BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Matematika 2.1.1 Pengertian Matematika
Pelajaran matematika di Sekolah Dasar sangatlah penting karena berhubungan dengan ilmu berhitung dan juga penalaran yang logis tentang aspek-aspek yang ada pada kehidupan nyata sehari-hari. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada jenjang pendidikan sekolah dasar hingga keperguruaan tinggi bahkan diajarkan ditaman kanak-kanak secara informal.
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tingkat SD/MI yang tedapat didalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan sekolah dasar dan menengah bahwa matematika merupakan ilmu yang universal yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam perkembangan ilmu teknologi modern, serta berperan penting dalam berbagai macam disiplin ilmu dan dapat memajukan daya pikir manusia. Berkembangnya ilmu bidang teknologi informasi dan komunikasi saat ini dilandasi dari perkembangan ilmu matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, maupun matematika diskrit. Yang digunakan dalam menguasai teknologi dengan menciptakan masa depan diperlukan adanya penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Matematika adalah ilmu yang mempelajari tentang besaran, struktur, ruang dan perubahan. Menurut Nasikhak (2011) matematika merupakan bahasa simbolis yang fungsinya untuk berkomunikasi berhubungan anatara kualitatif dan keruangan dalam konteks yang nyata. Peserta didik dibiasakan memahami konsep secara jelas dan emudahkan dalam berfikir dengan belajar matematika. Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar tidak hanya pada meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menghitung atau menerapkan rumus dalam menyelesaikan soal-soal rutin saja, tetapi juga pada meningkatkan kemampuan peserta didik di dalam kemampuan penerapan pemahaman menerapkan konsep, baik dalam konsep matematika maupun konsep lainnya. Sedangkan Sujono (2012) mengemukakan bahwa matematika ilmu pengetahuan tentang penalaran yang logis dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Sedangkan Wahyudi (2012) menyatakan matematika merupakan ilmu universal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-hari yang meliputi ide,
gagasan, dan konsep abstrak. Perkembangan matematika sangat berbanding lurus dengan perkembangan ilmu sains dan teknologi.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli, peneliti menyimpulkan matematika adalah ilmu yang bersifat pasti dan kongkret yang mempelajari tentang bilangan, bangun, dan konsep-konsep yang berkenaan dengan kebenaran logika, masuk akal, dengan menggunakan simbol-simbol secara umum serta aplikasi didalam bidangnya terkait dengan kehidupan sehari-hari.
2.1.2 Pembelajaran Matematika
Matematika adalah ilmu yang mendasar untuk perkembangan teknologi dimasa yang akan datang, karena matematika merupakan latar belakang kemajuan daya pikir manusia. Perkembangan ilmu teknologi dan komunikasi dilandasi perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit; oleh sebab itu matematika sejak dini ditanamkan kepada seuruh peserta didik sejak dibangku Sekolah Dasar. Penguasaan pada konsep matematika diperlukan oleh peserta diidk agar mampu memperoleh, mengolah, dan memanfaatkan informasi untuk melanjutkan hidup pada masa yang akan datang diperkembangan jaman yang selalu saja berubah-ubah dari masa ke masa dan tentu saja dengan konsekuensi persangingan yang begitu ketat.
Matematika merupakan ilmu yang sangat penting didalam kehidupan sehari- hari. Susanto (2013) mengemukakan pembelajaran matematika merupakan proses belajar-mengajar yang diharapkan mampu mengembangkan kreativitas berpikir peserta didik yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, dan juga dapat meningkatkan kemampuan membangun pengetahuan baru untuk upaya meningkatkan kemampuan penguasaan materi mata pelajaran matematika yang baik. Anak usia 7 – 12 tahun (usia anak sekolah dasar) berada dalam tahap operasional kongkret. Berdasarkan perkembangan kognitif ini, maka usia sekolah dasar pada umumnya mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak. Karena keabstrakanya matematika menjadi salah satu bidang studi yang tidak mudah untuk dipahami oleh peserta didik sekolah dasar pada umumnya. Didalam pembelajaran matematika guru dituntut lebih kreatif, sehingga konsep dari materi-materi yang akan disampaikan akan lebih tertanam dalam ingatan peserta didik. berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika dirancang khusus untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik melalui serangkaian proses dan kegiatan pembelajaran untuk dapat memecahkan masalah.
