iii Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK
PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI Persero) merupakan satu – satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan jasa transportasi darat dalam bidang perkeretaapian di Indonesia. PT. KAI berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepada para calon penumpangnya, khususnya penumpang kelas eksekutif Kereta Argo Wilis. Kereta Argo Wilis melayani perjalanan Bandung Surabaya dengan lama perjalanan kurang lebih 12 jam. Perjalanan yang cukup lama membuat penumpang sering mengeluh kelelahan. Kursi yang ditata satu arah membuat penumpang yang berangkat dengan keluarga atau kerabatnya tidak dapat berinteraksi dengan mudah dan nyaman. Tujuan dari tugas akhir ini adalah memberikan rancangan perbaikan dari gerbong penumpang kelas eksekutif dan usulan berupa sebuah gerbong yang dilengkapi dengan kompartment dan kursi individu.
Dari hasil wawancara terbuka yang dilakukan kepada pihak PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dan beberapa calon penumpang, diketahui adanya keluhan terhadap fasilitas dan lingkungan fisik di gerbong. Adapun penelitian fasilitas fisik yang dilakukan meliputi kursi penumpang, alas makan, sandaran kaki, alas minum, sofa, dan kabinet yang terdapat di dalam gerbong penumpang, dimana data diperoleh dengan pengukuran langsung. Penelitian lingkungan fisik meliputi temperatur dan kelembaban, pencahayaan, serta kebisingan. Adapun data – data lingkungan fisik aktual hasil pengukuran adalah: temperatur yang berkisar antara 23 – 29°C dan kelembaban yang berkisar antara 61-73%, kebisingan yang berkisar antara 80 – 90 dB, dan pencahayaan yang berkisar antara 98 - 102 lux. Layout gerbong aktual dan penempatan televisi aktual juga akan dianalisis dalam penelitian ini.
vii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ... i
PERNYATAAN HASIL KARYA PRIBADI ... ii
ABSTRAK ... iii
PRAKATA ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xiii BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1-1 1.2 Identifikasi Masalah ... 1-3 1.3 Batasan dan Asumsi ... 1-4 1.4 Perumusan Masalah ... 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 1-7 1.6 Sistematika Penulisan ... 1-8
BAB 2 STUDI PUSTAKA
2.1 Ergonomi ... 2-1 2.1.1 Sejarah ergonomi ... 2-2 2.1.2 Bidang penyelidikan ergonomi ... 2-4 2.1.3 Bidang Kajian Imu Ergonomi ... 2-5 2.2 Anthropometri ... 2-6
2.2.1 Anthropometri Statis atau Pengukuran dimensi
struktur tubuh (structural body dimension) ... 2-8 2.2.2 Anthropometri Dinamis atau Pengukuran dimensi
viii Universitas Kristen Maranatha 2.3.3 Karakteristik Perancang ... 2-18 2.3.4 Prosedur Perancangan ... 2-19 2.4 Perhitungan Persentil ... 2-19 2.5 Kondisi Lingkungan Kerja Fisik ... 2-21 2.5.1 Temperatur ... 2-21 2.5.2 Kelembaban (Humidity) ... 2-22 2.5.3 Pencahayaan (Lighting) ... 2-23 2.5.4 Kebisingan (Noise) ... 2-25 2.6 Kesehatan dan Keselamatan Kerja ... 2-27 2.6.1 Definisi keselamatan kerja ... 2-27 2.6.2 Tujuan keselamatan kerja ... 2-28 2.6.3 Sepuluh Kunci Kesehatan dan Keselamatan Kerja ... 2-28 2.6.4 Ruang lingkup kecelakaan ... 2-28 2.6.5 Pencegahan kecelakaan kerja ... 2-30 2.6.6 Prosedur pencegahan kebakaran ... 2-31 2.6.7 Sistem Pemadam Kebakaran ... 2-31
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
ix Universitas Kristen Maranatha
BAB 4 PENGUMPULAN DATA
4.1 Data Umum Perusahaan ... 4-1 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ... 4-1 4.1.2 Struktur Organisasi ... 4-3 4.1.3 Visi dan Misi ... 4-3 4.2 Data – data Fisik Gerbong dan Fasilitas Fisik
Yang Terdapat Di Dalamnya ... 4-4 4.2.1 Spesifikasi, Dimensi dan Bentuk dari Fasilitas Fisik
Dalam Kereta ... 4-4 4.2.2 Layout dan Dimensi Gerbong Kereta (Skala 1:100) ... 4-11 4.3 Data Anthropometri ( Skala 1:10 ) ... 4-14 4.4 Visualisasi Manusia ... 4-16 4.5 Data Lingkungan Fisik ... 4-18 4.5.1 Temperatur dan Kelembaban ... 4-18 4.5.2 Pencahayaan ... 4-19 4.5.3 Kebisingan ... 4-19
BAB 5 PERANCANGAN DAN ANALISIS
x Universitas Kristen Maranatha 5.2 Analisis Lingkungan Fisik Aktual ... 5-29
5.2.1 Temperatur & Kelembaban ... 5-33 5.2.2 Pencahayaan ... 2-38 5.2.3 Kebisingan ... 5-38 5.3 Perancangan Ulang Fasilitas Fisik Aktual ... 5-39 5.3.1 Kursi Penumpang ... 5-39 5.3.2 Alas Kaki ... 5-44 5.3.3 Alas Makan ... 5-44 5.3.4 Alas Minum ... 5-45 5.3.5 Bagasi ... 5-47 5.3.6 Lorong / Gang ... 5-49 5.4 Perancangan Peralatan Tambahan ... 5-53 5.5 Perancangan Ulang Lingkungan Fisik ... 5-56 5.6 Perancangan Ulang Layout Tata Letak Kursi ... 5-58 5.7 Perancangan Ulang Layout Gerbong Penumpang ... 5-62 5.8 Perancangan Gerbong Usulan Dengan Kompartment ... 5-71 5.8.1 Perancangan Fasilitas Fisik Dalam Kompartment ... 5-72 5.8.2 Perancangan Lingkungan Fisik Dalam Kompartment ... 5-77 5.8.3 Perancangan Layout Usulan
Gerbong Dengan Kompartment ... 5-78
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 6-1 6.1.1 Perancangan fasilitas fisik ... 6-1 6.1.2 Perancangan lingkungan fisik ... 6-6 6.2 Saran ... 6-7
