• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUNTABILITAS VERTIKAL DAN HORIZONTAL ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA. Oleh: Elsa Rachma Santi NIM: TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AKUNTABILITAS VERTIKAL DAN HORIZONTAL ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA. Oleh: Elsa Rachma Santi NIM: TESIS"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

AKUNTABILITAS VERTIKAL DAN HORIZONTAL ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN DANA DESA

Oleh:

Elsa Rachma Santi NIM: 932016005

TESIS

Diajukan Kepada Program Studi Magister Akuntansi Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Magister Akuntansi

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA 2018

(2)

1 PENDAHULUAN

Desa menjadi salah satu organisasi yang penting bagi pemerintah dalam mencapai keberhasilan pemerintahan pusat maupun daerah (Fajri et al., 2014).

Desa dapat diartikan sebagai entitas dan sarana yang digunakan untuk proses pembangunan bangsa dan negara. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mengatur tentang hak, wewenang dan kewajiban desa dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan pemberdayaan desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 Pasal 1 ayat 9 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, dijelaskan bahwa Dana Desa merupakan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk keperluan desa serta di transfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang besarannya ditentukan 10 persen dari dan di luar dana transfer daerah secara bertahap yang pertanggungjawabannya tertuang dalam APBDes (Ramli 2017).

Ketentuan tersebut diharapkan desa dapat berkembang secara lebih optimal dan mampu membangun wilayahnya sesuai kebutuhan yang ada di wilayahnya masing-masing (Pahlevi 2015).

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia (Kemendesa) menerbitkan peraturan tentang Alokasi Prioritas Penggunaan Dana Desa untuk tahun 2018 yaitu Permendes 19 Tahun 2017. Terdapat lima prioritas penggunaan Dana Desa yang diatur pada Bab 3 Pasal 4, yaitu: (1) Untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa; (2) Untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan yang bersifat lintas bidang; (3) Program dan kegiatan bersifat lintas bidang antara lain kegiatan produk unggulan desa , BUM Desa, embung, dan sarana olah raga desa; (4) Pembangunan sarana olahraga desa merupakan unit usaha yang dikelola oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama;

(5) Prioritas penggunaan Dana Desa wajib dipublikasikan oleh Pemerintah Desa kepada masyarakat desa dan mudah diakses oleh masyarakat desa. Tujuan dari Permendes ini yaitu sebagai pedoman dan acuan untuk Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menyusun pedoman teknis penggunaan Dana Desa dan

(3)

2

acuan bagi Pemerintah Daerah Pusat dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penggunaan Dana Desa.

Kecamatan Tuntang merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Semarang. Kecamatan Tuntang terdiri dari 16 desa yaitu Desa Candirejo, Delik, Tuntang, Gedangan, Jombor, Kalibeji, Karanganyar, Karang Tengah, Kesongo, Lopait, Ngajaran, Rowosari, Sraten, Tlogo, Tlompakan, dan Watuagung. Semua desa saat ini telah mendapatkan dana dari APBN yaitu Dana Desa yang digunakan untuk keperluan desa. Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, mencatat bahwa dana yang digunakan di Kecamatan Tuntang sebesar terdapat Rp 11.581.673.000 untuk 16 desa yang ada. Rincian Dana Desa di setiap desa se Kecematan Tuntang, dapat dilihat tabel di bawah ini:

Tabel 1 Data rekapitulasi Dana Desa di tiap Desa se Kecamatan Tuntang tahun 2018

No Nama Desa Jumlah Dusun Jumlah

1 Candirejo 10 Dusun Rp 708.008.000

2 Delik 8 Dusun Rp 713.753.000

3 Gedangan 7 Dusun Rp 691.090.000

4 Jombor 6 Dusun Rp 688.568.000

5 Kalibeji 1 Dusun Rp 688.446.000

6 Karanganyar 7 Dusun Rp 704.031.000

7 Karang Tengah 7 Dusun Rp 698.344.000

8 Kesongo 1 Dusun Rp 776.228.000

9 Lopait 1 Dusun Rp 755.544.000

10 Ngajaran 6 Dusun Rp 931.498.000

11 Rowosari 5 Dusun Rp 731.015.000

12 Sraten 7 Dusun Rp 682.517.000

13 Tlogo 6 Dusun Rp 675.501.000

14 Tlompakan 5 Dusun Rp 721.783.000

15 Tuntang 6 Dusun Rp 704.549.000

16 Watuagung 8 Dusun Rp 710.798.000

Sumber: Pagu 2018 diolah.

Data di atas menunjukkan Desa Ngajaran merupakan desa dengan jumlah Dana Desa terbesar se Kecamatan Tuntang yaitu sebesar Rp 931.498.000, hal ini menjadi dasar pemilihan objek penelitian ini. Besarnya jumlah dana tersebut mengharuskan Pemerintah Desa Ngajaran sebagai pengelola keuangan Dana Desa yang pertanggungjawabannya terintegrasi dalam APBDesa harus akuntabel, transparan, dan partisipastif sesuai dengan asas pengelolaan keuangan desa yang terdapat pada Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Masyarakat saat ini menuntut

(4)

3

pemerintahan yang bersih, bertanggungjawab dan transparan terhadap kebutuhan akuntabilitas keuangan (Hupe & Hill 2007). Tuntutan ini diarahkan pada semua tingkatan pemerintahan mulai dari Pemerintahan Pusat hingga Pemerintahan Desa. Oleh sebab itu, akuntabilitas sangat diperlukan sebagai bentuk dari pertanggungjawaban Pemerintah Desa Ngajaran kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Desa Ngajaran kepada masyarakat setempat dalam mengelola keuangan Dana Desa untuk bidang pembangunan, pemberdayaan, dan pembinaan masyarakat.

Fokus dari penelitian-penelitian sebelumnya adalah tentang bagaimana akuntabilitas secara umum atas pengelolaan keuangan desa. Seperti penelitian yang dilakukan Meutia dan Liliana (2017) menyimpulkan bahwa akuntabilitas pelaksanaan pengelolaan keuangan di 26 desa pada penelitian ini telah sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Pedoman pengelolaan keuangan desa yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban sampai pengawasan telah dilaksanakan dan semakin banyak desa yang mampu dan patuh terhadap aturan penyusunan keuangan desa tersebut.

Sejalan dengan penelitian Sofiyanto et al., (2017) menunjukkan bahwa akuntabilitas pengelolaan Dana Desa oleh Pemerintah Desa Banyuates baik secara teknis maupun administratif telah berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Penelitian Ramli (2017) menunjukkan bahwa mekanisme akuntabilitas pengelolaan keuangan desa di Gampong Harapan sudah berjalan dengan baik, kegiatan pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan secara administrasi sudah diberikan sesuai dengan ketentuan. Laporan keuangan Gampong telah disampaikan secara tepat waktu kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe, kemudian pertanggungjawaban keuangan disampaikan di dalam forum musyawarah kepada masyarakat.

Namun berbeda dengan penelitian Penelitian Bovens (2007) dan Dixon et al., (2006) menyatakan bahwa terhadap praktek akuntabilitas keuangan sektor publik menyimpulkan bahwa mekanisme akuntabilitas telah dilakukan dengan baik namun mekanisme tersebut sering tidak dipatuhi oleh pelaksana program, hal ini disebut sebagai defisit akuntabilitas, yaitu kondisi terjadinya disfungsional

(5)

4

berbagai mekanisme akuntabilitas yang telah ditetapkan yang akan berakibat pada rendahnya legitimasi pemerintah di mata publik. Penelitian serupa oleh Jamaluddin (2016) menunjukkan bahwa penggunaan Dana Desa tahun 2015 belum optimal dan tidak sesuai peruntukkannya sehingga hasilnya tidak sepenuhnya memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat, dan akuntabilitas penggunaan Dana Desa belum optimal berdasarkan dimensi transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, responsibilitas, dan responsivitas.

