• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VIII ALIH SUMBERDAYA DALAM PEMANFAATAN PELUANG USAHA DAN KERJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VIII ALIH SUMBERDAYA DALAM PEMANFAATAN PELUANG USAHA DAN KERJA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VIII

ALIH SUMBERDAYA DALAM PEMANFAATAN PELUANG

USAHA DAN KERJA

8.1 Pembelian Lahan Oleh Pendatang

Guna menunjang kegiatan usaha pariwisata, tentunya dibutuhkan suatu lokasi yang dapat mempertemukan kebutuhan antara wisatawan dengan sang pengusaha. Lokasi–lokasi yang cukup stratregis tentunya telah menjadi banyak incaran para pengusaha untuk mendirikan usaha di tempat tersebut, seperti untuk kegiatan usaha homestay dan rumah makan. Lokasi yang dianggap strategis juga biasanya merupakan lahan bagi para pedagang (usaha informal) untuk berjualan di lokasi tersebut. Lokasi-lokasi yang dianggap strategis di Pulau Pramuka diantaranya adalah lahan di depan dermaga tempat dimana para penumpang maupun wisatawan baru saja turun dari kapal, jalan disamping Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu serta beberapa lokasi yang dapat langsung melihat keindahan laut maupun matahari terbit dan tenggelam. Jalan disamping RSUD merupakan lahan yang cukup strategis bagi para pedagang karena merupakan percabangan jalan dan dekat dengan homestay-homestay yang berada di sepanjang jalan dermaga.

Gambar 31. Persentase Responden Berdasarkan Status Lahan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011

Milik Pribadi 78% Sewa 12% Menumpang 10%

(2)

Data persentase responden berdasarkan status lahan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 31. Dari 81 responden yang diwawancarai, terdapat 51 responden yang memerlukan lahan bagi kegiatan usaha mereka. Dari 51 responden tersebut, sebanyak 78 persen pengusaha memiliki lahan dengan status milik pribadi baik dengan membeli tanah ke orang lain maupun tanah warisan dari keluarga sang pengusaha. Sisanya sebanyak 12 persen pengusaha memiliki lahan usaha dengan status sewa dengan sistem pembayaran per tahun, dan 10 persen pengusaha memiliki lahan usaha dengan status menumpang atau diberikan pinjaman tempat.

Gambar 32. Grafik Persentase Responden Berdasarkan Asal Penduduk dan Status Lahan Usaha Pariwisata di Pulau Pramuka Tahun 2011

Persentase responden berdasarkan asal penduduk dan status lahan usaha pariwisata di Pulau Pramuka disajikan pada Gambar 32. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada status lahan usaha milik pribadi dan meminjam, dominan dimiliki oleh penduduk asli, dengan rincian 57 persen responden dengan status lahan usaha milik pribadi dan 10 persen responden dengan status lahan usaha meminjam. Sebaliknya pada status lahan usaha menyewa, dominan dimiliki oleh penduduk pendatang yaitu sebanyak 8 persen responden. Perbedaan yang cukup mencolok dalam hal kepemilikan lahan usaha antara penduduk asli dan pendatang terlihat pada status lahan usaha milik pribadi, dimana hanya sedikit pendatang yang memiliki lahan usaha dengan status lahan milik pribadi.

Faktor - faktor yang turut mendorong terjadinya pembelian tanah atau alih sumberdaya baik oleh penduduk asli maupun pendatang adalah kunjungan wisatawan ke Pulau Pramuka yang cenderung meningkat beberapa tahun

57 4 10 20 8 2 0 10 20 30 40 50 60

Milik Pribadi Sewa Minjam

Asli Pendatang

(3)

belakangan ini dan faktor pertambahan penduduk yang dengan sendirinya membuat penduduk (terutama penduduk lokal) membutuhkan lahan untuk tempat tinggal. Kunjungan wisatawan yang meningkat tersebut telah mendorong penduduk asli dan beberapa penduduk pendatang untuk membeli lahan untuk digunakan sebagai lahan usaha terutama membangun penginapan (homestay) baru. Dalam hal membangun homestay, tentunya dibutuhkan suatu lahan tempat bangunan homestay didirikan. Lahan yang digunakan untuk dibangun homestay beberapa ada yang merupakan tanah warisan keluarga, maupun lahan pribadi yang dibeli dari orang lain. Ada pula homestay yang awalnya merupakan rumah sang pengusaha yang kemudian dirubah menjadi sebuah penginapan atau lahan berusaha lainnya. Seperti yang diutarakan salah seorang pemilik homestay :

“Tanah yang dibangun homestay itu luasnya dua kavling, satu setengah kavling tanah warisan, terus saya beli lagi setengah kavling ke saudara seharga Rp 15.000.000,00. Dulunya sebelum dibangun jadi homestay, tanahnya saya pakai buat peternakan ayam sama bebek, itu tahun 2001 sampai 2006. Setelah itu saya langsung bangun homestay karena menurut saya penghasilannya lebih lumayan” (Msb,35 tahun).

