1
PROSPEK HUBUNGAN AS DAN DUNIA MUSLIM
Oleh:
Yanyan Mochamad Yani
Salah satu isu yang menarik perhatian pasca pemilihan presiden di Amerika Serikat (AS) tahun ini adalah bagaimana proyeksi hubungan AS dan Dunia Muslim di masa pemerintahan AS yang dipimpim Barrack Husein Obama. Khalayak tampaknya melihat bahwa era dominasi kelompok hawkish di dalam pemerintahan Amerika Serikat diperkirakan akan segera berakhir dengan dilantiknya Barrack Obama sebagai Presiden AS ke 44 pada awal tahun 2009 nanti.
Kita mafhum bahwa di masa pemerintahan Bush kelompok hawkish yang dimotori tiga tokoh utamanya, Dick Cheney (Wapres), Donald Rumsfeld (mantan Menhan), dan Paul Wolfowitz (mantan Presiden Bank Dunia) sangat berkuasa untuk memaksakan kehendaknya agar pemerintahan AS melaksanakan kebijakan Pax Americana. Inti kebijakan ini yakni keinginan kaum hawkish tentang “kekaisaran Amerika” yang meliputi seluruh dunia atas dasar ideologi internasionalisme Amerika. the best defense is a good offense atau yang lebih dikenal sebagai doktrin pre-emptive strike.
Fakta menunjukkan ternyata delapan tahun terakhir ini “mesin perang” AS banyak berseteru dan atau berlaga di kawasan Timur Tengah atau di negara-negara yang memiliki jumlah penduduk muslim dengan gerakan politik Islamnya yang tidak menyukai kehadiran dominasi AS di negaranya. Peran AS seperti demikian tidak lepas dari fenomena dinamika politik di kawasan tersebut, misalnya kemenangan tokoh garis keras Mahmoud Ahmadinejad di Republik Islam (Juni 2005), keberhasilan aliansi partai-partai politik Syiah pro-Iran meraih suara 48% dalam pemilu parlemen di Irak (Desember 2005), keberhasilan kelompok Islam Ikhwanul Muslimin merebut suara 20% dalam pemilu parlemen di Mesir (Desember 2005), dan kemenangan partai Islam Hamas mendapatkan kemenangan mutlak dalam pemilu di Palestina. Pergeseran politik di beberapa negara di atas dianggap dapat menggoyahkan serta membahayakan keberadaan supremasi politik-ekonomi Barat, khususnya Amerika Serikat, di Kawasan Timur Tengah dan Dunia Muslim umumnya.
2 notabene banyak berseteru dengan negara-negara berpenduduk muslim (baca: beragama Islam). Bahkan saat itu atas tekanan domestik, di akhir masa kepemimpinannya George W. Bush menyampaikan rencana untuk menempatkan kembali perwakilan AS di Iran. Di lain pihak, Partai Demokrat, berpandangan bahwa usulan pemerintahan Bush yang berasal dari Partai Republik tersebut sebagai upaya untuk meredam kelemahan kampanye Partai Republik yang notabene kerap kedodoran dan cenderung tak berdaya dalam menanggapi kritikan pedas dari Partai Demokrat berkaitan dengan kegagalan pemerintahan Bush dalam pembangunan kembali Irak dan perseteruannya dengan Iran.
Karena itu dengan tampilnya Partai Demokrat menguasai tampuk pemerintahan di AS, masyarakat internasional, khususnya Dunia Muslim, mempunyai harapan akan adanya perubahan dalam kebijakan luar negeri AS. Paling tidak, AS perlu mengkaji ulang pandangannya mengenai dunia Islam. Islam adalah agama yang dianut oleh komunitas (umat) yang terdiri dari berbagai bangsa. Kesatuan umat Islam terefleksikan dalam ibadah haji ke Tanah Suci Mekah. Gerakan politik Islam secara otomatis terdapat di berbagai belahan dunia. Sangatlah naïf apabila AS hanya kerap menghubungkan gerakan politik Islam dengan aksi-aksi kekerasan karena gerakan politik Islam di seluruh dunia tidak dapat disamaratakan.
Gerakan politik Islam adalah suatu gerakan politik, ekonomi, hukum dan kemasyarakatan yang tidak terkungkung di dalam sistem Barat. Gerakan-gerakan politik ini sebenarnya berada pada atmosfir upaya pembangunan demokrasi di negaranya masing-masing, yang notabene selaras dengan kampanye global demokrasi ala AS yakni pembangunan good governance tetapi dengan suatu proses sistem yang berbeda, yang satu secara Islami, dan
lainnya secara sistem Barat. Misalnya, Malaysia dan Indonesia adalah dua negara sekuler yang menerapkan beberapa mekanisme perbankan secara Islami dalam menunjang proses pembangunan ekonomi nasionalnya.
Secara demikian, Gerakan ini adalah suatu gerakan alternatif tersendiri. Karena itu adanya standar ganda kebijakan AS selama ini justru akan membuat semakin dalam jurang pemisah antara kelompok politik Islam dan Barat. Di samping itu, fakta menyatakan bahwa sepak terjang AS selama George W. Bush Jr. berkuasa ternyata bukanlah pada penyebaran nilai-nilai hakiki demokrasi dan hak asasi manusia, melainkan pada upaya penguasaan sumber-sumber minyak di kawasan Timur Tengah.
3 yang lebih humanis dan berwibawa akan tampil di dalam menjalin hubungan internasional. Pada titik ini kita yakin sepenuhnya bahwa baik AS maupun Dunia Muslim adalah cinta damai dan dapat hidup berdampingan secara sinergis dan harmonis di planet tercinta ini, “Yes, We Can..!!”.***