BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan diferensial parsial adalah sebuah persamaan yang mengandung fungsi tidak diketahui dai dua atau lebih variabel dan turunan parsialnya terhadap variabel- variabel tersebut.
Orde dari sebuah persamaan diferensial adalah orde dari turunan tertinggi.
Contoh: x y
y x
u = −
∂
∂
∂ 2
2
Persamaan di atas adalah persamaan diferensial orde dua. Pada persamaan tersebut u adalah variabel tak bebas (dependent variable) sedangkan x dan y adalah variabel bebasnya ( independent variable).
Penyelesaian dari suatu persaman diferensial adalah sebarang fungsi yang memenuhi persamaan tersebut secara identik.
Penyelesaian umum adalah suatu penyelesaian yang terdiri dari sejumlah fungsi bebas sebarang yang jumlahnya sesuai dengan orde dari persamaannya.
Penyelesaian khusus adalah suatu penyelesaian yang bisa didapatkan dari penyelesaian umumnya dengan pilihan khusus dari fungsi-fungsi sebarang.
2.2 Persamaan Laplace
Persamaan Laplace yang bentuk umumnya Δv=0 sering dijumpai pada teori perpindahan massa dan panas, mekanika fluida, elastisitas, elektrostatis, dan masalah mekanika dan fisika lainnya. Persamaan Laplace dapat dituliskan dalam beberapa bentuk bergantung pada system koordinat yang digunakan, yaitu:
a) Persamaan Laplace dalam dua dimensi
dan
, sin ,
cos ,
dimana
polar koordinat sistem
pada
....
1 0
r r 1
kartesius koordinat
sistem pada
...
0
2 2 2
2 2 2 2 2 2
y x r r
y r
x
v r r
r v y
v x
v
+
=
=
=
∂ = + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂
∂
∂ = + ∂
∂
∂
ϕ ϕ
ϕ (2.1.2)
(2.1.1)
b) Persamaan Laplace dalam tiga dimensi
2 0
2 2 2 2
2 2 =
∂ +∂
∂ + ∂
∂
= ∂
∇ z
v y
v x
v v pada koordinat kartesius
1 1 0
2 2 2 2
2
2 =
∂ +∂
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂
= ∂
∇ z
v r
v r
r v r v r
θ pada koordinat tabung
0
sin sin 1
sin 1 1
2 2 2 2 2
2 2
2 =
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂
= ∂
∇ θ θ θ φ
θ θ
v r
v r
r r v r
v r
pada koordinat bola (spherical)
2.3 Sifat – Sifat Umum Fungsi Harmonik
Dalam bagian ini akan dibicarakan beberapa sifat umum tentang fungsi – fungsi harmonik, yakni, fungsi – fungsi yang memenuhi persamaan diferensial Laplace.
Andaikan terdapat suatu medan vector A sedemikian hingga
A = ∇v (2.2.1) dengan v suatu fungsi titik bernilai skalar yang memenuhi persamaan Laplace
2 =0
∇ v (2.2.2)
Selanjutnya menurut teorema Gauss (Apendiks E, pasal 9), berlaku
∫∫
Ads=∫∫∫
( A∇ )dv (2.2.3) jika v memenuhi persamaan Laplace di setiap titik di dalam daerah yang dibatasi oleh luasan S, akan berlaku0 )
(∇ =∇2 =
∇
=
∇A v v (2.2.4) Karena itu (2.2.3) menjadi
0 )
(∇ =
∫∫
S
ds
v (2.2.5)
Jika diambil curl untuk kedua ruas (2.2.1), diperoleh 0
) (∇ =
×
∇
=
×
∇ A v (2.2.6) sekarang diterapkan teorema Stokes (Apendiks E, pasal 10) pada medan vector A diperoleh
0 )
(∇× =
=
∫∫
∫
d dsS
A
A I (2.2.7)
sepanjang kurva C yang membatasi luasan terbuka S. Substitusi (2.2.6) ke dalam (2.2.7), dihasilkan
0 )
(∇ =
∫
v dIC
(2.2.8)
Dari persamaan (2.2.5) dan (2.2.8) dapat diturunkan beberapa sifat penting untuk fungsi harmonik yang ternyata serupa untuk dalam bidang maupun dalam ruang.
