• • • • • • •
•
• • • • • • • • • • • • • •
• • •
0142040
• • • • • • • • • • •
• • • • • • •
• • • •
vii
••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••
•••••••••••
••••••••••••••••••
viii
••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••
••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
ix
•••••••••••••••••••
••••••••••
••••
••
-
••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••
•••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••
••
••••••
---
••••••••••••
••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••••••••••••••••••
x
•
•••••••••
---
•
•••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••
•
••••••
----
••••••••••••
••••••••
•••••••
•••••••••
•••
••••••••
•
•••••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••••••••••
••
•••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
•••••••••••••••••••••••••••••
xi
•••••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••
•
•
•
••••
•••••••••••••••••••••••••••••
• ••••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••••••••••••••
•••
•••••••••••••••••••••••••••••
xii
••
•••
••••••••••••••••••••••••••
••••••••••••••••••••••••
••
•••
Universitas Kristen Maranatha
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah 1
1.2
Pembatasan Masalah 4
1.3
Tujuan Penelitian 5
1.4
Metode Penelitian 5
1.5
Organisasi Penulisan 9
BAB II FILOSOFI DAN NORMA-NORMA BUSHIDO
2.1
Pengertian Bushido 10
2.2 Sejarah Bushido 11
2.3
Filosofi dan Norma-Norma Bushido Menurut Para Ahli 19
2.3.1 Inoze Nitobe 19
2.3.2 Robert N. Bellah 21
2.3.3 Morihei Ueshiba 24
2.3.4 Kumazawa Banzan 26
2.3.5 Yamaga Soko 26
2.4 Konsep Gimu 27
Universitas Kristen Maranatha
v
BAB III KOMPARASI FILOSOFI DAN NORMA-NORMA BUSHIDO DI
DALAM SISTEM KAIZEN
3.1
Pengertian Kaizen 30
3.2
Sejarah Kaizen 31
3.3
Sistem Kaizen 31
3.4
Filosofi dan Norma-Norma Bushido Di Dalam Sistem Kaizen 37
3.4.1
Ki 37
3.4.2
Mengakui Kesalahan 39
3.4.3
Memegang Teguh Kesetiaan 41
3.4.4
Konsep Gimu dan Giri di dalam Sistem Kaizen 43
3.4.5
Sikap Hemat dan Rajin 47
BAB IV KESIMPULAN
50
SINOPSIS
vi
DAFTAR PUSTAKA
xi
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Khalilullah
Nrp : 0142040
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan
duplikasi dari orang lain.
Apabila dikemudian hari diketahui bahwa pernyataan ini tidak benar adanya maka
saya bersedia menerima seluruh sanksi yang diberikan.
Demikian pernyataan saya.
Bandung, Januari 2007
xiii
RIWAYAT
HIDUP
PENULIS
1.
DATA PRIBADI
Nama : Khalilullah
Tempat/Tanggal Lahir : Banda Aceh, 19 September 1982
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Anak Ke : 3 dari 5 bersaudara
Alamat : Bandung
Kewarganegaraan : Indonesia
Nama Ayah : Abdullah Dawood
Nama Ibu : Nurmizal Ali
2.
PENDIDIKAN
1988-1994 SD : Sekolah Dasar Negeri 82 Banda Aceh
1994-1997 SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 13 Banda Aceh
1997-2000 SMU : Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Banda Aceh
2001-2007 : Mahasiswa Universitas Kristen Maranatha Fakultas Sastra
Universitas Kristen Maranatha 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada masa 40 tahun sesudah Perang Dunia Ke-2, Jepang mencapai
kedudukan sebagai negara adikuasa dalam bidang ekonomi dan merupakan
pesaing berat dalam bidang produksi berbagai jenis barang. Setelah berhasil
menerapkan teknologi yang diimpor asing dan kemudian memproduksi barang
secara besar-besaran dan mengendalikan mutu sebaik-baiknya, industri Jepang
saat ini sedang memusatkan perhatiannya pada bidang teknologi produksi. Ini
berarti Jepang memiliki kesanggupan untuk menyesuaikan cara produksi dalam
waktu yang singkat terhadap jumlah pelanggan dan kebutuhan pasar. Banyak
perusahaan di dunia belajar dari cara kerja industri Jepang. Mengapa industri
Jepang dapat melakukan hal ini ? Jawabannya tidak lain adalah Strategi Kaizen
( • • ).
