Hanafiah (2005) menyatakan bahwa bahan organik tanah yang bersumber dari pupuk hijau unggul dapat meningkatkan agregasi tanah, sehingga kemantapan agregat tanah menjadi lebih mantap.

Kemantapan agregat yang tinggi akibat pemberian kompos pelepah kelapa sawit yang tinggi, disebabkan oleh sistem perakaran tanaman kedelai. Tanaman yang pertumbuhan vegetatifnya baik akan ditunjang oleh sistem perakaran yang baik. Akar-akar kedelai berperan untuk mengikat agregat tanah, sehingga tanah menjadi lebih mantap. Hal ini sejalan dengan penelitian Dariah et al., (2004) pengikatan dan penstabilan agregat oleh bahan organik tanah dapat dilakukan melalui pengikatan secara fisik butir-butir primer tanah oleh mycelia jamur,

actynomycetes atau akar-akar halus tanaman.

Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Tinggi Tanaman dan Hasil Biji Kering Kedelai

Hasil analisis ragam menunjukkan, efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit didapatkan hasil yang berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman (Lampiran 24) dan hasil biji kering (Lampiran 25). Hasil rata-rata tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Efek Residu Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Tinggi Tanaman dan Hasil Biji Kering Kedelai

Kompos Pelepah Kelapa Sawit

(ton/ha)

Tinggi Tanaman (cm) Penelitian Pertama Akhir

Hasil Biji Kering (ton/ha) Penelitian Pertama Akhir kontrol 49.50 c 20.46 c 0.14 c 0.02 c 5 80.49 b 29.48 b 1.04 b 0.32 b 10 87.00 ab 28.67 b 1.36 b 0.35 b 15 88.80 ab 43.90 a 1.28 b 0.85 a 20 84.35 ab 31.95 b 1.22 b 0.79 a 25 99.38 a 44.47 a 2.37 a 0.86 a

Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %.

Berdasarkan Tabel 6 hasil rata-rata tinggi tanaman dan hasil biji kering

kedelai pada penelitian akhir didapatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Sedangkan hasil tinggi tanaman dan hasil biji kering pada penelitian pertama juga didapatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Tinggi tanaman terbaik pada penelitian akhir ini terdapat pada perlakuan 25 ton/ha, yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, 5 ton/ha, 10 ton/ha dan 20 ton/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 15 ton/ha.

Pertumbuhan tanaman membutuhkan unsur hara yang jumlahnya cukup, selain pemberian pupuk dasar (an-organik) juga ada penambahan pupuk organik.

(13)

10 Pupuk organik berupa kompos digunakan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman, sekaligus mampu menjaga dan memperbaiki kesuburan tanah, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Penelitian ini didapatkan hasil tinggi tanaman yang kurang maksimal, karena kondisi tanah pada penelitian ini dalam kondisi padat (tanpa pengolahan tanah), sehingga udara, air menjadi susah untuk menyerap ke dalam tanah, dan juga akar-akar tanaman kedelai juga susah untuk menembus tanah. Kedelai memerlukan kondisi tanah yang subur, remah, air dan udara yang masuk kedalam tanah tersedia dalam jumlah yang cukup, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman kedelai menjadi lebih baik.

Berdasarkan Tabel 6 hasil rata-rata hasil biji kering kedelai pada penelitian akhir didapatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Sedangkan hasil biji kering pada penelitian pertama juga didapatkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan. Perlakuan terbaik hasil biji kering kedelai penelitian ini, terdapat pada perlakuan 15 ton/ha, yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, 5 ton/ha dan 10 ton/ha, tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 20 ton/ha dan 25 ton/ha.

Hasil produksi yang didapatkan dari penelitian akhir ini yaitu 0,63 ton/ha. Ternyata hasil rata-rata produksi setiap perlakuan belum memberikan perbedaan, masih menunjukkan dibawah hasil potensi produksi, untuk daya hasil produksi kedelai varietas anjasmoro yaitu 2,03 – 2,25 ton/ha (Lampiran 5). Hasil biji kering kedelai yang kurang maksimal disebabkan dari kondisi tanah yang sangat padat (tanpa pengolahan tanah), tidak dilakukannya pengapuran dan terlalu banyak hama dan penyakit yang berada disekitar area lahan penelitian, yang menyerang tanaman diantaranya seperti hama ulat, wereng dan lain sebagainya, dan juga penyakit walaupun sudah dilakukannya penyemprotan menggunakan pestisida, sehingga dapat mempengaruhi hasil kedelai, sehingga didapat kurang maksimal.

Berat Basah dan Berat Kering Gulma Setelah Penelitian Pertama

Hasil analisis ragam menunjukkan rata-rata berat basah gulma (Lampiran 26) dan berat kering gulma (Lampiran 27), didapatkan hasil berat basah dan berat kering gulma yang tidak berbeda nyata antar semua perlakuan. Hasil rata-rata berat basah dan berat kering gulma disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Berat Basah dan Berat Kering Gulma Setelah Penelitian Pertama Kompos Pelepah Kelapa

Sawit (ton/ha)

Berat Basah Gulma (ton/ha)

Berat Kering Gulma (ton/ha) kontrol 6.71 a 3.18 a 5 5.67 a 2.70 a 10 6.42 a 3.03 a 15 7.50 a 3.89 a 20 5.50 a 2.48 a 25 7.92 a 4.13 a

Ket: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut Uji DMRT pada taraf α= 5 %.

