• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL 4 APLIKASI NUKLEOTIDA DALAM BUDIDAYA INTENSIF UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUDUL 4 APLIKASI NUKLEOTIDA DALAM BUDIDAYA INTENSIF UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

JUDUL 4 APLIKASI NUKLEOTIDA DALAM BUDIDAYA

INTENSIF UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)

DI TAMBAK

Abstrak

Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh pemberian oral nukleotida terhadap resistensi dan performa pertumbuhan udang vaname yang dipelihara di tambak. Enam buah hapa berukuran masing-masing 2x1x1 m dibagi atas dua kelompok (Hapa I dan Hapa II) dan ditempatkan dalam tambak. Juvenil udang (rata-rata 4.5 g) ditangkap dari tambak setempat dan dipindahkan ke dalam hapa dengan kepadatan 175 ekor/hapa. Udang dalam kelompok Hapa I diberi pakan dengan suplementasi nukleotida 400 mg.kg-1 pakan sedangkan udang pada kelompok Hapa II diberi pakan standar tanpa suplementasi nukleotida. Pakan diberikan 3 kali/hari selama empat minggu dengan tingkat pemberian 4%/bb/hari. Penimbangan berat udang dilakukan dua minggu sekali. Pada akhir pemberian pakan, jumlah total udang hidup pada setiap unit hapa dihitung. Sintasan rata-rata udang pada Hapa I cukup tinggi (83.24%) meskipun tidak berbeda nyata dibandingkan dengan sintasan udang pada Hapa II (81.71%). Setelah dua minggu pemberian pakan, pertumbuhan udang pada Hapa I berbeda nyata dibandingkan dengan udang pada Hapa II (p<0,01). Perbedaan nyata ini terus berlanjut hingga minggu ke empat pemberian pakan. Berat akhir udang pada Hapa I mencapai 11.98±1.08 g dengan perolehan berat 7.48±1.08 g atau 35.75% dan 68.85% lebih berat dibandingkan dengan udang yang pada Hapa II maupun di tambak. Jadi aplikasi nukleotida dengan dosis 400 mg.kg-1

Kata kunci: Litopenaeus vannamei, nukleotida, pertumbuhan, resistensi

pakan yang diberikan selama empat minggu dalam usaha budidaya udang vaname di tambak dapat meningkatkan resistensi dan performa pertumbuhan udang.

TOPIC 4 APPLICATION OF NUCLEOTIDES IN INTENSIVE WHITELEG SHRIMP (Litopenaeus vannamei)CULTURE IN

BRACKISHWATER POND Abstract

A research had been conducted to evaluate the effect of oral administration of nucleotides on resistance and growth performance of whiteleg shrimp raised in brackishwater pond.Six ‘hapa’ measuring 2x1x1m each were divided into two groups (Hapa I and Hapa II)and positioned in a pond. Juveniles, mean weight 4.5 g, were caught from the pond and moved into hapa at a density of 175 juveniles/hapa. Shrimps in Hapa Iwere fed nucleotides diet (400 mg.kg-1) three times a day at 4% bw.day-1 for 4 weeks while shrimps in Hapa IIwere fed basal diet without supplementation of nucleotides. Sample of shrimp was weighed every two weeks. At the end of feeding trial, total number of shrimp was counted. Survival rate of shrimp fed nucleotides diet was high (83.24%) but not different as compared to shrimp fed basal diet (81.71%). After two weeks of feeding, growth of shrimps fed nucleotides diet was significantly different (p<0.01)

(2)

compared to shrimp fed basal diet. This significantly different continued till 4 weeks of feeding. After 4 weeks of feeding, final weight of shrimp fed nucleotides diet was 11.98±1.08 g and weight gain was 7.48±1.08 g or 35.75% and 68.85% heavier than shrimp fed basal diet and shrimp raised in pond, respectively. Thus, application of nucleotide at 400 g.kg-1 diet for 4 weeks in whiteleg shrimp culture could induce resistance and shrimp growth.