Penyebab belum optimalnya dan ketidaksesuaian penggunaan Dana Desa karena aspek tata laksana, pengawasan dan sumber daya manusia yang masih kurang dalam pengetahuannya mengelola keuangan desa (Ramli 2017). Selain itu pentingnya penjelasan pertanggungjawaban secara rinci mengenai akuntabilitas vertikal dan horizontal, namun belum banyak penelitian yang menjelaskan secara rinci mengenai akuntabilitas vertikal dan horizontal atas pengelolaan keuangan Dana Desa. Hal tersebut menjadikan fokus penelitian ini pada kajian akuntabilitas secara vertikal dan horizontal atas pengelolaan keuangan Dana Desa secara mendalam dan dikaitkan dengan dimensi akuntabilitas menurut Koppell (2005) yaitu transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, responsibilitas, dan responsivitas sehingga penggunaan Dana Desa bisa lebih optimal dalam memenuhi kebutuhan dan harapan dari masyarakat setempat. Pembagian akuntabilitas menjadi vertikal dan horizontal adalah untuk menegaskan pihak yang memberikan tugas atau pemberi amanah yang mempunyai hak dan otoritas untuk meminta suatu pertanggungjawaban kepada pihak yang mendapatkan amanah tersebut (Mardiasmo 2009). Prinsip akuntabilitas vertikal dan horizontal pengelolaan keuangan Dana Desa mengacu pada Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaa kegiatan, penatausahaan, pelaporan, dan tahap akhir adalah pertanggungjawaban pengelolaan keuangan Dana Desa.

Dixon et al., (2006) menyatakan bahwa akuntabilitas publik dapat diwujudkan kedalam dua bentuk. Pertama akuntabilitas vertikal yaitu pertanggungjawaban kepada otoritas tingkat yang lebih tinggi atau pemberi tugas,

(6)

5

misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada Pemerintah Daerah, pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Pusat kepada MPR. Kedua akuntabilitas horizontal yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat atau perwakilan masyarakat.

Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, sedangkan akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas (Mardiasmo 2009).

Penelitian ini mendeskripsikan akuntabilitas dari sisi yang berbeda yaitu mendeskripsikan secara rinci akuntabilitas vertikal dan horizontal atas pengelolaan keuangan Dana Desa di Desa Ngajaran serta kendala apa saja yang dihadapi dalam pengelolaan keuangan tersebut. Penelitian ini menggunkaan dasar Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 dalam pengelolaan keuangan Dana Desa serta melihat akuntabilitasnya dari lima sisi yang lain yaitu transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, responsibilitas, dan responsivitas. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan akuntabilitas vertikal dan horizontal atas pengelolaan keuangan Dana Desa di Desa Ngajaran, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang dan kendala apa saja yang dihadapi dalam pengelolaan keuangan Dana Desa di Desa Ngajaran Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi kepada Pemerintah Desa Ngajaran dalam mekanisme akuntabilitas pengelolaan keuangan Dana Desa supaya pengelolaan keuangan Dana Desa lebih akuntabel, dapat memberikan masukan atau kontribusi bagi Pemerintah Desa Ngajaran untuk terus meningkatkan akuntabilitas kepada Pemerintah Pusat dan kepada masyarakat, dan diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

KAJIAN PUSTAKA Dana Desa

Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang cara Pengelolaan Keuangan Desa, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota dan digunakan untuk membiayai

(7)

6

penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Dana Desa dalam APBN ditentukan 10% dari dan di luar Dana Transfer daerah secara bertahap dan pertanggungjawabnnya tertuang dalam APBDes (Ramli 2017). Dana Desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, jumlah wilayah, dan tingkat kesulitan geografis (Kemenkeu 2017). Tujuan Dana Desa menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah: (1) meningkatkan pelayanan publik di desa, (2) mengentaskan kemiskinan, (3) memajukan perekonomian desa, (4) mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa, dan (5) memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.

Penjelasan di atas peneliti menyimpulkan Dana Desa adalah dana yang diberikan oleh pemerintah untuk desa yang bersumber dari dana APBN yang kemudian disalurkan melalui APBD Kabupaten atau Kota untuk membiayai kebutuhan desa dalam hal penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat.

Akuntabilitas

Akuntabilitas (accountability) adalah kewajiban memberikan pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang badan hukum pimpinan suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban (Taufik 2009). Gray et al., (1997) dalam Kholmi (2016) memberikan esensi akuntabilitas yaitu tentang pemberian informasi antara dua pihak, salah satu pihak adalah yang bertanggungjawab memberikan penjelasan atau justifikasi terhadap pihak yang lain yang memiliki hak atas pertanggungjawaban tersebut.

Akuntabilitas merupakan sebuah sikap pertanggungjawaban individu ataupun sekelompok individu berkaitan dengan sebuah pengelolaan kegiatan yang didasari oleh tanggungjawab dan dengan kewenangan serta perundang-undangan yang berlaku demi menegakkan keterbukaan, integritas dan mempertanggungjawabkan

(8)

7

kegiatan yang telah direncanakan dan dijalankan demi kesejahteraan masyarakat (Kartika et al., 2018).

Selanjutnya Dixon et al., (2006) menyatakan bahwa akuntabilitas publik dapat diwujudkan kedalam dua bentuk. Pertama akuntabilitas vertikal yaitu pertanggungjawaban kepada otoritas tingkat yang lebih tinggi atau pemberi tugas, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada Pemerintah Daerah, pertanggungjawaban Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Pusat kepada MPR. Kedua akuntabilitas horizontal yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat atau perwakilan masyarakat.

Akuntabilitas perlu dilakukan melalui media yang kemudian dapat dikomunikasikan kepada pihak internal dan pihak eksternal secara periodik sebagai suatu kewajiban hukum untuk memberikan pertanggungjawabannya.

Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens 2007), yaitu: (1) untuk kontrol demokrasi, (2) untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, dan (3) untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas.

Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, sedangkan akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas (Mardiasmo 2009). Tujuan utama dari akuntabilitas adalah untuk mengetahui pertanggungjawaban perangkat desa dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan Dana Desa kepada masyarakat dan Pemerintah Pusat di sini Bupati atau Walikota sebagai penanggungjawab utama.

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan akuntabilitas adalah kewajiban memberikan pertanggungjawaban kepada pihak yang berhak menerima pertanggungjawaban tersebut, baik akuntabilitas vertikal yaitu kepada pihak yang lebih tinggi misalnya Pemerintah Pusat ataupun akuntabilitas horizontal yaitu kepada masyarakat mengenai segala aktivitas dan kegiatan yang dilakukan.

Dimensi Akuntabilitas

Akuntabilitas sebagai sebuah pilar tata pemerintahan memiliki beberapa dimensi. Dimensi merupakan variabel yang dapat digunakan untuk mengukur ketercapaian kinerja organisasi sektor publik menjalankan fungsi, tugas dan

(9)

8

tanggung-jawab (Jamaluddin 2016). Koppel (2005) menyebutkan lima dimensi akuntabilitas yaitu transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, responsibilitas, dan responsivitas.

Dimensi pertama yaitu transparansi. Transparansi adalah memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban pemerintah dalam mengelola sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan yang berlaku (SAP 2010). Transparansi digunakan untuk mendukung keterbukaan dan penyampaian informasi secara jelas kepada masyarakat. Dimensi transparansi merujuk pada “Apakah suatu organisasi mengungkapkan fakta-fakta terkait dengan kinerjanya?” (Koppell 2005).

Dimensi kedua yaitu pertanggungjawaban. Salah satu konsep akuntabilitas adalah mensyaratkan individu dan organisasi untuk dapat menghadapai segala konsekuensi yang melekat pada kinerjanya. Konsep ini yang mendasari individu dan organisasi harus bertanggungjawab atas tindakan mereka, diberikan hukuman ketika terjadi pelanggaran, dan diberikan penghargaan berupa bonus dan kompensasi ketika memberikan kesuksesan suatu organisasi. Dimensi pertanggungjawaban merujuk pada “Apakah suatu organisasi telah menyadari konsekuensi terhadap tindakan dan aktivitasnya?” (Koppell 2005).

Dimensi ketiga yaitu kontrol atau pengendalian. Dimensi ini dibangun pada fondasi transparansi dan pertanggungjawaban. Prinsip sederhananya adalah jika perilaku X dapat menyebabkan perilaku Y, maka dapat dikatakan X mengontrol Y, sehingga Y akuntabel kepada X (Koppell 2005). Hal ini berlaku pula dalam sistem birokrasi, yang menekankan pola hubungan antara principal dan agen. Birokrasi pemerintahan harus menjalankan kehendak masyarakat yang tergambarkan melalui wakil-wakilnya dalam lembaga legislatif “Apakah suatu organisasi melakukan apa yang diharapkan para pihak yang berkepentingan atau masyarakat?” (Koppell 2005).