Mungkin ada yang belum pernah mendengar kata kaizen. Pada dasarnya
Kaizen adalah konsep yang sangat sederhana, dibentuk dari dua karakter kanji : •
(kai) artinya perubahan dan • (zen) artinya baik. Sehingga jika digabungkan
menjadi satu kata berarti “Perbaikan”. Kaizen juga berarti penyempurnaan
berkesinambungan, baik dalam kehidupan pribadi, dalam keluarga, lingkungan
sosial dan tempat kerja. Kaizen juga menyadari bahwa manejemen harus berusaha
Universitas Kristen Maranatha 2
hidup dan memperoleh laba. Disamping itu kaizen juga dapat berarti
penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan setiap individu di dalam
organisasi. Filsafat kaizen menganggap bahwa cara hidup kita, baik cara kerja,
kehidupan sosial, maupun kehidupan rumah tangga perlu disempurnakan setiap
saat1.
Istilah “KAIZEN” untuk pertama kalinya menjadi nyata pada pertengahan
1990-an, akarnya mulai tumbuh sesudah Perang Dunia ke-2, sekitar tahun
1950-an. Setelah kekalahan Jepang, banyak industri kecil Jepang yang mengalami
kesulitan untuk bangkit kembali. Menurut seorang pakar Statistik dari Amerika
serikat, Dr.W.Edwards Deming2, Industri Jepang kala itu sulit untuk tumbuh
disebabkan mengalami kesulitan dalam hal dana, kurangnya investasi, bahan baku
dan komponen. Namun hal yang paling mendasar adalah rendahnya moral yang
berpengaruh pada angkatan kerja, maka dengan didasari hal tersebut muncullah
sistem kaizen.
Menurut Masaaki Imai3, sebagian besar orang Jepang menurut sifat
alamiahnya, memperhatikan perincian. Orang Jepang memiliki rasa dan
kewajiban yang kuat untuk bertanggung jawab agar segala sesuatu berjalan
selancar mungkin, apakah itu dalam kehidupan keluarga atau pekerjaan.
Pendekatan tradisional Jepang pada sistem kaizen tersirat pada struktur
hierarkinya. Sistem hierarki Jepang terbentuk oleh sejarah masa lalu Jepang.
1
Richard J. Schonberger & Ir. Antarikso M.B.A., 1985, Japanese Manufacturing Techniques,
Jakarta, PT. Erlangga Utama, p. 80
2
Sheila Cane, 1998, Kaizen Strategies For Winning Through People, Batam, Interaksara, p. 24
3
Universitas Kristen Maranatha 3
Bushi berperan penting dalam pembentukan Negara Jepang sehingga menjadi
seperti sekarang ini.
•• (Bushi) yang dapat pula dibaca dengan •••• (Mononofu) adalah
kata bahasa Jepang kuno yang berarti • • • • • • • • • • • • • • • 4
Pegawai yang melayani di istana pada zaman dahulu (Nara Jidai). Seorang bushi
berlatih tidak hanya untuk berperang, tapi juga untuk melayani, tidak hanya untuk
kliennya tapi juga untuk keluarga, teman, dan masyarakat pada umumnya.
Pelayanan ini menghasilkan respek, penghargaan, kekuasaan, prestis,
kemakmuran, dan kebahagiaan pada seorang bushi. Hal ini juga membuat bushi
sangat diperlukan untuk orang yang dilayaninya5. Seorang bushi berhasil karena
ia menyeimbangkan jiwanya terhadap empat pilar yang kokoh : integritas,
disiplin, kreativitas, dan tanpa rasa takut. Empat pilar inilah yang melahirkan ••
zaibatsu-zaibatsu (pengusaha/perusahaan besar) seperti, Mitsui, Mitsubishi,
Sumitomo, Yasuda dan lain-lainnya6.
Bushi memang sangat baik dalam mewujudkan suatu norma-norma yang
ideal. Namun norma-norma tersebut tidak hanya berlaku pada kalangan bushi
saja, hampir semua kalangan mengikuti norma yang dianut oleh kaum bushi,
termasuk kaum pedagang atau pengusaha7. Sistem kaizen yang saat ini diterapkan
dalam perusahaan Jepang di dunia juga merupakan sebuah sistem yang ditarik
4
Koujiten•Iwanami shoten, 1992, p. 2549
5
Chuck Laughlin, Karen sage & Marc Bockmon, 2001, Samurai Selling, Jakarta, Progres Sukses Mandiri, p. 3
6
Masaaki Imai, op.cit., p. 153
7
Universitas Kristen Maranatha 4
dari filosofi dan norma-norma yang digunakan oleh bushi. Hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya kesamaan prinsip dan aturan-aturan yang terdapat di
dalam sistem kaizen dengan filosofi dan norma-norma kaum bushi. Salah satunya
adalah menjadikan trust/kepercayaan sebagai modal utama untuk dapat bertahan.
