Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PISANG BARANGAN
ANTARA SISTEM KONVENSIONAL DENGAN SISTEM
DOUBLE RAW
(Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)
SKRIPSI
Oleh :
FRANSISKA NATALINA S. 040304021
SEP/AGRIBISNIS
DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pisang Barangan (Musa Paradisiaca sapientum L) merupakan salah satu
komoditas buah unggulan nasional. Pisang sebagai salah satu di antara tanaman
buah-buahan memang merupakan tanaman asli Indonesia. Hampir di setiap
wilayah banyak dijumpai tanaman ini. Jika tanaman Pisang Barangan
dibudidayakan secara komersial, keuntungannya tidak kalah dengan komoditi lain
mengingat buah ini sudah diekspor (Satuhu, 2006).
Buah Pisang Barangan memiliki keunggulan di kultivar pisang lainnya.
Keunggulan tersebut antara lain : rasa daging buahnya lebih manis, warna kulit
kuning, warna daging buah kuning kemerah-merahan, daging buah kering dan
beraroma baik.
Sebenarnya luas areal pertanaman pisang di Indonesia cukup luas, tetapi
tersebar dalam cakupan luas. Akibatnya sulit diperoleh jenis atau varietas buah
pisang tertentu dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu tertentu untuk satu
macam standar mutu. Hal ini dikarenakan umumnya tanaman pisang masih
dikelola secara tradisional sehingga hanya ditanam di pekarangan tanpa perlakuan
khusus (Sunarjono, 2004).
Bila memperhatikan tujuan penggunaannya maka pengembangan
agribisnis pisang ini dapat diarahkan pada pencapaian mutu buah dari kelompok
buah pisang tersebut. Perlu diingat bahwa buah bermutu tinggi akan jauh lebih
mahal harganya dibandingkan buah bermutu rendah. Tingginya harga ini tentu
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
Disadari bahwa buah-buahan merupakan bahan pangan yang sangat
penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Peranannya sangat banyak dalam
meningkatkan pendapatan petani (Satuhu, 2006).
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk
mencapai tujuan pengembangan ekonomi. Sektor ini menyerap tenaga kerja yang
cukup tinggi dan memegang peranan yang strategis karena turut berperan dalam
menunjang pengembangan sektor industri hulu maupun hilir, (Rangkuti, 2008).
Pemerintah menetapkan pembangunan pertanian sebagai salah satu
prioritas pembangunan nasional pada tahun 2007-2009. Oleh karena itu
diperlukan kebijakan pemerintah yang memperhatikan keseluruhan aspek dan
segmen agribisnis sehingga diharapkan pengembangan komoditas yang produktif,
kompetitif dan kontinuitas dapat dicapai. Salah satu komoditas yang
dikembangkan adalah komoditas buah-buahan (Rangkuti, 2008).
Sebuah komponen dari program AMARTA adalah menyediakan teknologi
maju bagi petani-petani dan staf-staf dinas pemerintah dalam usaha mengulangi
intervensi keberhasilan. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk
meningkatkan penghasilan petani pisang. Penanaman Pisang dengan Sistem Dua
Jalur (Double Raw) dari USAID-AMARTA akan meningkatkan produksi Pisang
hampir 80% dari sistem yang ada sebelumnya.
Teknologi yang diterapkan pada budidaya Pisang Barangan diperkenalkan
oleh Julian Velez, Ph.D. Beliau adalah seorang dosen di Universitas Columbia
dan seorang konsultan di AMARTA khususnya komoditi Pisang Barangan. Ia
memberikan suatu teknologi dengan metode penanaman dengan sistem double
Penanaman sistem double raw dapat meningkatkan kepadatan populasi Pisang
hingga mencapai 2.000-2.200 batang per hektar dan dalam panen tahunan dengan
pemisahan/memilah (meristems) untuk mencegah penyebaran Fusarium. Untuk
menambah pendapatan petani, antar jalur dapat ditanam dengan tanaman lain,
seperti semangka. Metode ini diharapkan dapat membantu petani untuk
meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi buah Pisang barangan.
Budidaya Pisang barangan sistem konvensional, memiliki jarak tanam
3,5m x 2m atau 3m x 3 m. Sedangkan Budidaya Pisang barangan dengan sistem
Dua Jalur (Double Raw) memiliki jarak tanam 1m x 2m x 4m. Pada penanaman
sistem konvensional hanya 1.100-1.300 pohon Pisang yang dapat ditanam pada 1
Ha, tetapi dengan sistem Dua Jalur dapat menanam sebanyak 2.000-2.200 pohon
Pisang per hektar.
Dasar penelitian ini adalah peneliti melihat adanya usahatani pisang
barangan yang dibudidayakan dengan sistem konvensional. Dimana budidaya
tanaman pisang barangan ini masih sederhana, sehingga hasil Pisang Barangan
tidak memenuhi standar ekspor, dan pendapatan para petani masih rendah.
Dengan adanya teknologi double raw, diharapkan penerimaan petani pisang
barangan dapat meningkat, melalui kualitas buah yang memenuhi standar ekspor,
sehingga pendapatan petani pisang barangan juga meningkat.
Budidaya pisang barangan dengan sistem konvensional dan sistem double
raw umumnya sama yaitu meliputi persiapan lahan, pengaturan jarak tanaman,
penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Namun terdapat perbedaan antara
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
Adanya usahatani pisang barangan dengan sistem konvensional dan sistem
double raw, maka peneliti ingin membandingkan kedua sistem usahatani tersebut.
Dengan adanya perbedaan dari sistem budidaya tersebut, maka perbedaan tersebut
akan menyebabkan adanya perbedaan pada biaya produksi, penerimaan,
pendapatan dari kedua sistem tersebut.
Potensi sektor pertanian khususnya hortikultura cukup besar bagi
masyarakat di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lahan hortikultura yang
diusahakan di kecamatan ini didominasi oleh pisang terutama pisang barangan.
Pisang barangan merupakan salah satu buah spesifik Sumatera Utara.
Tabel 1. Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pisang Tahun 2007
No Kabupaten/Kota Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton)
Permintaan buah pisang barangan akhir-akhir ini terus meningkat,
terutama di kota-kota besar di Sumatera Utara, Batam dan Jakarta, sehingga
beberapa petani telah mulai membudidayakan secara komersial. Potensi sektor
pertanian di atas merupakan peluang yang sangat besar dalam upaya peningkatan
pendapatan masyarakat. Perbaikan sistem, dukungan kelembagaan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat dibutuhkan agar teknologi
dapat diterapkan seutuhnya (Napitupulu, 2008).
Kabupaten Deli Serdang memiliki luas lahan 249.772 Ha dimana terdapat
lahan sawah seluas 43.802 ha dan lahan kering/darat yang digunakan untuk
tanaman pangan dan hortikultura 59.537 ha yang terdri dari tegal/kebun 40.082
ha, ladang 12.477 ha dan lahan pekarangan 7.012 ha (Rangkuti, 2008).
Dengan keadaan potensi wilayah tersebut, pengembangan sektor
hortikultura atau buah-buahan merupakan penunjang pembangunan pertanian di
Kabupaten Deli Serdang yang terus dikembangkan, meskipun belum dilakukan
secara profesional. Pada sektor hortikultura atau buah-buahan yang merupakan
penunjang pembangunan pertanian di Kabupaten Deli Serdang turut
dikembangkan, berbagai komoditi terkenal yang tumbuh dan berkembang di
Kabupaten Deli Serdang seperti Pisang Barangan, dengan luas lahan tanaman
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009 Identifikasi Masalah
1. Apakah ada perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem
konvensional dan sistem double raw?
2. Apakah ada pengaruh nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah
obat-obatan terhadap produktivitas tanaman ?
3. Apakah ada perbedaan biaya produksi usahatani Pisang Barangan antara
sistem konvensional dan sistem double raw?