(14)

11 Tabel 7 memperlihatkan hasil rata-rata berat basah dan berat kering gulma didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata setiap perlakuan. Dari data ini terlihat, bahwa tidak ditemukan efek residu dari kompos pelepah kelapa sawit terhadap berat basah maupun berat kering gulma.

KESIMPULAN

1. Tidak terdapat efek residu pemberian kompos pelepah kelapa sawit terhadap kemantapan agregat tanah dan beberapa sifat fisik tanah yang telah dianalisis seperti bahan organik tanah, bobot volume tanah, total ruang pori tanah dan persen agregat terbentuk.

2. Tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai penelitian kedua didapatkan hasil yang kurang baik, jika dibandingkan tinggi tanaman dan hasil biji kering kedelai penelitian pertama.

3. Hasil biji kering kedelai terbaik penelitian kedua ini terdapat pada perlakuan 15 ton/ha yaitu 0,85 ton/ha.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Arsyad, Y Farni dan Ermadani. 2011. Aplikasi Pupuk Hijau terhadap Air Tanah

Tersedia dan Hasil Kedelai. Jurnal. Hidrolitan. (2)(1): 31-39..

[Badan Pusat Statistik].2015. Data ProduksiTanamanKedelaiEdisi2 November 2015. BPSProvinsi Jambi. Jambi

[Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jambi]. 2001. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Propinsi Jambi. Jambi.

[Direktorat Jenderal Perkebunan Kelapa Sawit]. 2014. Kementerian Pertanian. Jakarta Selatan. Indonesia Diunduh dari http://ditjenbun.pertanian.go.id diakses pada 9 Januari 2017

Dariah A, A Rachman dan U Kurnia.2004. Erosi dan Degradasi Lahan Kering di Indonesia dalam Kurnia U, A Rachman dan A Dariah (Editor). Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimatologi. Bogor.

Hanafiah AK. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akamedika Pressindo.

Jakarta.

Indrayati ER. 2009. Distribusi Pori Tanah Podsolik Merah Kuning Pada Berbagai Kepadatan Tanah dan Pemberian Bahan Organik. J. Hutan Tropis Borneo. (10)(27): 230-236

Intara YI dan BP Dyah. 2012. Studi Sifat Fisik dan Mekanik Parenkhim Pelepah Kelapa Sawit Untuk Pemanfaatan Sebagai Bahan Anyaman. Jurnal Online Agroekoteknologi. 6 (1) : 36-44.

(15)

12 Mulyani A, A Rachman dan A Dariah. 2008. Penyebaran Lahan Masam, Potensi dan Ketersediaannya untuk Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. Hal 23-45

Munir M. 1996. Tanah-tanah Utama Indonesia Karakteristik Klasifikasi dan Pemanfaatannya Pustaka Jaya. Jakarta..

Pitojo S. 2003. Benih Kedelai. Kanisius.Yogyakarta.

Rahman A dan A Abdurachman. 2006. Penetapan Kemantapan Agregat Tanah. Hal 66.Dalam Sifat Tanah dan Metode Analisisnya.Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor.

Sandheep AR, AK Asok dan MS Jisha. 2013. Combined Inoculation Of

Pseudomonas Fluoroscens and Trichoderma Harzianum For Enchancing Plant Growth Of Vanilla (Vanilla Planifolia). Pakis. Journal Of Biol Sci.16.12 : 580-4.

Sarief ES. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung..

Sriyanti N. 2016. Pengaruh Pemberian Kompos Pelepah Kelapa Sawit terhadap Erodibilitas Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine max (L.) Merril)”. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi.

Sukartono dan WH Utomo. 2012. Peranan Biochar Sebagai Pembenah Tanah Pada Pertanaman Jagung di Tanah Lempung Berpasir Semiarid Tropis Lombok Utara. J. Buana Sains. (12)(1): 91-98..

Yulnafatmawita, S Amrizal, Gusnidar, Adrinal dan Suyoko. 2010. Peranan Bahan Hijauan Tanaman dalam Peningkatan Bahan Organik dan Stabilitas Agregat Ultisol Limau Manis Yang Ditanami Jagung (Zea mays L). Jurnal Solum. 7 (1) : 37 – 48.

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini berarti, mengkonsumsi jus apel mempunyai efektifitas yang lebih baik dalam menurunkan skor halitosis atau perubahan bau mulut dibandingkan dengan mengkonsumsi jus

Pada Apotek “X” titik optimum pemesanan obat setiap kali pesanan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity sebanyak 126 tablet analsik dengan frekuensi

(Syarif) Fasha, Eddy Sulaiman, PT Bukit Telaga Hasta Mandiri, PT Buana Baru Nusantara, PT Bina Konsindo Persada, PT Surian Putra Jambi, PT Pribadi Bangun

Atau variasi variabel independen yang digunakan dalam model regresi (produk, harga, tempat, promosi, orang, proses, program, dan performa) mampu menjelaskan sebesar

Judul Skripsi : Pengaruh Waktu Pemberian Pupuk Organik Hayati (POH) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung ( Zea mays ) di Lahan Ultisol.. Nama : Ali Mangatas

Perlakuan P1 (coklat), P2 (coklat gelap), dan P3 (coklat terang) menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P>0,01) terhadap kontrol yaitu P0 (coklat sangat gelap)

Hambatan yang ditemui terletak pada variabel sumberdaya karena kurang dukungan tenaga pearwat dan portir, sarana dan prasarana medis dan nonmedis serta ketersediaan dokumen,

Berdasarkan tujuan penelitian dan pem- bahasan yang dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dihasilkan beberapa kesimpulan yaitu, Keseluruhan variabel profitabilitas,