Dimensi keempat yaitu responsibilitas atau tanggungjawab. Dimensi tanggungjawab menekankan akuntabilitas sebagai tindakan menilai sejauh mana

(10)

9

tingkat kepatuhan pemerintah terhadap peraturan hukum dan perundang-undangan (Jamaluddin 2016). Dimensi responsibilitas merujuk pada “Apakah suatu organisasi telah mengikuti aturan-aturan hukum?” (Koppell 2005).

Dimensi kelima yaitu responsivitas. Menurut Darwin (2012) responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan priotitas layanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan dengan kebutuhan masyarakat. Semakin banyak kebutuhan dan keinginan masyarakat yang diprogramkan dan dijalankan oleh organisasi maka responsivitas organisasi tersebut semakin baik dan sebaliknya. Dimensi responsibilitas merujuk pada “Apakah suatu organisasi memenuhi harapan substantif yang disampaikan dalam bentuk kebutuhan atau permintaan?” (Koppell 2005).

Penjelasan di atas dapat disumpulkan bahwa dimensi akuntabilitas adalah variabel akuntabilitas yang digunakan untuk mengukur suatu kinerja organisasi yang terdiri dari transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, responsivitas, dan responsibilitas. Dimensi pengendalian dan responsivitas tidak digunakan untuk akuntabilitas vertikal karena dua dimensi tersebut lebih fokus kepada pemenuhan harapan, kebutuhan, dan permintaan dari masyarakat jadi lebih sesuai untuk akuntabilitas horizontal, sedangkan dimensi responsibilitas tidak digunakan dalam akuntabilitas horizontal karena dimensi tersebut lebih fokus kepada tingkat kepatuhan pemerintah terhadap peraturan yang berlaku yaitu Permendagri Nomor 113 Tahun 2014, jadi lebih sesuai untuk akuntabilitas vertikal.

Pengelolaan Keuangan Desa

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa yang mana peraturan ini merupakan pembaharuan dari Permendagri Nomor 113 Tahun 2014.

Permendagri tersebut bertujuan untuk memudahkan dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan desa, sehingga tidak menimbulkan kerancuan dalam penerapannya (Rosalinda 2014). Desa dapat mewujudkan pengelolaan keuangan yang efektif dan efisien dan diharapkan dapat mewujudkan tata kelola

(11)

10

pemerintahan desa yang baik, yang memiliki tiga pilar utama yaitu transparansi, akuntabilitas dan partisipatif. Proses dan mekanisme penyusunan APBDes yang diatur dalam Permendagri tersebut akan menjelaskan siapa dan kepada siapa bertanggungjawab, dan bagaimana cara pertanggungjawabannya.

Permendagri Nomor 113 Tahun 2018 menyebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Pengelolaan keuangan desa merupakan rangkaian siklus yang terpadu dan terintegrasi antara satu tahapan dengan tahapan lainnya. Siklus pengelolaan keuangan tidak akan berjalan tanpa adanya tata Pemerintah Desa yang baik, maka diperlukan peran dari pihak-pihak di luar pemerintah dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) seperti tokoh desa, tokoh agama, perwakilan dari kaum perempuan, perwakilan dari kaum petani, perwakilan dari masyarakat miskin dan lainnya perlu dilibatkan dalam proses pengelolaan keuangan desa (Indrianasari 2017).

Rincian untuk siklus pengelolaan keuangan desa dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 1 Siklus Pengelolaan Keuangan Desa

Siklus pengelolaan keuangan desa berdasarkan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa sebagai berikut: (a) Perencanaan. Dokumen perencanaan keuangan desa meliputi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) memuat tentang penjabaran visi misi Kepala Desa yang terpilih, rencana penyelenggaraan Pemerintah Desa,

(12)

11

pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat dan arah kebijakan perencanaan pembangunan desa, dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) merupakan penjabaran dari RPJMDesa untuk jangka waktu satu tahun yang berpedoman kepada perencanaan pembangunan desa yang disusun dari hasil kesepakatan dalam musyawarah desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPDesa) dan unsur masyarakat desa, perencanaan yang telah disepakatai bersama wajib disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/ Walikota melalui camat; (b) Pelaksanaan. Prinsip pelaksanaan keuangan desa dalam pelaksanaan keuangan desa, terdapat beberapa prinsip umum yang harus ditaati yang mencakup penerimaan dan pengeluaran. Prinsip itu diantaranya bahwa seluruh penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan melalui rekening kas desa. Pencairan dana dalam rekening kas desa ditandatangani oleh Kepala Desa dan Bendahara Desa dan semua penerimaan dan keluaran harus didukung dengan bukti yang sah. Pelaksana kegiatan bertanggungjawab terhadap penggunaan dana dengan menggunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai pertanggungjawaban pelaksana kegiatan desa, Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang diajukan oleh pelaksana kegiatan harus diverifikasi oleh Sekertaris Desa, Kepala Desa menyetujui, dan Bendahara Desa melakukan pembayaran (c) Penatausahaan. Penatausahaan keuangan desa adalah kegiatan pencatatan yang khususnya dilakukan oleh Bendahara Desa. Bendahara Desa wajib melakukan pencatatan terhadap seluruh transaksi yang ada berupa penerimaan dan pengeluaran secara sistematis atas transaksi-transaksi keuangan yang terjadi dan mempertanggungjawabkannya melaluai laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, laporan tersebut terdiri dari buku kas umum, buku pajak, dan buku bank; (d) Pelaporan. Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APBDes semsester pertama kepada Bupati atau Walikota melalui Camat, laporan terdiri dari laporan pelaksanaan APBDes dan laporan realisasi kegiatan, Kepala Desa menyusun laporan tersebut dengan cara menggabungkan seluruh laporan paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan; (e) Pertanggungjawaban. Laporan pertanggungjawaban wajib disampaikan ke Bupati atau Walikota melalui camat

(13)

12

setiap akhir tahun anggaran. Laporan pertanggungjawaban paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun anggaran. Laporan tersebut harus disertai dengan: (1) laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi APBDes dan catatan atas laporan keuangan, (2) laporan realisasi kegiatan, (3) daftar program sektoral, program daerah dan program lainnya yang masuk ke desa. Laporan peratnggungjawaban tersebut wajib diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dengan media yang mudah diakses oleh masyarakat. Informasi tersebut harus memuat paling sedikit tentang laporan realisasi APBDes, laporan realisasi kegiatan, kegiatan yang belum selesai dan atau tidak terlaksana, sisa anggaran, dan alamat pengaduan.

Dokumen publik tentang Pengelolaan Keuangan Desa harus dapat diakses oleh masyarakat desa tidak hanya perangkat desa tertentu saja supaya pengelolaan keuangan desa bisa lebih transaparan dan dapat dipertanggungjawabakan.

Berdasarkan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa bahwa: (1) Keuangan Desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan displin anggaran; (2) Pengelolaan Keuangan Desa dikelola dalam masa satu tahun anggaran yaitu mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember; (3) Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan mewakili Pemerintah Desa dalam kepemilikan kekayaan milik desa yang dipisahkan. Adapun wewenang Kepala Desa yaitu: (a) mentapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDes, menetapakan pelaksana teknis pengelolaan keuangan desa (PTPKD) yang berasal dari unsur perangkat desa yaitu Sekertaris Desa, Kepala Seksi, dan Bendahara, (b) menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa, (c) menyetujui pengeluaran atas kegiatan yang ditetapkan dalam APBDes, (d) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBDes, dan (e) Kepala Desa dalam melaksanakan pengelolaan keuangan desa dibantu oleh PTPKD.

(14)

13 Kerangka Berfikir

Merujuk pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Meutia dan Liliana (2017) disimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan keuangan di 26 desa pada penelitian ini telah sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban sampai pengawasan telah dilaksanakan dan semakin banyak desa yang mampu dan patuh terhadap aturan penyusunan keuangan desa tersebut. Penelitian Jamaluddin (2016) menunjukkan bahwa penggunaan Dana Desa tahun 2015 belum optimal dan tidak sesuai peruntukkannya sehingga hasilnya tidak sepenuhnya memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat, dan akuntabilitas penggunaan Dana Desa belum optimal berdasarkan dimensi transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, responsibilitas, dan responsivitas. Hal tersebut menimbulkan beberapa efek, yaitu (a) penduduk desa tidak mengerti substansi Dana Desa sehingga masyarakat dalam penggunaan Dana Desa masih rendah, (b) desa tidak dapat memprioritaskan penggunaan anggaran secara akurat, (c) kebijakan program penganggaran tidak direncanakan dan disusun berdasarkan kebutuhan dan tipologi desa yang sebenarnya.

Kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu dengan diberikannya Dana Desa di Desa Ngajaran oleh Pemerintah Pusat yang dapat digunakan untuk kegiatan yang ada di desa, diantaranya digunakan untuk penyelenggaraan pemerintah, pembangunan desa, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan masyarakat desa diharapkan desa menjadi lebih baik lagi. Dana Desa tersebut harus dikelola dengan baik dan pengelolaan keuangan desa meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban harus sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan yaitu Peraturan Pemerintah Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 dan harus dipertanggungjawabkan kepada pihak- pihak yang menerima pertanggungjawaban tersebut, ada pihak vertikal yaitu Bupati atau Walikota dan pihak horizontal yaitu kepada masyarakat luas.

Akuntabilitas pengelolaan keuangan desa akan dilihat juga dari lima dimensi akuntabilitas yaitu transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian,

(15)

14

responsibilitas, dan responsivitas. Terakhir akan ditarik kesimpulan mengenai akuntabilitas pengelolaan keuangan Dana Desa. Kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut:

Gambar 2 Kerangka Berpikir

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat studi kasus dengan menggunakan data kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Desa Ngajaran, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang. Alasan peneliti memilih objek penelitian di Desa Ngajaran karena Desa Ngajaran merupakan desa yang mendapatkan Dana Desa terbanyak pada tahun 2018.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan cara melakukan wawancara langsung dan pengambilan data secara mendalam dengan memberikan pertanyaan terbuka kepada informan yang dianggap mengetahui dan memahami tentang permasalahan dalam penelitian ini, observasi langsung dengan pengecekan proyek-proyek yang masih dalam tahap pembangunan dan yang telah selesai pengerjaanya, dan melakukan dokumentasi pada saat kegiatan berlangsung. Informan yang dipilih yaitu Kepala Desa, Sekertaris Desa, Bendahara Desa, Tim Pelaksana Kegiatan Desa, dan keterwakilan dari masyarakat

Dana Desa di Desa

Ngajaran

Akuntabilitas vertikal dan horizontal

Akuntabilitas vertikal dan horizontal pengelolaan keuangan desa

Dimensi akuntabilitas Permendagri

113/2014

(16)

15

desa. Waktu pengumpulan dilakukan pada bulan Maret 2018 dengan pengambilan data di Kecamatan Tuntang dahulu, kemudian menentukan Desa Ngajaran sebagai objek penelitian berdasarkan data yang ada, melakukan wawancara dari bulan Juli sampai Oktober karena wawancara tidak dilakukan secara bersamaan namun menyesuaikan dengan waktu informan dan wawancara dengan keterwakilan masyarakat dilakukan pada hari Minggu karena menyesuaikan waktu hari libur kerja informan yang dipilih.

Teknik Analisis Data

Setelah data diperoleh kemudian dilakukan teknik analisis data. Langkah- langkah teknik analisisnya adalah sebagai berikut: (1) Mengumpulkan dan mengorganisasikan semua data hasil wawancara yang telah dilakukan; (2) Membaca data secara keseluruhan dan membuat catatan mengenai data yang dianggap penting; (3) Memilah, memusatkan dan menyederhanakan data dari hasil wawancara; (4) Penyajian data, yaitu dengan merangkai dan menyusun informasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan desa sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 dalam bentuk satu kesatuan, selektif, dan mudah dipahami; (5) Merangkai dan menyusun informasi mengenai akuntabilitas vertikal dan horizontal atas siklus pengelolaan keuangan desa yang dikaitkan dengan dimensi akuntabilitas; (6) Tahap terakhir adalah penarikan kesimpulan yang disajikan dalam bentuk narasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Hasil Penelitian

Kondisi suatu desa merupakan faktor penting untuk mengetahui potensi dan keadaan desa sehingga dapat diketahui arah pembangunan yang efektif dan efisien untuk pemerataan pembangunan desa. Sumber daya alam dan sumber daya manusia di suatu dapat dimanfaatkan untuk mempengaruhi perkembangan daerah dan sebagai pola aktivitas masyarakat.

Batas-batas wilayah Desa Ngajaran secara geografis meliputi:

Sebelah Timur : Desa Kroyo, Kecamatan Bringin.

Sebelah Barat : Desa Tapen, Kecamatan Bawen.

Sebelah Utara : Desa Kunciputih, Kecamatan Pringapus.

(17)

16

Sebelah Selatan : Desa Tlompakan, Kecamatan Tuntang.

Jumlah penduduk yang tersebar di Desa Ngajaran pada tahun 2017 sebanyak 3.428 dengan jumlah keluarga 1.194 jiwa terdiri dari 1.634 jiwa laki- laki dan 1.794 jiwa perempuan. Penduduk merupakan merupakan sumberdaya pembangunan sekaligus sebagai subyek dan sarana seluruh pelaksanaan pembangunan. Mata pencaharian penduduk Desa Ngajaran didominasi dengan bertani dan buruh pabrik.

Tahun 2015 Desa Ngajaran pertama kali mendapatkan bantuan dana berupa Dana Desa dari pemerintah sebesar Rp 450.900.000. Tahun 2016 sebesar Rp 630.329.000. Tahun 2017 sebesar Rp 831.000.000 dan 2018 sebesar Rp 931.498.000. Dana Desa yang diberikan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, hal ini dilakukan pemerintah supaya setiap desa yang mendapatkan Dana Desa menjadi lebih baik lagi dalam bidang pembangunan, pemberdayaan dan pembinaan masyarakat.

Struktur Organisasi

Pemerintahan Desa Ngajaran dalam mengelola aktivitasnya memiliki kantor pemerintahan yaitu kantor Kepala Desa Ngajaran terletak di Jalan Jelok- Timo No.79, Desa Ngajaran Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang 50773.

Struktur organisasi pemerintahan Desa Ngajaran sebagai berikut:

(18)

17

Sumber: Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Ngajaran 2018

Gambar 3 Bagan Susunan Organisasi Pemerintahan Desa Ngajaran Visi dan Misi

Penyusunan visi Desa Ngajaran dilakukan dengan melibatkan partisipasi dari pihak-pihak yang berkepentingan di Desa Ngajaran seperti Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga masyarakat desa, dan masyarakat desa pada umumnya. Visi Desa Ngajaran adalah

“Mewujudkan Desa Ngajaran yang Sehat Bersih Indah dan Sejahtera”.

Misi Desa Ngajaran adalah sebagai berikut:

1. Berusaha menyelenggarakan pemerintahan desa dengan sebaik mungkin.

2. Berusaha melakukan pembangunan di segala bidang.

3. Memanajemen keuangan dengan baik dan transparan.

4. Mengembangkan sikap perilaku bebas KKN.

5. Memberi contoh sebagai pejabat yang berwibawa.

6. Berusaha mengakomodasi pendapat dari masyarakat.

KAUR PEMERINTAHAN

KAUR UMUM

KASI PELAYANAN

KASI KESRA

KADUS NGAJAR AN

KADUS NALIROJO

KADUS SALAKAN

KADUS PETET

KADUS TIMOKER

EP

BPD KEPALA

DESA

KAUR KEUANGAN

KADUS GENTUNGA

N SEKERTARIS

DESA

(19)

18

7. Menyerasikan segala bentuk kemajemukan yang ada di masyarakat.

8. Berusaha untuk menumbuhkan sikap rela berkorban demi masyarakat.

Akuntabilitas Vertikal dan Horizontal Pengelolaan Keuangan Dana Desa APBN dapat digunakan sebagai sumber pembiayaan Dana Desa yang ditujukan untuk desa ditransfer melalui APBD Kabupaten atau Kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat (Meutia dan Liliana 2017). Penggunaan Dana Desa diprioritaskan pada pembangunan desa untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat serta dapat mengurangi kemiskinan dilakukan dengan memenuhi kebutuhan dasar, adanya pembangunan sarana dan prasarana, dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan sekitar.

Penggunaan Dana Desa harus disertai dengan pengelolaan keuangan desa yang baik sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan desa. Peraturan tersebut menyatakan bahwa pengelolaan keuangan desa harus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Pengelolaan keuangan harus dikelola dengan dasar asas-asas tata kelola yang baik dengan prinsip akuntabel, transparan, partisipasi, serta tertib dan disiplin anggaran (Meutia dan Liliana, 2017). Dixon et al., (2006) menyatakan bahwa akuntabilitas dapat diwujudkan kedalam dua bentuk. Pertama akuntabilitas vertikal yaitu pertanggungjawaban kepada otoritas tingkat yang lebih tinggi atau pemberi tugas, misalnya kepada pemerintah pusat.