Keywords: Litopenaeus vannamei, nucleotides,resistance, growth

PENDAHULUAN

Budidaya udang telah mendapat perhatian dunia sebab secara nyata berkontribusi dalam perkembangan ekonomi banyak negara. Sekalipun demikian, banyak negara-negara produsen dihadapkan dengan masalah munculnya penyakit secara berulang yang mempengaruhi spesis yang dipelihara, dan karenanya menekan kesinambungan akuakultur. Perkembangan penyakit bukan hanya disebabkan oleh adanya intensifikasi produksi tetapi juga oleh kerusakan lingkungan, polusi, dan ketidak-seimbangan nutrisi (Bachere 2003). Dalam dua dekade terakhir, banyak petani atau industri budidaya udang yang mengalami kerugian ekonomi yang signifikan terutama disebabkan oleh penyakit virus (Moss

et al. 2006).

Udang vaname pertama kali di impor ke Indonesia pada tahun 2000 untuk mengganti udang windu yang terserang WSSV (DKP 2007). Pada akhir 2007, udang ini telah dibudidayakan di lebih dari 17 provinsi di Indonesia (Taukhid & Nur’aini 2008). Masalah utama yang dihadapi dalam pengembangan udang vaname adalah penyakit terutama yang disebabkan oleh virus. WSSV dan TSV merupakan penyakit yang paling banyak mengakibatkan kerugian pada industri budidaya udang vaname di Amerika maupun Asia, termasuk di Indonesia (Lightner 2003). Sementara kedua virus ini belum teratasi, kini muncul infectious

myonecrosis virus (IMNV) sebagai penyakit baru. IMNV pertama kali ditemukan

pada tahun 2004 di Brazil, dan pada tahun 2006 virus ini telah terdeteksi di Indonesia (Taukhid & Nur’aini 2008). Saat ini, IMNV telah menginfeksi budidaya udang vaname di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara dan Sumatera. IMNV menyerang udang terutama pada juvenil dan udang muda dengan

(3)

inangutama adalah udang vaname. Penyakit ini berkembang secara perlahan-lahan dengan mortalitas kumulatif mencapai 40-70% (Lightner 2009a).

Dalam manajemen kesehatan budidaya udang, strategi pencegahan penyakit dapat dilakukan melalui berbagai cara seperti penggunaan bahan-bahan kimia dan antibiotik, vaksinasi, bakteri probiotik, SPF dan SPR, biosekurity, dan imunostimulan. Penggunaan antibiotik telah banyak mendapat perhatian karena dampak negatif yang ditimbulkannya seperti akumulasi residu dalam jaringan ikan dan munculnya patogen kebal antibiotik. Vaksinasi meskipun sangat efektif namun membutuhkan waktu, tenaga dan biaya yang mahal serta proteksi yang dihasilkan bersifat spesifik (Cook et al. 2003). Probiotik berguna dalam mengontrol infeksi mikroba melalui kompetisi dengan mikroorganisme berbahaya/patogen, produksi bahan-bahan penghambat atau melalui stimulasi sistem imun udang yang dibudidayakan (Bachere 2003). Udang SPR hanya resisten terhadap patogen tertentu dan dengan adanya mutasi genetik, udang SPR yang awalnya resisten menjadi suseptibel terhadap patogen yang baru. Resistensi udang terhadap patogen juga berbeda-beda berdasarkan siklus hidup udang. Meskipun strategi biosekuriti seperti pengurangan pergantian air, penyaringan, pengeringan kolam, penapisan postlarva untuk membatasi masuknya patogen dalam lingkungan budidaya, dan bahkan dikombinasikan dengan udang SPR secara nyata meningkatkan produksi, namun penyakit terus saja terjadi dalam usaha budidaya (Moss et al. 2006). Penggunaan nutrisi yang seimbang kini sedang diteliti untuk meningkatkan respon terhadap stres dan infeksi patogen misalnya suplementasi UFA, sterol dan vitamin dalam pakan. Pendekatan lain adalah penggunaan imunostimulan dalam mencegah penyakit infeksius.