xi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
2.1 Pemandu Kadar Cahaya 2-23
2.2 Tabel Tingkat Paparan Kebisingan Maksimal 2-24 2.3 Tingkat Pencahayaan yang Direkomendasikan 2-25 2.4 Tabel Tingkat Paparan Kebisingan Maksimal 2-26
2.5 Skala Intensitas Kebisingan 2-27
4.1 Kursi Penumpang 4-4
4.2 Alas Kaki 4-4
4.3 Alas Minum 4-5
4.4 Wadah Alas Makan 4-5
4.5 Lampu 4-6
4.6 Stecker 4-6
4.7 Bagasi 4-7
4.8 Televisi 4-7
4.9 Speaker 4-8
4.10 AC 4-8
4.11 Jendela 4-9
4.12 Pintu 4-9
4.13 Toilet 4-10
4.14 Data Aktual Temperatur & Kelembaban 4-18
4.15 Data Aktual Kebisingan 4-19
5.1 Data Anthropometri Alas Kursi Penumpang 5-4 5.2 Data Antropometri Senderan Kursi Penumpang 5-6 5.3 Data Anthropometri Handle Kursi Penumpang 5-9
5.4 Data Anthropometri Alas Makan 5-12
5.5 Data Anthropometri Alas Minum 5-15
5.6 Data Anthropometri Alas Kaki 5-18
5.7 Data Anthropometri Bagasi 5-21
xii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
5.9 Data Anthropometri Pintu 5-26
xiv Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Anthropometri Statis A 2-8
2.2 Anthropometri Statis B 2-8
2.3 Anthropometri Dinamis A 2-9
2.4 Anthropometri Dinamis B 2-10
2.5 Tabel Pedoman Pengukuran
Anthropometri Dimensi Tubuh 2-11
2.6 Tabel Pedoman Pengukuran
Anthropometri Dimensi Tangan 2-12
2.7 Tabel Pedoman Pengukuran
Anthropometri Tangan 2-13
2.8 Tabel Pedoman Pengukuran
Anthropometri Dimensi Kaki 2-13
2.9 Tabel Pedoman Pengukuran
Anthropometri Dimensi Kepala 2-14
2.10 Diagram Temperatur dan Kelembaban 2-23
3.1 Flowchart Penelitian 3-1
3.2 Flowchart Penelitian (lanjutan) 3-2
4.1 Struktur Organisasi 4-3
4.2 Gambar Aktual Satu Set Kursi Penumpang 4-4
4.3 Gambar Aktual Alas Kaki Penumpang 4-5
4.4 Gambar Aktual Alas Minum 4-5
4.5 Gambar Aktual Wadah Alas Makan 4-5
4.6 Gambar Aktual Lampu 4-6
4.7 Gambar Aktual Stecker 4-6
4.8 Gambar Aktual Bagasi 4-7
4.9 Gambar Aktual Televisi 4-8
4.10 Gambar Aktual Speaker 4-8
xv Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
Gambar Judul Halaman
4.12 Gambar Aktual Pintu 4-10
4.13 Layout Kursi Aktual Tampak Atas 4-11 4.14 Layout Kursi Aktual Tampak Samping 4-12 4.15 Layout Kursi Aktual Tampak Depan 4-13
4.16 Kursi Aktual Tampak Depan 4-14
4.17 Kursi Aktual Tampak Atas 4-15
4.18 Kursi Aktual Tampak Samping 4-15
4.19 Layout Kursi Aktual Dengan
Visualisasi Penumpang 4-16
4.20 Visualisasi Penumpang 107° 4-17
4.21 Visualisasi Penumpang 125° 4-18
4.22 Denah Pengukuran Lingkungan Fisik 4-19
5.1 Efektifitas Penglihatan 1 5-27
5.2 Efektifitas Penglihatan 2 5-28
5.3 Fishbone untuk lemparan batu pada jendela 5-30
5.4 Kaca Film Anti Pecah A 5-31
5.5 Kaca Film Anti Pecah B 5-31
5.6 Fishbone untuk terjatuh 5-32
5.7 Diagram Kenari Untuk Titik Penelitian
Bagian Kiri Depan 5-35
5.8 Diagram Kenari Untuk Titik Penelitian
Bagian Kiri Tengah 5-35
5.9 Diagram Kenari Untuk Titik Penelitian
Bagian Kiri Belakang 5-36
5.10 Diagram Kenari Untuk Titik Penelitian
Bagian Kanan Depan 5-36
5.11 Diagram Kenari Untuk Titik Penelitian
xvi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
Gambar Judul Halaman
5.12 Diagram Kenari Untuk Titik Penelitian
Bagian Kanan Belakang 5-37
5.13 Kursi Aktual (1:10) 5-41
5.14 Kursi Rancangan 5-43
5.15 Rancangan Alas Makan, Alas Minum,
Sandaran Kaki 5-46
5.16 Rancangan Bagasi 5-48
5.17 Layout Kursi Renggang Tampak Atas Part A 5-50 5.18 Layout Kursi Renggang Tampak Atas Part B 5-51
5.19 Layout Kursi Renggang Tampak Atas 5-52
5.20 Tempat Sampah 5-53
5.21 APAR Portable 5-53
5.22 Klasifikasi Jenis Kebakar dan APAR 5-54
5.23 Fishbone untuk kebakaran 5-55
5.24 Kotak P3K 5-56
5.25 Intensitas Lampu Untuk Membaca 5-57
5.26 Layout Kursi Aktual (1:10) 5-59
5.27 Layout Kursi Rancangan (1:10) 5-60
5.28 Layout Kursi Rancangan 2 (1:10) 5-61
5.29 Layout Kereta Aktual
Tampak Atas 5-63
5.30 Layout Kereta Aktual
Tampak Samping 5-64
5.31 Layout Kursi Alternatif 1
Tampak Samping Part A 5-65
5.32 Layout Kursi Alternatif 1
xvii Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)
Gambar Judul Halaman
5.33 Layout Gerbong Penumpang Umum
Alternatuf 1 Tampak Samping 5-67
5.34 Layout Kursi Alternatif 2
Tampak Samping Part A 5-68
5.35 Layout Kursi Alternatif 2
Tampak Samping Part B 5-69
5.36 Layout Gerbong Penumpang Umum
Alternatuf 2 Tampak Samping 5-70
5.37 Rancangan Cabinet Compartment 5-73
5.38 Sofa Kompartment Tampak Atas &
Tampak Samping 5-75
5.39 Sofa Kompartment Tampak Depan 5-76
5.40 Jenis Lampu Untuk Compartment 5-77
5.41 Compartment Tampak Samping (Non Scale) 5-78 5.42 Compartment Tampak Atas (Non Scale) 5-79 5.43 Layout Usulan Tampak Atas Part A (1:50) 5-80 5.44 Layout Usulan Tampak Atas Part B (1:50) 5-81 5.45 Layout Usulan Dengan Kompartment
Tampak Atas Keseluruhan (1:100) 5-82 5.46 Layout Usulan
Trans-Asian Railway
From Wikipedia, the free encyclopedia
The Trans-Asian Railway (TAR) is a project to create an integrated freight railway network across Europe and Asia. The TAR is a project of the United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP).