Dengan menerapkan teorema Green
(
U W W U)
dv(
U W W U)
dsS
V
∫∫
∫∫∫
∇2 − ∇2 = ∇ − ∇ (2.2.9)dapat diperlihatkan bahwa jika ∇ v2 =0 dalam daerah yang dibatasi oleh luasan bola yang berjari – jari r, nilai v di pusat bola, yakni v0, diberikan oleh
∫∫
=
S
ds r v
v0 2
4 1
π (2.2.10)
2.4 Harmonik Bola
Dalam arti yang paling umum istilah harmonik berlaku untuk setiap penyelesaian persamaan Laplace. Jika diselesaikan dalam koordinat bola (spherical) maka penyelesaiannya disebut harmonik bola.
Dalam hal ini harus dicari penyelesaian pers.(1.3). persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk
sin 0 sin 1
sin 1
2 2 2
2 =
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂
∂
φ θ θ θ
θ θ
v v
r r v
r (2.3.1)
diharapkan dapat mencari suatu penyelesaian yang berbentuk
RS R
v= ΘΦ= (2.3.2)
dengan Rmerupakan fungsirsaja,Θfungsiθsaja,dan Φfungsiφsaja.
( )
θ,φ =ΘΦS (2.3.3)
dinamakan suatu harmonik luasan. Fungsi Θ , jika φsuatu tetapan, dinamakan suatu harmonik luasan zonal.
Jika (2.3.2) disubstitusikan ke dalam dan hasilnya dibagi dengan RS , hasilnya menjadi,
sin 0 sin 1
sin 1 1
2 2 2
2 =
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
φ θ θ
θ θ θ
S S
S S
dr r dR dr
d
R (2.3.5)
suku pertama hanyalah fungsi r saja, dan suku – suku yang lain hanya bersangkutan dengan sudut – sudut. Dengan demikian, untuk semua nilai koordinat, persamaan tersebut dapat dipenuhi hanya jika,
dr K r dR dr
d
R ⎟=
⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ 2
1 (2.3.6)
dan
S K S
S
S =−
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂
∂
2 2
sin2
sin 1 sin
1
φ θ θ θ
θ
θ (2.3.7)
Jika diambil K= n(n+1)
mudah dilihat bahwa penyelesaian pers. (2.3.6) adalah
−1
+ −
= Arn Br n
R (2.3.8)
Jika pers. (2.3.7) dikalikan dengan S, diperoleh
(
1)
0sin sin 1
sin 1
2 2
2 + + =
∂ + ∂
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛
∂
∂
∂
∂ S S n n S
φ θ θ θ
θ
θ (2.3.9)
Jadi persamaan (2.3.2)akan berbentuk
( )
nn
n Br S
Ar
v= + − −1 (2.3.10)
Subskrip pada Sn menunjukkan bahwa nilai n yang sama harus digunakan dalam kedua suku pada (2.3.10). setiap jumlah penyelesaian – penyelesaian tipe (2.3.10) juga merupakan suatu penyelesaian.
2.5 Fungsi Periodik dan Deret Trigonometri
Defenisi:
Sebuah fungsi f(x) adalah periodik dengan periode L > 0, jika berlaku:
f ( x± L ) = f(x) (2.4.1) untuk semua x.
catatan:
a) Jika L adalah periode terkecil, maka L disebut periode dasar, dan selang L
a x
a≤ ≤ + , dengan a sebuah tetapan, disebut selang dasar fungsi periodik f(x). Sebutan periode selanjutnya dimaksudkan bagi periode dasar.
b) Tetapan a pada selang dasar dapat dipilih sekehendak kita, nol ataupun negatif.
Pilihan
2
a= −L sering digunakan karena terhadap titik x = 0, yakni
2
2 x L
L ≤ ≤
− yang disebut selang simetris.