Bushi selalu dipandang sebagai orang yang mempunyai budi pekerti dan
terpelajar. Semasa era Tokugawa, bushi berangsur-angsur kehilangan fungsi
ketentaraan mereka. Pada akhir era Tokugawa, bushi secara umum adalah kaki
tangan umum bagi daimyo (Bangsawan), yang membawa pedang hanya sebagai
simbol. Dengan reformasi Meiji pada akhir abad ke-19, kaum bushi dihapuskan
sebagai kelas berbeda dan digantikan dengan tentara nasional menyerupai negara
barat.
1.2 Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya akan membahas mengenai filosofi dan norma-norma
bushi serta hubungan filosofi dan norma-norma bushi tersebut terhadap sistem
kaizen. Filosofi dan norma-norma bushi antara lain adalah; • Ki (Semangat), •
• Giri (Kewajiban untuk menjaga kebenaran), • • Gimu (Usaha untuk
membayar hutang budi )8, tetapi dari semua filosofi dan norma-norma yang bushi
anut, yang terpenting adalah kejujuran dalam memegang kepercayaan. Ki adalah
keyakinan, kekuatan, kehadiran, dan ki adalah keinginan. Dalam diri seorang
bushi, ki digunakan untuk dapat memahami dan mempelajari musuh-musuhnya,
8
Universitas Kristen Maranatha 5
tetapi didalam sistem kaizen, ki digunakan untuk memahami dan mempelajari
pasar dan konsumen9. Pembatasan masalah ini bertujuan supaya penelitian dapat
lebih terarah dan mencapai tujuan dari penelitian.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui dan meneliti
keterkaitan antara semangat bushi dengan sistem yang diterapkan didalam sistem
kaizen, serta filosofi dan norma-norma yang dianut oleh bushi yang diterapkan
didalam sistem kaizen tersebut.
1.4 Metodologi Penelitian
Untuk melakukan penelitian penerapan filosofi dan norma-norma bushi
terhadap sistem kaizen, penulis menggunakan metode komparatif deskriptif.
Metode komparatif deskriptif merupakan metode penelitian yang umum dilakukan
untuk dapat membandingkan dua jenis masalah lalu memaparkannya sedemikian
rupa untuk dapat diambil sebuah kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.
Metode deskriptif komparatif adalah metode dengan cara menguraikan dan
memaparkan10.
9
Chuck Laughlin, Karen Sage & Marc Bockmon, op. cit., p. 13
10
Universitas Kristen Maranatha 6
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia11, Deskriptif adalah pemaparan
atau penggambaran dengan kata-kata secara jelas dan terinci serta
menguraikannya untuk mencapai tujuan penelitian.
Penelitian deskriptif merupakan proposisi yang menyatakan keberadaan,
besar, bentuk, atau distribusi suatu variabel. Jika penelitiannya mencari tahu
tentang siapa, apa, dimana, bilamana, atau berapa banyak, maka studi ini
tergolong deskriptif12.
Dalam penelitian deskriptif, data diambil dari setiap naskah sesuai dengan
ciri-ciri data secara alami dari setiap naskah. Dengan penelitian deskriptif, peneliti
dapat memeriksa ciri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilahan
data13.
Penelitian deskriptif adalah penelitian tentang fenomena yang terjadi pada
masa sekarang (filosofi bushi yang berkaitan dengan sistem kaizen pada masa
sekarang). Prosesnya berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis
dan penafsiran data tersebut. Penelitian deskriptif dapat bersifat komparatif
dengan membandingkan persamaan dan perbedaan fenomena tertentu. Deskriptif
menjelaskan berbagai informasi dan data yang diperoleh secara kritis dengan
didukung oleh analisa-analisa ekonomi, sosial, serta budaya. Deskriptif juga
11
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, p. 201
12
Donald R. Cooper & C. William Emory, 1995, Metode Penelitian Bisnis, Jakarta, PT. Erlangga Utama, p. 42 & 124
13
Universitas Kristen Maranatha 7
membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat
populasi atau daerah tertentu14.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan
pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, sehingga dapat
menyajikan data dan menganalisisnya juga menginterprestasikannya15.
Menurut Winarno Surakhmad, Metode deskriptif adalah metode yang
bertujuan untuk menggambarkan secara tepat dan sistematis tentang fenomena
yang diteliti, lalu dianalisis dan diinterprestasikan. Penyelidikan deskriptif
berusaha mencari pemecahan melalui analisa tentang perhubungan sebab akibat,
yakni meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau
fenomena yang diselidiki, dan yang membandingkan satu faktor dengan yang lain
adalah penyelidikan yang bersifat komparatif16.
