• Tidak ada hasil yang ditemukan

SECANGKIR KOPI DAN PENEMUAN OBAT DIABETES:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SECANGKIR KOPI DAN PENEMUAN OBAT DIABETES:"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

SECANGKIR KOPI

DAN

PENEMUAN OBAT DIABETES:

STUDI DINAMIKA MOLEKUL

Enade Perdana Istyastono

(3)

STUDI DINAMIKA MOLEKUL Copyright © 2021

Enade Perdana Istyastono

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Penulis

Enade Perdana Istyastono

PENERBIT:

SANATA DHARMA UNIVERSITY PRESS Lantai 1 Gedung Perpustakaan USD Jl. Affandi (Gejayan) Mrican, Yogyakarta 55281 Telp. (0274) 513301, 515253;

Ext.1527/1513; Fax (0274) 562383 e-mail: [email protected]

BUKU HASIL PENELITIAN UNTUK PENGAYAAN DI BIDANG KIMIA MEDISINAL PADA KHUSUSNYA DAN ILMU HAYATI PADA UMUMNYA

Sanata Dharma University Press anggota APPTI (Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia) No. Anggota APPTI: 003.028.1.03.2018

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apa pun, termasuk fotokopi, tanpa izin tertulis dari penulis & penerbit.

Isi buku sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Buku elektronik e-Book:

ISBN 978-623-6103-23-4 (PDF) EAN 9-786236-103234 Cetakan Pertama, November 2021 xvi+109 hlm.; 15,5 x 23 cm.

Ilustrasi Sampul & Tata Letak Thoms

(4)

iii

Kata Pengantar

uji syukur dipanjatkan kepada Tuhan atas terbitnya buku

“Secangkir Kopi Untuk Diabetes: Studi Dinamika Molekul”. Buku ini ditulis sebagai salah satu luaran Program Penelitian Dasar berjudul “Desain dan Penemuan Inhibitor Enzim Matrix Metalloproteinase 9 dari Bahan Alam untuk Terapi Luka Diabetes Menggunakan Pendekatan Kimia Medisinal Komputasi” yang didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, Badan Riset Inovasi Nasional, Republik Indonesia pada tahun 2021-2023. Terima kasih juga disampaikan kepada pihak-pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung sejak awal penulisan hingga terbitnya buku ini.

Buku ini menjadi sarana berbagi hal-hal praktis untuk melaksanakan riset dinamika molekul guna menyediakan target virtual untuk penemuan dan rancangan obat berbasis struktur. Buku ini disampaikan secara naratif sebagai komplemen dari publikasi-publikasi ilmiah yang terkait. Sebelum membaca buku ini, pembaca disarankan membaca buku “Rancangan Obat dan Penapisan Virtual Berbasis Struktur”

dengan ISBN:978-602-5607-52-3 dan “Rancangan Obat Berbantuan Komputer: Peptida Rantai Pendek Sebagai Antikolinesterase” dengan ISBN:978-623-7379-20-1.

Buku ini ditulis selain sebagai luaran penelitian dasar juga sebagai komplemen dari publikasi-publikasi ilmiah dari penelitian- penelitan terkait. Buku ini ditulis dengan sudut pandang orang pertama dengan maksud berbagi pengalaman ilmiah maupun faktor-faktor eksternal dalam penelitian-penelitian terkait yang sulit tersampaikan

P

(5)

pada forum maupun jurnal-jurnal ilmiah. Buku ini diharapkan memperkaya khasanah disiplin ilmu Kimia Medisinal di Indonesia.

Kritik dan saran untuk perbaikan sungguh diharapkan untuk perbaikan buku ini dan juga pembelajaran kimia medisinal pada khususnya maupun ilmu hayati pada umumnya. Semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca dan juga bagi perkembangan ilmu.

Yogyakarta, Juni 2021 Penulis

(6)

v

“Untuk Meine Sieben

yang selalu berada di antara enam dan delapan”

(7)
(8)

vii

Daftar Isi

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel dan Gambar ... ix

Daftar Singkatan ... xiii

Bab 1 Simulasi Dinamika Molekul dalam Penemuan Obat ... 1

1.1 Tahapan Penemuan dan Pengembangan Obat ... 1

1.2 Simulasi Penambatan Molekul ... 10

1.3 Simulasi Dinamika Molekul ... 13

Rangkuman Bab 1 ... 14

Bab 2 Secangkir Kopi dan Penemuan Obat Diabetes ... 15

2.1 Ada Apa dengan Cinta ... 15

2.2 Ada Apa dalam Secangkir Kopi? ... 17

2.3 Kadar Asam Kafeat dalam Ampas Seduhan Secangkir Kopi ... 20

Rangkuman Bab 2 ... 21

Bab 3 Metaloproteinase Matriks 9 (MMP9) ... 23

3.1 Peran MMP9 dalam Penatalaksanaan Diabetes ... 23

3.2 Simulasi Dinamika Molekul MMP9 ... 24

(9)

3.3 Peran Asam Kafeat dalam Stabilisasi MMP9 ... 38

Rangkuman Bab 3 ... 42

Bab 4 Peran PyPLIF HIPPOS dalam Studi Dinamika Molekul ... 43

4.1 PyPLIF HIPPOS ... 43

4.2 Analisis Dinamika Interaksi MMP9 dengan CC27 ... 58

4.3 Analisis Dinamika Interaksi MMP9 dengan Asam Kafeat 62 Rangkuman Bab 4 ... 66

Bab 5 Potensi Asam Kafeat dalam Penatalaksanaan Diabetes ... 67

Rangkuman Bab 5 ... 68

Referensi ... 69

Lampiran Skrip-skrip Singkat dan Berkas-berkas Macro YASARA yang Dikembangkan dan Digunakan di Buku Ini ... 77

Boks 1: Gambar3.2-3.pml ... 77

Boks 2: md-prep-mmp9-10b.mcr ... 79

Boks 3: md_run_mmp9-10b.mcr ... 80

Boks 4: Gambar3.4.pml ... 85

Boks 5: md_run_mmp9-cac.mcr ... 86

Boks 6: md_run_mmp9-cac-v2.mcr ... 91

Boks 7: Gambar3.5.pml ... 96

Boks 8: prep4H3X.mcr ... 97

Boks 9: md_convert_4h3x-10b.mcr ... 98

Boks 10: md_convert_4h3x-cac.mcr ... 101

Indeks ... 105

Biografi Singkat Penulis ... 109

(10)

ix

Daftar Tabel dan Gambar

Daftar Tabel

Tabel 4.1. Interaksi-interaksi Pada PyPLIF HIPPOS ... 46 Tabel 4.2. Interaksi-interaksi Hasil Identifikasi