Contoh-contoh fungsi periodik, yaitu:
Contoh 1. Fungsi sin x mempunyai periode 2π, 4π, 6π, …karena sin (x + 2π),sin (x+4π), sin (x+6π), …sama dengan sin x. tetapi 2π adalah periode terkecil atau periode sin x.
Contoh 2. Periode fungsi sin nx atau cos nx, dimana n bilangan bulat positif, adalah 2π/n.
Contoh 3. Periode tan x adalah π.
Contoh 4. Suatu konstanta mempunyai periode suatu bilangan positif.
contoh fungsi periodik paling sederhana adalah fungsi sin x dan cos x.
Keduanya memiliki periode 2π, artinya berlaku hubungan
sin
(
x±2π)
,dan cos(
x±2π)
=cosxDi sini, x adalah variabel sudut dengan “satuan” radian atau derajat. Dalam hal x bukanlah variabel sudut, ia dikalikan dengan sebuah faktor alih p, sehingga
α
=
px berdimensi sudut. Jadi satuan p adalah:
[ ] [ ]
[
satuanxradian]
p = (2.4.2)
Misalkan x berdimensi panjang, dengan satuan meter (m), maka [p] = rad/m. dalam hal ini, pernyataan fungsi sin dan cos yang bersangkutan adalah:
sinx sin px; cos x cos px (2.4.3)
jadi, translasi argument sudut α = px sebesar satu periode 2π dapat dialihkan ke translasi variabel x sejauh L± , dengan syarat:
) (
2 p x L
px± π = ± (2.4.4)
yang mana menetapkan p berkaitan dengan L melalui hubungan:
p= 2Lπ (2.4.5)
Dengan pernyataan faktor alih p ini, sifat periodik fungsi sin px dan cos px diberikan oleh hubungan :
sinpx=sinp
(
x±L)
; cospx=cosp(
x±L)
(2.4.6)Yang memperlihatkan bahwa fungsi sin px dan cos px adalah periodik dengan periode L. Khusus, dalam hal periode L=2π , maka p = 1, dan akan diperoleh kembali hubungan sin
(
x±2π)
,dan cos(
x±2π)
=cosx.Salah satu contoh sederhana fungsi periodik dalam masalah fisika adalah gerak sebuah benda bermassa m yang digantungkan pada ujung sebuah pegas dengan tetapan pegas k. Jika benda tersebut ditarik sejauh A dari kedudukan setimbangnya (dengan beban) y = 0, kemudian dilepaskan, ia akan bergetar secara harmonik
sederhana. Dengan simpangan vertikalnya y(t) setiap saat dari kedudukan setimbang, adalah :
y(t)= Acos
(
ω +t φ0)
(2.4.7)Besaran A dan ω ω berturut – turut adalah amplitude dan frekuensi sudut getaran , sedangkan Φ=
(
ω +t φ0)
adalah fase getaran, dengan φ sebagai fase 0 awalnya, yang adalah berdimensi sudut.
Dari kedua fungsi periodik dasar cos px dan sin px ini, dapat dibentuk suatu deret fungsi istimewa dengan suku ke-n:
⎩⎨
⎧
≠ +
= =
0 , sin cos
0 ) 2
( 0
n npx b
npx a
n x a
a
n n
n (2.4.8)
yakni,
( ) ( )
...
3 sin 2
sin sin
...
3 cos 2
cos 2 cos
sin 2 cos
3 2
1
3 2
1 0
1 0
0
(2.4.9) +
+ +
+
+ +
+ +
=
+ +
=
∑
∑
∞=∞
=
px b
px b
px b
px a
px a
px a a
npx b
npx a a
x
a n n n
n n
Deret (2.4.9) disebut deret trigonometri, yang menurut hubungan (2.4.6) adalah periodik dengan periode L. Jika deret trigonometri (2.4.8) konvergen, maka ia konvergen ke suatu fungsi jumlah f(x), yakni:
(
cos sin)
( ) (2.4.10)2 1
0 a npx b npx f x
a
n
n
n + =
+
∑
∞=
Fungsi jumlah f(x) dengan demikian juga periodik dengan fungsi periode L.