Matematika sebagai ilmu dasar, yang saat ini berkembang pesat, baik dalam materi maupun didalam kehidupan sehari-hari. Japa & Suarjana (2014) menyatakan pembelajaran matematika merupakan ilmu dasar untuk membekali peserta didik sebagai kemmapuan; kemampuan berpikir logis, analisis, sistematis, kritis, aktif dan kreatif, serta kemampuan untuk bekerjasama. Didalam pembelajaran matematika disekolah hendaknya guru memperhatikan perkembangan matematika. Guru melakukan inovasi yang dapat menciptakan pembelajaran yang tepat untuk peserta didik.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli yang dipaparkan pembelajaran matematika SD adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan peserta didik melibatkan konsep-konsep matematika didalam pembelajaran untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam berpikir logis sejak sekolah dasar.
2.1.3 Penilaian Matematika SD
Pembelajaran tidak hanya menyajikan suatu konsep dan ide, namun juga menyajikan bagaimana proses suatu konsep yang bisa terjadi melalui pengalaman.
Keadaan hasil ahkir peserta didik dari pembelajaran matematika SD sudah dapat dilihat dari bagaimana proses pembelajaran berlangsung. Jika peserta didik dalam melalui proses dengan baik mendapat hasil ahkir yang baik pula. Dalam hal ini peserta didik mendapatkan pembelajaran yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Sedangkan peserta didik mengikuti dan melaksanakan proses pembelajaran dengan baik apabila mempunyai antusias yang tinggi pada suatu pembelajaran. Peserta didik dalam pelaksaan pembelajaran mempunyai minat untuk mengikuti dan memiliki semangat dalam belajar untuk mendapat hasil belajar yang diharapkan.
2.2 Model Pembelajaran Numbered Head Together
2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Numbered Head Together
Menurut Trianto (2012) Model pembelajaran Numbered Head Together jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta
didik dan dalam proses pengajaran menekankan pada aspek komponen dan prosedur pengajaran. Sementara itu, menurut Majid (2013) model pembelajaran NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen pada tahun 1993 dengan tujuan untuk melibatkan peserta didik dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemhaman mereka terhadap apa yang mereka pelajari. Sedangkan menurut Shoimin (2014) Model pembelajaran NHT merupakan model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisah antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain dalam satu kelompok diskusi untuk saling memberi pendapat dan menerima pendapat antara satu dengan yang lainnya.
Dalam model pembelajaran NHT melibatkan peserta didik untuk saling berkerjasama dalam kelompok yang heterogen dengan tingkat prestasi, jenis kelamin, budaya dan suku yang terdiridari 4-5 orang yang setiap anggota bertanggung jawab dalam tugas berkelompok.
2.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran Numbered Head Together
Menurut Slavin (2009) Numbered Head Together mempunyai karakteristik pembelajaran kelompok kecil yang bersifat heterogen dari sisi gender, etnis, dan kemampuan akademik peserta didik untuk saling membantu satu sama lain dalam mencapai tujuan belajar bersama. Hamid (2011) menyatakan karakteristik NHT merupakan kelompok diskusi yang mana peserta didik mampu untuk menerima berbagai pendapat yang disampaikan oleh orang lain atau kelompok lain dan diterima.
Berbagai pendapat dikemukankan dan dianalisis bersama, sehingga memunculkan pendapat yang paling ideal ataupun tidak mendapat jawaban paling ideal. Sedangkan menurut Jarolimek dan Parker (dalam Isjoni, 2012) NHT mempunyai karakteristik pengelompokkan yang heterogen dengan memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung. Kelompok meningkatkan relasi dan interaksi anatar agama, etnik, dan gender. Kelompok heterogen memudahkan pegelolaan kelas karena adanya satu orang yang berkemampuan tinggi, guru mendapatkan asisten untuk setiap kelompok.
2.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Numbered Head Together Menurut Majid (2013) langkah-langkah pembelajaran NHT : 1. Penomoran
Guru membagi peserta didik kedalam kelompok yang beranggotakan 3-5 orang dan setiap anggota kelompok diberikan nomor 1-5.
2. Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan kepada peserta didik dan pertanyaan tersebut dapat bervariasi. Pertanyaan bisa sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya, ataupun berbentuk arahan dari guru.
3. Berpikir Bersama
Peserta didik menyatukan pendapat dalam satu jawaban pertanyaan dan meyakinkan tiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.