4. Apakah ada perbedaan pendapatan usahatani pisang barangan antara sistem
konvensional dan sistem double raw?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara
sistem konvensional dan sistem double raw
2. Untuk mengetahui pengaruh nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk, dan
jumlah obat-obatan terhadap produktivitas tanaman
3. Untuk mengetahui perbedaan biaya produksi usahatani Pisang Barangan
antara sistem konvensional dan sistem double raw.
4. Untuk mengetahui perbedaan pendapatan usahatani pisang barangan antara
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk pengembangan
usahatani Pisang Barangan.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan,
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka
Asal mula tanaman pisang adalah Asia Tenggara, lalu pisang disebarkan
ke sekitar Laut Tengah. Dari Afrika Barat menyebar ke Amerika Selatan dan
Amerika Tengah. Asia Tenggara termasuk Indonesia disebut sebagai sentra asal
tanaman pisang. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia meliputi daerah tropik
dan subtropik (Satuhu, 2006).
Sistematika tatanama (taksonomi) tanaman Pisang Barangan
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Musales
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa Paradisiaca sapientum L
Pisang Barangan ini berasal dari Medan, Sumatera Utara. Kulit buahnya
agak tebal, bentuk buahnya melengkung dengan ujung membulat. Produksi
buahnya antara 100-150 buah per pohon. Bobot rata-rata setiap buahnya sekitar
100 g.
Pisang barangan sangat terkenal sebagai pisang meja. Panjang buah 12-18
bintik-bintik coklat. Warna daging buah agak orange. Rasa daging buah enak dengan
rasa agak manis dan sedikit asam dan aromanya harum. Pisang juga memiliki
kandungan gizi sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi Zat Gizi Pisang per 100 gram bahan
Kandungan Senyawa Bahan
Air (gram) 75,00
Kalori (kkal) 90
Karbohidrat (gram) 22,84
Protein (gram) 1,09
Lemak (gram) 0,33
Ca (mg) 8,00
P (mg) 22,00
Fe(mg) 5,00
Vitamin A (SB) 439,00
Vitamin B-1 (mg) 0,031
Vitamin C (mg) 0,26
Sumber : USDA Nutrient data base, 2007
Pohon Pisang Barangan berakar rimpang dan tidak mempunyai akar
tunggang. Akar ini berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada di
bagian bawah tanah. Batang pisang sebenarnya terletak dalam tanah berupa umbi
batang. Di bagian atas umbi batang terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun
dan pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang (jantung), sedangkan yang berdiri
tegak di atas tanah yang biasanya dianggap batang itu adalah batang semu. Batang
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
menutupi dengan kuat dan kompak sehingga bisa berdiri tegak seperti batang
tanaman (Satuhu, 2006).
Helaian daun berbentuk lanset memanjang. Pada bagian bawahnya
berlilin. Lembaran daun Pisang Barangan lebar dengan urat daun utama menonjol
berukuran besar sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu. Urat
daun utama ini sering disebut pelepah daun. Lembaran daun yang lebar berurat
sejajar dan tegak lurus pada pelepah daun. Urat daun ini tidak ada ikatan daun
yang kuat di tepinya (Sunarjono, 2004).
Bunga Pisang Barangan berupa tongkol yang disebut jantung. Bunga ini
muncul dari primordia yang terbentuk pada bonggolnya. Perkembangan primordia
bunga memanjang ke atas hingga menembus inti batang semu dan keluar di ujung
batang semu (Sunarjono, 2004).
Bunga Pisang Barangan terdiri dari beberapa lapisan yang disebut
seludang. Seludang umumnya bewarna merah tua. Di antara lapisan seludang
bunga tersebut terdapat bakal buah yang disebut sisiran tandan terdiri dari
beberapa buah (Sunarjono, 2004).
Budidaya Pisang Barangan yang berorientasi pasar mencakup beberapa
kegiatan penting, yaitu penyiapan lahan, penyediaan bibit, penanaman, dan
perawatan tanaman, dan panen (Sunarjono, 2004).
Tanaman pisang memang banyak di manfaatkan untuk berbagai keperluan
hidup manusia. Bunga dan bonggol pisang biasanya dimanfaatkan untuk dibuat
sayur, manisan, acar, dan lalapan. Daun pisang banyak dimanfaatkan untuk
membungkus. Daun-daun yang tua dan kulit buah pisang digunakan untuk pakan
lubang pada bangunan, dan buahnya banyak digunakan sebagai makanan
(Satuhu, 2006).
Untuk menghasilkan pisang kualitas ekspor, persyaratan yang harus
dipenuhi, antara lain :
1. Hasil cukup tinggi dan seragam baik per individu maupun per luas areal (ha)
2. Kualitas tinggi, terutama panjang buah, kelengkungan buah, dan kekerasan
3. Pohon asal cukup tinggi dan sehat
4. Mempunyai aroma yang sedap sesuai dengan jenisnya, termasuk tingkat
kemasakannya
5. Resisten terhadap penyakit bercak daun, black sigatoca, dan fusarium
6. Mempunyai toleransi terhadap Radopholus similis (Suhardiman, 1997).
Keberhasilan usaha ditentukan oleh keberhasilan pemasaran. Saat ini,
petani di desa-desa penghasil pisang tidak kesulitan menjual hasil karena
didatangi tengkulak ( Suhardiman, 1997).
Syarat Tumbuh
Pisang Barangan termasuk tanaman yang gampang tumbuh. Agar
produktivitas tanaman optimal, sebaiknya pisang ditanam di dataran rendah.
Ketinggian tempat harus di bawah 1000m dpl. Iklim yang dikehendaki adalah
iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun (1500-2500 mm/tahun).
Temperatur 15-35°C, optimal 27°C. Tanaman Pisang Barangan memberikan hasil
yang baik pada musim hujan. Tanaman Pisang Barangan tumbuh optimal pada
tanah bertekstur liat atau tanah alluvial, mengandung kapur, kaya akan bahan
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009 Landasan Teori
Sistem usahatani mengandung pengertian pola pelaksanaan usahatani
masyarakat yang berkaitan dengan tujuannya. Secara umum, tujuan utama
pertanian atau usahatani yang diterapkan sebagian besar petani kita adalah untuk
memenuhi kebutuhan keluarga (pola subsistence). Tetapi ada juga yang bertujuan
untuk dijual ke pasar atau market oriented ( Daniel, 2002).
Prinsip ekonomi dalam proses produksi diartikan sebagai kaidah-kaidah
atau asumsi yang dapat dipakai dalam menggunakan sumber daya yang terbatas
dalam proses produksi agar tercapai hasil yang optimal. Sumber daya yang
diartikan sebagai input atau pengorbanan untuk menghasilkan output tertentu.
Input produksi yang diperlukan dalam usahatani berupa tanah, tenaga kerja,
modal dan manajemen (Prawirokusumo, 1990).
Masing-masing faktor produksi mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan
saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor produksi tidak tersedia maka
proses produksi tidak akan berjalan terutama tiga faktor yakni tanah, tenaga kerja
dan modal (Daniel, 2002).
Usahatani yang produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi.
Pengertian produktivitas ini merupakan penggabungan konsepsi efisiensi usaha
(fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi
(output) yang dapat diperoleh dari satu ke satuan input. Kapasitas tanah
menggambarkan kemampuan tanah untuk menyerap tenaga dan modal sehingga
memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi
tertentu. Secara teknis produktivitas adalah merupakan perkalian antara efisiensi
Perilaku kenaikan hasil produksi yang disebabkan oleh penambahan salah
satu atau lebih faktor-faktor produksi sedangkan faktor produksi lainnya dianggap
jumlahnya tetap. Dalam usahatani hal ini menunjukkan pada hukum kenaikan
hasil yang makin berkurang (law of diminishing return), yang dirumuskan dalam
perilaku hasil produksi yang marginal (marginal product). Jika semua faktor
produksi ditambah sekaligus maka hasil produksi akan naik, peristiwa ini disebut
efisiensi skala produksi yang menaik (increasing return to scale). Bila kenaikan
hasil produksinya hanya sebanding atau tetap sama dengan hasil yang sebelumnya
maka ini berarti efisiensi skala produksi adalah tetap (constant return to scale),
sedangkan bila kenaikan hasil produksi menurun disebut efisiensi skala produksi
yang menurun (decreasing return to scale) (Mubyarto, 1985).