2.6 Deret Fourier
Bila an dan bn yang merupakan konstanta sebarang dari f(x) yang berbentuk deret trigonometri tak hingga f(x )= +
2 a0
∑
∞=
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ +
1
sin cos
n
n
n L
x b n
L x
a nπ π
yang periodik dengan periode 2L memenuhi syarat-syarat dirichlet berikut maka deret dari f(x) ini dinamakan Deret Fourier.
Syarat dirichlet tersebut adalah, 1. f(x) tertentu,bernilai tunggal
2. f(x) kontinu kecuali pada beberapa titik diskontinu.
3. f(x) merupakan fungsi periodik di luar (-L,L) dengan periode 2L.
4. f(x) terbatas (bounded).
5. f(x) mempunyai nilai maksimun dan minimum yang banyaknya berhingga.
Syarat (1), (2), dan (3) yang dinyatakan dalam f(x) adalah syarat cukup tetapi bukan syarat perlu, dan secara umum dalam prakteknya dipenuhi.
Bila f(x) mempunyai diskontinuitas berhingga pada x=x0 maka nilai f(x) harus diambil nilai rata-ratanya yaitu,
F(x)=
( ) ( )
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ + + −
→
→
h x f h
x f
h h
0 0 0
0
lim
2
lim
1
Bila kedua limit ini ada dan berbeda.
F(x)=
( ) ( )
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ + + −
→
→
h x f h
x f
h h
0 0 0
0
lim
2
lim
1
Bila kedua limit ini ada dan berbeda.
y
y = f(x)
x
x0-h x0 x0+ h
Mencari an dan bn.
Dari persamaan deret fourier untuk
f(x )= + 2 a0
∑
∞=
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ +
1
sin cos
n
n
n L
x b n
L x
a nπ π diganda dengan cos
L x
mπ , kemudian
diintegralkan dengan batas dari –L ke L, ke x hingga diperoleh :
f(x )= + 2 a0
∑
∞=
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ +
1
sin cos
n
n
n L
x b n
L x
a nπ π .
cos L
x mπ
(Dalam interval konvergensi deret dapat diintegrasikan suku demi suku) hingga,
∫ ∫
− −
+
=
L
L
L
L
L dx x a m
L dx x x m
f π cos π
cos 2 )
( 0
∑ ∫
∞∫
= − − ⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ +
1
cos sin
cos cos
n L
L
L
L n
n dx
L x m L
x b n
L dx x m L
x
a nπ π π π
Perhatikan penyelesaiannya.
0
cos =
−
∫
L dx x
L m
L
π
Pandang rumus trigonometri cos A cos B =
(
cos(
A−B)
+cos(
A+B) )
2 1
Sehingga untuk m,n bilangan alam positip dan m≠ n , maka
( )
( )
( )
( )
).
.(
0 ) ) (
0 0 ) (
0 ( 0 2 1
) (
) ( sin ) sin(
) (
) ( sin ) sin(
2 1
sin sin
2 1
) cos( )
cos( 2 cos 1
cos
n m m
n m L n
L m n
m n m
n
L n m
m n m
n
L m n
L x m n
L m n
L x m n
L dx x m n L
x m dx n
L x m L
x n
L
L L
L L
L
≠
− = + − +
= −
⎟⎟
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎜⎜
⎝
⎛
−− − − + −
+ − +
−
= +
⎟⎟
⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎜⎜
⎝
⎛
−
− + +
+
=
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ + + −
=
−
−
−
∫ ∫
π π
π π
π
π π
π
π π π
π
π π
π π
Jadi, untuk m≠ n maka
∫
− L
L
cos cos dx=0
L x m L
x
nπ π
Untuk m=n ≠ 0 maka didapat :
−
∫
L
L L
x mπ
cos dx=
L x nπ
cos
∫
− L
L
L dx x mπ cos2
=
∫
− −
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝⎛ +
⎟ =
⎠
⎜ ⎞
⎝⎛ +
L
L
L
L L
x m m
x L L dx
x
m π
π
π 2
2 sin 2
1 cos2
2 1 1
=
( )
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ + π + π
π m m
m
L L sin2 sin2 2 2
2 1
=
( )
Lm
L L ⎟=
⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ + 0+0
2 2 2 1
π
Hingga diperoleh
−
∫
L
L L
x mπ
cos dx
L x nπ
cos =
⎩⎨
⎧
≠
=
≠ 0 ,
, 0
n m L
n m
.