PyPLIF HIPPOS Pada 4H3X.pdb

dengan Mengabaikan Atom-atom Backbone ... 54 Tabel 4.3. Interaksi-interaksi Hasil Identifikasi

PyPLIF HIPPOS Pada 4H3X.pdb

dengan Mengabaikan Atom-atom Backbone Setelah Preparasi Mengunakan

YASARA-Structure ... 57

Daftar Gambar

Gambar 1.1. Tahapan umum penemuan obat berbantuan

komputer ... 2 Gambar 1.2. Skema umum simulasi penambatan molekul ... . 12 Gambar 2.1. Struktur kafein ... 18 Gambar 2.2. Struktur asam klorogenat ... 19 Gambar 2.3. Struktur asam kafeat ... 20 Gambar 3.1. Mekanisme aktivasi pro-MMP9 (A) menjadi

MMP9 aktif (C), melalui bentuk antara (B) ... . 26

(11)

Gambar 3.2. Sistem molekuler catalytic domain MMP9 dengan ligan kokristal CC27. Dalam gambar ini protein ditampilkan dengan mode cartoon dengan atom C berwarna khaki, sementara ligan kokristal dengan mode sticks dengan atom C berwarna cyan. Hanya residu cyan untuk residu His226, Glu227, His230, dan His236 dari MMP9 yang ditayangkan demi lebih jelasnya interpretasi gambar ini. Atom Zn ditayangkan dengan mode sphere berwarna abu-abu. Atom N, O,

dan S berturut-turut diberi warna biru, merah, dan kuning. Ikatan dipol negatif dengan ion Zn2+

ditampilkan berupa garis putus-putus berwarna

magenta ... 27 Gambar 3.3. Kantung ikatan catalytic domain MMP9

dengan ligan kokristal CC27. Warna dan mode atom-atom yang ditampilkan di sini sama

dengan warna dan mode pada Gambar 3.2. ... 28 Gambar 3.4. Kantung ikatan catalytic domain MMP9 dengan

ligan kokristal CC27 pada snapshot simulasi dinamika molekul di ns ke-15 (atau ns ke-10 di production run). Warna dan mode atom-atom yang ditampilkan di sini sama dengan warna dan mode pada Gambar 3.3 dengan tambahan atom hidrogen berwarna putih dan bond order yang ditampilkan sebagai garis putus-putus

sesuai warna ikatan ... 37 Gambar 3.5. Kantung ikatan catalytic domain MMP9

dengan ligan asam kafeat pada snapshot simulasi dinamika molekul di ns ke-15 (atau ns ke-10 di production run). Warna dan mode atom-atom yang ditampilkan di sini sama dengan warna dan mode pada Gambar 3.5.

Ikatan elektrostatik antara asam kafeat dan Zn

ditunjukkan dengan garis kuning putus-putus ... 40

(12)

Gambar 3.6. Grafik waktu (ns) vs RMSD (Å) atom-atom backbone MMP9 catalytic domain pada 10-15 ns perbandingan antara simulasi dinamika molekul MMP9 dengan CC27 (oranye),

asam kafeat (abu-abu), dan tanpa ligan (biru) ... 41 Gambar 4.1. Gambaran skematis contoh penggunaan PyPLIF

HIPPOS ... . 44 Gambar 4.2. Tampilan Micorsoft Store setelah instalasi

Debian selesai ... . 48 Gambar 4.3. Tampilan Debian dengan perintah “screenfetch”. 49 Gambar 4.4. Hasil inspeksi visual yang ditampilkan

pada PyMOL. Atom karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur berturut-turut berwarna hijau, putih, merah, biru dan kuning ... 55 Gambar 4.5. Olahan data interaksi bitstring CC27

dengan MMP9 hasil analisis berbantuan PyPLIF HIPPOS ... 61 Gambar 4.6. Olahan data interaksi bitstring asam kafeat

dengan MMP9 hasil analisis berbantuan PyPLIF HIPPOS ... 65

(13)
(14)

xiii

Daftar Singkatan

1. G : energi bebas ikatan (the free energy of binding)

2. 3D : Tiga Dimensi

3. 3R : reduce, reuse, recycle 4. AADC : Ada Apa dengan Cinta

5. AADC2 : Sekuel ke-2 Ada Apa dengan Cinta 6. AChE : Asetilkolinesterase

7. AD : Alzheimer's Disease 8. AUC : Area Under Curve

9. BM : Bobot Molekul

10. CC27 : N- hidroksi-2-[(4-fenilfenil)sulfonil- propan-2-iloksiamino]asetamida 11. CLI : antarmuka perintah baris (command

line interface)

12. CPU : Central Processing Unit 13. DMT2 : Diabetes Melitus Tipe 2 14. DPP4 : Dipeptidil Peptidase IV 15. DPPH : 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil

16. DSAI : Data Science and Artificial Intelligence 17. DUDE A Directory of Useful Decoys:

Enhanced

18. EF1% : Enrichment factor pada 1% false positives

(15)

19. GPCR : G-Protein Coupled Receptor

20. GUI : antarmuka pengguna grafis (graphical user interface)

21. HRH4 : Reseptor Histamin H4 22. HTS : High-Throughput Screening 23. IFP : interaction fingerprints

24. MCC : Matthews correlation coefficient 25. MMP9 : Metaloproteinase Matriks 9

26. PDB : Bank Data Protein/Protein Data Bank 27. PLIF : Protein-Ligand Interaction Fingerprints 28. PPKM : Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan

Masyarakat

29. PSL : Pusat Studi Lingkungan

30. PSLUSD : Pusat Studi Lingkungan Universitas Sanata Dharma

31. PVBL : Penapisan Virtual Berbasis Ligan 32. PVBS : Penapisan Virtual Berbasis Struktur 33. PyPLIF

HIPPOS

: PyPLIF HIPPOS is PyPLIF on Steroids

34. QSAR : Quantitave St ructure -Acti vit y Relationship

35. RAM : random access memory 36. RMSD : Root-Mean-Square Deviation

37. SCG : ampas seduhan kopi (spent coffee grounds)

38. USD : Universitas Sanata Dharma 39. WSL : Windows Subsystem for Linux

(16)

1

BAB 1

Simulasi Dinamika Molekul dalam Penemuan Obat

1.1 Tahapan Penemuan dan Pengembangan Obat aat mengawali menulis buku ini, saya masih baru dikukuhkan sebagai Guru Besar di bidang ilmu Analisis Farmasi dan Kimia Medisinal. Tujuan penulisan buku ini adalah berbagi pengalaman-pengalaman teknis di bidang kimia medisinal komputasi, khususnya terkait pemodelan untuk penemuan obat (drug discovery) dari bahan alam Indonesia untuk terapi diabetes maupun luka pada penderita diabetes. Pada bab ini, khususnya subbab 1.1. ini, disampaikan secara ringkas tahapan penemuan dan pengembangan obat, dan di bagian-bagian mana kimia komputasi bisa berperan dengan tepat. Beberapa praktik baik dari riset grup saya maupun kolaborator yang berhasil dipublikasikan di jurnal ilmiah dipaparkan di buku ini.