Biaya usahatani biasanya diklasifikasi menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed
cost) dan biaya tidak tetap (variable costing). Yang dimaksud dengan biaya tetap
adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi.
Biaya yang lain umumnya masuk ke dalam biaya variabel karena besar kecilnya
berhubungan langsung dengan besarnya produksi (Mubyarto, 1994).
Curahan tenaga kerja adalah besarnya penggunaan tenaga kerja pada setiap
tahapan pekerjaan pengolahan. Tenaga kerja merupakan faktor produksi, tenaga
kerja diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja manusia
terdiri atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Perhitungan tenaga kerja
ketiga jenis tersebut berbeda-beda, perhitungan tenaga kerja dalam kegiatan
proses produksi adalah menggunakan satuan HKO.
Fungsi produksi yang sering digunakan dalam bidang pertanian adalah
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel
yang satu disebut variabel independen,yang dijelaskan (Y), dan variabel lain
disebut variabel dependen, yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara
Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi
oleh variasi X (Soekartawi, 1994).
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual. Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap
faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk
tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usaha tergantung kepada
tujuannya. Ada beberapa pembagian tentang pendapatan yaitu :
1. Pendapatan bersih (Net Income) adalah pendapatan usaha dikurangi biaya.
2. Pendapatan tenaga kerja (Labour Income) adalah jumlah seluruh
penerimaan dikurangi biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja.
3. Pendapatan tenaga kerja keluarga(Family’s Labour Income) adalah total
pendapatan tenaga kerja ditambah tenaga kerja dalam keluarga.
4. Pendapatan keluarga pengolah (Family’s Income) adalah pendapatan
Kerangka Pemikiran
Petani pisang barangan merupakan petani yang mengusahakan tanaman
pisang barangan. Petani pisang barangan melakukan kegiatan usahatani pisang
barangan untuk memperoleh pendapatan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, pendapatan yang ia peroleh mayoritas berasal dari usahatani
pisang barangan.
Usahatani pisang barangan merupakan usaha budidaya dan pengembangan
tanaman pisang barangan. Usahatani ini meliputi sistem perbanyakan dan
pemeliharaan. Teknik perbanyakan pisang barangan menjadi salah satu kunci
sukses untuk menghasilkan pisang barangan yang berkualitas. Walaupun
terkadang terdapat masalah dalam usaha ini tetapi petani selalu berusaha untuk
mengatasi masalah-masalah yang ada.
Adanya permintaan yang meningkat terhadap pisang barangan sedangkan
kemampuan untuk menghasilkan rendah, maka diperlukan suatu teknologi untuk
menghasilkan produksi pisang yang tinggi dan berkelanjutan. Oleh karana itu,
para petani diberikan suatu teknologi yaitu teknologi double raw yang meliputi
teknologi dalam pengaturan jarak tanam pisang barangan. Dengan adanya double
raw ini diharapkan produksi dari tiap lahannya meningkat.
Dalam melakukan kegiatan usahataninya, para petani membutuhkan
faktor-faktor produksi. Adapun faktor-faktor produksi tersebut yaitu lahan, bibit,
pupuk, pestisida, alat-alat, dan tenaga kerja untuk mengusahakan usahatani
tersebut. Dalam melakukan usahatani pisang barangan maka diperlukan
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
usahatani pisang barangan. Setelah biaya dikumpulkan lalu diperoleh biaya
produksi usahatani pisang barangan.
Setelah dilakukan usaha budidaya pisang barangan maka tanaman pisang
akan berproduksi, akhirnya para petani akan panen dan menjual hasilnya kepada
pedagang dengan harga jual yang sesuai dengan biaya produksinya dan kualitas
dari produk tersebut. Dengan adanya harga jual, maka para petani akan
memperoleh penerimaan dimana penerimaan ini diperoleh berdasarkan jumlah
produksi yang ia jual dan harga jual yang ia tawarkan. Dari penerimaan ini,
diperoleh pendapatan, dimana pendapatan diperoleh dari jumlah penerimaan
Keterangan :
: menyatakan hubungan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009 Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem
double raw dengan sistem konvensional.
2. Ada pengaruh nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah
obat-obatan terhadap produktivitas tanaman pisang barangan.
3. Ada perbedaan biaya produksi usahatani Pisang Barangan antara sistem
double raw dengan sistem konvensional.
4. Ada perbedaan pendapatan usahatani Pisang Barangan sistem double raw
III. METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) yaitu Kecamatan STM
Hilir dan Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang dimana kecamatan ini
merupakan sentra penghasil pisang terbesar di Sumatera Utara.
Desa lokasi penelitian di Kecamatan STM Hilir adalah Desa Nagara, Desa
Kutajurung, dan Desa Talun Kenas, dan di Kecamatan Biru-Biru adalah Desa
Namo Tualang. Pemilihan desa tersebut sebagai tempat penelitian disebabkan
oleh kecamatan tersebut merupakan penghasil produksi Pisang barangan terbesar
di Kabupaten Deli Srdang dan pada desa tersebut sedang dilaksanakan Program
Penyebaran Transfer Teknologi Double Raw untuk komoditi Pisang Barangan,
yang dilaksanakan oleh organisasi USAID (United States Agency of international
Development) dan DAI (Development Alternative Incoorporation) melalui
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
Tabel 3. Data Produksi Tanaman Pisang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007
Metode Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah usahatani Pisang Barangan dengan
sub-populasi usahatani sistem konvensional dan usahatani (lahan demplot) Pisang
Barangan dengan sistem double raw. Metode pengambilan sampel untuk
usahatani sistem Double Raw dilakukan secara Sensus sedang pengambilan
sampel untuk usahatani sistem konvensional dilaksanakan secara simple random
sampling. Sub-populasi untuk sistem double raw ada sebanyak 6 unit dan yang
diambil sebagai sampel adalah keseluruhannya. Sub-populasi untuk sistem
konvensional ada sebanyak 2803 unit dan yang diambil sebagai sample sebanyak
30 unit, karena sampel bersifat homogen.
Tabel 4. Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian Berdasarkan Sistem Usahatani Double Raw dan Sistem Usahatani Konvensional
Sistem
Sumber : Koordinator Lapangan Amarta (2008)
Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan koordinator
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari
lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara,
Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, dan buku-buku yang berhubungan
dengan penelitian.
Metode Analisis Data
Data yang dikumpulkan ditabulasi dan diolah sesuai dengan metode
analisis data yang sesuai.
a. Untuk menyelesaikan hipotesis 1:
Untuk menghitung produktivitas tanaman Pisang Barangan digunakan
perhitungan, sebagai berikut :
b. Untuk menyelesaikan hipótesis 3:
Untuk biaya produksi usahatani Pisang Barangan digunakan rumus total
biaya :
TC = FC + VC
Keterangan:
TC = Total Cost (Biaya Total)
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
c. Untuk menyelesaikan hipótesis 4:
Untuk pendapatan usahatani Pisang Barangan digunakan rumus total
biaya:
Pendapatan Bersih : Pd = TR – TC
Keterangan:
Pd = Pendapatan usahatani (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
Lalu untuk menguji hipotesis 1,3,dan 4 digunakan Uji beda rata-rata
setiap variabel usahatani baik sistem konvensionala maupun sistem double
raw, dan yang akan digunakan uji Beda rata-rata (Compare Means) T-test,
karena yang diukur adalah sampel bukan populasi.