Kedua akuntabilitas horizontal yaitu pertanggungjawaban kepada masyarakat atau perwakilan masyarakat.

Perencanaan

Dana Desa merupakan salah satu sumber pendapatan desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang ditentukan sebesar sepuluh persen dari dan di luar Dana Transfer daerah secara bertahap.

Perencanaan desa meliputi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) memuat tentang penjabaran visi misi Kepala Desa yang terpilih, rencana penyelenggaraan Pemerintah Desa, pelaksanaan pembangunan,

(20)

19

pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat dan arah kebijakan perencanaan pembangunan desa, dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDesa) merupakan penjabaran dari RPJMDesa untuk jangka waktu satu tahun yang berpedoman kepada perencanaan pembangunan desa yang disusun dari hasil kesepakatan dalam musyawarah desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPDesa) dan unsur masyarakat desa.

Program dan kegiatan Dana Desa disusun melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) dipimpin oleh Kepala Desa.

Musrenbangdes tersebut merupakan forum pembahasan usulan rencana kegiatan pembangunan yang akan diprioritaskan ditingkat desa yang berpedoman pada prinsip-prinsip perencanaan pembangunan. Semua narasumber yaitu dari perangkat desa dan perwakilan dari masyarakat telah mengatakan bahwa perencanaan kegiatan pembangunan desa disusun berdasarkan musyawarah bersama melalui forum musrenbangdes.

Berikut wawancara kepada narasumber tentang perencanaan kegiatan disusun bersama melalui musrenbangdes.

“Disusun bersama-sama dengan elemen desa dipimpin oleh Kepala Desa, jadi tahap awal itu musyawarah dari dusun dulu (musdus) untuk membicarakan kebutuhan masing-masing tiap dusun, baru dimusyawarahkan ke tingkat desa (musrenbangdes) untuk menentukan prioritas perencanaan yang harus didahulukan” (Bapak Yoso Prayitno, Kepala Desa Ngajaran).

“Disusun oleh Kepala Desa melalui musrenbangdes, sebelum ke musrenbangdes tiap dusun mengadakan musyawarah sendiri (musdus) dari musdus disampaikan melalui musrenbangdes untuk ditetapkan prioritas yang akan didahulukan yang mana” (Ibu Dwi, Sekertaris Desa Ngajaran).

“Disusun bersama sama dari berbagai elemen desa termasuk perangkat desa melalui musrenbangdes, jadi dalam musrenbangdes akan dimusyawarahkan anggaran sekian akan digunakan untuk apa saja, mana yang akan didahulukan, kita membuat prioritas pembangunan” (Bapak Kiswanto, Bendahara Desa Ngajaran).

“TPK juga membuat rancangan penggunaan dana desanya, namun usulan kegiatan pembangunan tetap dari musrenbangdes sedangkan rencana per titik wilayah berdasarkan musdus. Hasil musrenbangdes nanti ada

(21)

20

prioritas perencanaan jadi itu yang didahulukan” (Bapak Sutarno, Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Desa Ngajaran).

“Sekarang sudah ada rapat di masing-masing wilayah dusun ada musdusnya, hasil musdus ini akan disampaikan ke musrenbangdes meliputi rencana pembangunan, dana akan digunakan untuk apa saja.

Jadi dapat dikatakan yang menyusun ya secara bersama-sama namun tetap dipimpin oleh Kepala Desa” (Bapak Sunaryo, Kepala Dusun Nalirojo).

“Ya semua perangkat dan elemen desa yang ada di Desa Ngajaran ini.

Rancangan disusun saat musrenbangdes yang dipimpin oleh Kepala Desa langsung” (Bapak Masni, ketua RW Ngajaran).

Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa perencanaan penyusunan penggunaan Dana Desa di Desa Ngajaran telah disusun secara bersama-sama dengan elemen yang ada di desa tersebut melalui musrenbangdes. Musrenbangdes ini dipimpin langsung oleh Kepala Desa didampingi oleh Sekertaris Desa kemudian akan menetukan skala prioritas mana yang akan didahulukan. Dalam proses perencanaan Desa Ngajaran telah diketahui oleh unsur masyarakat desa yang lain tidak hanya perangkat desanya saja dan masyarakat juga tahu penggunaan dari Dana Desa untuk apa saja dan siapa yang menjadi sasarannya.

Penetapan perencanaan skala prioritas Desa Ngajaran yang telah disepakati melalui musyawarah desa dalam bidang penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat tertuang dalam APBDes tahun 2018 melalui RKPDes tahun 2017 sebagai berikut:

(22)

21

Tabel 2 Alokasi APBDes Desa Ngajaran Tahun 2018

No Alokasi Biaya (Rp) %

A. Pendapatan

Pendapatan Asli Desa 84.605.000 4,7

Dana Desa 931.498.000 51,8

Bagi hasil pajak dan retribusi 67.888.000 3,7

Alokasi Dana Desa 509.461.000 28,3

Bantuan Keuangan Provinsi 55.000.000 3,1

Bantuan Keuangan Kabupaten 150.400.000 8,4

JUMLAH 1.798.852.000 100

B. Belanja

Bidang Penyelenggaraan

Pemerintah Desa 604.112.700

33,5

Bidang Pembangunan 708.518.500 39,4

Bidang Pembinaan Masyarakat 59.026.300 3,3 Bidang Pemberdayaan

Masyarakat 427.194.500

23,8

JUMLAH 1.798.852.000 100

Sumber: Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Tahun 2018

Tabel di atas menunjukkan bahwa belanja Desa Ngajaran banyak dialokasikan untuk bidang pembangunan. Bidang pembangunan tersebut digunakan untuk belanja modal pengadaan saluran irigasi, belanja modal pengadaan jalan beton, belanja modal pengadaan sarpras PAUD, belanja modal pengadaan saluran drainase, belanja modal pengadaan talud, dan kegiatan permodalan BUM Desa.

Hasil wawancara dengan beberapa narasumber mengenai perencanaan penggunaan Dana Desa berikut ini:

“Untuk pembangunan sarana dan prasarana, operasional kantor, pembiayaan kesehatan melalui posyandu dan puskesmas, pendidikan pembangunan paud, dan mau buat perpustakaan kecil” (Bapak Yoso, Kepala Desa Ngajaran).

“Bentuk fisik tahun ini ada talud paud, rabat jalan, RTLH itu seperti bantuan pembangunan rumah yang masih tak layak huni, jambanisasi.

Non fisik seperti operasional kantor, PKK, posyandu” (Ibu Dwi, Sekertaris Desa Ngajaran).

“Akan membuat rabat atau cor jalan di semua dusun desa Ngajaran, buat RTLH, jambanisasi” (Bapak Sutarno, Ketua TPK Desa Ngajaran).

Rencana pembangunan ini masyarakat diharuskan ikut serta dalam pengambilan keputusan dan menentukan pembangunan apa saja yang akan

(23)

22

dilaksanakan di Desa Ngajaran sehingga dapat memenuhi kebutuhan dari masyarakat setempat. Musrenbangdes ini sangat dibutuhkan partisipasi dan aspirasi dari masyarakat sekitar sehingga masyarakat merasa turut andil dalam pembangunan. Unsur desa yang terdapat di Desa Ngajaran meliputi RT, RW, tokoh masyarakat, tokoh agama, PKK, posyandu, kepala dusun, dan pemuda diwajibkan untuk mengikuti musrenbangdes. Hasil wawancara dengan narasumber mengenai tingkat partisipasi masyarakat dalam musrenbangdes.

“Saya rasa sudah baik, banyak yang datang saat musrenbangdes hanya beberapa saja yang tidak datang mungkin karena kerja, semua unsur desa diundang ada RT, RW, BPD, tokoh masyarakat, tokoh agama, PKK, posyandu, pemuda juga ada” (Bapak Yoso, Kepala Desa Ngajaran).

“Ya udah cukup baik, karena semua desa hampir semuanya karena kan ini juga untuk kepentingan masyarakat sendiri, namun ada beberapa yang tidak datang karena harus kerja, semua unsur desa mulai dari RT, RW, BPD, LKMD, tokoh masyarakat, tokoh agama, perwakilan PKK, perwakilan posyandu, kepala dusun hadir dalam musyawarah” (Ibu Dwi, Sekertaris Desa Ngajaran).