Contents
The project was initiated in the 1960s, with the objective of providing a continuous 8,750 miles (14,080 km) rail link between Singapore and Istanbul, Turkey, with possible further connections to Europe and Africa. At the time shipping and air travel were not as well developed, and the project promised to significantly reduce shipping times and costs between Europe and Asia. Progress in developing the TAR was hindered by political and economic obstacles throughout the 1960s, 1970s and early 1980s. By the 1990s, the end of the Cold War and normalisation of relations between some countries improved the prospects for creating a rail network across the Asian continent.
The TAR was seen as a way to accommodate the huge increases in international trade between Eurasian nations and facilitate the increased movements of goods between countries. It was also seen as a way to improve the economies and accessibility of landlocked countries like Laos,
Afghanistan, Mongolia, and the Central Asian republics.
different major rail gauges (which measures the distance between rails) exist across the continent: most of Europe, as well as Turkey, Iran, China, and the Koreas use the 1435 mm gauge, known as Standard gauge; Russia, and the former Soviet republics use a 1520 mm gauge; Finland use a 1524 mm gauge; most of the railways in India, Pakistan, Bangladesh and Sri Lanka use a 1676 mm gauge, and most of Southeast Asia has metre-gauge. For the most part the TAR would not change national gauges; mechanized facilities would be built to move shipping containers from train to train at the breaks of gauge.
A big obstacle is also the need of sea transport to Japan and South Korea. A container ship has room for many more containers than a train. Therefore ships must go less regularly than trains, creating a big delay. There are hopes to create an overland connection through North Korea, however there is still a break-of-gauge.
By 2001, the four corridors had been studied as part of the plan:
The Northern Corridor will link Europe and the Pacific, via Germany, Poland, Belarus, Russia, Kazakhstan, Mongolia, China, and the Koreas, with breaks of gauge at the Polish-Belarusian border (1435 mm to 1520 mm), the Kazakhstan-Chinese border (1520 mm to 1435 mm), and the Mongolian-Chinese border (1520 mm to 1435 mm). The 5,750 miles (9,250 km) Trans-Siberian Railway covers much of this route and currently carries large amounts of freight from East-Asia to Moscow and on to the rest of Europe. Due to
political problems with North Korea, freight from South Korea must currently be shipped by sea to the port of Vladivostok to access the route.
The Southern Corridor will go from Europe to Southeast Asia, connecting Turkey, Iran, Pakistan, India, Bangladesh, Myanmar, and Thailand, with links to China's Yunnan
Province and, via Malaysia, to Singapore. Gaps exist between India and Myanmar, between Myanmar and Thailand, between Thailand and Cambodia, between Cambodia and Vietnam and between Thailand and Yunnan. The section in eastern Iran between Bam and Zahedan has been completed. Breaks of gauge occur, or will occur, at the Iran-Pakistan border (1435 mm to 1676 mm), the India-Myanmar border (1676 mm to 1000 mm), and to China (1000 mm to 1435 mm).
A Southeast Asian network; this primarily consists of the Kunming-Singapore railway. The North-South Corridor will link Northern Europe to the Persian Gulf. The main
route starts in Helsinki, Finland, and continues through Russia to the Caspian Sea, where it splits into three routes: a western route through Azerbaijan, Armenia, and western Iran; a central route across the Caspian Sea to Iran via ferry; and an eastern route through Kazakhstan, Uzbekistan and Turkmenistan to eastern Iran. The routes converge in the Iranian capital of Tehran and continue to the Iranian port of Bandar Abbas.
[
edit
] Agreement
Asia and the Pacific (UNESCAP) effort to build a transcontinental railway network between Europe and Pacific ports in China.[1] The plan has sometimes been called the "Iron Silk Road" in reference to the historical Silk Road trade routes.[2] UNESCAP's Transport & Tourism
Division began work on the initiative in 1992 when it launched the Asian Land Transport Infrastructure Development project.[3]
The agreement formally came into force on 11 June 2009.[4]
[edit] The network
The Trans-Asian Railway system will consist of four main railway routes. The existing Trans-Siberian railway, which connects Moscow to Vladivostok, will be used for a portion of the network in Russia.[5] Another corridor to be included will connect China to Korea, Mongolia, Russia and Kazakhstan.[6] In 2003, the president of Kazakhstan proposed building a standard gauge link from Dostyk (on the Chinese border) to Gorgan in Iran; it has not yet been built.[7]
[edit] Standards
Complicating the plan is the differences in rail gauges currently in use across the continent. While China, Iran and Turkey currently use 1,435 mm (4 ft 8 1⁄2 in) standard gaugetracks, Russia's tracks are gauged at 1520 mm (5 ft), India's and Pakistan's tracks are 1676 mm (5 ft 6 in) gauge, the tracks covering an area from Bangladesh east to Vietnam and south to the tip of the Malay Peninsula are 1,000 mm (3 ft 3 3⁄8 in) gauge with some dual gauge track near the China-Vietnam border and within Bangladesh, and tracks in Indonesia and Japan are 1067 mm (3 ft 6 in) gauge.[3] This leads to time consuming interchanges to handle the break of gauge at main connecting points in the network.
Other standards to consider are:
railway electrification - 25 kV AC the world standard for new long distance and heavy duty construction since the 1950s.
Couplings - Buffers & Chains, Alliance, or SA2. Some dual fitment or transition couplings are possible.
Brakes - air, with or without Electronically controlled pneumatic brakes (ECP). Loading gauge and Structure gauge - able to take tallest possible shipping container. Signalling systems - where signals are electronic, not physically visible, and must be
'read' by equipment in the locomotives, or where the train must interact in different ways with the infrastructure
Electromagnetic interference - where radio waves (noise) from electric motors can interact with different signalling systems
Rules and regulations.
Language, including say Seaspeak.