Nukleotida sebagai imunostimulan menawarkan suatu keuntungan lebih dibandingkan dengan imunostimulan lain. Sebab selain meningkatkan respon imun, nukleotida juga dapat meningkatkan resistensi, toleransi terhadap stres, serta pertumbuhan udang yang dibudidayakan. Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium yang dilakukan pada tahap sebelumnya, pemberian nukleotida selama empat minggu pada level 400 mg.kg-1 pakan sangat potensial meningkatkan respon imun, resistensi, dan pertumbuhan udang vaname. Sebelum

(4)

diaplikasikan langsung dalam aktivitas budidaya udang di tambak, maka perlu dilakukan uji lapang. Sebab, hasil pengamatan yang diperoleh dalam kondisi yang sangat terkontrol di laboratorium tak dapat menjamin hasil yang sama jika diterapkan dalam kondisi budidaya yang kurang terkontrol.

Penelitian ini merupakan suatu percobaan demonstratif dengan maksud untuk mengaplikasikan secara langsung temuan yang telah diperoleh pada tahap penelitian yang dikerjakan sebelumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh pemberian oral nukleotida terhadap resistensi dan performa pertumbuhan udang vaname yang dipelihara di tambak, dan membandingkan hasil yang diperoleh dengan hasil-hasil yang sudah ada atau umum dicapai dalam praktek budidaya udang vaname.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian untuk mengevaluasi aplikasi nukleotida dalam pakan udang vaname dilaksanakan di areal tambak intensif udang vaname di Bakauheni, Lampung Selatan.Penelitian dilaksanakan selama satu bulan yakni dari tanggal 21 April – 21 Mei 2010.

Wadah Percobaan

Wadah percobaan yang digunakan adalah jaring hapa berukuran 2x1x1 m3 sebanyak 6 buah. Hapa ditempatkan dalam petakan tambak pembesaran yang memiliki luas 3800 m2

Hewan Uji

yang sebelumnyatelah ditebar benur PL 12.

Hewan uji adalah juvenil udang vanameberukuran berat rata-rata 4.5 g/ekor yang diambil dari petakan tambak dimana percobaan ini dilaksanakan.

Nukleotida

Nukleotida yang digunakan terdiri dari adenosine monophosphate (AMP), guanosine monophosphate (GMP), cytidine monophosphate (CMP), uridine

(5)

monophosphate (UMP), dan inosine monophosphate (IMP). Dalam penelitian ini, dosis nukleotida yang digunakan adalah 400 mg.kg-1

Pakan standar udang (Luxindo) yang digunakan memiliki komposisi nutrisi seperti tercantum dalam kemasan pakan sebagai berikut:Protein 28%, Lemak 5%, Serat Kasar 4%, Abu15%, dan Kadar Air 11%.

pakan yang diberikan selama 4 minggu. Hal ini ditetapkan berdasarkan hasil yang ditemukan pada penelitian yang telah dikerjakan sebelumnya. Prosedur pencampuran nukleotida ke dalam pakan adalah sama seperti pada prosedur sebagaimana dijelaskan pada penelitian I. Pakan yang sudah dicampur nukleotida dikering-anginkan, kemudian dicampurkan dengan putih telur sebagai coater, dikering-anginkan kembali dan selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin dan siap diberikan pada udang.

Rancangan Percobaan

Sebanyak 6 buah hapa percobaan ditempatkan dalam tambak pada jarak kurang lebih 2 m dari tepi pematang dengan menggunakan tiang pancang. Dalam penempatannya, keenam hapa tersebut dibagi menjadi dua kelompok yakni Hapa I dan Hapa II masing-masing dengan tiga unit yang dipasang secara berangkai (Gambar 10).Bagian hapa yang berada dalam air adalah 75 cm (volume air 1500 l) sedangkan sisanya 25 cm berada di atas permukaan air tambak. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah agar udang tidak meloncat keluar hapa terutama saat diberi pakan. Jarak antara kelompok Hapa I dan II sekitar 2 m sedangkan jarak antara dasar hapa dengan dasar tambak bervariasi dari 10 sampai 30 cm tergantung pada kemiringan dasar tambak (Gambar 11).