Lahan yang digunakan untuk membangun homestay umumnya merupakan sebuah kebun ataupun tanah kosong dan beberapa juga ada yang merupakan rumah kontrakan. Luas lahan untuk sebuah bangunan homestay berkisar antara satu kaveling hingga empat kaveling, dengan ukuran satu kaveling 12 × 15 meter. Sejauh ini pembangunan homestay dan pembelian tanah untuk dibangun homestay, lebih banyak dilakukan oleh penduduk asli Pulau Pramuka daripada penduduk pendatang. Pembelian tanah yang dilakukan oleh pendatang tersebut beberapa ada yang menggunakan jasa penduduk setempat.

Beberapa pedagang warung sembako, umumnya membuka warung di rumah mereka sendiri. Pedagang souvenir SMO membuka toko dimana lahannya merupakan pinjaman dari warga setempat dan merupakan lahan kosong, sedangkan KPP menggunakan Kios UKM (Usaha Kecil Menengah) pemberian dari Pemda setempat sebagai tempat usaha mereka. Selain itu, terdapat pula sebuah toko souvenir dimana lahannya merupakan lahan sewaan yang dibayar per tahun. Lahan rumah makan juga ada yang merupakan lahan sendiri dan ada pula yang merupakan lahan sewaan. Pendatang yang memiliki Rumah Makan Padang

(4)

sejauh ini masih menyewa tempat berusaha dengan pembayaran per tahun. Sebaliknya restoran NRO yang juga dimiliki oleh pendatang, menyewa sebuah gosong (bentukan daratan yang terkurung atau menjorok pada suatu perairan, biasanya terbentuk dari pasir dan kerikil, sehingga membentuk dangkalan) untuk dijadikan lahan usaha terutama budidaya ikan keramba.

Usaha-usaha di sektor jasa juga umumnya menggunakan lahan rumah mereka untuk dijadikan tempat berusaha dimana hampir semuanya masih merupakan penduduk asli pulau. Terdapat satu jasa rental sepeda yang mengontrak sebuah bangunan yang sebelumnya merupakan bekas rumah makan, harga sewa bangunan tersebut Rp 4.000.000,00/tahun. Beberapa usaha penyewaan alat snorkeling maupun diving ada yang menggunakan rumah sendiri, menumpang di tempat orang serta ada pula yang memang diberikan oleh Pemda setempat. Jasa penyewaan alat snorkeling dan diving yang diberikan tempat oleh Pemda setempat adalah Elang Ekowisata. Usaha jasa catering pun umumnya menggunakan rumah sang pengusaha tersebut, sehingga tidak membutuhkan lahan khusus.

Gambar 33. Persentase Responden yang Memiliki Lahan Kosong Berdasarkan Opini Menjual Tanah di Pulau Pramuka Tahun 2011

Beberapa pengusaha di sektor pariwisata juga ada yang memiliki lahan kosong dan belum dibangun apapun. Dari 81 responden yang diwawancarai, terdapat 30 responden yang memiliki lahan kosong di Pulau Pramuka dengan luas tanah yang beragam. Luas lahan yang dimiliki berkisar antara satu kaveling hingga sepuluh kaveling, dimana cukup banyak yang memiliki tanah kosong dengan luas lebih dari empat kaveling. Data persentase responden yang memiliki

Berminat Menjual Tanah 23% Tidak Berminat Menjual Tanah 64% Belum Ada Rencana 13%

(5)

lahan kosong berdasarkan opini menjual tanah di Pulau Pramuka disajikan dalam Gambar 33. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa sebanyak 64 persen pemilik lahan tidak berminat menjual tanah mereka. Sebaliknya sisanya sebanyak 23 persen pemilik lahan berminat menjual tanah mereka asalkan harga yang ditawar cukup tinggi, dan sebanyak 13 persen pemilik lahan belum memiliki rencana apa-apa akan lahan kosong yang dimilikinya.