Pandang rumus trigonometri :
sin A cos B = 2
1
(
sin(
A−B)
+sin(
A+B) )
untuk m ≠ n maka didapat :
−
∫
L
L L
x nπ
sin dx
L x mπ cos
=
( ) ( )
L dx x n m L
x n
L m
L
π
π ⎟+ +
⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ −
−
∫
sin 2 sin
1
=
( )
−
∫
−
L
L
L dx x n
m π
2 sin
1 +
( )
−
∫
+
L
L
L dx x n
m π
sin
=
(
0 0)
2
1 +
=0
untuk m=n, maka didapat :
−
∫
L
L L
x nπ
sin dx
L x mπ cos
=
∫
− L
L
L dx x mπ sin2 2 1
= LL
L x m m
L
/−
cos2 .2
2
1 π
π
( )
0
) 0 4 (
2 cos 2
4 cos 1
=
−
=
−
−
=
π
π π π
m L
m m m
untuk m≠ n maka didapat :
−
∫
L
L L
x mπ
sin dx
L x nπ cos
=
( ) ( )
L dx x n m L
x n
L m
L
π
π ⎟+ +
⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ −
−
∫
sin 2 sin
1
=
( )
−
∫
−
L
L
L dx x n
m π
2 sin
1 +
( )
−
∫
+
L
L
L dx x n
m π
sin
=
(
0 0)
2
1 +
=0
Sehingga
∫
− L
L L
x mπ
sin dx
L x nπ
cos = 0
Dengan demikian diperoleh persamaan:
−
∫
+
=
L
L
L dx x x m
f( )cos π 0 an
∫
−
+
L
L
L dx x m L
x
n cos 0
cos π π
−
∫
=
L
L
nL a L dx
x x m
f( )cos π .
(m = n) ; n≠ 0
Sehingga diperoleh:
an=
∫
−
=
L
L
n L dx
x x n
L f( )cos , 1,2,3,4,....
1 π
a0=
∫ ∫
− −
=
L
L
L
L
xdx L f
dx x
L f( )cos 1 ( ) 1
untuk an= 0 tidak berarti a0 = 0. untuk ini a0 harus dihitung tersendiri.
Dengan jalan sama bn dapat ditunjukkan, f(x)=
∑
∞=
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ +
+
1
0 cos sin
2 n
n
n L
x b n
L x a n
a π π
. sin L
x mπ
Hingga diperoleh,
∫ ∫
− −
+
=
L
L
L
L
L dx x a m
L dx x x m
f π π
2 sin sin
)
( 0
∑ ∫
∞∫
= − − ⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ +
1
sin sin
sin cos
n L
L
L
L n
n dx
L x m L
x b n
L dx x m L
x
a nπ π π π
−
∫
=
L
L
bn
L dx x x m
f( )sin π .L.
bn=
∫
− L
L
L dx x x n
L f( )sin ,
1 π n = 1,2,3,……
b0= selalu nol
Dalam bidang teknik banyak kita jumpai penggunaan deret fourier dalam bentuk khusus yaitu dengan periode 2π dimana L diganti dengan π. Dalam periode 2π yaitu -π< x <π maka deret fourier dari f(x ) adalah :
f(x) =
∑
∞( )
=
+ +
1
0 cos sin
2 n
n
n nx b nx dengan a a
an=
∫ ( )
−
=
π
π π ( )cos . 0,1,2,3,...