Transportation and railway ministers from forty one nations participated in the week-long conference[8] held in Busan, South Korea, where the agreement was formulated. The proposed 80,900-km railway network will originate from the Pacific seaboard of Asia and end on the doorsteps of Europe. The agreement's cosigners included:[1]
Armenia
The 24 countries that did not sign the agreement at the conference have until 31 December 2007, to join and ratify the agreement.[9]
On 5 May 2007, officials in Bangladesh announced that the nation will sign on to the agreement at an upcoming meeting in New York City. The plan for the network includes three lines
between India and Myanmar that traverse Bangladesh.[10] India made a similar announcement on 17 May 2007. As part of the agreement, India will build and rehabilitate rail links with
neighboring Myanmar in projects that are estimated to cost more than 29.41 billion (US$730 million).[11]
Bangladesh finally signed the agreement on 10 November 2007.[12]
[
edit
] Progress
The Trans-Asian Railway Project has not been a great success so far. Very little railway has been built along the corridors during the 40 years. The Northern Corridor was working already in the 1960s, although only for Soviet Union-China trade. Successes so far include:
link from China to Kazakhstan (Turkestan–Siberia Railway and Lanxin railway, connected in 1990).
link from Iran to Central Asia (Trans-Caspian railway plus branch).
Bosphorus tunnel connecting European Turkey and Asian Turkey is under construction As of 2011.
Iran-Pakistan: A Bam - Zahedan link, with a break-of-gauge at Zahedan (Pakistan railway use broad gauge 1676 mm & Iran railway use Standard gauge 1435 mm). In August 2009 a goods train carrying containers traveled from Islamabad, Pakistan to
Istanbul, Turkey; by April 2011, trains were running regularly.[13]
Technically it is possible to introduce a train service on the rail route between Istanbul (Turkey) to Dhaka (Bangladesh), with a break of gauge at Zahedan on Iran - Pakistan border.
[
edit
] Maps
1. ^ ab"Countries sign agreement on Trans-Asian railway plan". VietNamNet. 11 November 2006. Retrieved 15 November 2006.
2. ^"'Iron Silk Road' UN Treaty" (Press release). UNESCAP (reprinted by National Union of Rail, Maritime & Transport Workers [RMT] Bristol Rail Branch). 6 October 2006. Retrieved 15 November 2006.
3. ^ ab Chartier, Pierre, UNESCAP (1 November 2005). "Trans-Asian Railway network nears agreement". Railway Gazette International. Retrieved 15 November 2006. 4. ^"Trans-Asian Railway Network Agreement comes into force". Railway Gazette
International. 11 June 2009.
5. ^"Asia-Pacific states sign regional railroad agreement". RIA Novosti. 11 November 2006. Retrieved 15 November 2006.
7. ^ Kanat K Zhangaskin (1 August 2004). "Trans-Kazakhstan link will complete standard-gauge transcontinental artery". Railway Gazette International.
8. ^"Nepal signs deal to build trans-Asian railway network". The Rising Nepal. 13 November 2006. Archived from the original on 28 September 2007. Retrieved 15 November 2006.
9. ^"TRANS-ASIA RAILWAY NETWORK AGREEMENT:Dhaka fails to sign deal for lack of cabinet approval". World Prout Assembly. 7 November 2006. Retrieved 15 November 2006.
10.^"Bangladesh To Join 8,750-Mile Trans-Asian Railway Network". 6 May 2007. Retrieved 7 May 2007.
11.^"India to join the Trans-Asian railway network". 17 May 2007. Retrieved 17 May 2007.
12.^"Bangladesh joins Trans-Asian Railway Network Agreement". 10 November 2007. Retrieved 12 November 2007.
Jenis
/
Klasifikasi
Kebakaran
dan
Cara
Menanganinya
Definisi Alat Pemadam Api Ringan - Banyak diantara kita tidak mengetahui
bahwa kebekaran dikatagorikan menjadi berbagi jenis katagori, dan penanganannya pun disesuaikan dgn jenis katagori tersebut.
Berikut in katagori kebakaran dan penanggulangan bahaya kebakaran tersebut berdasarkan penjelasan pasal 23 & 24 Perda DKI Jakarta No. 3 Tahun 1992.
Kebakaran Kelas A
Alat Pemadam Api kelas A adalah jenis Alat Pemadam Kebakaran dari bahan biasa yg mudah terbakar seperti kayu, kertas, pakaian dan sejenisnya.
Kebakaran Kelas B
Alat Pemadam Api kelas B adalah jenis Alat Pemadam Kebakaran dari bahan cairan yg mudah terbakar seperti minyak bumi, gas, lemak dan sejenisnya.
Kebakaran Kelas C
Alat Pemadam Api kelas C adalah jenis Alat Pemadam Kebakaran dari listrik (seperti kebocoran listrik, korsleting) termasuk kebakaran pada alat-alat listrik.
Kebakaran Kelas D
Alat Pemadam Api kelas D adalah jenis Alat Pemadam Kebakaran dari logam seperti Zeng, Magnesium, serbuk Aluminium, Sodium, Titanium dan lain-lain Beikut beberapa tips memadamkan api dan bahan-bahan tuk memadamkan api tersebut:
Methode penguraian yaitu cara memadamkan dgn memisahkanatau menjauhkan
bahan / benda-benda yg dapat terbakar
Methode pendinginan yaitu cara memadamkan kebakaran dgnmenurunkan panas
atau suhu. Bahan airlah yg paling dominandigunakan dalam menurunkan panas dgn jalanmenyemprotkan atau menyiramkan air ketitik api.
Methode Isolasi / lokalisasi yaitu cara pemadaman kebakarandgn mengurangi
kadar / prosentase O2 pada benda-bendayg terbakar.
Bahan Tuk Memadamkan Api
1. Bahan pemadam Air
2. Bahan pemadam Busa (Foam) 3. Bahan pemadam Gas CO2
PORTABLE FIRE EXTINGUISHER
1). Portable Fire Extinguisher / alat pemadam portable, alat pemadam
api ini dibagi dalam jeni-jenis didasarkan atas klasifikasi kebakaran tertentu yang dapat dipadamkan.
2). Klasifikasi kebakaran digolongkan menjadi 4 (empat) kelas, antara
lain A, B, C, D didasarkan atau macam bahan yang mula-mula terbakar pada saat awal terjadinya kebakaran.
3). Untuk semua jenis alat pemadam portable, biasanya dikemas
dalam bentuk tabung, harus memenuhi syarat.