Beberapa pemilik tanah umumnya tidak ingin menjual tanah bahkan ingin membeli tanah lagi. Sebab harga tanah di Pulau Pramuka saat ini melambung tinggi, sehingga tanah merupakan aset penting bagi mereka. Harga tanah yang melambung tinggi disebabkan oleh makin maraknya pembelian lahan untuk lahan usaha seperti homestay dan kontrakan maupun untuk dibangun rumah, sedangkan lahan kosong yang tersedia semakin terbatas jumlahnya. Para pemilik tanah juga tidak ingin menjual tanah karena ingin diwariskan kepada keluarga mereka atau dibangun homestay maupun rumah baru. Namun ada pula pemilik tanah yang hingga saat ini belum memiliki rencana hendak dijadikan apa lahan kosong yang mereka miliki. Beberapa pemilik tanah ada yang bersedia untuk menjual tanah mereka, dengan persyaratan harga yang ditawar cukup tinggi dan dianggap menguntungkan bagi sang pemilik tanah. Beberapa kasus harga tanah tinggi dimungkinkan karena adanya spekulasi harga tanah, terutama bila pembeli tanah tersebut merupakan penduduk pendatang. Harga jual tanah untuk pendatang cenderung lebih tinggi daripada harga jual tanah untuk penduduk asli dikarenakan anggapan masyarakat bahwa pendatang umumnya memiliki modal ataupun uang yang lebih banyak dibandingkan penduduk setempat.

Selain itu, penduduk asli Pulau Pramuka cenderung menolak bila ada lahan yang dibeli oleh investor luar (pendatang), terutama bila dapat merugikan dan mematikan usaha penduduk lokal. Hal ini karena umumnya investor luar (pendatang) memiliki modal yang lebih besar, sehingga penduduk setempat dapat kalah bersaing. Seperti penuturan salah seorang informan (Ketua RT) sebagai berikut :

“Sejauh ini hampir semua usaha di Pulau Pramuka dilakukan oleh penduduk asli, hampir seluruh homestay juga dimiliki oleh penduduk asli. Kalaupun ada pendatang yang berusaha, biasanya sudah berkeluarga dengan orang pulau. Jarang ada pendatang seperti investor luar yang punya modal besar, bisa masuk dan

(6)

membeli tanah di pulau. Kecuali memang lahannya sudah dibeli dari jaman dulu sekitar tahun 1990an sebelum pulau terkenal seperti sekarang. Kemarin-kemarin juga sempat ada issue akan dibangun mini market seperti alfamart atau indomaret di Pulau Pramuka, tapi penduduk menolak soalnya takut usaha-usaha warung penduduk jadi sepi karena wisatawan bakal lebih milih berbelanja di mini market” (Prn, 40 tahun).

Ketika terdapat pengusaha (pendatang) yang hendak membeli tanah, umumnya harga tanah akan dinaikkan lebih mahal daripada harga untuk para penduduk lokal. Saat ini harga tanah satu kaveling di Pulau Pramuka saja bisa mencapai Rp 80.000.000,00. Sejauh ini sangat sedikit pendatang yang membeli tanah di Pulau Pramuka dan digunakan untuk usaha di pariwisata. Beberapa pendatang (terutama yang bekerja sebagai pedagang kaki lima) cenderung menyewa atau mengontrak lahan. Para pemilik usaha pariwisata yang tergolong pendatang di Pulau Pramuka dan membeli lahan di pulau ini, umumnya sudah mengenal pulau dan kerap mengunjungi Pulau Pramuka sebelumnya. Seperti pengusaha VDM dimana salah satu pemiliknya merupakan staf pemerintahan daerah Kepulauan Seribu dan pengusaha WDG yang berawal dari kesenangan (hobi) akan diving di perairan sekitar Pulau Pramuka dan kemudian akhirnya memutuskan untuk membeli tanah. Pengusaha WDG awalnya membeli tanah dengan rencana ingin membangun rumah peristirahatan sesama rekan diving selama di Pulau Pramuka. Namun karena melihat bisnis homestay cukup berpeluang, maka pengusaha ini kemudian mendirikan homestay, setelah beberapa tahun tanahnya dibiarkan kosong dan dipinjamkan kepada warga untuk dijadikan lapangan voli.