1 f x nxdx n
bn=
∫ ( )
−
=
π
π π ( )sin . 1,2,3,...
1 f x nxdx n
Selain tersebut diatas dalam periode 2L yaitu dalam bentuk umum (c, c + 2L) maka deret fourier dari f(x) adalah:
f(x) =
∑
∞=
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ +
+
1
0 cos sin
2 n
n
n L
x b n
L x a n
a π π
dengan
an= c+ L
∫
c
L dx x x n
L f
2
. cos
)
1 ( π (n = 0,1,2,3,….)
bn= c+ L
∫
c
L dx x x n
L f
2
. sin
)
1 ( π (n = 0,1,2,3,….)
bila c =-L maka bentuk umum itu menjadi bentuk khusus ( -π,π )
Contoh: 1
Ekspansi dalam 0<x<2π dengan periode 2π untuk f(x) = x2 ke dalam deret fourier.
Penyelesaian
y = x2 merupakan parabola dengan puncak (0,0)
f(x)
x -6π -4π -2π 0 2π 4π
Periode = 2L = 2π → L =π
Pilih c = 0 hingga c→ c + 2L = 0 + 2π = 2π
an = 2
∫
π π0
cos ) 1 (
L dx x x n
L f
= π 2
∫
π ππ0 2cos
1 n xdx
x
= π 2
∫
π0 2cos
1 x nxdx
= π 2
∫
π0
2 sin
1 x d nx
n
= ⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛ π−
∫
ππ
2
0 2 0
2sin / sin .2
1 x nx nx xdx
n
= ⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛ π+
∫
ππ
2
0 2 0
2 2 cos
/ 1 sin
nx n xd
nx n x
= ⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞
⎜⎜⎝
⎛ −
+ π
∫
ππ
π
2
0 2 0 2
0
2 2 cos / cos
/ 1 sin
nxdx nx
n x nx n x
= ⎥
⎦
⎢ ⎤
⎣
⎡ sin / +2( cos / −1
∫
sin )1 2
0 2 0 2
0
2 π
π π
π x nx n d nx
nx n n x
= ⎥⎦⎤
⎢⎣⎡ π+ π− π
π
2 0 2
0 2
0
2sin / 2( cos / 1sin /
1 nx
nx n n x
nx n x
= ⎢⎣⎡ + 2
(
2 cos2 −0)
−0⎥⎦⎤1 0 π π
πn n n
= π π
π1n.n2.2 cos2n
= 4 .1 n2
= 42
n ( n ≠ 0 )
Untuk n = 0 maka didapat
a0 = π 2
∫
π0
1 2
dx
x = 3
3 .1
1 x
π /20π = 3 8π2
bn = π 2
∫
π0 2sin
1 x nxdx
= −π 2
∫
π0
2 cos
1 x d nx
n
= - ⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ π−
∫
ππ
2
0 2 0
2cos / cos .2
1 x nx nx xdx
n
= - ⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ π −
∫
ππ
2
0
2 2 sin
1 4
nx n xd
n
= - ⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜
⎝
⎛
⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ −
− π
∫
ππ π
2
0 2 0
2 2 sin / sin
1 4
nxdx nx
n x n
= - ⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ ⎟
⎠
⎜ ⎞
⎝⎛ +
− n n
∫
d nxn 1 cos
2 0 1 4π2 π
= - ⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ ⎟
⎠
⎜ ⎞
⎝
− ⎛ π
π π
2 0
2 2 1cos /
1 4
n nx n n
= -
( )
⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛ ⎟
⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ −
− 2 1 1 1 1 4 2
n n n π π
= - n π 4
Jadi ekspansi tersebut adalah : x2 =
∑
∞=
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ −
+
1 2
2
4 sin 4 cos
3 4
n
n nx n nx
π π
Contoh 2
.Apabila kita gunakan periode 10 maka tentukan koefisien fourier untuk 0 , -5 < x < 0
a. f(x)
3 , 0 < x < 5 b. tentukan deret fourier ini.