“Ya sudah bagus, sudah banyak yang datang walaupun ada beberapa yang tidak datang karena benturan kepentingan, yang hadir ya semua lembaga desa meliputi RT, RW, BPD, tokoh agama, tokoh masyarakat, kadus, pemuda” (Bapak Kiswanto, Bendahara Desa Ngajaran).

“Ya sudah lumayan baik, karena sudah 70% dihadiri oleh elemen desa yang terkait, ada LKMD, BPD, RT, RW, tokoh masyarakat, tokoh agama, perwakilan PKK dan posyandu, pemuda juga ada” (Bapak Sunaryo, Kepala Dusun Nalirojo).

“Bagus banyak yang hadir, dari tokoh masyarakat, tokoh agama, BPD, PKK, RT, RW, LKMD, kadus, posyandu, hanya beberapa saja yang tidak hadir” (Ibu Wiwik, Kader Posyandu dan PKK).

“Saya rasa sudah lumayan baik, semua elemen desa mulai RT, RW, PKK, kadus, posyandu, BPD, LKMD diundang saat musrenbangdes, tetapi ya ada beberapa yang tidak bisa hadir” (Bapak Sutardi, Ketua RT 02 Timokerep).

“Lumayan baik, sebagian besar elemen desa selalu hadir saat musrenbangdes. Musrenbangdes ini kan juga untuk masyarakat juga jadi butuh partisipasi yang baik juga” (Bapak Hartono, Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa).

Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat di Desa Ngajaran dalam musrenbangdes dapat dikatakan sudah bagus,

(24)

23

terbukti banyaknya elemen desa yang hadir dalam musyawarah tersebut, hanya beberapa saya yang tidak bisa hadir dikarenakan adanya benturan kepentingan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) yang telah disusun dan disepakati bersama melalui musrenbangdes harus disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/

Walikota melalui camat. Perencanaan penggunaan Dana Desa merupakan salah satu elemen untuk penyusunan rancangan APBDes karena pertanggungjawaban Dana Desa tertuang dalam APBDes (Ramli 2017). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara berikut ini:

“Semua perencanaan ini nanti wajib disampaikan ke pihak Kecamatan, menyampaikan RKPDes untuk satu tahun kerja kan juga syarat untuk pencairan Dana Desa tahap awal dan juga untuk penyusunan APBDes jadi harus disampaikan ke pihak camat, yang menyampaikan Kepala Desa tetapi jika Kepala Desa berhalangan Sekertaris yang mewakilkan” (Ibu Dwi, Sekertaris Desa Ngajaran).

“Setelah disepakati bersama perencanaan desa disampaikan ke pihak Kecamatan oleh Kepala Desa” (Bapak Kiswanto, Bendahara Desa Ngajaran).

Pendapat di atas diperkuat oleh hasil wawancara kepada Kepala Desa, sebagai berikut:

“Hasil perencanaan disampaikan ke Kecamatan untuk dievaluasi dulu, yang menyampaikan Kepala Desa jika berhalangan ya perwakilan biasanya Sekertaris, perencanaan ini nanti untuk nyusun APBDes”

(Bapak Yoso, Kepala Desa Ngajaran).

Hasil pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Desa Ngajaran telah menyampaikan hasil perencanaan desa yang telah disepakati bersama kepada pihak Bupati/ Walikota melalui pihak Kecamatan. Hal ini sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 pasal 21 ayat 1. Dapat dikatakan dimensi pertanggungjawaban kepada Pemerintah telah dipenuhi, yaitu dengan menyampaikan hasil dari perencanaan kepada pihak Kecamatan.

Mekanisme perencanaan Dana Desa di Desa Ngajaran dapat dijabarkan sebagai berikut: (1) Unsur desa membuat usulan perencanaan penggunaan Dana Desa dan Kepala Desa sebagai penanggungjawab perencanaan Dana Desa mengadakan musyawarah desa (musrenbangdes) untuk membahas mengenai

(25)

24

rencana pembangunan; (2) Musyawarah desa dihadiri oleh unsur perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), lembaga kemasyarakatan desa, dan tokoh masyarakat desa; (3) Kepala Desa wajib menyampaikan hasil perencanaan yang telah disepakati bersama kepada Bupati/ Walikota melalui camat. (4) Rancangan penggunaan Dana Desa yang disepakati dalam musyawarah desa merupakan salah satu bahan penyusunan APBDes.

Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas horizontal pada perencanaan di Desa Ngajaran adalah disusun bersama melalui forum musyawarah untuk membahas skala prioritas penggunaan Dana Desa.

Perencanaan pembangunan untuk satu tahun ke depan akan dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama hasil dari musrenbangdes. Perencanaan yang telah disepakati diantaranya pembangunan saluran irigasi, pembuatan jalan beton, pengadaan sarpras PAUD, pengadaan saluran drainase, pembuatan talud, dan kegiatan permodalan BUM Desa diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan permintaan masyarakat di Desa Ngajaran. Pada tahap ini telah memenuhi dimensi akuntabilitas dari sisi transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, dan responsivitas. Akuntabilitas vertikal pada tahap perencanaan adalah Pemerintah Desa Ngajaran menyampaikan hasil perencanaan yang telah disepakati bersama melalui musyawarah kepada Bupati atau Walikota melalui pihak Kecamatan supaya permerintah pusat dapat menilai bagaimana kinerja perangkat desa dalam menggunakan Dana Desa yang sudah diberikannya.

Perencanaan ini telah sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014. Hal ini telah memenuhi dimensi akuntabilitas dari sisi transparansi, pertanggungjawaban, dan responsibilitas. Meutia dan Liliana (2017) juga menyebutkan bahwa tahap perencanaan yang dilakukan oleh 26 desa di Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan telah dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Hal serupa dilakukan oleh Arifiyanto dan Khurrohman (2014) tahap perencanaan di 10 desa se Kecamatan Umbulsari telah melaksanakan pembangunan yang partisipatif, responsif, dan transparan.

(26)

25 Pelaksanaan

Anggaran Dana Desa didapatkan melalui APBN yang ditentukan sebesar sepuluh persen dari dan di luar Dana Transfer daerah secara bertahap. Penentuan besaran jumlah anggaran Dana Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, jumlah wilayah, dan tingkat kesulitan geografis (Kemenkeu 2017). Pencairan Dana Desa tahap awal harus menyerahkan pengajuan kegiatan melalui Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) untuk tahun yang akan datang ke Pemerintah Pusat dan mengirimkan APBDes untuk tahun sebelumnya yang sudah diverifikasi dan disahkan oleh Sekertaris Desa (Meutia dan Liliana 2017).

Pencairan Dana Desa diberikan secara bertahap oleh Pemerintah Pusat, untuk pencairan tahap selanjutnya Pemerintah Desa wajib melaporkan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) tahap sebelumnya. Pernyataan ini didukung dengan hasil wawancara dengan berbagai narasumber berikut ini:

“Pendapatan anggaran dana desanya yang menentukan dari pusat berdasarkan pertimbangan dan harus menyerahkan RKPDes dahulu untuk tahun 2018. Pencairannya tidak langsung ada tahapannya, yang menentukan juga dari pusatnya dan tahun ini ada tiga tahap yaitu 20%, 40%, 40%” (Bapak Yoso, Kepala Desa Ngajaran).

“Jadi tahun lalu kita sudah membuat RKPDes dulu untuk tahun 2018 dan APBDes 2017, kemudian pihak pusat menenetukan besarnya Dana Desa yang didapat nanti ditentukan juga kapan pencairannya, tahun 2017 pencairannya ada dua tahapan tahun 2018 ada tiga tahapan. Prosedur pencairannya ya harus menyelesaikan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) tahap sebelumnya dulu baru tahap sebelumnya dana bisa cair” (Ibu Dwi, Sekertaris Desa Ngajaran).

“Prosedurnya yang menghitung dari pusatnya dilihat dari jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, kriteria desa termasuk desa swadaya, swasembada atau yang lainnya. Ngajaran termasuk desa swasembada.

Pencairannya bertahap, untuk tahun lalu ada dua tahap 60% dan 40%

dan tahun ada tiga tahap 20%, 40%, 40% yang menentukan tahapannya juga dari pusat” (Bapak Kiswanto, Bendahara Desa Ngajaran).

“Perhitungan anggarannya dari pusat ditentukan berdasarkan kriteria desanya. Pencairannya dengan membuat Surat Pertanggung Jawaban (SPJ)di setiap tahap, jika di tahap satu belum melaporkan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) maka pencairan tahap dua akan mundur”

(Bapak Sutarno, Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Desa Ngajaran).