Penelitian deskriptif berarti data terurai dalam bentuk kata-kata atau
gambar-gambar, bukan dalam bentuk angka-angka. Data-data pada umumnya
berupa pencatatan, foto-foto, rekaman dokumen, memoranda, atau catatan resmi
lainnya17.
Metode deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta
tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta situasi-situasi tertentu, termasuk
tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta
14
Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, p. 23
15
Drs. Cholid Narbuko & Drs.H. Abu Achmadi, 2001, Metodologi Penelitian, Jakarta, Bumi Aksara, p. 44
16
Winarno Surakhmad, op. cit., p. 139 & 143
17
Universitas Kristen Maranatha 8
proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu
fenomena18.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, Komparatif adalah berkenaan
atau berdasarkan perbandingan19. Penelitian komparatif merupakan
pernyataan-pernyataan yang menggambarkan suatu hubungan antara dua variabel, berkaitan
dengan suatu kasus tertentu20.
Metodologi komparatif adalah menyelidiki kemungkinan hubungan
sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen, dilakukan dengan pengamatan
terhadap data dan faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding21.
Menurut Moh. Nazir, Ph.D metode komparatif adalah metode penelitian
yang mencari jawaban dasar tentang akibat, dengan menganalisa
sebab-sebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu. Metode komparatif
adalah metode yang bersifat ex post facto, yaitu data dikumpulkan setelah semua
kejadian telah berlangsung22.
Di dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis akan mendeskripsikan filosofi
dan norma-norma yang dianut oleh bushi serta sistem kaizen, lalu akan
menganalisisnya dengan mengunakan studi komparatif.
18
Moh. Nazir, Ph, D, 1983, Metode Penelitian, Jakarta, Balai Pustaka, p. 63
19
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., p. 453
20
Donald R. Cooper & C. William Emory, op. cit., p. 43
21
Arikunto Suharsimi, op. cit., p. 46
22
Universitas Kristen Maranatha 9
1.5 Organisasi Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis akan menguraikannya dalam empat bab. Hal
ini bertujuan supaya menghasilkan karya tulis yang sistematis.
Pada bab I ini penulis akan menguraikan masalah yang akan menjadi latar
belakang penulisan dari karya ilmiah ini, pembatasan masalah, tujuan penelitian
ini dilakukan, metodologi penulisan dan akan diakhiri dengan organisasi
penulisan.
Pada bab II penulis akan membahas tentang Sejarah lahirnya bushi serta
filosofi dan norma-norma bushi menurut para ahli, yang akhirnya menjadi dasar
analisis yang akan di lakukan pada bab III.
Pada bab III ini, penulis akan membahas tentang sistem kaizen secara lebih
mendalam dan akan menganalisis keterkaitan filosofi dan norma-norma bushi
dengan sistem kaizen dengan mengunakan metode komparatif deskriptif.
Pada bab IV berisi tentang kesimpulan dan uraian pada bab-bab
Universitas Kristen Maranatha 50
BAB IV
KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan penelitian antara filosofi dan norma-norma
bushido dengan sistem kaizen, penulis akhirnya mengambil kesimpulan sebagai
berikut :
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif komparatif. Metode
deskriptif komparatif adalah sebuah metode penelitian yang memaparkan suatu
masalah dan membandingkannya untuk ditarik suatu kesimpulan. Dalam tulisan
ini, penulis memaparkan tentang filosofi dan norma-norma bushido yang akan
dikomparasikan dengan sistem kaizen. Kaizen adalah perbaikan yang
berkesinambungan. Sistem kaizen ini digunakan didalam perusahaan-perusahaan
Jepang untuk menjadi landasan perusahaan. Menurut analisis penulis sistem
kaizen ini mengambil dasar pemikirannya dari filosofi dan norma-norma bushi.
Berikut ini adalah beberapa filosofi dan norma-norma bushido yang diadopsi oleh
sistem kaizen.
Pertama adalah sistem ki. Ki sendiri adalah hasil pemikiran dari Morihei
Ueshiba yang merupakan pendiri dari olah raga bela diri. Morihei sendiri
mengadopsi ki dari semangat bushido. Sistem kaizen mengadopsi ki untuk seni
menjual. Ki adalah hal utama dari integritas, ketulusan, kemampuan menjual, dan
ketenangan pelayanan.
Kedua adalah keberanian untuk mengakui kesalahan. Mengakui kesalahan
atau tidak melemparkan kesalahan pada orang lain merupakan norma bushido
Universitas Kristen Maranatha 51
kesalahan merupakan suatu sifat penting. Karena dengan mengakui kesalahan
yang telah dilakukan akan menimbulkan suatu pesan akan perbaikan. Orang yang
tidak berani mengakui kesalahan adalah orang yang tidak berorientasi pada
perbaikan.