c. bagaimana f(x) harus didefinisikan di x = -5, x = 0 dan x=5 agar deret fourier konvergen untuk -5 ≤ x ≤ 5
penyelesaian
f(x)
3 x
-15 -10 -5 0 5 10 15
a. Periode 2L = 10→ L = 5
Interval di ambil dari C ke c +2L. Jadi dari c= -5 ke c+ 2L = -5 + 10 = 5
( )
(
sin)
0 3) 0 sin 3 (sin
sin 5 . 5 5 3
cos 5 5 3
cos 5 . 5 3 1 cos 5
) 0 5 ( 1
cos 5 ) ( 5 cos 1
1
5 0 5
0 0
5
5
0 5
5
=
=
−
=
=
=
+
=
=
=
∫
∫ ∫
∫ ∫
−
− −
π π π π
π π
π
π π
π π
n n n n
x n n
xdx n
xdx dx n
x n
xdx x n
dx f L
x x n
L f a
L
L n
(n 0≠ )
Untuk n=0 maka a0 dihitung sendiri :
a0 = / 3 5
0 3 cos ) 5 (
1 5
0 5
0
=
∫
f x dx= xbn =
∫
− 5
5 ( )sin 5 5
1 n xdx
x
f π
= ⎟⎟⎠
⎜⎜ ⎞
⎝
⎛
∫
+∫
− 0
5
5
03sin 5 sin 5
5 0
1 n xdx
xdx
nπ π
= ⎟
⎠
⎜ ⎞
⎝⎛ − /50
cos 5 . 5 3 5 0
1 n x
n
π π
= −3
(
cos π −1)
π n
n
( )
(
1( )
1)
.3
cos 3 1
n
n n nx
−
−
=
−
=
π π
b. f(x) =
∑
∞=
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ +
+
1
0 cos sin
2 n
n
n L
x b n
L x a n
a π π
=
∑
∞( )
=
− +
1 3 1 cos sin 5
2 3
n
x n n
n
π π π
= ⎟
⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ + + +
+ ...
5 sin5 5 1 5 sin3 3 1 sin 5 6 2
3 πx πx πx
π
c. Karena pada titik-titik kontinu deret akan konvergen ke f(x) maka pada titik-titik yang diskontinu agar deret konvergen haruslah diambil konvergen ke :
2. 3 2
0 3 2
) ( )
(x0+h + f x0−h = + = f
Bila kita definisikan f(x) sebagai, 3/2 , x = -5
0 , -5 < x < 0 f(x) = 3/2 , x = 0
3 , 0 < x < 5 3/2 , x = 5
Maka deret konvergen ke f(x) untuk -5≤ x ≤ 5
2.7 Fungsi Genap dan Ganjil
Perhitungan koefisien Fourier seringkali dipermudah jika fungsi f(x) yang diuraikan memiliki sifat istimewa tertentu, yakni genap atau ganjil terhadap sumbu x = 0.
Keduanya didefenisikan sebagai berikut:
Sebuah fungsi f(x) adalah:
(a) genap, jika berlaku: f(-x) = f(x) (b) ganjil, jika berlaku: f(-x) = -f(x) untuk semua x dalam daerah defenisi f(x).
Sebagai contoh, fungsi x2 dan cos x adalah genap, karena menurut defenisi di atas (-x)2 = x2 dan cos(- x ) = cos x, sedangkan fungsi x dan sin x, misalnya , adalah ganjil karena (-x) = -x dan sin(-x) = -sin x. Pada umumnya, fungsi pangkat genap adalag genap dan fungsi pangkat ganjil adalah ganjil.