Sebelum dilanjutkan, saya memandang perlu persamaan persepsi tentang kata “obat”. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan kata “obat” dalam Bahasa Indonesia, adalah bahwa kata

“obat” tidak membedakan antara obat sebagai terjemahan dari drug, seperti “penemuan obat” dari drug discovery, dengan obat sebagai terjemahan dari medicine, seperti “obat herbal” dari herbal medicine.

Keterbatasan ini, membuat frase “penemuan obat herbal” menjadi seperti dalam satu konteks jika dibahas dalam Bahasa Indonesia, padahal kata “obat” dalam frase “penemuan obat herbal” memiliki dua makna yang berbeda. Obat terjemahan dari drug, merupakan sebuah substansi kimia yang diketahui strukturnya dan jika dipejankan pada

S

(17)

makhluk hidup akan menghasilkan aktivitas biologis.1 Di lain pihak, obat terjemahan dari medicine merupakan sebuah sediaan hasil formulasi yang terdiri dari satu atau lebih zat aktif dengan tambahan eksipien dengan tujuan menghasilkan aktivitas terapeutis.1 Terkadang, zat aktif dalam obat (medicine) tidak diketahui, dan seringkali jika diketahui zat aktifnya pun strukturnya juga belum pasti.1 Penemuan obat (drug) membutuhkan kepastian struktur dari senyawa yang memberikan aktivitas biologis. Oleh karena itu penemuan obat (drug) dari bahan alam (natural products) dibutuhkan informasi hingga struktur senyawa yang diduga bertanggung jawab pada aktivitas biologis dari bahan alam tersebut. Jika berhenti pada fraksi, apalagi ekstrak, sehingga struktur senyawa yang diduga bertanggung jawab pada aktivitas biologis tidak diketahui, maka teknik-teknik penemuan obat (drug discovery) tidak dapat digunakan. Obat dalam buku ini merujuk pada drug.

Tahapan praktik-praktik yang umum mengenai penemuan obat berbantuan komputer dapat dirangkum menjadi 3 tahapan: (i) Penentuan target; (ii) Penemuan hit dan/atau senyawa penuntun; dan (iii) Optimasi hit dan/atau senyawa penuntun (Gambar 1.1). Uji praklinik kerap kali dimasukkan dalam tahap ke-3. Tahapan selanjutnya adalah uji klinik dan hal ini sering kali sudah tidak masuk dalam penemuan obat, tetapi pengembangan obat (drug development). Untuk masuk uji klinik, obat perlu diformulasikan supaya dapat diterima (acceptable) oleh target uji klinik.

Gambar 1.1. Tahapan umum penemuan obat berbantuan komputer.

Pada tahap “Pemilihan Target Obat”, banyak faktor eksternal yang berpengaruh. Terutama terkait arah kebijakan penyandang dana.

Kalau di industri farmasi, tahap ini erat kaitannya dengan kebijakan perusahaan. Sebagai saintis penemuan obat berbantuan komputer, studi

(18)

literatur yang ekstensif dan intensif adalah adalah pekerjaan utama dalam tahapan ini. Informasi-informasi dari studi literatur tersebut kemudian dipertajam hingga level molekuler. Dengan bantuan inspeksi visual pada sistem molekuler tersebut, masukan untuk pengambilan keputusan tentang reseptor yang menjadi target penemuan obat dapat dirumuskan. Studi-studi literatur tersebut menjadi lebih mendalam ketika reseptor target penemuan obat sudah dipilih. Sebagai contoh adalah studi doktoral saya. Reseptor target penemuan obat sudah diputuskan yaitu reseptor histamin H4 (HRH4). Sebelum tahapan- tahapan selanjutnya dilakukan, studi literatur yang intensif dengan berbantuan inspeksi visual pun dilakukan dan dipublikasikan.2 Pada artikel tersebut,2 sejumlah 101 literatur ditelaah, 61 senyawa yang terklaster dalam 9 golongan dianalisis, dan 9 mutan HRH4 dipaparkan untuk merumuskan hipotesis interaksi antara HRH4 dengan ligan- ligannya, termasuk merumuskan farmakofor dari ligan-ligan HRH4.2 Contoh lain adalah studi literatur tentang Metaloproteinase Matriks 9 (MMP9) sebagai target penemuan obat pilihan yang dilakukan oleh grup riset saya ketika institusi tempat saya menginduk memutuskan untuk menjadikan diabetes sebagai topik unggulan riset.3 Pada artikel tersebut, 106 literatur ditelaah dengan fokus pada mekanisme dan identifikasi kantung ikatan MMP9, yang menghasilkan hipotesis terkait selektivitas inhibitor untuk obat luka diabetes atau obat kanker.3

Peneliti penemuan obat berbantuan komputer acap kali tergoda untuk memanfaatkan fitur-fitur canggih yang ditawarkan saat ini, sehingga terlupa bahwa fitur utama dari kimia komputasi yang diperlukan dalam tahapan “Pemilihan Target Obat” ini adalah inspeksi visual. Beberapa peneliti ditemukan tergoda menggunakan penambatan molekul dengan argumen bertujuan “target fishing”. Teknik “target fishing” menggunakan penambatan molekul tanpa dukungan bukti- bukti langsung empiris in vitro dapat berakibat memperbanyak noise pada proses penemuan obat berbantuan komputer dan memperlambat pergerakan ke tahap berikutnya.