(27)

26

Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum mendapatkan Dana Desa tahun 2018 dibuat dahulu pengajuan kegiatan yang disusun pada Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) untuk satu tahun yang akan datang dan APBDes tahun 2017 ke pusat. Hal ini sesuai dengan pendapat Meutia dan Liliana (2017). Tahapan pencairan Dana Desa juga dilakukan secara bertahap ditentukan oleh Pemerintah Pusat.

Tim Pelaksana Kegiatan adalah Pemerintah Desa yang melaksanakan kegiatan pembangunan. TPK melaksanakan pembangunan berpedoman dari skala priotitas yang telah disepakati bersama melalui musyawarah, hal ini menjadi bentuk dari pengendalian dan responsivitas kepada masyarakat. Progres untuk tiap-tiap pembangunan akan disampaikan melalui musyawarah tiap dusun, hal ini menjadi bentuk dari transparansi dalam kegiatan pembangunan. Laporan kegiatan pembangunan berupa laporan keuangan dan non keuangan harus dibuat oleh TPK dalam kegiatan pembangunan desa yang nantinya menyerahkan nota, kwitansi, dan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) ke Sekertaris Desa untuk diverifikasi kemudian diserahkan ke Kepala Desa untuk disahkan dan terakhir ke Bendahara Desa untuk dilakukan pembayaran. Hal ini dilakukan untuk melaksanakan prinsip akuntabilitas terkait pelaksanaan kegiatan pembangunan desa. Berikut hasil wawancara dengan Kepala Desa, Sekertaris Desa, Bendahara Desa, dan Ketua Tim Pelaksana Kegiatan:

“Yang melaksanakan ada tim pelaksana kegiatannya, jadi yang bertanggungjawab tahap pelaksaan ini pelaksana kegiatannya, namun penanggung jawab akhir tetap kepala desanya” (Bapak Yoso, Kepala Desa Ngajaran).

“Pelaksanaannya kan ada Tim Pelaksana Kegiatan jadi nanti mereka yang bertanggungjawab, jadi nanti TPK memberikan kwitansi, nota, SPP ke Sekertaris Desa untuk diverifikasi dan dimasukkan dalam aplikasi siskudes, kemudian diserahkan ke Kepala Desa baru ke bendahara dimintakan uang untuk pembayaran” (Ibu Dwi, Sekertaris Desa Ngajaran).

“Dalam pelaksaannya harus jujur, adil, transparan, dijalankan sesuai prosedurnya. Yang bertanggungjawab TPK dikoordinasi oleh Sekertaris Desa, dan Kepala Desa juga ikut bertanggungjawab, untuk progres pembangunan sendiri disampaikan dalam musdus” (Bapak Kiswanto, Bendahara Desa Ngajaran).

(28)

27

“Dengan membuat laporan kegiatan pelaksanaan dilengkapi dengan bukti pendukung. Yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan TPK, dalam administrasi kepala desanya, tahapan pembangunan akan disampaikan melalui musdus supaya masyarakat tahu progresnya sampai mana”

(Bapak Sutarno, Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Desa Ngajaran).

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam pelaksaan program Dana Desa telah melakukan pertanggungjawaban vertikal dan horizontal dengan baik. Akuntabilitas vertikal dibuktikan dengan adanya laporan bertahap dan laporan akhir kegiatan perkembangan pelaksanaan kegiatan oleh Tim Pelaksana Kegiatan, terutama tentang kegiatan fisik dan perincian dana kegiatan meliputi nota, kwitansi, dan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dilengkapi dengan bukti pendukung yang sah yang sudah terverifikasi oleh Sekertaris Desa. Hal ini dapat dikatakan bahwa Pemerintah Desa Ngajaran telah melaksanakan akuntabilitas vertikal dengan baik karena telah memenuhi prinsip pengelolaan keuangan Dana Desa dalam tahap pelaksanaan yang sudah ditetapkan dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 dan telah memenuhi dimensi akuntabilitas dari sisi transparansi, pertanggungjawaban dan responsibilitas. Pertanggungjawaban TPK selain pertanggungjawaban vertikal Kepada Kepala Desa ada pula pertanggungjawaban horizontal masyarakat yaitu dengan memberikan informasi kepada masyarakat melalui musdus mengenai progres kegiatan pembangunan yang sedang dilakukan sebagai perwujudan dari akuntabilitas horizontal. TPK dalam pelaksanaan pembangunan sesuai dengan perencanaan skala prioritas hasil dari musyawarah desa. Pembangunan yang sedang dilaksanakan yaitu pembangunan talud, cor jalan, RTLH, dan jambanisasi. Hal ini telah memenuhi dimensi akuntabilitas dari sisi transparansi, pertanggungjawaban, pengendalian, dan responsivitas. Tahap pelaksanaan di 26 Desa Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan (Meutia dan Liliana 2017) dan Desa Karangsari Kecamatan Sukodono (Indrianasari 2017) telah dilakukan baik sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014.

Penatausahaan

Menurut Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 pasal 35 dan 36 menyatakan bahwa, penatausahaan dilakukan oleh Bendahara Desa yang tugasnya wajib melakukan pencatatan atas semua transaksi yang terjadi baik pemasukan

(29)

28

ataupun pengeluaran kas serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Bendahara Desa menggunakan buku kas umum, buku pembantu pajak, dan buku bank untuk membantu dalam pencatatannya. Semua hasil pencatatan dilaporkan melalui laporan pertanggungjawaban kepada Kepala Desa selaku pemangku kepentingan tertinggi. Laporan pertanggungjawaban disampaikan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya.

Pernyataan di atas didukung oleh hasil wawancara berikut ini:

“Penatausahaan itu tugasnya bendahara di sini sebutannya kaur keuangan, setiap uang yang keluar harus ada kwitansi dan notanya kemudian dicatat supaya ada pertanggungjawabannya. Kemudian nota, kwitansi, dan SPP (surat permintaan pembayaran) diserahkan ke sekdes untuk diverifikasi dan untuk dimasukkan ke aplikasi siskudes supaya antara bukti nyata dan diaplikasi sama yang nantinya untuk menyusun rincian Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), bendahara juga harus melaporkan ke Kepala Desa. Laporannya terdiri dari BKU, buku pajak, dan buku bank.” (Bapak Yoso, Kepala Desa Ngajaran).

“Setiap pengeluaran dan penerimaan yang melakukan pencatan Bendahara Desa dibantu oleh Sekertaris Desa, Sekertaris Desa di sini sebagai koordinator dan verifikator jadi harus melakukan pemeriksaan keuangannya, laporannya nanti terdiri dari BKU, buku pajak, dan buku bank. Laporannya setiap satu bulan sekali ada laporannya paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya, tetapi kadang tidak setiap bulan karena pencairannya terkadang tidak setiap bulan namun setiap tiga bulan harus ada laporannya” (Ibu Dwi, Sekertaris Desa Ngajaran).

“Pencatatan oleh bendahara, jadi semua SPP yang diajukan oleh masing- masing pelaksana kegiatan dicatat oleh bendahara. Semua transaksi sudah dicatat semua, tetapi sekarang agak rumit karena ada aplikasi siskudes, antara laporan bentuk fisik dan aplikasi harus sama, yang membuat siskudes sekertaris desanya. Bendahara juga harus membuat BKU, buku bank, dan buku pembantu pajak tetapi laporannya sendiri tidak tiap bulan karena pencairannya sendiri tidak selalu tiap bulan, tetapi setiap tiga bulan harus ada laporan kasnya ke Kepala Desa”

(Bapak Kiswanto, Bendahara Desa Ngajaran).

Hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pada tahap penatausahaan Pemerintah Desa Ngajaran dilakukan oleh Bendahara Desa dengan dengan melakukan pencatatan setiap kas keluar dan kas masuk, mencatat semua nota, kwitansi, SPP yang keluar dengan baik dan sudah dilaporkan oleh Bendahara Desa kepada Kepala Desa, hal ini sebagai bentuk dari akuntabilitas

(30)

29

vertikalnya. Pencatatan sudah dilakukan dengan baik namun pelaporannya belum dilaporkan tepat waktu yaitu satu bulan sekali dikarenakan permintaan pembayaran dan pencairannya tidak selalu ada setiap bulannya. Dapat dikatakan bahwa untuk tahap penatausahaan Pemerintah Desa Ngajaran belum sepenuhnya sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 pasal 35 karena laporan penerimaan dan pengeluaran belum dilakukan setiap bulannya, hal ini dikarenakan pencairan dananya tidak selalu setiap bulan, namun maksimal tiga bulan harus tetap melaporkan kepada Kepala Desa. Laporan terdiri dari buku kas umum, buku pembantu pajak, dan buku bank. Hal ini sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 pasal 36 dan telah memenuhi dimensi akuntabilitas dari sisi transparansi, pertanggungjawaban dan responsibilitas.