4. Menjawab
Guru memanggil satu nomor tertentu, kemudian peserta didik yang nomornya dipanggil sesuai harus mengacungkan tangan dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh peserta didik didalam kelas.
Menurut Khadijah (2013) langkah pelaksanaan model pembelajaran NHT : 1. Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam
kelompok mendapat nomor.
2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3. Kelompok mendiskusikan jawaban yag benar menurut kelompok dan memastikan setiap anggota kelompok dapat menegrjakannya.
4. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik dan peserta didik akan melaporkan hasil diskusinya.
5. Peserta didik lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru akan menunjuka nomor lain dan seterusnya.
6. Guru dan peserta didik menyimpulkan.
Menurut Huda (2014) langkah-langkah model pembelajaran NHT : 1. Peserta didik dibagi kedalam beberapa kelompok.
2. Masing-masing peserta didik didalam kelompopk diberi nomor.
3. Guru memberikan tugas pada masing-masing kelompok untuk mengerjakannya secra berdiskusi.
4. Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban.
5. Guru memanggil salah satu nomor secara acak.
6. Peserta didik dengan nomor yang dipanggil oleh guru mempresentasikan jawaban dari hasil berdiskusi kelompok.
2.2.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Numbered Head Together
Menurut khadijah (2013) Model pembelajaran NHT mempunyai kelebihan :
1. dapat meningkatkan kerjasama anatara peserta didik, sebab dalam pembelajaran peserta didik ditempatkan dalam suatu kelompok untuk berdiskusi bersama.
2. Dapat meningkatkan tanggung jawab anatara peserta didik, sebab masing- masing kelompok diberi tugas yang berbeda untuk dibahas.
3. Melatih peserta didik untuk menyatukan pemikiran, karena NHT mengajak peserta didik untuk menyatukan presepsi dalam kelompok.
4. Melatih peserta didik menghargai pendapat orang lain, sebab dari hasil diskusi diminta tanggapan dari peserta didik lain.
Menurut Shoimin (2016) model pembelajaran NHT mempunyai kelebihan :
1. Setiap peserta didik dalam kelompok menjadi siap.
2. Dapat melakukan diskusi dengan bersungguh-sungguh.
3. Peserta dididk yang pandai dapat mengajari peserta didik yang kurang pandai.
4. Terjadi interaksi yang baik anaara peserta didik dalam melakukan diskusi.
5. Tidak adanya peserta didik yang mendominasi didalam kelompok karena ada nomor yang membatasi.
Menurut Huda (2013) model pembelajaran NHT mempunyai kekurangan:
1. Nomor yang sudah dipanggil kemungkinan dipanggil kembali 2. Tidak semua nomor dipanggil oleh guru
3. Peserta didik yang pandai mendominasi dalam kelas 4. Waktu yang dibutuhkan sangat banyak
Menurut Shoimin (2016) Model pembelajaran NHT mempunyai kekurangan : 1. Tidak cocok diterapkan dalam jumlah peserta didik banyak karena
membuthkan waktu yang cukup lama.
2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena kemungkinan keterbatasan waktu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kelebihan model NHT adalah peserta didik menjadi siap dan bersungguh-sungguh dalam kelompok diskusi bersama teman, interaksi antara peserta didik yang pandai dan yang kurang, tidak adanya peserta didik yang mendominasi, serta dapat memupuk rasa saling menghormati pendapat satu dengan yang lain. Kelemahan model NHT membutuhkan waktu yang lama dan memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan membutuhkan waktu khusus.
2.2.5 Analisis Komponen Model Pembelajaran 2.2.5.1 Sintaks
a. penomoran
b. pengajuan pertanyaan c. berfikir bersama d. pemberian jawaban 2.2.5.2 Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi model pembelajaran NHT adalah :
a. Cara pembelajaran yang akan dilaksanakan diberitahukan guru pada awal pembelajaran
b. Peserta didik dibagi beberapa kelompok pada setip kelompok mendapatkan nomor yang berbeda
c. Materi pembelajaran disampaikan oleh guru
d. Pertanyaan yang diberikan oleh guru didapat dari LKS
e. Pengarahan yang disampaikan oleh guru berguna untuk membimbing berdiskusi dan menyelesaikan masalah bersama-sama
f. Guru akan menunjuk satu nomor untuk menjawab didepan kelas 2.2.5.3 Sistem Sosial
a. peserta didik diberi pengarahan untuk berdiskusi bersama kelompoknya.