Ketiga adalah sikap memegang teguh kesetiaan. Kesetiaan di dalam diri
seorang bushi tidak perlu diragukan lagi. Seorang bushi bersedia menukarkan
nyawanya demi melindungi tuannya dari bahaya. Di dalam sistem kaizen,
kesetiaan diperlukan untuk membuat perusahaan menjadi baik. Tanpa adanya
orang-orang yang setia, tidak akan di dapat perusahaan yang berorientasi pada
proses demi penyempurnaan.
Keempat adalah konsep gimu dan giri. Gimu dan giri adalah kewajiban
untuk membayar kembali hutang-hutang. Seberapapun yang dibayar masih
dianggap belum cukup untuk membayarnya. Pada norma bushido konsep gimu
dan giri dapat dibedakan dengan jelas. Di dalam sistem kaizen, konsep gimu dan
giri dalam prakteknya memiliki peranan yang sama. Hal ini disebabkan di dalam
sistem kaizen, konsep gimu dan giri sama-sama diadopsi. Konsep gimu dan giri di
dalam sistem kaizen adalah konsep yang lebih bersifat kepada pelayanan kepada
konsumen. Sistem kaizen berprinsip bahwa konsumen adalah orang yang telah
berjasa membesarkan perusahaan. Oleh karena itu pelayanan kepada konsumen
merupakan sebuah hutang yang harus dibayar dengan pelayanan yang baik.
Kelima adalah sikap hemat dan rajin. Sikap hemat dan rajin menurut
Robert N. Bellah merupakan sebuah filosofi bushido. Sikap hemat dan rajin
Universitas Kristen Maranatha 52
hemat, sang bushi akan mengurangi pengeluaran dari sang pemimpin. Di dalam
sistem kaizen sendiri, sikap hemat dan rajin adalah sangat penting. Dalam
melakukan kerjanya, sistem kaizen sangat menekankan cara kerja yang efisien
yang akhirnya akan menghemat biaya perusahaan.
Setelah melalukan penelitian filosofi dan norma-norma bushido yang
digunakan oleh sistem kaizen, penulis akhirnya menarik satu kesimpulan bahwa
sistem kaizen adalah sistem yang mengadopsi cara berpikir para bushi. Sistem
Universitas Kristen Maranatha
xi
DAFTAR PUSTAKA
Richard J. Schonberger & Ir. Antarikso M.B.A., Japanese Manufacturing Techniques, Jakarta, PT. Erlangga Utama, 1982
Sheila Cane, Kaizen Strategies For Winning Through People, Batam, Interaksara, 1998
Maasaki Imai, The Key Japan’s Competitive Success, Jakarta, PPM, 1986
Koujiten, Iwanami Shoten, jilid II, 1992
Chuck Laughlin, Karen Sage & Marc Bockmon, Samurai Selling, Jakarta, Progres Sukses Mandiri, 2001
Niniek Syafrudin, Diktat Mata Kuliah Pola Pemikiran Jepang, Bandung, 1999
Prof. DR. Nyoman Kutha Ratna. S.U, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Jogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1990
Donald R. Cooper & C. William Emory, Metode Penelitian Bisnis, Jakarta, Balai Pustaka, 1995
DR. T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik, Bandung, Eresco, 1993
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1998
Drs. Cholid Narbuko & Drs.H. Abu Acmadi, Metode Penelitian, Jakarta, Bumi Aksara, 2001
Prof. Drs. M. Atar Semi, Metode Penelitian Sastra, Bandung, Angkasa, 1990
Moh. Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, Jakarta, Balai Pustaka, 1983
Conrad Totman, Japan Before Perry, Los Angeles, University Of California Press, 1981
Yamakawa Shuppansha, Japanese History An Introductory Text, Tokyo, Tokyo University Of Foreign Studies, 1990
Universitas Kristen Maranatha
xii
Sayidiman Suryohadiproji, Manusia dan Masyarakat Jepang dalam Perjuangan Hidup, Jakarta, Universitas Indonesia, 1982
Theodore De Bary, Ed, Sources Of Japanese Tradition, New York Press, 1971
Inoze Nitobe, Bushido The Soul Of Japan, Boston, Tuttle Publishing, 2001
Robert N. Bellah, Religi Tokugawa, Akar-akar Budaya Jepang, Jakarta, PT. Gramedia Utama, 1992
Naramoto Tatsuya, Nihon Bunkashi II, Tokyo Press, 1977