Setelah reseptor target penemuan obat ditentukan pada tahap

“Pemilihan Target Obat”, tahap selanjutnya adalah “Identifikasi Hit dan/atau Senyawa Penuntun”. Pada tahapan inilah porsi terbesar kimia medisinal komputasi berperan pada proses penemuan obat berbantuan

(19)

komputer. Teknik yang sering digunakan pada tahapan ini adalah penapisan virtual (virtual screening). Secara umum ada dua teknik penapisan virtual, yaitu: (i) penapisan virtual berbasis ligan (PVBL);4 dan (ii) penapisan virtual berbasis struktur (PVBS).5 Selain kedua jenis penapisan virtual tersebut, ada pula penapisan virtual Quantitave Structure-Activity Relationship (QSAR).6 Meskipun demikian, di era Data Science and Artificial Intelligence (DSAI) ini, batas-batas antar teknik-teknik tersebut semakin samar.

Penapisan virtual berbasis ligan biasanya digunakan ketika struktur reseptor target tidak ada atau tidak dapat diakses oleh grup riset.

Satu atau lebih ligan yang sudah terbukti memiliki afinitas ataupun aktivitas biologis tertentu digunakan sebagai referensi. Ligan-ligan referensi tersebut juga acap kali ditransformasikan menjadi farmakofor untuk kemudian dilakukan penapisan virtual berbasis farmakofor tersebut.7 Saya tidak bercerita banyak tentang PVBL dalam buku ini, karena selain saya memang tidak punya pengalaman langsung terkait PVBL ini, juga fokus buku ini adalah studi dinamika molekul yang merupakan bagian penting dalam PVBS.

Penapisan virtual berbasis struktur membutuhkan akses ke struktur reseptor target penemuan obat yang sudah valid. Salah satu rujukan yang dapat diakses publik adalah Bank Data Protein (Protein Data Bank/PDB) di tautan berikut: https://www.rcsb.org/ (diakses 9 Juni 2021).8 Selain itu, untuk keluarga reseptor G-protein coupled receptor (GPCR), yang merupakan target istimewa karena melingkupi 30 hingga 50% obat yang beredar di pasar,9 bisa diakses di GPCRdb pada tautan berikut: https://gpcrdb.org/ (diakses 9 Juni 2021).10 Jika tidak ada akses ke struktur reseptor target namun ada akses ke struktur reseptor homolog-nya, maka teknik pemodelan homologi dapat dilakukan sebagai awalan.11 Jika akses ke struktur reseptor homolog pun tidak ada, maka disarankan menggunakan PVBL jika ada ligan referensi. Namun, jika ligan referensi pun tidak ada, disarankan untuk meninjau kembali tahapan “Pemilihan Target Obat”.

Keberadaan struktur reseptor target yang memiliki ligan referensi di dalamnya merupakan hal krusial dalam konstruksi PVBS. Ligan referensi, atau seringkali disebut sebagai ligan ko-kristal kalau

(20)

menggunakan struktur kristal dari PDB, sangat berguna untuk mendefinisikan kantung ikatan (binding pocket). Baik struktur dari PDB dan terlebih lagi struktur hasil pemodelan homologi, perlu dilakukan relaksasi dan juga dianalisis stabilitas akibat interaksi protein-ligan seiring waktu dengan simulasi dinamika molekul.12,13 Tentang simulasi dinamika molekul ini secara lebih detail dibahas di subbab maupun bab berikutnya pada buku ini.

Dalam PVBS, jika sudah memiliki struktur reseptor target dengan ligan referensi dalam kantung ikatan maka bisa dikatakan bahan untuk konstruksi sudah cukup. Langkah selanjutnya adalah validasi, baik retrospektif maupun prospektif. Salah satu publikasi PVBS saya yang mencakup dua jenis validasi ini adalah PVBS untuk penemuan ligan-ligan untuk HRH4.5 Diawali dengan pemodelan homologi dan simulasi dinamika molekul yang dilengkapi QSAR 3 dimensi (3D- QSAR) untuk identifikasi asam amino-asam amino penting dalam interaksi protein-ligan,11 diperoleh pula model homolog HRH4 dengan berbagai ligan referensi yang valid, yang bisa untuk menjadi awalan konstruksi SBVS. Informasi-informasi yang diperoleh dari studi literatur sebelumnya2 menjadi sangat berharga dalam proses optimasi dan validasi model-model HRH4 tersebut. Langkah berikutnya adalah konstruksi protokol PVBS dengan model yang sudah direlaksasi dengan simulasi dinamika molekul dan melakukan validasi retrospektif.

Validasi retrospektif ini yang cukup rumit (tricky) saat itu, karena belum ada layanan penyedia senyawa pengecoh (decoy) seperti yang saat ini dapat diakses di tautan berikut: http://dude.docking.org/generate (diakses 10 Juni 2021).14 Keberuntungan ada di pihak saya saat itu.

Grup riset tempat saya studi S3 sedang melakukan high-throughput screening (HTS) pada senyawa-senyawa fragmen yang ada dalam koleksi grup riset dan salah satu reseptor yang dipilih sebagai target penemuan obat adalah HRH4.15 Setidaknya ada 1000 fragmen yang ada dalam basis data luaran HTS yang terbukti tidak aktif dan ada 50 fragmen dalam basis data luaran HTS yang terbukti aktif sebagai ligan pada HRH4. Kemudian ditambah 50 fragmen terbukti aktif sebagai ligan HRH4 dari basis data ChEMBL16 maka ada 100 senyawa- senyawa fragmen aktif sehingga perbandingan senyawa aktif dan nonaktif (bukan sekedar pengecoh) = 1:10.5 Dari beberapa protokol

(21)

SBVS yang dikonstruksi dipilihlah protokol-protokol yang memiliki kualitas prediksi yang dianggap baik, dengan nilai enrichment factor pada 1% false positives (EF1%) di atas 20, untuk PVBS prospektif dari basis data ZINC17 sekaligus mencari senyawa-senyawa baru sebagai ligan pada HRH4.5 Dari 43326 senyawa-senyawa fragmen dari basis data ZINC ditapis, dan sejumlah 37 senyawa diusulkan untuk disintesis (dalam hal ini beli dari vendor yang menyediakan berdasar info dari basis data ZINC)17,18 dan diverifikasi dengan uji in vitro.5 Sembilan dari 37 senyawa tersebut terbukti aktif dengan nilai pKi antara 0,14 hingga 6,9 μM.5 Selain penemuan senyawa-senyawa baru sebagai ligan-ligan pada HRH4, hal ini merupakan validasi prospektif dan protokol PVBS yang digunakan.