(6)

Gambar 10 Tata letak hapa percobaan dalam tambak udang vaname

Gambar 11 Posisi dasar hapa 10-30 cm di atas dasar tambak

Udang dalam rangkaian kelompok Hapa I diberi pakan yang ditambahkan nukleotida sedangkan udang dalam rangkaian Hapa II diberi pakan standar (tanpa nukleotida) sebagai pembanding terhadap pakan yang ditambahkan nukleotida. Setiap unit hapa dilengkapi dengan sebuah jaring anco berukuran 80x80x10 cm sebagai tempat pemberian pakan.

Hapa I

(7)

Pada samping kanan Hapa II pada jarak sekitar 20 m, terdapat sebuah kincir air. Arus air yang tercipta akibat pengoperasian kincir akan mengalir menuju rangkaian Hapa II, kemudian ke rangkaian Hapa I sehingga dengan demikian maka udang dalam rangkaian Hapa II akan terhindar dari pengaruh nukleotida yang diberikan pada udang dalam rangkaian Hapa I.

Prosedur Percobaan dan Pengambilan Data

Sebelum pelaksanaan percobaan, benur udang vaname (PL-12) telah ditebar terlebih dahulu dalam petak tambak yang digunakan sebagai tempat uji coba dengan padat tebar 70 ekor/m2

Setelah udang mencapai berat rata-rata 4,5 g (umur 41 hari setelah ditebar), udang ditangkap dengan menggunakan jala lempar, dimasukkan dalam ember plastik, dihitung, dan selanjutnya dipindahkan ke dalam hapa dengan kepadatan 200 ekor per hapa (Gambar 12).Selama 2 hari pertama (proses adaptasi), terjadi kematian sebanyak rata-rata 20 ekor per hapa akibat stres yang dipicu oleh kegiatan penangkapan dan penghitungan udang.

. Selama masa pemeliharaan, benur diberi pakan 5 kali sehari yakni pada pukul 06.00, 10.00, 14.00. 18.00 dan 22.00. Dalam hal ini, manajemen pemberian pakan dan manajemen pembesaran udang dijalankan petugas sesuai manajemen pembesaran udang setempat. Tambak dilengkapi dengan 6 buah kincir air.

(8)

Udang dalam rangkaian Hapa I selanjutnya diberi pakan dengan penambahan nukleotida 400 mg.kg-1 pakan selama 4 minggu dengan tingkat pemberian 4%/bb/hari dan diberikan 3 kali sehari yakni pada pukul 09.00, 13.00, dan 17.00. Udang dalam rangkaian Hapa II diberi pakan standar dengan tingkat dan waktu pemberian yang sama. Pakan diberikan dengan menggunakan anco (lihat Gambar 13). Pakan diberikan dengan cara menyebarkannya terlebih dahulu ke dalam anco kemudian anco ditenggalamkan secara perlahan-lahan sampai ke dasar jaring hapa. Kualitas air selama masa percobaan berlangsung adalah temperatur 28-32oC, salinitas 19-20 ppt dan pH 7.4-7.5.

Gambar 13 Pemberian pakan pada udang percobaan Variabel Terukur

Dikaitkan dengan manajemen kesehatan, maka variabel yang diperlukan untuk mendeterminasi kesehatan udang adalah resistensi yang diukur berdasarkan tingkat sintasan dan performa pertumbuhan (perolehan berat dan pertumbuhan harian rata-rata). Pertumbuhan udang diukur setiap 2 minggu sekali sedangkan sintasan dihitung pada akhir pemberian pakan perlakuan. Pertumbuhan dan sintasan hidup udang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

SR = Nt/No x 100 dimana: SR = Sintasan (%)

Nt = jumlah udang hidup pada waktu t (ekor) No = jumlah udang hidup waktu tebar (ekor)

(9)

G = Wt – Wo

dimana: G = perolehan berat(g)

Wt = berat udang pada akhir percobaan (g) Wo = berat udang pada awal percobaan (g) ADG = (ABWt

dimana: ADG = perolehan berat harian rata-rata (g) – ABWo ) / T

ABWt = berat udang pada akhir percobaan (g) ABWo = berat udang pada awal percobaan (g) T =periode pengukuran akhir dan awal (hari)