Klasifikasi Kebakaran dan Jenis
Bahan Pemadam Kebakaran
a. Klasifikasi Kebakaran :
- Kebakaran kelas A adalah kebakaran bahan biasa / benda
padat yang mudah terbakar seperti kertas,kayu, tekstil,dan sejenisnya;
- Kebakaran kelas B adalah kebakaran cairan dan gas yang
mudah terbakar seperti bensin, solar, avtur, alkohol, LPG, LNG, dan sejenisnya;
- Kebakaran kelas C adalah kebakaran yang di sebabkan oleh
listrik seperti hubungan pendek;
- Kebakaran kelas D adalah kebakaran logam seperti
magnesium, alumunium, titanium, dan sejenisnya.
b. Jenis Bahan Pemadam Kebakaran yang di pakai :
- Terhadap kebakaran kelas A, jenis bahan pemadam yang di
- Terhadap kebakaran kelas B, jenis bahan pemadam yang di
pakai adalah busa ( foam ) sebagai alat pemadam pokok, dan jenis pemadam kimia sebagai pelengkap;
- Terhadap kebakaran kelas C, jenis bahan pemadam yang di
pakai adalah CO2 sebagai bahan pemadam pokok, dan jenis pemadam kimia sebagai pelengkap, sedangkan jenis bahan pemadam busa ( foam ) tidak boleh di gunakan karena konduktif terhadap listrik;
- Terhadap kebakaran kelas D, jenis
bahan pemadam khusus / metal powder
Gambar Komponen Apar Menggunakan
Cateridge
RIWAYAT PENULIS
Nama Eliza Tri Wahyuni
Tempat Tanggal Lahir Bandung, 21 Juli 1990
Jenis Kelamin Perempuan
1-1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merupakan satu – satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan jasa transportasi darat dalam bidang perkeretaapian di Indonesia. Layanan yang diberikan PT. Kereta Api Indonesia (KAI) meliputi angkutan barang dan penumpang. Angkutan penumpang sendiri terbagi ke dalam tiga kelas, yaitu Ekonomi, Bisnis, dan Eksekutif.
Kereta Argo Wilis, salah satu jenis layanan yang diberikan oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero), dengan gerbong penumpang kelas eksekutif jurusan Bandung – Surabaya, menjadi area penelitian terhadap perbaikan serta perancangan kualitas pelayanan kereta dari segi ergonomi. Dengan waktu tempuh ± 12 jam perjalanan, yang dilakukan pada pagi hingga malam hari, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ingin memperbaiki fasilitas – fasilitas fisik yang terdapat di dalamnya, guna meningkatkan kualitas pelayanan, yang mereka berikan kepada para pengguna Kereta Argo Wilis tersebut, mengingat bahwa faktor kenyamanan serta keamanan yang dirasakan penumpang, merupakan poin penting yang dinilai terhadap kepuasan penumpang tersebut terhadap pelayanan PT. Kerta Api Indonesia (Persero).
Dengan kapasitas penumpang sebanyak 52 orang, gerbong eksekutif dari Kereta Argo Wilis tersebut merupakan gerbong yang dirancang untuk digunakan oleh para penumpang yang menginginkan fasilitas khusus yang tidak dimiliki di kelas gerbong penumpang lainnya, seperti AC (Air Conditioner), sarana hiburan berupa tayangan audio / video selama
perjalanan berlangsung yang dikenal dengan program Show On Rail.
BAB 1. Pendahuluan 1-2
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha gerbong, juga fasilitas keamanan seperti emergency brake. Dan juga lampu baca dan stecker yang ditempatkan di dinding kereta. Dengan adanya fasilitas tersebut diharapkan penumpang akan merasa nyaman saat melakukan perjalanan, terlebih bagi mereka yang akan melakukan perjalanan jarak jauh.
Namun penumpang seringkali merasa kesulitan saat hendak menyantap makanan, minuman, menulis maupun dalam menggunakan laptop di bangku masing – masing karena tidak terdapat meja untuk meletakkan makanan, dan laptop juga alas menulis. Mereka juga harus meletakkan minuman di tempat yang telah disediakan di dinding kereta namun dikarenakan alas minum tersebut tidak memiliki lekuk kedalaman untuk meletakkan gelas maupun tempat minum lainnya, seringkali tempat minum bergeser ataupun terjatuh dari alas minum tersebut. Letak televisi yang berada di ujung – ujung koridor sebelah kiri, dengan besar 21” yang berjumlah 2 (dua) unit, juga menyulitkan penumpang yang ingin menikmati tayangan yang ada di televisi, terutama bagi mereka yang duduk di sisi sebelah kanan. Dan penumpang yang mengeluh dengan kapasitas bagasi yang berada di atas bangku penumpang serta sistem keamanannya. Seringkali penumpang merasa khawatir saat harus meninggalkan barang bawaan mereka, hanya untuk menikmati makanan di gerbong restorasi, ataupun sekedar pergi ke toilet. Adapun sandaran kaki yang terlalu rendah serta memiliki desain yang hanya digunakan untuk menopang kaki, membuat penumpang merasa kesulitan saat hendak memanjangkan kaki mereka untuk menghindari fatique akibat duduk dalam jangka waktu yang lama.
BAB 1. Pendahuluan 1-3
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha Selain masalah – masalah fasilitas fisik yang terdapat di gerbong penumpang kelas eksekutif Kereta Argo Wilis, terdapat pula masalah mengenai jumlah penumpang yang melakukan perjalanan menggunakan kereta tersebut. Di antaranya adalah penumpang yang melakukan perjalanan secara individu maupun secara berkelompok (lebih dari 2 (dua) orang). Seringkali penumpang baik dengan jumlah individu maupun berkelompok merasa kurang nyaman, jika harus berbagi tempat duduk dengan penumpang lain.
Belum terdapatnya peralatan yang dapat menanggulangi kemungkinan kecelakaan yang terjadi di dalam gerbong penumpang kelas eksekutif Kereta Argo Wilis ini, seperti terjatuh, terkena lemparan benda asing, kebakaran dari alat listrik, juga menjadi salah satu masalah yang dikeluhkan oleh calon penumpang kereta tersebut.
Oleh karena itu, PT. KAI (Persero) berencana untuk memperbaiki fasilitas – fasilitas yang berada di dalam gerbong penumpang kelas eksekutif Kereta Argo Wilis, dan membuat solusi mengenai penumpang yang melakukan perjalanan dengan jumlah individu atau berkelompok, guna meningkatkan kualitas pelayanan kereta api yang diberikan oleh PT. KAI.
1.2 Identifikasi Masalah
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ingin memperbaiki beberapa fasilitas yang terdapat di dalam Kereta Argo Wilis, gerbong penumpang kelas eksekutif jurusan Bandung – Surabaya, serta mencari solusi mengenai penumpang yang melakukan perjalanan dengan jumlah individu maupun berkelompok (lebih dari 2 (dua) orang), guna meningkatkan kualitas pelayanan kereta api.