Uji Beda rata-rata (Compare Means)T-test terdiri dari 4 jenis yaitu:
1. One sample T-test : digunakan untuk satu kasus sampel.
2. Two sample T-test : digunakan untuk menguji rerata (mean) dua sampel,
terbagi 2 macam yaitu :
• Paired sample T-test : digunakan untuk dua sample yang
berhubungan/berpasangan.
• Independent sample T-test : digunakan untuk dua sample yang
tidak berhubungan.
3. One-way ANOVA : digunakan untuk analisis varians satu variabel
independen.
Dalam penelitian ini yang akan dibandingkan adalah rata-rata usahatani
dengan sistem konvensional dan usahatani dengan sistem double raw. Adapun
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
double raw berjumlah 6 usahatani. Karena berasal dari dua sampel yang
berbeda dan sistem tanam yang berbeda, maka uji beda rata-rata yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Independent sample T-test.
Persyaratan penggunaan rumusan t-test adalah :
a. Datanya harus berskala interval atau rasio.
b. Sampel diambil secara random dari populasi yang berdistribusi normal.
Untuk tes signifikansinya dapat digunakan tabel kritik F dengan terlebih
dahulu menetapkan derajat kebebasannya yaitu menggunakan ketentuan
sebagai berikut (n1-1) dan (n2-1). Jika F observasi harganya lebih kecil dari
pada harga kritik F dalam tabel dengan tingkat kepercayaan 95 % (taraf
signifikansi 0,05), maka varians-varians tersebut adalah homogen, dan
sebaliknya jika F observasi lebih besar dari pada harga F dalam tabel maka
dapat dipastikan varians sampel tersebut adalah heterogen (Soepono.B,2002,).
Perhitungan varians dilakukan dengan rumus :
2
Bila dalam uji beda rata-rata metode independent sample T-test memiliki
varians yang heterogen maka digunakan rumus :
t = X1 – X2
√S12 / n1 + S22 / n2
Keterangan :
X1 = rata-ratasampel usahatani sistem konvensional
X2 = rata-ratasampel usahatani sistem double raw
S22 = varianssampel usahatani sistem double raw
n1 dan n2= jumlah sampel pertama dan kedua
Sedangkan uji satistik independent sample T-test varians yang homogen
yang digunakan rumus :
t = X1 – X2
√
∑X12 + ∑X22 / n ( n-1 )Keterangan :
X1 = rata-ratasampel usahatani sistem konvensional
X2 = rata-ratasampel usahatani sistem double raw
∑X12 = jumlah kuadratsampel usahatani sistem konvensional
∑X22 = jumlah kuadratsampel usahatani sistem double raw
n1 dan n2= jumlah sampel
Kriteria Uji dengan 2 pihak:
-(t-tabel) ≤ th≤ t-tabel Hipotesis H0 diterima
th < -(t-tabel) atau th> t-tabel Hipotesis H1 diterima
Jika :
H0 : µ1 = µ2 atau µ1 - µ2 = 0
H1 : µ1 ≠ µ2 atau µ1 - µ2 ≠ 0
Keterangan :
µ1 =Rata-rata variable I (Usahatani Pisang Barangan dengan sistem
konvensional)
µ2 = Rata-rata variable II (Usahatani Pisang Barangan dengan sistem double
raw) (Sudjana, 1992 ).
d. Untuk menguji hipótesis 2 diuji dengan fungís Cobb-Douglas dengan model
Y = f(X1,X2,...Xn)
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
untuk memudahkan pendugaan maka persamaan di atas ditransformasikan ke
dalam bentuk linier
Dimana:
Y = Produktivitas Pisang Barangan (sisir/ha)
bo
=
Konstantab1-n= Koefisien regresi dari setiap faktor produksi
X1 = Jumlah Bibit (Batang)
X2 = Jumlah Pupuk (Kg)
X3 = Jumlah Obat-Obatan (Kg)
hipotesis 2 :
Ho = Ada pengaruh yang tidak nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk,
dan jumlah obat-obatan terhadap produktivitas tanaman.
H1 = Ada pengaruh nyata faktor bibit, dosis pupuk, dan obat-obatan
terhadap produktivitas tanaman.
Kemudian diuji dengan menggunakan:
Dimana:
r2 = Koefisien determinasi
n = Jumlah sampel
k = Derajat pembilang bebas
n-k-1 = Derajat bebas penyebut
Kriteria uji:
F-hitung < F-tabel : Hipotesis H0 diterima (H1 ditolak)
F-hitung > F-tabel : Hipotesis H1 diterima (H0 ditolak)
Defenisi dan Batasan Operasional
Defenisi dan batasan operasional digunakan untuk menjelaskan dan
menghindari kesalahpahaman atas pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan
beberapa defenisi dan batasan operational.
Defenisi
1. Usahatani Pisang Barangan adalah suatu kegiatan untuk mengembangkan dan
memelihara tanaman Pisang Barangan.
2. Usahatani Pisang Barangan dengan sistem konvensional adalah usahatani
Pisang barangan dengan sistem tradisional dengan jarak tanam 3 x 3 m atau
2 x 3,5 m tanpa perlakuan perawatan yang khusus.
3. Usahatani Pisang Barangan dengan sistem double raw adalah usahatani Pisang
Barangan dengan menggunakan teknologi doule raw (dua jalur) dengan jarak
tanam 1m x 2m x 4m dan menggunakan perawatan khusus.
4. Produksi adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan usahatani Pisang Barangan
yaitu Pisang Barangan yang siap dijual.
5. Biaya produksi usahatani Pisang Barangan merupakan seluruh biaya yang
dikeluarkan selama proses usahatani Pisang Barangan.
6. Harga jual pisang barangan adalah harga jual pisang barangan dari petani
pisang barangan.
7. Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari perkalian total produksi dengan
harga jual.
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009 Batasan Operasional
1. Tempat penelitian adalah Desa Talun Kenas, Desa Negara, dan Desa
Kutajurung, Kecamatan STM Hilir dan desa Namo Tualang, Kecamatan
Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
2. Waktu penelitian adalah tahun 2008, dimana penelitian dilakukan hanya
sampai tanaman induk berproduksi.
3. Produktivitas Pisang barangan diukur dari :
1) Jumlah sisir per tandan dan
IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
1. KECAMATAN STM HILIR
Letak dan Geografis Kecamatan STM Hilir
1. Luas Daerah
Kecamatan Hilir memiliki luas 190,50 Km2.Kecamatan STM Hilir terdiri
dari 15 Desa dan 80 Dusun. Kecamatan STM Hilir dikelilingi oleh
Kecamatan Patumbak, Bangun Purba, Biru-biru dan Kecamatan STM Hulu.
2. Keadaan Alam/Topografi
Kecamatan STM Hilir berada di dataran rendah dengan ketinggian 190 s/d 500
m dpl, dimana sebelah selatan berbatasan dengan bukit kecil . Wilayah STM
Hilir termasuk wilayah pedesaan dimana masih banyak terdapat ladang atau
sawah yang digunakan untuk bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup.
3. Iklim
Kecamatan STM Hilir beriklim sedang, yang terdiri dari 2 iklim/musim,
yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh 2
angin yaitu angin laut dan angin gunung. Musim kemarau terjadi pada bulan
Januari - Agustus dan musim hujan biasanya terjadi pada bulan September -
Desember.
4. Batas-batas
- Utara berbatasan dengan Kecamatan Patumbak dan Biru-biru
- Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hulu
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
- Barat berbatasan dengan Kecamatan Biru-biru
Keadaan Penduduk
Penduduk Kecamatan STM Hilir sebanyak 30.098 jiwa terdiri dari 7.257
KK yang didiami berbagai suku, dimana satu sama lain hidup rukun dan mampu
memelihara adat-istiadat dan tenggang rasa antar pemeluk agama yang berbeda.