Analisis Data

Evaluasi pengaruh pemberian oral nukleotida terhadap resistensi dan performa pertumbuhan udang vaname dikerjakan melalui analisis ragam. Secara deskriptif, hasil yang dicapai juga dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian atau uji coba maupun dengan hasil-hasil nyata yang dicapai dalam aktivitas usaha budidaya udang vaname.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintasan

Jumlah udang yang dipelihara dalam masing-masing hapa sebanyak 200 ekor dengan berat rata-rata 4.5 g/ekor. Pada hari pertama setelah ditebar, terjadi kematian sebanyak rata-rata 14 ekor/hapa dan pada hari ke dua sebanyak 6 ekor/hapa. Kematian ini dipicu oleh stress yang terjadi saat dilakukan penangkapan dengan jaring lempar dan penghitungan jumlah udang sebelum dimasukkan ke dalam hapa. Selama periode pengamatan, juga terjadi kehilangan sebanyak rata-rata 5 ekor/hapa (udang loncat keluar hapa) terutama pada saat pemberian pakan. Dengan demikian maka jumlah udang yang dipakai sebagai dasar penghitungan sintasan adalah 175 ekor per hapa (kepadatan 87.5 ekor/m2). Tingkat sintasan udang yang dihitung pada akhir periode percobaan disajikan dalam Tabel 9.

(10)

Tabel 9Sintasan dan efisiensi pakan udang vaname yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida selama 4 minggu

Wadah

Percobaan No Wo Nt Wt WG SR (%)

Jlh

Pakan FCR

Hapa I (pakan bernukleotida):

1 175 787.5 164 1972.92 1185.42 93.71 1290 1.09

2 175 787.5 141 1677.90 890.40 80.57 1290 1.45

3 175 787.5 132 1584.00 796.50 75.43 1290 1.62

Rata-tata 787.5 146 1744.94 957.44 83.24±9.42 1290 1.35±0.27

Hapa II (pakan standar):

1 175 787.5 138 1439.34 651.84 78.86 1290 1.98

2 175 787.5 150 1420.50 633.00 85.71 1290 2.04

3 175 787.5 141 1428.33 640.83 80.57 1290 2.01

Rata-rata 787.5 143 1429.39 641.89 81.71±3.56 1290 2.01±0.03

No = jumlah udang waktu tebar (ekor); Nt = jumlah udang hidup pada akhir percobaan (ekor); Wo= berat udang waktu tebar (g); Wt =berat udang pada akhir percobaan (g); WG= perolehan berat; SR= sintasan; FCR= food convertion ratio: jumlah pakan dikonsumsi (g) / perolehan berat (g)

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa baik udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida (Hapa I) maupun udang yang diberi pakan tanpa tambahan nukleotida (Hapa II) keduanya memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Secara statistik, tingkat kelangsungan hidup antar kedua perlakuan ini tidak berbeda nyata (p>0.05).

Hasil yang sama ditemukan pada penelitian tahap sebelumnya yang dilakukan di laboratorium dimana sintasan udang yang diberi pakan bersuplementasi nukleotida mencapai 83.33% setelah diuji tantang dengan bakteri

V. harveyi dan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitian tahap

ke empat ini, sintasan udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida mencapai 83.24% dan udang yang diberi pakan tanpa nukleotida sebesar 81.71%. Dalam pengamatan, kematian udang selama masa percobaan terjadi karena dua sebab yakni kanibalisme terutama pada saat udang molting dan penyakit myo. Selama beberapa tahun terakhir ini, penyakit myo merupakan masalah utama yang

(11)

dihadapi dalam budidaya udang vaname di areal pertambakan Bakauheni dimana penelitian ini dikerjakan.