Adapun beberapa fasilitas tersebut berupa : - Tidak terdapat alas meja.
- Gelas / tempat minum yang mudah bergeser dan terjatuh dari tempatnya. - Bagasi yang sempit yang tidak dilengkapi dengan sistem keamanan, baik
BAB 1. Pendahuluan 1-4
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha - Fasilitas televisi hanya berada di ujung – ujung gerbong sebelah kiri. - Sandaran kaki pada kursi penumpang yang terlalu rendah.
- Kursi yang ditata satu arah membuat penumpang yang berangkat dengan keluarga atau kerabatnya tidak dapat berinteraksi dengan mudah dan nyaman.
Fasilitas – fasilitas fisik dan gerbong usulan tersebut akan dirancang sesuai dengan spesifikasi yang diberikan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan standarisasi yang telah ditetapkan.
1.3 Batasan dan Asumsi
Agar penelitian dan perancangan yang dilakukan menjadi lebih jelas dan terarah, maka dibutuhkan batasan – batasan dalam melaksanakan penelitian tersebut. Batasan – batasan tersebut meliputi :
1. Kereta yang diteliti oleh peneliti adalah Kereta Api ”Argo Wilis”
Gerbong Penumpang Kelas Eksekutif Jurusan Bandung – Surabaya. 2. Sarana fisik yang diamati terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu area kursi
penumpang, area gang di dalam gerbong kereta.
3. Perancangan hanya sebatas perancangan fasilitas serta tata letaknya di dalam gerbong penumpang, yaitu alas (meja) makan / tulis, alas tempat minum, sandaran kaki, perluasan bagasi yang dilengkapi kunci pengaman, perubahan tata letak televisi, gerbong dengan kompartment. 4. Data – data anthropometri yang digunakan, menggunakan acuan yang
diambil dari buku ergonomi dengan judul “Konsep Dasar dan Aplikasinya”, karangan Eko Nurmianto Ir., M. Eng, Sc., DERT, Edisi Ke – 2, Terbitan Tahun 2008, dan “Ergonomics : How to Design for
Ease and Efficiency” karangan K.H.E. Kroemer, H.B.. Kroemer, K.E.
Kroemer-Elbert, Edisi 2 Tahun 2000, sebagai acuan untuk derajat kemiringan kursi.
BAB 1. Pendahuluan 1-5
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha 6. Dimensi pengukuran tubuh manusia, berdasarkan dimensi tubuh
masyarakat Hongkong dewasa, yang diekivalensikan sementara terhadap masyarakat Indonesia (kesamaan etnis Asia), semua dimensi dalam satuan mm.
7. Ukuran televisi yang digunakan adalah 21” dan jumlahnya sebanyak 2
(dua) unit per gerbong, sesuai dengan ketentuan yang diberikan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
8. Perancangan dilakukan tanpa mempertimbangkan perhitungan dari segi biaya.
9. Peneliti tidak melakukan uji ketahanan dan kekuatan terhadap bahan yang digunakan untuk membuat fasilitas fisik.
10. Kriteria lingkungan fisik yang dibahas peneliti hanya dibatasi ke dalam 4 (Empat) lingkup besar, yaitu : Temperatur, Kelembaban, Kebisingan dan Pencahayaan.
Adapun asumsi – asumsi yang digunakan dalam perancangan ini, adalah sebagai berikut :
1. Panjang merupakan suatu dimensi yang diukur secara horizontal sejajar dengan bahu.
2. Lebar merupakan suatu dimensi yang diukur secara horizontal tegak lurus dengan bahu.
3. Tinggi merupakan dimensi yang diukur secara vertikal sejajar dengan tinggi badan.
4. Data anthropometri yang digunakan diasumsikan mewakili dimensi tubuh masyarakat Indonesia.
5. Tebal alas sepatu atau sandal wanita adalah sebesar 30 mm, dan laki – laki sebesar 20 mm.
BAB 1. Pendahuluan 1-6
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha 7. Ukuran koper yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 650 x
BAB 1. Pendahuluan 1-7
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha 8. Ukuran bantal yang disediakan PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
adalah 300 x 200 x 50 mm, dan ukuran selimut yang disediakan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah 1500 x 900 x 5 mm.
1.4 Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
- Bagaimana hasil rancangan sebuah alas meja yang dapat berfungsi sebagai tempat menaruh makanan, alas menulis, maupun alas pada saat penggunaan laptop ?
- Bagaimana hasil rancangan sebuah alas tempat minum yang didesain agar gelas tempat minum tidak bergeser atau terjatuh, jika diletakkan diatasnya ? - Bagaimana hasil rancangan sebuah ukuran bagasi yang luas dan juga aman ? - Bagaimana hasil rancangan perubahan tata letak televisi yang tepat, agar bisa
dinikmati oleh penumpang Kereta Argo Wilis ?
- Bagaimana hasil rancangan sebuah sandaran kaki pada kursi penumpang, sehingga bagi para penumpang yang ingin beristirahat dapat mengurangi fatique akibat duduk dalam waktu yang cukup lama ?
- Bagaimana hasil rancangan sebuah kursi penumpang yang dilengkapi dengan alas meja dan sandaran kaki ?
- Bagaimana hasil rancangan tata letak gerbong penumpang yang nyaman ? - Bagaimana hasil rancangan sebuah gerbong yang dilengkapi dengan kursi
penumpang individu dan kursi penumpang reguler, serta kompartment, yang dapat digunakan oleh sekelompok orang, dalam sebuah ruangan ?
- Bagaimana hasil rancangan fasilitas fisik di dalam kompartment yang nyaman ?
- Bagaimana hasil rancangan tata letak fasilitas fisik di dalam kompartment ? - Bagaimana hasil rancangan tata letak gerbong penumpang yang dilengkapi
BAB 1. Pendahuluan 1-8
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha 1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan umum : untuk memberikan usulan kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) mengenai perbaikan fasilitas kereta penumpang gerbong eksekutif.
Tujuan khusus :
- Mengetahui hasil rancangan alas meja yang berfungsi sebagai tempat menaruh makanan, alas menulis dan alas untuk menggunakan laptop.
- Mengetahui hasil rancangan alas tempat minum dengan desain agar gelas tempat minum tidak bergeser – geser ataupun terjatuh.
- Mengetahui hasil rancangan bagasi yang luas yang diletakan di atas bangku penumpang yang dilengkapi dengan kunci dan sekat pembatas, agar keamanan barang yang dibawa penumpang dapat terjaga.