Mata pencaharian utama penduduk di Kecamatan STM Hilir adalah
bertani. Selain bertani penduduk juga ada yang bekerja sebagai pegawai,
pedagang, karyawan dan lain-lain. Persentase mata pencaharian penduduk di
Kecamatan STM Hilir yaitu :
a. Pertanian : 73,2 %
Mayoritas penduduk di Kecamatan STM Hilir merupakan Suku Batak
Karo. Pada umumnya penduduk sudah saling mengenal satu sama lainnya.
Keakraban penduduk dapat dilihat dari adanya gotong royong, acara-acara adat
yang dilakukan, misalnya pelaksanaaan acara perkawinan yang dilakukan sesuai
adat istiadat. Berikut adalah persentase suku bangsa di Kecamtan STM Hilir
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat memperlancar
jalannya laju pembangunan sehingga mempengaruhi perkembangan masyarakat
untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Pada umumnya sekitar 85% jalan sudah
diaspal sehingga transportasi di kecamatan ini menjadi lancar, seperti Desa
Sumbul, Talun Kenas, Negara, dan Desa Kutajurung namum sekitar 15% desa
yang masih belum diaspal sehingga desa tersebut masih tertinggal terutama dalam
hal bantuan dari pemerintah.
Sarana dan prasarana (misalnya sekolah, pasar, dan jembatan ) hampir
90% sudah lengkap, hanya saja sarana dan prasarana tersebuit dalam jumlah yang
kecil sehingga desa-desa tersebut berkembang dengan lambat. Salah satu actor
yang mempengaruhi perkembangan di desa ini adalah sarana komunikasi, dimana
sarana komunikasinya sudah lengkap, seperti televisi, radio dan telepon.
2. KECAMATAN BIRU-BIRU
Letak dan Geografis Kecamatan Biru-Biru
2.1.Luas Daerah
Kecamatan Biru-Biru memiliki luas 89,69 Km2 atau sekitar 8.969 Ha.
Kecamatan Biru-Biru terdiri dari 17 Desa dan 89 Dusun dan ibukotanya
terletak di Desa Biru-Biru.
2.2.Keadaan Alam/Topografi
Kecamatan Biru-biru terletak di dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 s/d
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
ataupun sawah, dimana ladang-ladang tersebut terletak jauh dari jalan,
sehingga sawah atau ladang mereka dalam jumlah yang besar. Kecamatan
Biru-biru juga memiliki banyak objek wisata yang alami seperti sungai,
sehingga banyak orang berkunjung ke kecamatan ini.
2.3.Iklim
Kecamatan Biru-Biru mempunyai 2 (dua) musim yaitu musim kemarau dan
musim hujan, kedua musim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin
gunung. Musim hujan terjadi pada bulan September-Desember, sedangkan
musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Januari-Agustus.
2.4.Batas-batas
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Patumbak
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe
Keadaan Penduduk
Penduduk Kecamatan Biru-biru sebanyak 33.601 jiwa., yang terdiri dari
16.926 orang laki-laki dan 16.675 orang perempuan. Terdapat Bermacam-macam
suku bangsa dan agama, dimana sekitar 45% mayoritas suku Suku Karo, dan 65%
mayoritas agama Islam. Satu sama lainnya hidup rukun dan mampu memelihara
adat-istiadat dan tenggang rasa antar pemeluk agama yang berbeda. Ini dapat
dilihat dari acara-acara adat yang dilakukan, dimana para tetangga ikut serta
membantu dalam acara adat tersebut. Mata pencaharian penduduk umumnya
adalah bertani yaitu sekitar 72,32%. Mata pencaharian lainnya adalah karyawan
Sarana dan Prasarana
Kecamatan Biru-biru dapat dikatakan wilayah yang sedang berkembang
karena sarana dan prasaran sudah hampir lengkap yaitu sekitar 80%, dimana
sekolah, tempat ibadah, jembatan, dan puskesmas sudah ada di kecamatan
tersebut, hanya saja jumlahnya tidak begitu banyak. Hampir 45% di desa-desa
tersebut memiliki sarana tersebut, misalnya Desa Namo Tualang, dimana desa
tersebut sudah memiliki sekolah mulai dari SD dan SLTP, dan sarana kesehatan
di kecamatan ini sudah baik, ini terbukti dari hampir 85% desa sudah memiliki
puskesmas pembantu.
KARAKTERISTIK SAMPEL
A. Usahatani Pisang Barangan Sistem Konvensional
Sampel dalam penelitian ini adalah usahatani Pisang Barangan dengan
sistem konvensional dan sistem double raw. Pengambilan sampel usahatani
sistem konvensional dilakukan secara acak (random) di dua kecamatan, yaitu
Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru. Karakteristik usahatani sampel
meliputi luas lahan, jarak tanam, kepemilikan dan pola usahatani.
Dari lampiran 1 terlihat range luas lahan usahatani sampel adalah antara
0,2 – 1 Ha dengan rata-rata luas lahan adalah 0,62 Ha. Pada umumnya lahan
sudah merupakan milik sendiri, tetapi ada juga usahatani yang disewa, hanya saja
walaupun lahan tersebut sudah milik sendiri tapi lahan tersebut tidak dikenakan
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
Pada umumnya usahatani Pisang Barangan sistem konvensional
menggunakan jarak tanam 3m x 3m. Dimana dengan jarak tanam ini hanya bisa
menanam tanaman pisang sebanyak 1.000-1.300 batang.
Usahatani tersebut merupakan usahatani yang polikultur, yang artinya
dalam usahatani tersebut banyak ditanami komoditi. Pada umumnya dalam
usahatani tersebut ditanami tanaman Pisang Barangan, Cokelat, Jagung dan
Pepaya, dan Kelapa Sawit.
B. Usahatani Pisang Barangan Double Raw
Pengambilan usahatani sampel sistem double raw dilakukan dengan cara
sensus, dimana semua populasi menjadi sampel.
Pada sistem Double Raw jarak tanam Pisang Barangan adalah 1m x 2m x
4m sehingga populasi tanaman Pisang Barangan bisa mencapai 2.000 – 2.200
tanaman.
Usahatani tersebut merupakan usahatani yang polikultur karena dalam
usahatani tersebut ditanami lebih dari 1 tanaman. Tetapi yang disarankan adalah
jenis tanaman yang tidak memperoleh hasil dari akar, seperti semangka, untuk
menghindari persaingan penyerapan unsur hara.
Dari lampiran 19 dapat dilihat bahwa range luas lahan usahatani sampel
adalah 0,32 – 1,7 Ha, dengan rataan luas lahan 0,97 Ha. Beberapa usahatani
Pisang Barangan sistem Double raw dikelola oleh AMARTA sebagai proyek
percontohan AMARTA, yang didanai oleh USAID, yang berjangka waktu tiga
tahun dari September 2006-September 2009. Proyek ini bertujuan untuk
Indonesia, yang dapat memberikan kontribusi bermanfaat dalam terciptanya
lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan. AMARTA bekerja
sama dengan perusahaan-perusahaan swasta, masyarakat petani, dan pihak-pihak
lain untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk dalam mata
rantai nilai. Termasuk dalam rantai nilai tersebut adalah komoditas ekspor bernilai
tinggi, produk-produk hortikultura berkualitas, seperti kakao di Sulawesi dan
komoditas-komoditas lain di Sumatra Utara dan/atau Aceh, Bali, Jawa, Papua dan
wilayah NTT/NTB untuk tujuan pasar-pasar domestik dan ekspor.