Integrasi fungsi genap dan ganjil dalam selang simetris seperti –L/2 < x <L/2, ternyata menjadi sederhana. Tinjau misalnya f(x) adalah genap, maka:
∫
∫
∫
= +−
−
2 /
0 0
2 / 2
/
2 /
) ( )
( )
(
L
L L
L
dx x f dx x f dx x f
Terhadap integral pertama di ruas kanan, yang dedefenisikan dalam selang negative adalah x: -L/2 < x <0, jika dilakukan sisipan variable integral baru, u = -x, sehingga f(x) = f (-u). Karena fungsi f adalah genap, maka f(-u) = f(u). Dengan demikian, jumlah kedua integral di atas menjadi:
∫
∫
∫
∫
∫
=− + = +−
2 /
0 2
/
0 2
/
0 0
2 / 2
/
2 /
) ( )
( )
( )
( )
(
L L
L
L L
L
dx x f du u f dx x f du u f dx
x f
Atau dengan menamakan ulang variable integrasi u dengan x, kita peroleh:
∫
∫
=−
2 /
0 2
/
2 /
) ( 2 ) (
L L
L
dx x f dx x
f jika f(x) genap
Uraian Fourier fungsi periodik genap dan ganjil, khususnya perhitungan koefisien an dan bn yang bersangkutan, menjadi lebih sederhana. Tinjau dahulu fungsi f(x) adalah ganjil. Karena cos npx genap, maka f(x) cos npx adalah ganjil, dan f(x) sin npx adalah genap. Dengan demikian, dalam selang simetris –L/2 < x < L/2, an adalah integral dari suatu fungsi ganjil, sehingga nilainya adalah nol. Tetapi bn adalah integral dari suatu fungsi genap dalam selang simetris, karena itu nilainya adalah dua kali integral dalam selang 0 hingga L/2. Jadi kita peroleh:
Jika f(x) ganjil,
⎪⎩
⎪⎨
⎧
=
=
∫
/20
sin ) ) (
2 / (
2
0
L n
n
npxdx x
L f b
a
Dalam hal ini dikatakan bahwa f(x) teruraikan dalam deret sinus (an = 0, sehingga tidak adal suku cosinus).
Dengan cara yang sama, jika f(x) genap, semua koefisien bn adalah nol, dan an
adalah integral dari fungsi genap. Jadi, diperoleh:
Jika f(x) genap,
⎪⎩
⎪⎨
⎧
=
−
∫
0 cos ) ) (
2 / (
2 /2
0 n L n
b
npxdx x
L f a
Dalam hal ini , f(x) dikatakan teruraikan dalam deret cosinus.
Contoh 1:
Fungsi periodic f(x) dengan periode 8, yakni f(x+8) = f (x) didefenisikan dalam selang dasar -4 < x < 4 sebagai f(x) = x . Uraikan fungsi ini ke dalam deret Fourier.
Penyelesaian:
Fungsi f(x) = x , secara terinci adalah sebagai berikut:
⎩⎨
⎧
<
≤
<
≤
−
= −
4 0
0 4
) ,
( x x
x x x
f
Yang memperlihatkan bahwa ia adalah fungsi genap. Karena itu f(x) terurai atas deret cosinus dan p=2π /8=π /4, bn =0, dan
[
cos 1]
) ( 2
1
0 4 ) ( cos )sin
2 ( 1
cos ) 4 ( 2
4 ) 4 ( 2
2
2 4
0 4
0 0
−
=
⎥⎦
⎢ ⎤
⎣
⎡ +
=
=
=
=
∫
∫
π np n
np npx np
x npx
npxdx x
a
dx x a
n
Karena, ,cosnπ =(−1)n dan np=nπ /4, maka
2 2
] ) 1 ( 1 [ 8 a n
n n
−
⎟ −
⎠
⎜ ⎞
⎝
−⎛
= π
Jadi, uraian fungsi f(x) ke dalam deret Fourier diberikan oleh deret cosinus:
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
⎛ + + +
⎟⎠
⎜ ⎞
⎝
−⎛
=
−
⎟ −
⎠
⎜ ⎞
⎝
−⎛
=
∑
∞=
4 L cos5 5
1 4 cos3 3
1 cos 4 2 16
cos 4 ] ) 1 ( 1 [ 2 8
) (
2 2
2
1 2
2
x x
x
n x x n
f
n
n
π π
π π
π π