- Mengetahui hasil rancangan tata letak fasilitas fisik televisi yang tepat. - Mengetahui hasil rancangan tata letak gerbong penumpang yang nyaman. - Mengetahui hasil rancangan sandaran kaki pada kursi penumpang, sehingga
bagi para penumpang yang ingin beristirahat dengan memanjangkan kakinya dapat mengurangi fatique akibat duduk dalam waktu yang cukup lama.
- Mengetahui hasil rancangan kursi penumpang yang dilengkapi dengan alas makan dan sandaran kaki.
- Mengetahui hasil rancangan gerbong penumpang kelas eksekutif Kereta Argo Wilis dengan perbaikan fasilitas – fasilitas fisik di dalamnya, beserta perubahan tata letak dari layout gerbong tersebut.
- Mengetahui hasil rancangan gerbong kereta api penumpang yang terdiri dari kursi penumpang individu dan kursi penumpang reguler serta dilengkapi dengan kompartment yang yang dapat digunakan oleh sekelompok orang dengan kapasitas 4 (empat) orang, baik berupa keluarga, maupun pegawai kantoran, dalam satu ruangan.
- Mengetahui hasil rancangan fasilitas fisik di dalam kompartment yang nyaman.
BAB 1. Pendahuluan 1-9
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha - Mengetahui tata letak gerbong penumpang yang dilengkapi dengan
kompartment.
1.6 Sistematika Penulisan
Laporan Tugas Akhir ini terdiri atas 6 (enam) bab yang saling berkaitan dan disusun berdasarkan dengan sistematika sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan asumsi, perumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 2 : STUDI PUSTAKA
Bab ini berisi tentang landasan teori pendukung yang membatu dalam hal analisis perbaikan fasilitas yang terdapat di dalam gerbong kereta penumpang eksekutif yang membantu penulis dalam menyusun laporan Tugas Akhir ini.
BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisi tentang prosedur yang dilakukan dalam penelitian yang digambarkan dalam bentuk bagan alir atau flowchart.
BAB 4 : PENGUMPULAN DATA
Bab ini berisi tentang data-data yang dibutuhkan penulis dalam pengolahan data yang didapatkan dari hasil pengamatan di perusahaan
BAB 5 : ANALISIS DAN PERANCANGAN
BAB 1. Pendahuluan 1-10
Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha
BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN
6 - 1 Universitas Kristen Maranatha
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.1.1 Perancangan fasilitas fisik
Perancangan fasilitas fisik yang baik bagi gerbong kereta api “Argo Wilis” penumpang kelas eksekutif dilihat dari sudut pandang ergonomi adalah sebagai berikut :
Perancangan kursi penumpang kelas eksekutif yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
Berdasarkan hasil pengukuran data anthropometri, kursi penumpang kelas eksekutif yang ergonomis adalah kursi dengan dimensi sebagai berikut :
1. Panjang alas kursi duduk adalah 363,75 mm; 2. Lebar alas kursi duduk adalah 460 mm;
3. Tinggi alas kursi duduk dari lantai adalah 460 mm; 4. Tebal alas kursi duduk adalah 105 mm;
5. Tinggi sandaran kursi duduk adalah 679 mm; 6. Tebal sandaran kursi duduk adalah 170 mm;
7. Tinggi handle kursi dari alas duduk adalah 230 mm; 8. Lebar handle kursi adalah 80 mm;
9. Tebal handle kursi adalah 50 mm;
10. Panjang handle kursi duduk adalah 480 mm.
Kursi yang terbuat dari bahan Polyurethane Foaming yang dilapisi kain England Made Wool, disusun berdasarkan 2 alternatif dimana :
BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 6 - 2
Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha
kondisi aktual. Alternatif tersebut dapat dilihat pada gambar 5.25 sampai gambar 5.27.
b. Alternatif 2 : Kursi disusun dengan menyesuaikan tata letak jendela yang dimiliki gerbong kereta, sehingga akan terjadi pengurangan 4 buah kursi, sehingga jumlah kursi yang tersisa 48 buah, dengan pertimbangan tingkat kenyamanan yang akan dirasakan penumpang akan bertambah, dimana jarak antar kursi akan menjadi 1400 mm, dengan menggunakan kursi rancangan peneliti, dimana sandaran kaki berada di bagian bawah alas kursi. Alternatif tersebut dapat dilihat pada gambar 5.28 sampai gambar 5.34.
Perancangan alas makan yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
Berdasarkan hasil pengukuran data anthropometri, alas makan penumpang kelas eksekutif yang ergonomis adalah alas makan dengan dimensi sebagai berikut :
1. Panjang alas makan adalah 413 mm; 2. Lebar alas makan adalah 398 mm; 3. Tebal alas makan adalah 50 mm;
4. Tinggi alas makan dari alas duduk adalah 280 mm.
Alas makan yang terbuat dari Injection Molded ABS ini akan diletakkan pada lengan kursi bagian kiri dan kanan, dengan tujuan meminimalisasi perancangan wadah tempat alas makan pada kursi penumpang, dengan menggunakan wadah yang telah ada. Hasil perancangan dapat dilihat pada gambar 5.14.
Perancangan alas minum yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 6 - 3
Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha
1. Panjang alas minum adalah 340 mm; 2. Lebar alas minum adalah 100 mm;
3. Tebal kedalaman alas minum adalah 15 mm; 4. Tinggi alas minum adalah 25 mm;
5. Tinggi alas minum dari alas duduk adalah 655 mm.
Alas minum tersebut akan terbuat dari bahan yang sama dengan yang digunakan pada alas makan, yaitu Injection Molded ABS. Alas minum tersebut akan diletakkan pada dinding gerbing kereta api, tepatnya di perbatasan antara jendela satu dengan jendela yang lain pada kereta. Lalu jika pada kondisi aktual alas minum tersebut dapat digunakan oleh 3 buah gelas, namun perancangan alas minum kali ini hanya diperuntukkan untuk 2 gelas saja. Hasil perancangan dapat dilihat pada gambar 5.15.