AMARTA fokus pada peningkatan produktivitas dan kualitas agrikultura
untuk meningkatkan akses pasar. AMARTA memberikan bantuan teknis dengan
menyediakan tenaga ahli berpengalaman dari Indonesia maupun ahli agribisnis
internasional untuk mengidentifikasi, menilai dan memberikan solusi terhadap
berbagai masalah yang menghambat daya saing produk-produk agribisnis
Indonesia. Program kegiatan AMARTA dan hasilnya akan diperkenalkan di
berbagai wilayah di Indonesia dengan menggunakan metode tepat guna agar
target yang diinginkan dapat tercapai, yakni dengan menggunakan program
pendidikan dengan bekerja sama dengan badan badan pemerintah, asosiasi,
perusahaan-perusahaan agribisnis, dan penyedia jasa bisnis. Program ini akan
mengadakan seminar nasional dan regional, pelatihan dan kampanye di media
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
V. TEKNIS BUDIDAYA PISANG BARANGAN SISTEM
KONVENSIONAL DAN SISTEM DOUBLE RAW
Teknis Budidaya Pisang Barangan
Budidaya Pisang Barangan dengan sistem konvensional merupakan
budidaya Pisang Barangan dengan sistem tradisional, dimana dalam sistem ini
para petani hanya menanam dan memelihara tanaman Pisang Barangan dengan
seadanya (sesuai kondisi keuangan) sehingga hasil yang diperoleh tidak begitu
memuaskan.
Budidaya Pisang Barangan dengan sistem Double Raw adalah Teknologi
yang diterapkan pada budidaya Pisang Barangan dengan metode penanaman
dengan sistem dua jalur dan penjarangan anakan dengan menggunakan prinsip
Mama-Anak-Cucu. Penanaman sistem doule raw dapat meningkatkan kepadatan
populasi hingga mencapai 2.000-2.200 batang per hektar.
Prinsip peremajaan anak-anak yang tumbuh untuk mencapai sebuah
rentetan produksi Mama-Anak-Cucu diharapkan dapat mencegah
perkembangbiakan yang ganda (membiarkan dua anak pisang yang baru tumbuh
hidup untuk produksi) di kebun pisang dan merawat kepadatan populasi yang
stabil. Metode ini diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas produksi.
Pada sistem konvensional pengolahan lahan dilakukan satu kali.
pengolahan tersebut dapat dilakukan secara mekanis, kimia, dan secara
manual. Secara mekanis yaitu dengan menggunakan alat-alat seperti traktor.
Ini dilakukan bila tanah tersebut sudah padat, dan membutuhkan waktu yang
singkat. Secara kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida, ini dilakukan
bila lahan tersebut hanya ditumbuhi oleh ilalang atau tumbuhan tersebut
tidak terlalu tinggi. Secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga
manusia. Ini dilakukan bila keadaan topografi yang terlalu terjal, sehingga
tidak memungkinkan untuk menggunakan traktor.
Pada sistem double raw, lahan yang mempunyai rumputan tebal
dilakukan pembabatan kemudian dibersihkan. Bila tanahnya padat
sebaiknya dilakukan pembajakan (dengan traktor) kemudian dilakukan
penggaruan atau dilakukan pentraktoran dua kali dengan jalur yang berbeda
(memotong). Lahan yang gembur (tidak padat) setelah dilakukan
pembabatan dan pembersihan sudah siap untuk ditanam. Pada sistem double
raw pengolahan lahan dilakukan secara mekanik atau manual, karena pada
sistem double raw, penggunaan bahan kimiawi sangat dihindari.
Pemilihan Bibit
Pada sistem konvensional, bibit yang digunakan adalah bibit lokal yang
diperoleh dari tanaman induk yang sudah tebang beberapa kali. Bibit yang
digunakan tidak begitu seragam, ada yang menggunakan anakan yang muda,
sedang dan dewasa, sehingga pertumbuhan tanaman tidak serentak. Pada
sistem konvenional bibit yang digunakan tidak diperhatikan apakah bibit
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
3 meter
3 meter
bibit yang sudah terinfeksi penyakit. Bibit yang sudah tersedia langsung
ditanam tanpa adanya perlakuan khusus.
Pada sistem double raw, bibit yang baik adalah berasal dari kultur
jaringan, tetapi jika tidak ada maka dipergunakan dari anakan dari pohon
induk yang sudah cukup tua (sudah tebang beberapa kali dalam satu rumpun)
dan mempunyai batang dan buah yang masih bagus. Bibit yang demikian pada
umumnya sudah terseleksi secara alamiah (unggul). Anakan yang dijadikan
bibit yang bersumber dari pohon induk dapat dikelompokkan menjadi (anakan
dewasa ”maiden sucker” dan rebung ”peeper”). Anakan dewasa (berdaun 2
helai) dan anakan sedang (berdaun satu helai) sudah siap ditanam di lapangan.
Ukuran bibit yang berasal dari anakan berkisar antara 60-70 cm
(seragam). Sebelum ditanam disterilkan dengan menggunakan bayclin dosis
30 cc per liter air. Anakan muda dan rebung sebaiknya disemaikan terlebih
dahulu dengan menggunakan polybag hingga tinggi anakan mencapai 60-70
cm baru ditanam di lapangan.
Pengajiran
4 atau 5 meter
1 meter 1,75 atau 2 meter
Utara Pada sistem konvensional lubang sudah disiapkan tanpa menggunakan
ajir. Pada sistem konvensional jarak tanam yang digunakana antar baris
adalah 3m dan jarak antar larikan adalah 3m (3m x 3m), sehingga pada sistem
konvensional populasi tanaman Pisang Barangan adalah 1.100-1.300 tanaman
dan tidak pola penanaman tidak memperhatikan arah sinar matahari.
Gbr 3. Pola Jarak Tanam Pisang Barangan dengan Sistem Double Raw
Pada sistem double raw tempat lubang dibuat terlebih dahulu ditandai
dengan ajir bambu dengan panjang lebih kurang 1,2 meter. Jarak tanam yang
dipergunakan dalam satu larikan 2m x 1 m dan antar larikan 3 atau 4 m.dan
pada sistem double raw bisa ppopulasi tanaman bisa mencapai 2.000-2.200
tanaman. Pada sistem double raw penanaman diatur ke arah timur (menurut
arah sinar matahari) sehingga sinar matahari yang diperoleh tanaman untuk
berfotosintesis lebih optimal.
Penanaman
Pada sistem konvensional bibit yang sudah tersedia dapat langsung
ditanam. Tapi sebelum penanaman, lubang tanam diberikan pupuk kandang
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
lubang tersebut dibiarkan selama 2 minggu, lalu setelah itu bibit langsung
dapat ditanam dan lubang ditutup dengan tanah galian.
Pada sistem double raw bibit yang berasal dari perbanyakan kultur
jaringan atau anakan yang sudah berada di dalam polybag, maka terlebih
dahulu dikeluarkan dari polybag dengan hati-hati agar tanah jangan pecah.
Bibit yang sudah dikeluarkan dari polybag ditanam pada lubang yang sudah
disediakan. Bibit yang berasal dari anakan setelah disterilisasi dapat ditanam
pada lubang yang dipersiapkan. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30cm x
30cm x 30cm atau disesuaikan dengan ukuran bibit. Lubang ditutup kembali
dengan tanah galian.
Pengaturan Anakan
Pada sistem konvensional setelah tanaman tumbuh, lalu anakan dibiarkan
tumbuh tanpa memperhatikan banyaknya anakan, sehingga terjadi persaingan
anakan dalam penyerapan unsur hara, sehingga lambat laun anakan tersebut
akan mati karena tidak mampu bersaing dengan tanaman lain untuk
memperoleh makanan. Anakan yang sudah agak besar dapat dipotong untuk
dijadikan bibit tanaman yang baru. Anakan dipotong dengan menggunakan
pisau lalu dipindahkan ke dalam polybag. Pemotongan anakan ini dilakukan
ketika tanaman sudah berumur 8 bulan.