b. peserta didik bebas untuk mengemukakan pendapatnya, mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan
2.2.5.4 Sistem Pendukung
Sistem pendukung yang meliputi pengajar atau guru mempersiapkan rancangan pembelajaran yang akan disampaikan dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), lembar peserta didik yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
2.2.5.5 Dampak Intruksional dan Dampak Pengiring
Dampak intruksional yang akan didapat yaitu hasil belajar diadakan secara langsung dengan cara mengarahkan peserta didik pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Sedangkan dampak pengiring akan didapat hasil belajar lainnya yang dihasilkan melalui proses belajar mengajar, sebagai dampak terciptanya suasana belajar mengajar yang dialami secara langsung oleh peserta didik tanpa adanya pengarahan dari pengajar atau guru.
2.3 Model Pembelajaran Student Team Achiment Divison (STAD) 2.3.1 Pengertian Model Pembelajaran Student Team Achiment Divison
Model kooperatif tipe STAD dibuat untuk meningkatkan rasa tanggung jawab peserta didik terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran peserta didik lain. Peserta didik tidak hanya mempelajari materi yang diberikan saja namun peserta didik juga siap memberikan dan mengajar peserta didik lain dengan materi tersebut.
Menurut Farihah (2005) pembelajaran model STAD pada proses pembelajarannya peserta didik lebih mudah memahami materi pembelajaran karena saling membantu antar peserta didik dalam kelompok sehingga lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit. Sedangkan menurut Isjoni (2010) model pembelajaran STAD menurpakan model pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik, didalam pembelajaran ini peserta didik belajar dan saling bekerjasama secara berkelompok dengan saling berbagi pendapat dan memberi kesempatan kepada teman lain untuk mengemukakan pendapat secara berkelompok. Ada pula menurut Afgani (2011) STAD merupakan pembelajaran tim yang terdiri atas empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang. Guru menyampaikan pembelajaran, kemudia peserta didik bekerja secara tim untuk memastikan semua anggota telah menguasai materi. Kemudian peserta didik mengerjakan kuis megenai materi secara sendiri-sendiri, dimana teman yang lain dalam satu kelompok saling membantu.
Dalam model pembelajaran STAD menimpulkan suatu model pembelajaran yang mengelompokkan 4-5 orang kedalam satu kelompok yang berbeda dengan kemampuan belajar yang berbeda, jenis kelamin maupun suku berkerjasama dalam team untuk saling membantu.
2.3.2 Karakteristik Model Pembelajaran Student Team Achiment Divison (STAD)
Menurut Johnson (2005) karakteristik model pembelajaran STAD memanfaatkan kelompok kecil dalam pembelajaran yang kemungkinan peserta didik dapat bekerjasama dengan baik. Sedangkan menurut Wina (2008) menjelaskan bahwa model pembelajaran STAD mempunyai karakteristik sistem pengelompokkan atau membuat kelompok kecil, yang terdiri dari 4-5 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda-beda. Ada pula menurut Slavin (2008) model pembelajaran STAD mempunyai karakteristik pembelajaran yang memperbaiki pembelajaran selama ini, sebagai bukti meningkatkan kemampuan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta meningkatkan harga diri seseorang. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, karakteristik model pembelajaran STAD merancang pembelajaran menggunakan kelompok kecil 4-5 orang dengan menumbuhkan rasa percaya diri, menerima pendapat orang lain dan saling membantu untuk mencapai tujuan bersama.
2.3.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Student Team Achiment Divison Menurut Hamdayama (2014) menyatakan langkah-langkah model pembelajaran STAD :
1. Dalam menyampaikan materi pembelajaran guru diharuskan menguasai kompetensi dasar yang akan dicapai
2. Teks atau masalah diberikan kepada peserta didik secara individu oleh guru
3. Peserta didik dibentuk beberapa kelompok yang berisi 4-5 peserta didik dengan kemampuan peserta didik yang berbeda-beda
4. Mempersiapkan materi yang digunakan dalam diskusi kelompok
5. Guru memberikan arahakn kepada peserta didik, supaya dapat membuat rangkuman dan memberikan tugas pada materi pembelajaran yang telah diajarkan
6. Memberikan teks atau kuis yang dilakukan oleh guru pada setiap peserta didik
7. Perolehan nilai yang didapat peserta didik pantas diberi penghargaan oleh guru
Menurut Slavin (2015) menyatakan langkah-langkah model pembelajaran STAD :
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan motivasi semua peserta didik untuk belajar.