Perancangan sandaran kaki yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
Berdasarkan hasil pengukuran data anthropometri, sandaran kaki penumpang kelas eksekutif yang ergonomis adalah sandaran kaki dengan dimensi sebagai berikut :
1. Panjang alas kaki adalah 365 mm; 2. Lebar alas kaki adalah 810 mm;
3. Tinggi alas kaki dari lantai adalah 260 mm.
Hasil pengukuran di atas merupakan ukuran ergonomis alas kaki yang terbuat dari bahan yang sama dengan kursi yaitu bahan Polyurethane Foaming yang dilapisi kain England Made Wool yang
BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 6 - 4
Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha
Perancangan bagasi yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
Berdasarkan hasil pengukuran data anthropometri, area bagasi penumpang kelas eksekutif yang ergonomis adalah area bagasi untuk satu buah kursi dengan dimensi sebagai berikut :
1. Panjang area bagasi adalah 650 mm; 2. Lebar area bagasi adalah 550 mm; 3. Tinggi area bagasi adalah 350 mm.
Area bagasi yang terbuat dari Injection Molded ABS ini akan diletakkan menempel dengan dinding gerbong kereta yaitu di atas jendela gerbong kereta, yang memiliki penutup dengan sistem keamanan yang dipantau oleh pramugari kereta. Maksudnya adalah pada saat penumpang mulai menutup bagasi, maka pintu bagasi akan mengunci secara otomatis dan baru dapat dibuka pada saat kereta berhenti di stasiun. Tujuannya untuk meminimalisir kejahatan maupun tindakan kriminal terhadap barang bawaan penumpang. Hasil perancangan dapat dilihat pada gambar 5.16.
Perancangan area lorong atau gang yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
Berdasarkan hasil pengukuran data anthropometri, area lorong atau gang gerbong penumpang kelas eksekutif yang ergonomis adalah area lorong atau gang dengan dimensi lebar gang sebesar 470 mm.
BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 6 - 5
Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha
Perancangan jendela yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
Untuk kondisi jendela saat ini, tidak dilakukan perancangan ulang baik dari segi dimensi jendela, maupun tata letak jendela itu sendiri, karena penyesuaian hanya dilakukan oleh kursi yang mengikuti posisi jendela.
Perancangan pintu yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
Demikian pula halnya dengan jendela, untuk kondisi pintu saat ini, tidak perlu dilakukan perancangan ulang, karena ukuran aktual yang dimiliki pintu jauh lebih besar dibandingkan hasil perhitungan anthropometri.
Perancangan televisi yang ergonomis sesuai dengan ukuran anthropometri adalah :
BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 6 - 6
Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha
6.1.2 Perancangan lingkungan fisik
Dikarenakan keadaan alam sekitar yang terdapat banyak gunung & bangunan tinggi maka intesitas cahaya yang bersumber dari alam (cahaya matahari) akan selalu berubah – ubah. Hal tersebut juga berpengaruh pada temperatur lingkungan sekitar, dimana temperatur yang berada tepat di dekat jendela akan lebih tinggi, dibandingkan dengan temperatur yang berada cukup jauh dari jendela. Sedangkan kebisingan yang terjadi di dalam gerbong kereta berasal dari gesekan rel dengan sumbu roda kereta api. Hal – hal tersebut dapat diatasi dengan cara :
1. Temperatur dan kelembaban : pengaturan temperatur ruangan dengan
kisaran 23 - 29°C, dengan merendahkan besar temperatur Air Conditioner yang berada di dalam ruangan tersebut, sehingga tingkat
kelembaban di dalam gerbong kereta api menjadi rendah. Namun perbaikan ini memiliki keterbatasan mengenai faktor alam yang turut menentukan perubahan temperatur dan kelembaban di dalam gerbong kereta, karena intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi dari luar gerbong akan menghasilkan temperatur yang lebih tinggi di dalam ruangan, sehingga menyebabkan kelembaban yang juga meningkat. Dan hal tersebut dapat ditanggulangi dengan disediakannya tirai, agar penumpang bisa penutup jendela agar cahaya matahari tidak dapat menembus melalui jendela.
BAB 6. Kesimpulan Dan Saran 6 - 7
Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha
3. Kebisingan : adapun mengenai tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh
gesekan sumbu roda terhadap rel, dapat diatasi dengan memberikan lapisan di atas lantai gerbong kereta. Dampak yang mungkin terjadi akibat kebisingan tersebut, tidak akan terlalu dirasakan oleh penumpang, tetapi akan sangat berpengaruh terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh para operator di dalam kereta, karena dialami secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Adapun besar kisaran kebisingan yang terjadi di dalam gerbong kereta yaitu 80 dB – 90 dB.
6.2 Saran
Penggunaan jenis material baik untuk fasilitas fisik yang terdapat pada rancangan perbaikan maupun rancangan usulan yang diberikan peneliti, dapat disesuaikan kembali dengan keinginan dari PT. Kereta Api (Persero). Sedangkan mengenai perubahan perancangan tata letak fasilitas fisik beserta layout baik merupa rancangan perbaikan maupun rancangan usulan yang
xvi Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAKA
1. Asimow, Morris, 1962, “Introduction to Design”, Prentice-Hall.
2. K.H.E. Kroemer, H.B.. Kroemer, K.E. Kroemer-Elbert, 2000 “Ergonomics : How to Design for Ease and Efficiency – Second Edition”, Prentice Hall.
3. Nurmianto, Eko, 2008, “Ergonomi : Konsep Dasar dan Aplikasinya, Edisi Kedua”, Guna Widya, Surabaya.
4. Silalahi, B. Rumondang, N.B Bennet, 1985, “Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja”, Seri Manajemen, Cetakan Pertama, Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen (IPPM), Jakarta.
5. Suma’mur P.K., 1987, “Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Pencegahan
Kecelakaan”, Cetakan Ke-3, CV Haji Masagung, Jakarta.
6. Sutalaksana, Iftikar Z., Anggawisastra R., Tjakraatmadja J.H.,1979 : “Teknik Tata Cara Kerja”, Departemen TI - Institut Teknologi Bandung.
7. Tim Dosen dan Asisten Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi II, 2012, “Kumpulan Teori Praktikum APK & Ergonomi II 2012”, Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Maranatha, Bandung.
xvii Universitas Kristen Maranatha
Sumber Internet :
http://www.detiktravel.com
http://www.wikipedia.com/trans-asia-railways
http://www.wikipedia.com/kelembaban
http://www.wikipedia.com/pencahayaan
http://www.engineeringtoolbox.com
http://wordpress.com/Jenis-Klasifikasi-KebakarandanCara Menanganinya
http://www.its.ac.id/personal/show_publikasi.php?id=4723
http://id.wikipedia.org/wiki/Ergonomika
http://ajenraj.blogspot.com/2009/05/sejarah-dan-perkembangan-ergonomi.html
http://www.ergonomi-fit.blogspot.com
http://jabrikyuwana.blogspot.com/2010/04/ergonomi.html