Peneliti penemuan obat berbantuan komputer pada tahap

“Identifikasi Hit dan/atau Senyawa Penuntun” ini acap kali tergoda untuk tidak melakukan validasi yang layak, meskipun “hanya” yang retrospektif. Padahal sarana dan prasarana serta fasilitas layanan yang bisa diakses publik sudah lebih dari cukup untuk melakukan validasi retrospektif pada protokol PVBS. Berulang kali saya menemukan artikel penemuan obat berbantuan komputer yang masih proses reviu maupun yang sudah dipublikasikan tidak dengan validasi yang layak untuk klaim-klaim yang disampaikan di artikel-artikel tersebut. Peneliti tergoda untuk hanya melakukan penambatan ulang molekul senyawa referensi pada struktur target penemuan obat (yang biasanya diklaim sebagai validasi retrospektif), lalu melakukan penapisan virtual beberapa senyawa dan jika ditemukan memiliki skor yang lebih baik dari senyawa referensi maka senyawa tersebut diklaim memiliki aktivitas atau berpotensi aktif. Klaim-klaim seperti ini masih bisa diterima sekitar 10 tahun lalu. Namun, untuk saat ini dan ke depannya, saya pikir sudah tidak bisa diterima lagi klaim-klaim dengan dukungan bukti-bukti empiris yang lemah seperti itu. Klaim-klaim demikian tanpa dukungan uji in vitro yang relevan hanyalah spekulasi belaka, bukan prediksi. Lain halnya jika dilengkapi dengan uji in vitro yang relevan.

Uji in vitro ini bisa menjadi validasi prospektif dari protokol PVBS, meskipun tidak melakukan validasi retrospektif.

Saat ini, tanpa memiliki laboratorium dengan fasilitas superkomputer pun seorang peneliti di Indonesia sudah bisa melakukan

(22)

riset PVBS dengan validasi retrospektif maupun prospektif yang mampu menemukan hit dan/atau senyawa penuntun bahkan berkontribusi di kancah internasional bereputasi. Layanan berbasis web maupun software yang terjangkau oleh akademisi bahkan gratis, sudah banyak tersedia. Saya membuktikannya dengan asetilkolinesterase (AChE) sebagai target pilihan untuk penemuan obat.19–21 Target yang dipilih dari keprihatinan akan maraknya penelitian penemuan obat antioksidan dengan uji in vitro menggunakan metode penangkapan radikal 2,2- difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH), yang sebenarnya sejak tahun 2015 sudah ada peringatan tentang penyalahgunaan metode ini.22 Terlebih lagi ketika saya kemudian dikontak oleh para pengguna DPPH ini untuk membantu melakukan simulasi penambatan molekul yang juga sedang naik daun. Hal ini membuat saya frustrasi karena: (i) Mereka hanya memiliki ekstrak dengan total senyawa fenolik. Struktur senyawa aktif tidak diketahui; dan (ii) Struktur reseptor targetnya tidak ada. Pada tahun 2015 itu pula keprihatinan ini ditangkap oleh seorang kolega yang menjadi dosen di Vrije Universiteit Amsterdam saat beliau menjadi pembicara kunci pada salah satu seminar internasional yang diselenggarakan di Yogyakarta. Beliau berkata kepada saya, “Jika masalahnya adalah finansial, ada enzim yang uji in vitro-nya menggunakan instrumen yang sama dengan DPPH assay dengan harga reagen yang juga tidak jauh berbeda, yaitu AChE.”

Informasi mengenai enzim AChE ini pun saya tindaklanjuti dengan melakukan penelitian uji aktivitas menggunakan enzim AChE tersebut.23 Kebetulan saat itu saya menjabat sebagai Kepala Pusat Studi Lingkungan (PSL) di Universitas Sanata Dharma (USD), sehingga pengujian dilakukan untuk melihat pencemaran lingkungan, sekaligus validasi instrumen dan personel pelaku uji in vitro. Tindak lanjut ini meyimpulkan bahwa pengujian pada AChE memang terjangkau dan dapat dilakukan di laboratorium yang bisa kami akses di Yogyakarta.

Terlebih lagi, ternyata AChE ini merupakan salah satu target penemuan obat untuk penyakit degeneratif yang menantang untuk dicarikan terapinya, yaitu Alzheimer's Disease (AD). Pengembangan PVBS bertargetkan AChE memiliki daya ungkit yang tinggi.

Kebetulan berikutnya terkait AChE ini adalah bahwa basis data ligan dan pengecohnya tersedia di A Directory of Useful Decoys:

(23)

Enhanced (DUDE).14 Hal ini membuat kami tidak perlu lagi menyusun data set untuk validasi retrospektif, tinggal mengunduh dari http://dude.docking.org/targets/aces (diakses pada 11 Juni 2021).

Konstruksi dan validasi retrospektif PVBS dipublikasikan sekaligus merancang senyawa turunan chalcone sebagai inhibitor AChE,19 yang selanjutnya senyawa desain terbaik hasil PVBS diverifikasi dengan sintesis dan uji in vitro.24 Protokol PVBS ini juga digunakan untuk penapisan basis data ZINC15,25 yang hasilnya digabungkan pada sebuah artikel reviu tentang peptida alami sebagai antikolinesterase.26 Artikel reviu ini mengawali PVBS pada peptida rantai pendek. Dimulai dengan menyusun data set peptida rantai pendek yang siap menjadi objek PVBS,27 dilanjutkan PVBS yang menghasilkan beberapa hit,20 dilanjutkan optimasi hit dan verifikasi in vitro yang mendapati pentapeptida AEYTR sebagai antikolinesterase yang poten.21 Sejak tahun 2017, grup riset saya, di Indonesia, dengan pendanaan riset dalam negeri, menghasilkan 5 artikel di jurnal internasional bereputasi dari penemuan obat bertargetkan AChE ini.19–21,26,27 Satu artikel lagi berkolaborasi dengan kolaborator dari Malaysia.24

Salah satu kunci keberhasilan dalam konstruksi PVBS dengan kualitas prediksi yang tinggi ini,5,19 dan berhasil menemukan hit maupun senyawa penuntun baru secara prospektif,5,21,24 adalah penggunaan sebuah software untuk identifikasi sidik jari interaksi protein-ligan (protein-ligand interaction fingerprints/PLIF) bernama PyPLIF,28 yang terinspirasi dari interaction fingerprints (IFP) molekuler dari Marcou dan Rognan.29 Versi upgraded dari PyPLIF menjadi PyPLIF HIPPOS baru saja dirilis untuk publik,30 dan dikolaborasikan dengan teknik machine learning telah berhasil digunakan untuk identifikasi residu- residu asam amino pada kantung ikatan yang berperan penting dalam mengenali ligan-ligan aktif, dengan GPCR pada DUDE sebagai pilot projects.31 Keberadaan versi upgraded PyPLIF HIPPOS membuka kembali peluang untuk konstruksi PVBS dengan target-target baru, maupun rekonstruksi dengan target lama, seperti AChE.