Pada sistem double raw penyeleksian anakan dalam satu rumpun
dilaksanakan 7-8 minggu sekali. Dalam satu rumpun hanya dibiarkan
maksimum 3 batang, yakni membentuk sebuah rentetan 1 batang mama
(induk), 1 batang anak dan 1 batang cucu. Anakan yang berlebih dalam satu
parang dan pemotongan ini jangan sampai merusak tanaman utama
(MAMA-ANAK-CUCU). Anakan yang dikeluarkan dari rumpun masih mempunyai
bonggol dan sudah berukuran 60-70 cm ditanam di lahan sedangkan yang
masih kecil dimasukkan ke dalam polybag untuk dijadikan bahan bibit.
Gambar 4. Rentetan Mama-Anak-Cucu Anakan yang dibiarkan Anakan yang dibuang
Penyiangan
Pada sistem konvensional penyiangan dilakukan 1 x 3 bulan, sehigga
penyiangan dapat dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Pada umumnya
penyiangan dillakukan secara kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida
karena dengan penyemprotan herbisida, waktu yang digunakan lebih singkat..
Pada sistem double raw penyiangan disesuaikan dengan pertumbuhan
rumput/tanaman pengganggu yang ada di areal perkebunan pisang.
Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga
manusia, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar. Penyiangan ini
ditujukan untuk membersihkan jalur tanaman pisang dari rerumputan,
sedangkan sampah-sampah yang ada diletakkan di tengah gang (antara jalur).
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
Pada sistem konvensional alat yang digunakan adalah pisau. Pembersihan
batang dilakukan 1 x 2 bulan. Pembersihan batang ini dilakukan secara manual
yaitu dengan menggunakan tenaga manusia. Daun yang dipotong adalah daun
yang sudah benar-benar kering dan pemotongan tidak terlalu dekat dengan
batang tanaman dan jumlah daun yang harus ditinggalkan tidak dibatasi.
Pada sistem double pembersihan batang dilakukan 1 x 2 bulan. Alat yang
digunakan adalah pisau dan parang. Alat-alat yang digunakan harus
benar-benar bersih, yaitu direndam dengan larutan desinfektan. Batang pisang
dibersihkan dari daun-daun yang kering ataupun daun-daun yang sudah sakit.
Bagian daun yang sakit dipotong untuk mengurangi serangan penyakit dan
tetap menjaga jumlah daun (minimal 6). Daun yang telah tua (kering lebih dari
50%) dipotong dan dibuang, karena dianggap tidak berfungsi lagi bagi
tanaman. Metode pemotongan daun relatif dekat dengan batang.
Gambar 5. Proses Pembersihan Batang
Daun yang telah tua (kering lebih dari 50%) sudah dapat dipotong dan
dibuang, karena dianggap tidak berfungsi lagi bagi tanaman. Metode
pemotongan pelepah relative dekat dengan batang.
Pemupukan pada sistem konvensional dilakukan 1 x 2 bulan atau 1 x 3
bulan. Pupuk yang diberikan adalah pupuk makro yang diberikan melalui akar
dengan cara ditabur. Pada umumnya pupuk yang digunakan adalah pupuk
kandang, Urea, KCL dan NPK. Dosis Pupuk Kandang yang diberikan adalah
5 Kg/batang, dosis Pupuk Urea adalah 200-300 gr/batang, dosis Pupuk KCL
adalah 100 gr/batang dan dosis pupuk NPK adalah 200-230 gr/batang. Pupuk
diberikan pada radius 30 cm dari akar tanaman.
Pada sistem double raw pemupukan dilakukan 1 x 1 bulan. Pupuk yang
diberikan adalah pupuk makro dan pupuk mikro. Pupuk makro diberikan
melalui akar dengan cara ditabur, dan pupuk mikro diberikan melalui daun
dengan cara disemprot. Pupuk yang dipergunakan adalah pupuk UREA = 36
gr/batang/bulan, KCL = 42 gr/batang/bulan dan Dolomit = 63 gr/batang/bulan.
Metode pemberian pupuk sistem tabur melingkar dengan jarak 0-30 cm dari
batang pada tanaman muda dan setengah lingkaran pada tanaman yang sudah
pernah ditebang. Bila tanaman terlihat kekurangan unsur hara mikro maka
pemupukan ditambah dengan pupuk daun seperti Growmore dengan dosis 1
gr/liter air dengan frekuensi 2 minggu sekali.
Gambar 6 . Pemupukan Daun dan Pemupukan tabur
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
Pada sistem konvensional tanaman Pisang Barangan tidak mendapatkan
perawatan khusus, atau perawatan yang dilakukan hanya pemupukan,
pembersihan batang dan penyiangan.
Pada sistem double raw tanaman Pisang Barangan mendapat banyak
perawatan, atau dengan kata lain perawatan pada sistem double raw lebih
intensif. Perawatan-perawatan itu antara lain :
1) Pasang Pita
Pemasangan pita dilakukan pada saat bunga/ontong pisang sudah
merunduk ke bawah atau berkisar 1 minggu setelah keluar ontong.
Pemasangan pita dilakukan dengan memanjat pohon dengan menggunakan
tangga lalu pita (tali rapia) diikat pada dasar tandan. Pemberian pita dibedakan
setiap minggu agar diketahui perbedaan umur setiap ontong/buah pisang, atau
dengan kata lain untuk mengetahui waktu panen Pisang tersebut. Umur panen
adalah 11-12 minggu dari keluar bunga.
Gambar 7. Proses Pemasangan Pita
2) Potong Kuku
Pemotongan kuku buah berfungsi untuk menjadikan buah mulus (tidak
terjadi goresan pada buah) dan penyerapan unsur hara optimal oleh bakal
buah masih muda. Dilakukan 3 x 1 minggu (tutup buah dibawahnya belum
jatuh) dan dimulai dari buah yang paling atas. Potong kuku dilakukan 3-5 hari
setelah keluar bunga.
Gambar 8. Proses Potong Kuku
3) Potong Ontong
Pemotongan ontong bertujuan untuk mengoptimalkan penyerapan unsur
hara oleh bakal buah. Dilaksanakan pada saat buah di sisir terakhir sejajar
dengan tanah atau 2 minggu setelah keluar bunga. Dilakukan dengan tangan
tanpa alat seperti pisau. Pada saat pemotongan ontong, buah yang tidak
sempurna juga turut dibuang dan ditinggalkan 1-2 buah dalam satu sisir.
Hama Penyakit Tanaman
Pada sistem konvensional untuk pengendalian hama penyakit tanaman
dilakukan dengan pemberian obat-obatan (kimiawi), misalnya untuk mengatasi
ulat penggerek batang digunakan pestisida seperti Curater dengan dosis 10-15
gr/batang yang diberikan 1-2 kali yaitu berumur 3 dan 5 bulan. Untuk
mengatasi serangan seranggga digunakan insektisida yaitu dengan
menyemprotkan pada tandan/buah yang dilakukan 1-2 kali dengan dosis
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
Pada sistem double raw tanaman yang terkena penyakit kerdil, diatasi
dengan membongkar tanaman yang sakit, alat yang digunakan disterilkan
dengan disinfektan dan diganti dengan tanaman baru. Penyakit layu fusarium
dicegah dengan pemilihan bibit yang sehat, pengunaan alat yang steril, dan
menghindari mobilitas yang tinggi. Bila sudah terserang maka tanaman yang
sakit dibongkar dan dibakar dan bila tidak memungkinkan maka tanaman
dibunuh dengan menyuntikkan herbisida sistemik (seperti Round Up) dengan
dosis 1 cc per 5 cm lingkar batang pada ketinggian 30 cm dari tanah.
Maksimum penggunaan 15 cc per rumpun pisang.
Pengendalian terhadap penggerek batang dilakukan dengan sanitasi,
karena hama ini hidup dan berkembang biak pada sampah-sampah yang
membusuk. Tanaman yang sudah terserang, bila sudah tidak memungkinkan
untuk dibiarkan tumbuh maka tanaman dipotong, dan bagian titik tumbuh
dicongkel agar anakan cepat tumbuh.