2. Menyajikan Informasi
Guru menyajkan informasi kepada peserta didik dengan jalan demostrasi atau lewat bacaan.
3. Mengorganisasikan peserta didik kedalam kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membantu kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan tradisi secara efisien.
4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar pada saat mereka.
5. Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya kedepan kelas untuk diberi komentar kelompok lain.
6. Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai upaya yang dilakukan peserta didik pada hasil belajar individu dan kelompok penghargaan atas keberhasilan kelompok yang dilakukan oleh guru dengan melakukan tahap-tahap menghitung skor individu dan kelompok.
Menurut Kurniasih dan Sani (2015) menyatakan langkah-langkah model pembelajaran STAD :
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan membuat peserta didik termotivasi dalam belajar
2. Guru menyajikan informasi kepada peserta didik untuk membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang peserta didik
3. Menyajikan informasi untuk peserta didik
4. Guru membimbing peserta didik dalam bekerja sama dan memberi motivasi agar semangat belajar
5. Peserta didik diberikan tugas yang dikerjakan bersama-sama kelompok
6. Peserta didik yang dapat mengerjakan soal atau tugas yang diberikan oleh guru harus menjelaskan kepada peserta didik lain 7. Seluruh peserta didik diberikan tugas oleh guru
8. Memberikan pengehargaan kepada kelompok yang memiliki nilai atau poin dalam menjawab pertanyaan dari guru
9. Guru memberikan evaluasi
2.3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Student Team Achiment Divison
Menurut Roestiyah (2001) kelebihan dari pembelajaran STAD :
1. Memberikan kesempatan terhadap peserta didik yang digunakan untuk bertanya dan membahas masalah
2. Memberikan kesempatan terhadap peserta didik untuk lebih aktif dalam penyelidikan suatu masalah
3. Pengembangan bakat kepemimpian peserta didik dan mengajarkan keterampilan bekerja-sama dalam kelompok
4. Guru agar lebih memperhatikan peserta didik sebagi individu yang berkebutuhan belajar
5. Membuat peserta didik agar lebih aktif dalam bekerja sama dan berdiskusi dalam kempok
6. Menumbuhkan rasa menghargai dan menghormati pendapat orang lain Menurut Slavin (2005) kelebihan model pembelajaran STAD :
1. Dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2. Dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik lain untuk berinteraksi secara intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah.
3. Dapat mengembangkan bakal kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi kepada peserta didik.
4. Meningkatkan perhatian guru terhadap peserta didik sebagai individu berkebutuhan belajar
5. Peserta didik agar lebih aktif dalm berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok
6. Memberikan peserta didik rasa menghargai dan menghormati pendapat orang lain
Menurut Jumanta (2014) kelebihan model pembelajaran Student Team Achiment Divison (STAD) :
1. Siswa bekerjasama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.
2. Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama dalam berdiskusi.
3. Berperan aktif sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan dalam berkelompok.
4. Interaksi anatar peserta didik meningkatka kemampuan dalam berpendapat.
5. Meningkatkan kecakapan diantara individu.
6. Meningkatkan kecakapan dalam berkelompok.
7. Tidak bersifat kompetitif/berkompetisi.
8. Tidak memiliki rasa dendam antar individu.
Menurut Roestiyah (2001) kelemahan dalam pembelajaran STAD :
1. Kerja kelompok hanya melibatkan peserta didik yang mampu memimpin dan mengarahkan teman yang kurang pandai.
2. Peserta didik kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda-beda dan gaya-gaya mengajar yang berbeda-beda.
Menurut Slavin (2005) kelemahan pembelajaran STAD:
1. Kerja kelompok hanya melibatkan peserta didik yang mampu memimpin dan mengarahkan peserta didik yang kurang pandai dan kadang-kadang menuntut tempat yang berbeda dan gaya-gaya mengajarkan berbeda.
2. Adanya perpanjangan waktu karena kemungkian besar setiap kelompok belum dapat menyelesaikan tugas temapt waktu yang ditentukan sampai setiap anggota kelompok memahami kompetensinya.
3. Jika ditinjau dari sarana kelas, maka untuk membentuk kelompok kesulitas mengatur dan mengangkat tempat duduk. Hal ini karena tempat duduk yang terlalu berat.