Di akhir tahap “Identifikasi Hit dan/atau Senyawa Penuntun”

didapatkan hit dan/atau senyawa penuntun untuk ditindaklanjuti. Hit dan/atau senyawa penuntun ini diketahui strukturnya dan juga diketahui aktivitas biologisnya, setidaknya in vitro. Oleh karena itu sudah dapat

(24)

disebut sebagai obat (drug). Meskipun demikian, perjalanan untuk menjadi obat (medicine) masih panjang (Gambar 1.1). Hit dan/atau senyawa penuntun perlu dioptimasi pada tahap selanjutnya yaitu

“Optimasi Hit dan/atau Senyawa Penuntun” untuk mendapatkan senyawa dengan aktivitas biologis yang tinggi atau setidaknya masih di jangkauan yang bisa diterima, toksisitas yang dapat diterima, dan profil farmakokinetik yang dapat diukur. Uji in vivo pada hewan coba atau disebut uji praklinik merupakan metode standar dalam tahapan ini.

Senyawa hasil optimasi yang lolos pada tahap ini bisa disebut sebagai kandidat obat (medicine). Prosedur-prosedur optimasi di tahapan ini juga bertujuan mengurangi peluang gagal saat kandidat obt memasuki uji klinik.

Teknik dalam kimia medisinal komputasi QSAR dengan berbagai variabel tergantung terkait aktivitas dan toksisitas adalah teknik yang populer pada tahap “Optimasi Hit dan/atau Senyawa Penuntun” ini. Salah satu contoh yang menarik untuk dipaparkan di sini, karena selain cukup mutakhir juga dilaksanakan seluruhnya di Indonesia, yaitu optimasi senyawa turunan asam betulinat sebagai inhibitor maturasi HIV.32 Penelitian ini cukup lengkap sebagai aplikasi teknik komputasi dalam optimasi senyawa penuntun. Terlebih lagi ditindaklanjuti dengan penelitian serupa untuk menganalisis potensi toksik senyawa-senyawa yang diusulkan. Penelitian ini cukup lengkap dengan membagi training set dan test set dan menghasilkan model QSAR dengan signifikansi statistik yang dapat diterima. Meskipun akan lebih lengkap dengan adanya y-scrambled test untuk menganalisis apakah model yang diperoleh merupakan kebetulan belaka (chance correlations) dan cross correlation test antar descriptor yang terpilih untuk melihat apakah ada confounding factor dalam model terpilih,33,34 namun model terpilih yang cukup sederhana (hanya menggunakan deskriptor sejumlah 1/5 dari total training set) dan menampilkan domain of applicability memberi gambaran model terpilih ini secara utuh dalam konteks optimasi senyawa penuntun. Penelitian ini akan meningkat dampaknya jika mampu membuktikan klaim-klaim setidaknya dalam uji praklinik.

Demikian secara singkat gambaran peran kimia medisinal komputasi dalam tahapan-tahapan penemuan obat. Beberapa peneliti

(25)

yang baru mengenal kimia medisinal komputasi atau baru belajar salah satu teknik dalam kimia komputasi akan tersesat jika tidak mengenali tahapan-tahapan ini. Hal ini akan terlihat pada narasi yang tidak konsisten pada manuskrip maupun artikel hasil penelitian. Salah satu indikasi bahwa peneliti ini tersesat adalah kecenderungan untuk

“mencari penyakit” alih-alih “mencari obat”. Jadi begini, sebagian peneliti atau grup riset sebenarnya sudah memiliki substansi yang ingin diklaim sebagai kandidat obat. Menurut hemat saya, jika sudah dalam posisi ini sangat disarankan untuk uji praklinik, dan silakan lanjut ke uji klinik jika direkomendasikan dalam uji praklinik. Kimia medisinal komputasi sudah kurang bermakna dalam tahapan ini, jika dikaitkan dengan tahapan-tahapan pada Gambar 1.1. Dan, ketika dipaksakan, misal dilakukan penambatan molekul maupun dilanjutkan ke dinamika molekul, acapkali argumen yang disampaikan untuk pemilihan target penemuan obat sangat sumir dan samar. Jika uji in vitro dan/atau in vivo-nya meyakinkan, saya akan merekomendasikan untuk menghapus bagian komputasi pada sebuah manuskrip artikel penemuan obat yang argumen pemilihan reseptor target penemuan obat samar maupun metodenya tidak divalidasi. Namun jika bagian komputasi itu satu-satunya aspek yang diangkat dalam manuskrip, saya akan merekomendasikan untuk dilakukan studi literatur yang lebih mendalam terkait pemilihan reseptor target penemuan obat dan validasi yang robust dan rigid untuk metode komputasinya.

1.2 Simulasi Penambatan Molekul

Bersama dengan QSAR, simulasi penambatan molekul (molecular docking) merupakan teknik kimia medisinal komputasi yang sangat populer di Indonesia. Saya juga salah satu peneliti yang sangat mengandalkan simulasi penambatan molekul, baik dalam konstruksi PVBS maupun sebagai preparasi untuk input dalam simulasi dinamika molekul. Pada situs https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/ (diakses 14 Juni 2021), nampak bahwa pencarian dengan kata kunci “molecular docking” hanya memperoleh 444 hit di tahun 2010 dan melonjak hingga 7123 hit di tahun 2020. Dalam sepuluh tahun meningkat 16 kali lipat. Hal ini mengindikasikan bahwa penelitian dengan teknik penambatan molekul ini 10 tahun yang lalu masih masuk kategori

(26)

baru, namun sekarang sudah menjadi hal yang bisa dikategorikan sebagai rutin.