Berdasarkan pada uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka bila mengacu pada pola konversi lahan berdasarkan aspek pelaku konversi, dapat dikatakan bahwa pemanfaat peluang usaha dan kerja pariwisata di Pulau Pramuka dominan melakukan alih fungsi lahan secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Motif tindakan cenderung pada motif meningkatkan pendapatan melalui alih usaha dan motif kombinasi yaitu dengan membangun tempat tinggal yang sekaligus dapat dijadikan tempat usaha.

(7)

8.2 Kebijakan Pemerintah

Sejauh ini tidak ada kebijakan yang mengatur lahan di Pulau Pramuka secara khusus. Hanya terdapat kebijakan dari Pemda setempat dimana zona di sepanjang pinggir pantai tidak boleh dibangun bangunan apapun karena digunakan untuk jalan lingkar pulau. Penduduk Pulau Pramuka juga sejauh ini tidak merasa terganggu dengan kebijakan tersebut. Hal ini karena jalan lingkar pulau membuat jalan di pulau menjadi tertata lebih rapi. Pemerintah nampaknya turut mendukung bila ada investor yang mau membeli lahan di pulau ini asalkan dapat memberi keuntungan bagi penduduk setempat. Hal ini sesuai dengan pengakuan dari staf Suku Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai berikut :

“Sejauh ini sih tidak ada yang melarang investor luar untuk masuk ke pulau ini. Selama investor tersebut menguntungkan bagi orang pulau, pastinya akan kami permudah. Sama seperti pulau dan resort wisata lainnya di Kepulauan Seribu” (Dhr, 40 tahun).

Sejauh ini peralihan lahan lebih cenderung dilakukan diantara penduduk Pulau Pramuka. Walaupun ada pula pendatang yang membeli tanah dengan menggunakan jasa perantara orang Pulau Pramuka, sehingga urusan dalam membeli tanah jauh lebih mudah. Pendatang di Pulau Pramuka terutama para pedagang umumnya lebih memilih mengontrak rumah di Pulau Pramuka, dan membeli lahan di luar Kepulauan Seribu. Saat ini di Pulau Pramuka juga masih terdapat beberapa lahan kosong yang cukup luas. Beberapa diantaranya adalah milik pendatang yang sudah sejak lama dibeli dan dibiarkan saja sebagai lahan kosong. Salah satunya adalah tanah dengan luas sepuluh kaveling yang berada di dekat dermaga (pinggir pantai) dan menurut penduduk setempat merupakan lahan yang dibeli oleh orang Cina semenjak dulu (sekitar tahun 1990). Di sebelah lahan tersebut terdapat lahan kosong juga yang berukuran enam kaveling yang merupakan milik staf Pemda Kepulauan Seribu. Lahan tersebut hingga saat ini masih berupa lahan kosong dan belum ada rencana untuk dibangun apapun.

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini berjudul “ Evaluasi Pelaksanaan Program Pensiun Iuran Pasti Dana Pensiun Lembaga Keuangan Bank Negara Indonesia (PPIP DPLK BNI) bagi Karyawan PT.. Perkebunan Nusantara

satuan pekerjaan maka dilakukan pembetulan, dengan ketentuan volume pekerjaan sesuai dengan yang tercantum dalam Dokumen Pengadaan dan harga satuan tidak boleh

Pada diagram TOWS, perusahaan berada pada kuadran 2, yaitu suatu keadaan di mana perusahaan memiliki kekuatan internal dan ancaman yang lebih besar sehingga dapat dikatakan

Tahap Preprocessing diperlukan untuk membersihkan data dari hal yang tidak diperlukan, dengan tujuan pada tahap masuk ke dalam metode naïve bayes classifier lebih optimal

Data non spasial (data atribut) merupakan data tabular yang memberikan informasi- informasi mengenai data spasial. Sistem informasi geografis akan mengitegrasikan data

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak menyatakan sengketa pajak sebagai sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau

Kajian bertujuan untuk: (i) mengidentifikasi potensi sumber daya pertanian kawasan; (ii) mengidentifikasi teknik budi daya dan permasalahan yang dihadapi dalam usaha

▪ Untuk dapat meningkatkan preferensi masyarakat Jakarta Barat untuk berwisata ke dalam negeri adalah kerjasama pemerintah dengan travel biro agar dapat