Menurut Lightner (2009b), myo terutama menyerang juvenil dan udang muda dimana perkembangan infeksinya berlangsung secara lambat dengan mortalitas kumulatif 40-70%. Wabah myo mungkin terjadi menyusul adanya stres yang dipicu oleh perubahan salinitas dan temperatur air secara mendadak, penangkapan dengan jaring lempar, dan pemberian pakan. Pada tahap akut, udang yang terinfeksi myo ditandai dengan adanya area nekrosis pada jaringan otot di bawah kulitterutama pada bagian punggung ruas-ruas tubuh dan tail fan, berwarna putih pucat, terpusat atau melebar (Lightner 2009a). Warna putih pucat tersebut pada beberapa udang dapat berubah menjadi merah seperti warna kulit udang mati atau dimasak. Gejala ini dapat muncul secara tiba-tiba setelah terjadi stres. Udang yang terinfeksi parah menjadi moribunddengan mortalitas yang tinggi dan kematian dapat berlangsung selama beberapa hari. Transmisi IMNV terjadi dari udang ke udang melalui kanibalisme, melalui air dan mungkin melalui transmisi vertikal. Selama masa percobaan, udang dipelihara dalam hapa sehingga transmisi horizontal IMNV dengan individu luar menjadi terbatas. Selain itu, kondisi dan kualitas air selama masa percobaan tetap stabil (temperatur 28-32o

Performa Pertumbuhan

C, salinitas 19-20 ppt, pH 7.4-7.5). Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa sintasan udang pada kedua perlakuan cukup tinggi.

Hasil penelitianmenunjukkan bahwa pemberian oral nukleotida pada level 400 mg.kg-1 pakan dalam budidaya udang di tambak dapat memacu pertumbuhan udang. Data hasil pengukuran pertumbuhan udang disajikan pada Tabel 10 (Lampiran 30, 31). Setelah diberikan selama 2 minggu, pertumbuhan udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida berbeda nyata (p=0.001) jika dibandingkan dengan pertumbuhan udang yang diberi pakan tanpa suplementasi nukleotida(Lampiran 32). Berat akhir rata-rata udang dalam kelompok Hapa I setelah diberi tambahan nukleotida selama 2 minggu mencapai 7.92 g dengan perolehan berat sebesar 3.42 g. Angka ini mencapai 34.65% lebih berat dari perolehan berat udang dalam kelompok Hapa II yang hanya diberi pakan

(12)

standar(2.54 g), atau 65.22% lebih berat dari perolehan berat udang yang dipelihara di tambak (2.07 g).Perbedaan nyata tersebut terus berlangsung hingga akhir periode pemberian nukleotida yakni 4 minggu (p<0.01) (Lampiran 33). Tabel 10 Performa pertumbuhan udang vaname yang dipelihara dalam Hapa I,

Hapa II, dan Tambak

Wadah Percobaan Wo Wt G ADG

Hapa I: Minggu-2 (n=30) 4.50 7.92±0.91 3.42±0.91 0.243±0.066 Minggu-4 (n=45) 4.50 11.98±1.08 7.48±1.08 0.277±0.039 Hapa II: Minggu-2 (n=24) 4.50 7.04±0.17 2.54±0.13 0.180±0.059 Minggu-4 (n=45) 4.50 10.01±1.36 5.51±1.36 0.204±0.049 Tambak: Minggu-2 (n=3) 4.50 6.57±0.40 2.07±0.40 0.147±0.028 Minggu-4 (n=3) 4.50 8.93±0.21 4.43±0.21 0.163±0.007 Wo : berat rata-rata udang waktu tebar(g)

Wt : berat rata-rata udang waktu t (g) G : perolehan berat (g)

ADG: perolehan berat harian rata-rata (g)

Setelah diberikan selama 4 minggu, berat akhir rata-rata udang dalam kelompok Hapa I yang diberi pakan dengan suplementasi nukleotida mencapai 11.98 g dengan perolehan berat rata-rata mencapai 7.48 g atau 35.75% lebih besar dari perolehan berat udang yang tidak diberi nukleotida. Jika dib&ingkan dengan pertumbuhan udang di tambak maka angka ini mencapai 68,85% lebih besar. Jelas terlihat bahwa pemberian nukleotida sampai dengan 4 minggu secara berlanjut mampu memacu pertumbuhan udang. Hal ini juga terlihat pada nilai pertumbuhan harian rata-rata (ADG). ADG udang yang diberi pakan yang ditambahkan nukleotida (Hapa I) selama 2 minggu sebesar 0.243±0.066 g namun jika diberi selama 4 minggu, ADG meningkat menjadi 0.277±0.039 g.Data perolehan berat harian setelah 4 minggu masa percobaan dapat dilihat pada Lampiran 34.Perbandingan berat akhir, perolehan berat dan pertumbuhan harian rata-rata udang vaname yang dipelihara dalam Hapa I, Hapa II setelah empat minggu diberi pakan yang ditambahkan nukleotida ditunjukkan dalam Gambar 14, 15, dan 16.