Penambatan molekul merupakan teknik penting dalam preparasi berkas input pada simulasi dinamika molekul. Teknik ini memungkinkan kita menempatkan ligan yang ingin kita teliti pada kantung ikatan reseptor yang dipilih sebagai target dalam penemuan obat. Informasi- informasi pada tahapan “Pemilihan Target Obat” sangat berperan dalam penempatan ligan ini dengan bantuan penambatn molekul. Kombinasi penambatan molekul dan simulasi dinamika molekul dipakai pada tahapan “Identifikasi Hit dan/atau Senyawa Penuntun” digunakan untuk optimasi target virtual dengan mengacu teori lock-and-key dan induced-fit. Di lain pihak, pada tahapan “Optimasi Hit dan/atau Senyawa Penuntun” kombinasi penambatan molekul dan simulasi dinamika molekul berperan mirip QSAR untuk optimasi aktivitas dengan digabungkan dengan berbagai teknik alkimia untuk perhitungan energi bebas ikatan (the free energy of binding/G).12

Penambatan molekul dalam konteks ini menggunakan atom- atom protein yang permanen sementara ligan bersifat fleksibel. Pada penambatan molekul ada 2 teknik komputasi utama yang berperan, yaitu: (i) algoritma pencarian (searching/sampling algorithms); dan (ii) fungsi penilaian (scoring functions). Algoritma pencarian berfungsi untuk mendapatkan pose terbaik pada setiap simulasi penambatan molekul. Adapun penilaian kualitas pose berdasar pada fungsi penilaian sebagai fungsi objektif yang menilai kualitas pose-pose hasil usulan algoritma pencarian. Pada akhir simulasi penambatan molekul diperoleh pose-pose dan skor penambatan masing-masing sesuai dengan konfigurasi yang diatur untuk memberi batasan simulasi penambatan molekul yang dilakukan. Alur dari sebuah simulasi penambatan molekul secara skematis disajikan pada Gambar 1.2.

(27)

Gambar 1.2. Skema umum simulasi penambatan molekul.

Skor penambatan molekul ini membuka peluang untuk dikembangkan PVBS. Pengurutan berdasar skor pada PVBS retrospektif bisa digunakan untuk menilai kualitas dengan menggunakan metrik seperti Area Under Curve (AUC) dan EF1%.5,14 Peningkatan kualitas prediksi bisa diperoleh dengan pengaturan kombinasi beberapa algoritma pencarian dan beberapa fungsi penilaian.5,35 Perkembangan dunia komputasi dengan DSAI dan juga keberadaan fungsi-fungsi penilaian ulang (rescore) pose-pose hasil penambatan molekul seperti menggunakan Tc-IFP,5 Tc-PLIF,28 maupun ensPLIF19,31,36 membuat diperlukan metrik-metrik baru seperti F-measure dan Matthews correlation coefficient (MCC).37

(28)

1.3 Simulasi Dinamika Molekul

Pencarian dengan cara yang sama seperti pada subbab sebelumnya dengan menggunakan kata kunci “molecular dynamics”

menghasilkan 4119 hit di 2010 dan 8830 di 2020. Jumlah hit pada tahun 2010 hampir 10 kali lipat dibandingkan dengan hit pada pencarian dengan kata kunci “molecular docking”. Simulasi dinamika molekul sudah menjadi hal rutin pada tahun 2010 dan masih terus meningkat, sementara penambatan molekul baru menjadi tren, meskipun pada tahun 2020 jumlah hit keduanya sudah hampir sama. Saya menduga bahwa saat ini dan di waktu-waktu yang akan datang, simulasi penambatan molekul dan dinamika molekul akan berjalan seiring sejalan dan saling melengkapi, terutama pada riset-riset penemuan obat.

Sebuah publikasi baru-baru ini diterbitkan tentang simulasi dinamika molekul dengan judul “Molecular Dynamics Simulation for All” pada sebuah jurnal dengan impact factor 2018 sebesar 14,403.12 Publikasi ini menyiratkan bahwa simulasi dinamika molekul dalam penemuan obat sudah menjadi hal rutin karena 2 alasan,12 yaitu:

(i) peningkatan secara signifikan jumlah struktur target-target obat, terutama protein yang krusial dalam pengobatan, yang berhasil dielusidasi secara empiris; dan (ii) simulasi dinamika molekul sudah dirasakan sangat berdaya (powerful) untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan detail di tingkat atomik dan interaksi antar atom, serta sudah bukan hal yang relatif mahal, terutama dalam penemuan obat.

Simulasi dinamika molekul saat ini sudah bisa dijalankan dengan software yang terjangkau dan dapat lebih mudah dijalankan, bahkan oleh non-pakar sekalipun.12 Di grup riset saya, software YASARA- Structure38 untuk menjalankan simulasi dinamika molekul menjadi pilihan, terutama bagi para pemula di pemodelan molekul. Software YASARA- Structure ini menyediakan antarmuka pengguna grafis (graphical user interface/GUI) yang relatif mudah dipelajari dan digunakan, namun juga bisa dijalankan dengan antarmuka perintah baris (command line interface/CLI).38 Bagi pengguna yang lebih advanced di riset grup saya, CLI lebih direkomendasikan daripada GUI.

Simulasi dinamika molekul yang biasa digunakan dalam penemuan obat merupakan simulasi yang memprediksi bagaimana

(29)

setiap atom dalam sebuah kompleks protein-ligan (atau sistem molekuler terkait yang lain) akan bergerak seiring perubahan waktu berdasar pada hukum-hukum fisika terkait interaksi-interaksi antar atom-atom. Ada 3 hal praktis penggunaan simulasi dinamika molekul dalam penemuan obat, yaitu: (i) melihat stabilitas protein-ligan seiring waktu;12,13 (ii) perhitungan G; dan (iii) sampling struktur protein seiring waktu untuk implementasi teori induced-fit dalam PVBS. Pada buku ini, simulasi dinamika molekul untuk tujuan-tujuan tersebut dibahas dengan detail menggunakan contoh-contoh nyata dari riset yang dilakukan di grup riset saya.

Rangkuman Bab 1

Pada Bab 1 ini disampaikan secara singkat dan padat tahapan- tahapan penemuan obat dan peran kimia medisinal komputasi di dalam setiap tahapan tersebut. Secara khusus pada Bab 1 ini dibahas mengenai simulasi penambatan molekul dan simulasi dinamika molekul untuk menghantarkan ke bab-bab selanjutnya. Penambatan molekul dipaparkan cukup detail di Bab 1 ini, sementara simulasi dinamika molekul dibahas cukup singkat. Pertimbangan untuk menulis dengan cara demikian adalah bahwa simulasi dinamika molekul dibahas secara lebih luas dan detail di bab-bab selanjutnya.