Pengendalian terhadap Ulat pengulung daun yaitu secara mekanis dengan
memangkas bagian-bagian daun yang terserang kemudian dihancurkan.
Pengendalian terhadap Thrips dilakukan dengan penyuntikan ontong pisang
dengan insektisida dengan dosis maksimum 0,02 gr Bahan Aktif per ontong
atau dengan pembungkusan tandan pisang dengan plastik warna biru atau
Gambar 9. Penyuntikan Ontong
Pemberongsongan adalah pembungkusan buah atau tandan dengan
plastik. Setelah bagian bunga/ontong mekar maka dilakukan
pemberongsongan. Brongsong terbuat dari plastik bewarna biru atau plastik
warna putih. Kulit buah yang dibrongsong terlihat mulus/bersih (tanpa bintik).
Pengendalian terhadap Sigatoka yaitu dengan menjaga kesuburan tanah dan
daun-daun yang menunjukkan gejala dipotong (dioperasi).
Panen
Pada sistem konvensional pemanenan dilakukan begitu saja, sehingga
tingkat kematangan buah tidak cukup Berkisar 70%-80%. Penentuan panen
dilakukan dengan melihat tingkat kebulatan buah, bila buah Pisang sudah
cukup bulat maka buah sudah dapat dipanen. Pemanenan dilakukan ketika
tanaman berumur 12 bulan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan
parang. Pada sistem konvensional pemanenan dilakukan 1x 1 tahun (2 x 2
tahun).
Pada sistem double raw tingkat kematangan buah yang sudah dapat
dipanen berkisar antara 75-85%. Penentuan saat panen dapat dilakukan dengan
dua cara, yakni dengan menggunakan kliper yang terbuat dari kayu dan yang
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
kebutuhan konsumen. Untuk Pisang Barangan umumnya ukuran kliper 3,3 cm
dan ini sebagai penentu dengan mencocokkan pada buah pisang di sisir kedua
bagian tengah. Sedangkan jika menggunakan umur buah maka buah tersebut
dapat dipanen dan dinyatakan sudah tua setelah umur 11-12 minggu dari
keluar bunga. Pada sistem double raw pemanenan dilakukan 3 x 2 tahun,
karena adanya rentetan mama-anak-cucu
Gambar 10. Panen Pisang Barangan
Pasca Panen
Pada sistem konvensional dan double raw kegiatan pasca panen adalah
sama, dimana pengangkutan dilakukan dengan hati-hati agar jangan terjadi
gesekan yang menyebabkan kulit buah pisang memar. Setelah buah disisir
sebaiknya dicuci dan disusun bagian tandan di sebelah bawah. Setelah kering
maka dapat dilakukan pengepakan.l
Gambar 11. Pengemasan Pisang Barangani
Intisari perbedaan usahatani Pisang Barangan sistem konvensional dan
sistem double raw dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Perbedaan Antara Sistem Konvensional dan Sistem Double Raw
No. Perbedaan Konvensional Sistem Double Raw
1 Pengajiran o jarak tanam 3m x 3m
o Populasi 1.100-1.300 batang
per hektar
o Tidak ada aturan penanaman
o jarak tanam 1m x 2m x 4m
o Populasi 2.000-2.200 batang per
hektar
o Penanaman menghadap timur
2 Penanaman o Bibit tidak diperhatikan
o Bibit tidak mendapat
perlakuan sebelum ditanam
o Bibit harus bebas dari penyakit
o Bibit tdirendam dahulu dengan
larutan bayclin
3 Pengaturan
Anakan
o Dalam 1 rumpun terdapat
5-6 tanaman
o Tidak ada penyeleksian
anakan (pengaturan anakan)
o Dalam 1 rumpun hanya terdapat
3 tanaman
o Adanya pemilihan anakan
(pengaturan anakan)
4 Penyiangan o Dilakukan 1 x 3 bulan
o Secara kimiawi (herbisida)
o Sesuai rumput yang tumbuh
o Secara manual (tenaga manusia)
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
Batang diperhatikan
o Daun yang dipotong bila
sudah tua/kering 100%
o Tidak ada pensterilan alat
o Daun yang dipotong bila sudah
tua/kering lebih dari 50%
o Ada pensterilan alat
6 Pemupukan o Dilakukan 1 x 3 bulan
o Pupuk yang dierikan hanya
pupuk makro
o Dilakukan 1 x 1 bulan
o Pupuk yang dierikan pupuk
makro dan mikro
7 Perawatan o Pemberian Obat-obatan/
Bahan kimiawi (herbisida,
pestisida, insektisida)
o Tidak ada perlakuan khusus
yang lain
Keuntungan Usahatani Pisang Barangan dengan Sistem Double Raw adalah :
1) Populasi lebih banyak dan Produktivitas lebih tinggi
2) Frekwensi panen adalah 3 x 2 tahun
3) Lebih aman terhadap ekosistem (lingkungan)
4) Perawatan lebih intensif dan lat-alat yang digunakan steril
Kelemahan Usahatani Pisang Barangan dengan Sistem Double Raw adalah :
2) Membutuhkan waktu yang lebih banyak, karena perawatn intensif
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perbedaan Produktivitas Tanaman Pisang Barangan antara Sistem Konvensional dan Sistem Double Raw.
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan produktivitas tanaman Pisang
Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw digunakan Analisis
Uji beda rata-rata dengan metode Independent Samples Test. Hasil pengujian
dengan metode tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6. Analisis Perbedaan Produktivitas Tanaman Pisang Barangan antara Sistem Konvensional dan Sistem Double Raw
Variabel Nilai
Sig 0,000
Df 34
T tabel(0,95) 1,7
Ttabel(0,99) 2,75
T hitung -4,236
Mean Produktivitas Konvensional 7225,75
Mean Produktivitas Double RaW 11508,38
Sumber : Analisis data primer 2009
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai Thitung adalah -4,236, dan
nilai Ttabel adalah -1,7. Bila Thitung < –Ttabel atau Thitung > Ttabel maka H1
diterima. Berarti pada taraf kepercayaan *)95% Hipotesis yang menyatakan
Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.
USU Repository © 2009
konvensional dan sistem double raw (H1 diterima). **)Pada taraf 99% nilai
Ttabel adalah -2,75, berarti pada taraf 99% Hipotesis yang menyatakan bahwa
terdapat perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem
konvensional dan sistem double raw (H1 diterima)
Untuk melihat nyata atau tidak perbedaan tersebut, dapat dilihat dari nilai
signifikansi. Dari tabel di atas nilai signifikansi adalah 0,00, yang berarti nilaiSig
(2-tailed)(0.00) < (0.05), maka Hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan
produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem
double raw, diterima atau (H1 diterima).
Secara sederhana dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang nyata
produktivitas tanaman pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem
double raw, dimana pada lampiran 15 rataan produktivitas sistem konvensional
per hektar sebesar 7.226 sisir/ha sedangkan pada lampiran 34 rataan produktivitas
sistem double raw 11.508 sisir/ha yang berarti produktivitas tanaman Pisang
barangan dengan sistem double raw lebih tinggi dibandingkan dengan
produktivitas tanaman Pisang barangan dengan sistem konvensional.
Hal ini disebabkan karena perawatan usahatani sistem double raw lebih
intensif sehingga produksi usahatani lebih besar dan pada sistem double raw
dalam 1 rumpun hanya ada 1 tanaman induk, dan 1 tanaman anak, dan 1 tanaman
cucu sehingga penyerapan air dan unsur hara dapat difokuskan hanya untuk 3
tanaman saja sedangkan pada sistem konvensional dalam 1 rumpun tanaman
anakan lebih dari 1, sehingga tingkat kematian pada sistem konvensional lebih
tinggi karena adanya persaingan dalam menyerap air dan unsur hara antara anak