4. Jumlah rata-rata didalam kelas adalah 40 orang, maka guru kurang maksimal dalam mengamati belajar kelompok secara bergantian.
5. Guru dituntut bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas yang berkaitan dengan pembelaaran yang telah dilakukan, antara koreksi pekerjaan peserta didik, menentukan perubahan kelompok belajar peserta didik.
6. Memerlukan waktu dan biaya yang banyak untuk mempersiapkan dan kemudian melaksanakan pembelajaran tersebut.
7. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk peserta didik sehingga sulit mencapai target kurikulum.
8. Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua guru dapat melalukan pembelajaran STAD.
9. Menuntut sifat tertentu dari peserta didik, misalnya sift suka bekerjasama.
Menurut Hamdayama (2014) Kelemahan model pembelajaran STAD : 1. Kontribusi dari peserta didik berprestasi rendah menjadi kurang.
2. Peserta didik berprestasi akan mengarahkan pada kekecewaan karena anggota yang pandai lebih dominan.
3. Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga sulit mencapai target kurikulum.
4. Membutuhkan waktu yang lebih lama.
5. Membutuhkan kemampuan khusus guru.
6. Menuntut sifat tertentu dari peserta didik, misalnya sifat bekerjasama.
2.3.5 Analisis Komponen Model Pembelajaran 2.3.5.1 Sintaks
a. menyajikan materi pembelajaran
b. membangun peserta didik dalam kelompok belajar
c. mengarahkan peserta didik dalam bekerja kelompok dan belajar d. evaluasi
2.3.5.2 Prinsip Reaksi
Guru berperan sebagai penasehat, pemberi kritik dan konsultan terhadap kinerja peserta didik. Guru berupaya menciptakan kegiatan pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi kepada peserta didik untuk belajar secara aktif dan guru berupaya mencitpakan kegiatan pembelajaran yang menuntun terjadinya interaksi
antara peserta didik dengan peserta didik lain maupun antar peserta didik dengan guru.
2.3.5.3 Sistem Sosial
Sistem sosial yang berlaku dan berlangsung dalam model ini bersifat demokratis. Setiap peserta didik diberi kebebasan berpendapat berupa jawaban dan pertanyaan sehingga menciptkan suasana belajar yang aktif. Daripada itu, peserta didik dituntut bekerja sama dengan teman sehingga terjalin interaksi antara peserta didik.
2.3.5.4 Sistem Pendukung
Sistem pendukung pelaksanaan pembelajaran memerlukan sarana, bahan dan alat guna menciptakan lingkungan belajar mengajar yang menyenangkan agar menjadi lebih menari dan mudah untuk menumbuhkan semangat belajar peserta didik.
2.3.5.5 Dampat Intruksional dan Dampak Pengiring
Dampak intruksional yang akan didapatkan secara langsung dengan mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya dampak pengiring yang akan didapat oleh peserta didik meningkatnya minat belajar, menumbuhkan kemandirian kepada peserta didik, dan mempunyai sikap positif terhadap pembelajaran.
2.4 Hasil Belajar Matematika SD 2.4.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar diperoleh peserta didik dari kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar dapat mengetahui hasil belajar peserta didik yang diketahui dari tujuan pembelajaran yang telah tercapai atau belum.
Menurut Supraktinya (2012) menyatakan hasil belajar adalah kemampuan yang baru yang diperoleh peserta didik sesudah mereka mengikuti proses belajar- mengajar tentang mata pelajaran tertentu. Sedangkan Susanto (2013) hasil belajar perubahan yang dialami oleh diri peserta didik, yang baik menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Adapula Rusman (2013) berpendapat hasil belajar adalah perubahan yang terjadi dari pengalaman yang diperoleh peserta didik yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Rusman (2012) ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi; faktor fisiologis atau kondisi jasmani hal tersebut dapat memperngaruhi peserta didik dalam menerima materi pembelajaran, dan faktor psikologis atau kondisi psikologis yaitu meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, kognitif dan daya nalar peserta didik. Faktor eksternal meliputi; faktor lingkungan meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial, dan faktor instrumental atau keberadaan dan cara penggunaannya sesuai tidaknya dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor instrumental berupa kurikulum, sarana prasarana dan guru.