(13)

Laporan-laporan tentang penggunaan nukleotida dalam budidaya udang di tambak belum tersedia, atau jika ada, masih bersifat tertutup sebagai patent perusahaan produk nukleotida komersil. Pada penelitian di laboratorium yang telah dilakukan sebelumnya, juvenil udang dengan berat rata-rata 6.0±0.5 g dapat tumbuh mencapai berat 11.05±0.40 g dengan perolehan berat 5.05±0.40 g setelah diberi pakan dengan suplementasi nukleotida 400 mg.kg-1 pakan selama empat minggu (Manoppo dkk. 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2007) di laboratorium percobaan juga menunjukkan bahwa juvenil udang vaname berukuran rata-rata 0.84 g/ekor dapat tumbuh mencapai 10.96 g/ekor setelah setelah 5 minggu diberi pakan dengan suplementasi nukleotida 0.04% (400 mg.kg -1

pakan).

Gambar 14 Berat akhir udang vaname yang dipelihara dalam Hapa I, Hapa II, dan Tambak

7,92 11,98 7,04 10,01 4,5 6,57 8,93 0 2 4 6 8 10 12 14

41 hari 55 hari 67 hari

B era t a khi r (g)

Umur setelah ditebar Hapa I Hapa II Tambak

(14)

Gambar 15Perolehan berat udang vaname yang dipelihara dalam Hapa I, Hapa II dan Tambak

Gambar 16 Perolehan berat harian rata-rata(ADG) udang vaname yang dipelihara dalam Hapa I, Hapa II dan Tambak

KESIMPULAN

Dalam usaha budidaya udang di tambak, aplikasi nukleotida dengan dosis 400 mg.kg-1 pakan yang diberikan selama empat minggu dapat meningkatkan resistensi dan performa pertumbuhan udang.

3,42 7,48 2,54 5,51 2,07 4,43 0 1 2 3 4 5 6 7 8 55 hari 67 hari Pe ro le ha n B er at ( g)

Umur setelah ditebar Hapa I Hapa II Tambak 0,243 0,277 0,180 0,204 0,147 0,163 0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 55 hari 67 hari A D G ( g)

Umur setelah ditebar Hapa I Hapa II Tambak

Gambar

Gambar 10  Tata letak hapa percobaan dalam tambak udang vaname
Gambar 12  Penghitungan dan penebaran udang dalam hapa percobaan
Gambar 13  Pemberian pakan pada udang percobaan  Variabel Terukur
Gambar 14  Berat akhir udang vaname yang dipelihara dalam Hapa I,   Hapa II, dan Tambak
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pemustaka terhadap koleksi Digital Talking Book di Perpustakaan Digital Pertuni DPD Jateng sekaligus untuk

Jenis penelitian ini adalah eksperimen (true experiment) karena dalam penelitian ini dilakukan perlakuan, yaitu pemberian ekstrak jahe dengan konsentrasi yang berbeda dan

 PT Medco Power Indonesia, anak usaha dari PT Medco Energi Internasi onal Tbk (MEDC), INPEX Corp dan mitra lain menyatakan, sejak 2 Oktober 2017, pembangkit listrik tenaga

Bagaimana tingkat kerusakan komponen dengan kebijakan pengendalian mutu yang diterapkan oleh Departemen PMO Spirit PT.Dirgantara Indonesia ( Persero ) dalam

Pada pelaksanaan tindakan siklus I, ditemukan beberapa hal yang berkaitan dengan proses dan hasil pembelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kinerja guru yang

(6) Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan lulusan S1 kependidikan dan S1/D4

Adanya gula yang terikat pada flavonoida (bentuk yang umum ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoida lebih mudah larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut yang

Pada tahapan ini adalah tahap permulaan untuk membangun dan mengembangkan aplikasi sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Bagian ini merupakan kegiatan tentang