Pelaporan

Pelaporan dilakukan untuk mengetahui perkembangan proses pengelolaan dan penggunaan Dana Desa yang meliputi: perkembangan kegiatan dan penyerapan dana, (2) masalah yang dihadapi dan pemecahannya, dan (3) pencapaian hasil Dana Desa (Kumalasari 2016). Ketentuan pelaporan adalah Kepala Desa menyampaikan laporan pelaksanaan APBDes semester pertama kepada Bupati atau Walikota melalui camat, laporan terdiri dari laporan pelaksanaan APBDes dan laporan realisasi kegiatan, kemudian Kepala Desa menyusun laporan tersebut dengan cara menggabungkan seluruh laporan paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun berjalan, hal ini berkaitan dengan dimensi akuntabilitas dari sisi pertanggungjawaban dan pengendalian.

Laporan ini harus didukung dengan kwitansi yang lengkap dan bukti pendukung disetiap kegiatan belanja yang berkaitan dengan kegiatan operasional dalam pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat. Terdapat sanksi jika terlambat dalam pelaporan yaitu pencairan Dana Desa tahap berikutnya akan terlambat juga. Pelaporan ini dibuat untuk memudahkan tim pendamping Kecamatan dan BPD untuk melakukan pengawasan dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di Desa Ngajaran sehingga memudahkan dalam fungsi

(31)

30

perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas dana yang dikelola Pemerintah Desa untuk kepentingan masyarakat.

Hasil wawancara dengan perangkat desa Ngajaran terkait tahap pelaporan sebagai berikut:

“Iya jelas menyampaikan laporan, jika tidak dilaporkan pasti dikejar- kejar sama pihak Kecamatannya. Batas waktu pelaporan tergantung berapa tahap pencairannya, jika tahun ini ada tiga tahap. Tahap I batas akhir sampai bulan Juni, tahap II sampai bulan Oktober, tahap III sampai akhir tahun ini tanggal 31 Desember. Terlambat melaporkan ya ada sanksinya, pencairannya dana tahap berikutnya ikut mundur juga kalau Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) tahap sebelumnya belum dilaporkan”

(Bapak Yoso, Kepala Desa Ngajaran).

“Laporan sudah disampaikan, tahun ini ada tiga tahap laporannya ada tiga Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Laporannya ke Kecamatan tidak pernah langsung ke pusat, karena pihak Kecamatan kan sudah sebagai koordinator keuangan desa. Jadi nanti yang melaporkan ke Bupati atau pusat adalah pihak Kecamatan. Batas waktu pelaporannya tahap I paling lambat batas akhir sampai bulan Juni, tahap II sampai bulan Oktober, tahap III sampai akhir tahun ini tanggal 31 Desember. Terlambat lapor terlambat juga pencairan dana tahap selanjutnya. Sanksi sosialnya juga ada yaitu rasa malu karena desa sini sendiri yang belum membuat laporan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), karena desa yang belum melaporkan akan di share jadi semua desa akan tahu” (Ibu Dwi, Sekertaris Desa Ngajaran).

“Iya sudah dilaporkan, tetapi di sini yang menyampaikan bendaharanya atas ijin kepala desanya. Dilaporkan ke Kecamatan tidak pernah langsung ke pusatnya, karena dari pihak Kecamatan juga sudah memonitor Surat Pertanggung Jawabannya dan bukti fisiknya juga. Pihak Kecamatan itu sudah ditunjuk oleh pusat untuk mengkoordinasi laporan keuangannya.

Batas akhir laporan tahap I paling lambat batas akhir sampai bulan Juni, tahap II sampai bulan Oktober, tahap III sampai akhir tahun ini tanggal 31 Desember. Sanksi apabila terlambat melaporkan adalah pencairannya tahap selanjutnya akan telat juga, tidak ada sanski yang lainnya” (Bapak Kiswanto, Benahara Desa).

Tahap pelaporan pengelolaan keuangan desa di Desa Ngajaran sudah baik sudah dilakukan setiap semesteran. Tahun 2018 ini terdapat tiga tahap pelaporannya karena pencairan Dana Desa terdapat tiga tahap. Batas waktu pelaporan dalam setiap tahapannya adalah tahap I paling lambat batas akhir sampai bulan Juni, tahap II sampai bulan Oktober, tahap III sampai akhir tahun ini tanggal 31 Desember. Keterlambatan dalam pelaporan ada sanksi yang harus

(32)

31

ditanggung oleh Pemerintah Desa yaitu terlambatnya pencairan dana tahap selanjutnya dan sanksi sosial yaitu perasaan malu karena belum membuat laporan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ), karena desa yang belum melaporkan akan di share jadi semua desa akan tahu. Hasil yang sama yang dilakukan oleh Meutia dan Liliana (2017), Indrianasari (2017), dan Arifiyanto dan Khurrohman (2014) pada tahap pelaporan telah disampaikan dan dilakukan sesuai dengan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014.

Tahun 2018 Desa Ngajaran memperoleh Dana Desa sebesar Rp 931.498.000 yang diberikan menjadi tiga tahap. Setiap tahapan harus dipertanggungjawabkan dalam Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) yang harus dilaporkan ke pihak Kecamatan sebagai koordinator pengelolaan keuangan desa.

Seluruh tahapan penggunaan Dana Desa akan disampaikan oleh perangkat desa kepada masyarakat desa melalui musdus yang diadakan di tiap-tiap dusun Desa Ngajaran.

Pencairan Dana Desa tahap I tahun 2018 diberikan 20% sebesar Rp 186.300.000, penggunaan dana tersebut dapat dilihat tabel di bawah:

Tabel 3

Penggunaan Dana Desa Tahap I Tahun 2018

No Jenis Kegiatan Pembangunan Desa Jumlah

1 Rabat Beton Dusun Gintungan Rp 45.796.000

2 Talud Paud Rp 24.892.000

3 Gedung Bumdes (Badan Umum Desa) Rp 72.614.500

4 Talud Dusun Salakan Rp 38.324.500

5 Pojok Baca Rp 4.673.000

Total Rp 186.300.000

Sumber: Penggunaan Dana Desa Tahap I (diolah).

Tabel di atas menunjukkan penggunaan Dana Desa tahap I sebesar 20%

Rp 186.300.000. Dana tersebut digunakan untuk pembangunan rabat beton Dusun Gintungan, talud paud, gedung bumdes, talud Dusun Salakan, dan pojok baca (perpustakaan mini). Pencairan Dana Desa tahap II tahun 2018 diberikan sebesar 40% sebesar Rp 372.599.000. Rincian penggunaan Dana Desa tahap II dapat dilihat pada tabel di bawah:

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur akuntabilitas pengelolaan keuangan atas Alokasi Dana Desa ADD tahun 2014 di Desa Pujonkidul kecamatan Pujon kabupaten Malang,

Data dan hasil wawancara yang telah dikumpulkan dan dianalisis kemudian dideskripsikan, maka dari penelitian ini, peneliti dapat menyimpulkan bahwa Penatausahaan pengelolaan

Sosialisasi mengenai pelaksanaan pengelolaan alokasi dana desa dan seminar tata kelola keuangan telah dilakukan kepada masyarakat dan pemerintah desa, hasil yang diperoleh

Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: Pengelolaan Administrasi Keuangan Pada Kantor Dinas Pengendalian

Berdasarkan pembahasan mengenai Evaluasi Anggaran hasil wawancara dan observasi yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pengelolaan anggaran keuangan yang akuntable pada

Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya oleh peneliti dapat disimpulkan bahwa : akuntabilitas pengelolaan dana desa di Desa Sri Kencono

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti akan melakukan penelitian guna untuk mendapatkan gambaran mengenai pengelolaan Dana Desa yang dilakukan oleh pemerintah desa dengan judul

PERANAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN ALOKASI DANA DESA ADD DALAM PENCAPAIAN GOOD GOVERNANCE Suatu Studi pada Desa-desa di Kecamatan Jatinagara Kabupaten