Jenis tes hasil belajar yang sering dipakai pada saat pembelajaran dibagi menjadi 3 jenis kelompok, yaitu 1)tes lisan, 2)tes tertulis, dan 3)tes tindakan/perbuatan. Tes tertulis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu essay dan tes objektif. Tes essay merupakan tes yang berbentuk soal/pertanyaan tertulis, yang dimana jawabannya berupa kalimat panjang. Panjang pendeknya kalimat dalam tes essay relatif sesuai dengan kemmapuan seseorang yang mengerjakan tes tersebut.
Sedangkan pada tes onjektif merupakan tes yang dibuat sedemikian rupa agar dapat hasil tes dinilai oleh siapapun yang hasilnya tidak jauh berbeda.
Cara menentukan hasil belajar dengan penulis menggunakan jenis tes. Macam –macam tes hasul belajar menurut Purwanto (2013) menyebutkan tes hasil belajar dibagi menjadi 4 macam, yaitu tes formatif, tes sumatif, tes penempatan dan tes diagonostik.
1) Tes formatif yaitu tes yang digunakan untuk mengetahui sejauhmana setelah proses pembelajaran berlangsung. Tes formatif dalam pembelajaran dikenal dengan nama tugas harian atau ulangan harian.
2) Tes sumatif tes yang digunakan untuk mengetahui penugasan semua materi yang diberikan peserta didik dalam satuan waktu tertentu misal pada semesteran atau catur wulan. Tes sumati dalam praktiknya dikenal dengan penilaian ahkir semester atau catur wulan.
3) Tes penempatan yaitu pengumpulan data tes hasil belajar yang digunakan menempatkan peserta didik dalam kelompok berdasarkan kesesuaian minat dan bakat peserta didik. kelompok ini dibuat peserta didik dapat memberikan layanan pembelajaran sesuai dengan minat dan bakat peserta didik.
4) Tes diagnostik yaitu tes hasil beljar yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan evaluasi. Evaluasi diagnostik ini memerlukan tes hasil belajar untuk mengidentifikasi peserta didik yang mengalami masalah dan menelusuri jenis masalah yang dihadapi peserta didik dan mengusahakan memecahkan masalah tersebut.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan dari pengertian hasil belajar merupakan perubahan yang signifikan pada diri peserta didik yang menyangkut aspek-aspek pembelajaran (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang dapat digambarkan dalam kegiatan belajar. Penelitian ini, hasil belajar yang diamati terfokus pada ranah kognitif.
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran NHT dan STAD merupakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti lain yaitu.
Penelitian yang dilakukan oleh Rima Yusi, Mawardi, Suhandi Astuti (2018) yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar Matematika menggunakan Model STAD dan TGT Siswa Kelas 4 SD yang menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division lebih unggul secara signifikan daripada model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament terhadap hasil belajar Matematika siswa kelas 4 SD Gugus Sudirman Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Hal ini dapat dibuktikan melalui uji beda rata-rata nilai posttest (Uji T) diperoleh hasil nilai sig. (2-tailed) 0,011 dan sig. (1-tailed) 0,0055. Nilai probablilitas
< 0,05 maka H0 ditolak dan Ha diterima.
Penelitian yang dilakukan oleh Wilibaldus (2016) yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran kooperatif Tipe STAD dan Motivasi Belajar Siwa Kelas V SD Gugus 2 Kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada-Flores yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat memotivasi belajar peserta didik yang mempunyai hasil signifikan dalam peningkatan hasil belajar matematika terutama pada kelas V SD gugus 2 kecamatan Bajawa Kabupaten Ngada-Flores.
Penelitian yang dilakukan oleh Desti (2017) yang Berjudul Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT) Berbantu Teknik Berhitung Jarimatika Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas III. Hasil uji hipotesis yang dilakukan mendapatkan thitung > ttabel (1,85 > 1,670) yang dapat diartikan H1 diterima dan H0 ditolak. Menyimpulkan ada pengaruh yang signifikan pada penggunan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) berbantu teknik berhitung jarimatika terhadap hasil belajar peserta didik kelas III pada mata pelajaran matematika di MIN 10 Bandar Lampung.
Penelitian yang dilakukan oleh Destiani (2018) yang berjudul Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT di SDN Nomporejo. Menyimpulkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas IV pada setiap siklus, dari siklus I ke siklus ke II. Peningkatan hasil belajar rata-rata pada siklusI sebesar 24,58 dari pra siklus 54,67 meningkat menjadi 79,25 dan pada siklus II meningkat sebesar 12,22 dari 79,25 dari siklus I menjadi 91,47. Tingkat ketuntasan pada pra siklus adalah 20% pada siklus I menjadi 53,34% dan pada siklus II menjadi 100%. Dengan demikian tingkat ketuntasan dari siklus I ke siklus II naik 46,66%.
Penelitian yang dilakukan oleh Susyadi, Rusyadi, dan Patahuddin (2019) yang berjudul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas VI Di SD Negeri 203 Bongka Manu Kabupaten Luwu Timur. Yang menyimpulkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar matematika kelompok peserta didik kelas VI yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan kelompok peserta didik yang diajarkan dengan model pembelajaran ekspositori terhadap hasil belajar matematika kelas VI di SD Negeri 203 Bongka Manu Kabupaten Luwu Timur.
Penelitian yang dilakukan oleh Ardian, Aries dan Kiswoyo (2017) yang berjudul Keefektifan Model NHT (Numbered Head Together) Berbantu Media Sapuan Terhadap Hasil Belajar Matematika. Menyimpulkan bahwa model pembelajaran NHT (Numbered Head Together) berbantu media sapuan terhadap hasil belajar matematika siswa kelas 1 efektif. Hal ini dilihat dari hasil rata-rata nilai posttest siswa meningkat 20,18% dari hasil nilai pretest. Diperkuat dengan hasil perhitungan uji-t diperoleh sebesar 21,36193 dan sebesar 2,048 , karena (21,36193) >
(2,048) maka hal itu menunjukkan bahwa uji-t signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ainun (2018) yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa Yang Diajarkan Dengan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achiement Division) dan NHT (Numbered Heads Together) di Kelas VII Mts Swasta Nurul Iman Tanjung Morawa Tahun Ajaran 2018/2019. Yang menyimpulkan 1) hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model kooperatif tipe STAD berdasarkan nilai rata-rata cukup baik;
2) hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT berdasarkan nilai rata-rata baik; 3) terdapat perbedaan hasil belajar matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan siswa yang diajarkan dengan model model pembelajaran kooperatif tipe NHT; dan 4) hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih tinggi daripada model pembelajaran tipe STAD.
Penelitian yang dilakukan oleh Levina, Ali dan Ikha (2018) yang berjudul Keefektifan Model Pembelajaran STAD dan NHT Berbantu Media Audio Visual terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN Jomblang 01. Yang menyimpulkan pembelajaran menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantu media audio visual di SD Negeri Jomblang 01 lebih efektif daripada pembelajaran konvensional.
Penelitian yang dilakukan Ni Made, Nyoman dan I Made (2013) yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD terhadap Hasil Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan Numerik Siswa Kelas IV SD. Menyimpulkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berdampak lebih baik secara signifikan terhadap hasil belajar matematika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
Terjadi interaksi anatara model pembelajaran dengan kemampuan numerik dimana ditemukan model pembelajaran tipe STAD lebih sesuai dengan siswa namun sebaliknya terjadi terhadap model pembelajaran konvensional.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuraini, Ervin dan Hella (2018) yang berjudul Peberdaan Hasil Belajar Matematika Siswa Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan NHT di SMP Bina Dharma. Yang menyimpulkan bahwa terdapat berbedaan hasil belajar matematika. Pembelajaran tipe NHT lebih tinggi dibandingkan rata-rata hasil belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan NHT di SMP Bina Dharma.
2.6 Kerangka Pikir
Pada pembelajaran matematika yang dilakukan oleh guru, guru mengalami beberapa masalah yang harus dipecahakan, yaitu :
1. Masih rendahnya hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika.
2. Peserta didik kurang paham jika menggunakan pembelajaran yang langsung.
3. Strategi yang digunakan oleh guru kurang tepat sehingga memperngaruhi hasil belajar matematika peserta didik.
Gambar. 1 Kerangka Pikir
2.7 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah :
Ho : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar matematika antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dengan model pembelajaran STAD pada peserta didik sekolah dasar.
Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan dalam hasil belajar matematika antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran NHT dengan model pembelajaran STAD pada peserta didik sekolah dasar.
2.8 Hipotesis Statistika
Bedasarkan hipotesis penelitian yang telah dipaparkan diatas dapat dirumukan suatu hipotesis penelitian sebagai berikut :
Ho : 𝜇1 = 𝜇2 Ha: 𝜇1 ≠ 𝜇2