(30)

15

BAB 2

Secangkir Kopi dan Penemuan Obat Diabetes

2.1 Ada Apa dengan Cinta

eperti disampaikan di Bab 1, buku ini ditulis dengan sudut pandang orang pertama, yaitu saya dan keterlibatan saya dalam riset-riset penemuan obat diabetes. Pembaca mungkin bertanya- tanya, “Apa hubungan kopi, diabetes dan cinta?” Jadi begini, hubungan kopi dan diabetes dibahas di Bab 2 ini, namun buku ini tidak membahas tentang cinta yang merupakan terjemahan dari Bahasa Yunani agape, philia, eros, maupun storge. Di subbab ini dibahas hubungan kopi dan Ada Apa dengan Cinta (AADC). Film AADC sekuel ke-2 (AADC2) yang disutradarai Riri Riza dengan Mira Lesmana sebagai produser berkaitan erat dengan gelombang kebangkitan konsumsi seduhan serbuk biji kopi di Yogyakarta, biasanya dinikmati tanpa gula.

Peningkatan konsumsi ini juga dirasakan di Jakarta dan beberapa kota lain di Jawa.

Pada tahun 2012, saat diaktifkan lagi sebagai dosen di USD setelah menyelesaikan studi S3, saya juga ditugaskan menjadi Kepala Pusat Studi Lingkungan USD (PSLUSD). Tugas ini melekat juga dengan pengelolaan sebuah lahan dan bangunan di Gejayan, sebuah lokasi yang cukup strategis di Yogyakarta. Lahan seluas 6000-an m2 berisi pohon jati yang berjajar teratur dengan bangunan utama dua tingkat berarsitektur unik yang sangat cocok untuk berkumpul dan berdiskusi. Lahan tersebut yang menjadi kantor PSLUSD. Firmansyah, yang lebih dikenal sebagai Pepeng, mendatangi saya di PSLUSD pada

S

(31)

suatu sore di pertengahan 2013. Setelah beberapa kali diskusi dan uji coba, Pepeng kemudian membuka tempat jualan kopi di PSLUSD yang kemudian diberi nama dan terkenal sebagai “Klinik Kopi”. Kisah awal Pepeng dan Klinik Kopi-nya bisa dibaca pada tautan berikut:

https://www.cikopi.com/2013/09/pepeng-dan-klinik-kopi/ (diakses 18 Juni 2020).

Interaksi saya dengan Pepeng dan juga para pelanggan Klinik Kopi saat masih di PSLUSD sangat intensif. Bahkan PSLUSD sempat mengirimkan Pepeng dan beberapa orang komunitas pelanggan dan penikmat kopi di Klinik Kopi untuk melakukan ekspedisi kopi ke Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua untuk berbagi ilmu proses pascapanen dan juga membuka jalur perdagangan kopi dari tempat yang eksotis tersebut. Ekspedisi tersebut didanai oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua. Ekspedisi ini pula yang juga menginspirasi dieksekusinya pembukaan warung kopi dengan komoditi serupa dengan Klinik Kopi namun lebih menekankan pada pelatihan barista, yaitu Wikikopi yang berlokasi di kompleks Pasar Kranggan, Yogyakarta.

Pepeng dengan Klinik Kopi-nya menginisiasi budaya minum kopi yang bisa dikatakan radikal, namun juga menular. Sekitar tahun ke-2 perjalanan Klinik Kopi, mulai menjamur kedai-kedai serupa di Yogyakarta dan kemudian meluas. Pepeng dan Klinik Kopi-nya kemudian pindah ke lokasi milik Pepeng sendiri di kilometer 7,5 Jalan Kaliurang, dan saya juga ditarik kembali ke Fakultas Farmasi USD untuk mendirikan dan mengelola program studi S2 Farmasi. Saya belajar banyak tentang menikmati kopi asli tanpa gula maupun susu dengan berbagai versi sangrai dan teknik penyeduhan. Sekarang ini, pilihan saya adalah kopi tubruk dari biji kopi robusta

Film AADC2 tayang pada April 2016 dan Pepeng dengan Klinik Kopi-nya merupakan salah satu tokoh dan plot dalam perjalanan salah satu kisah yang dinanti-nanti begitu banyak pemirsa di Indonesia, dan juga diaspora Indonesia. Budaya menikmati kopi dan cara berjualan kopi seperti Klinik Kopi menjadi semakin menjamur. Hampir di setiap sudut kota Yogyakarta, ada kedai yang menjual kopi, baik dengan peralatan modern maupun manual ala Klinik Kopi. Hampir di setiap

(32)

lokasi yang mengundang saya sebagai narasumber memiliki alat-alat untuk menyeduh kopi yang elegan, dan menyediakan serbuk kopi hitam andalan masing-masing. Saya meyakini bahwa sedikit atau banyak ada peran Pepeng dan Klinik Kopi dalam peningkatan konsumsi kopi sebesar 44% dalam periode 10 tahun kopi (Oktober 2008 – September 2019; https://investor.id/business/konsumsi-kopi-di-indonesia-naik-44 diakses 18 Juni 2021).

2.2 Ada Apa dalam Secangkir Kopi?

Berbeda dengan subbab sebelumnya yang judulnya tidak berakhiran dengan tanda tanya karena merujuk sebuah judul film, judul subbab ini diakhiri dengan tanda tanya. Saya memang sampai saat ini masih bertanya-tanya tentang senyawa apa saja yang dapat ditemukan dalam secangkir kopi. Alasan mengapa pertanyaan ini perlu terjawab sudah disampaikan di Bab 1 saat persamaan persepsi tentang kata obat sebagai terjemahan dari drug. Sampai saat ini pula, jawaban pertanyaan tersebut masih samar karena variabel bebas dalam pertanyaan itu masih terlalu banyak. Pada subbab 2.1 sempat disampaikan variasi sangrai dan variasi teknik penyeduhan sebagai indikasi terlalu banyaknya variabel dalam pertanyaan ini. Hal ini juga belum lagi memperhitungkan variasi spesies maupun varietas biji kopi yang diseduh. Meskipun demikian beberapa upaya sudah dilakukan dan dipaparkan dalam artikel-artikel ilmiah.39,40

Mengapa kopi? Sebelum kita bahas lebih lanjut senyawa- senyawa dalam secangkir kopi, saya pikir perlu saya sampaikan di sini mengapa kopi menjadi fokus pada Bab 2 ini. Penyakit degeneratif, salah satunya diabetes, merupakan salah satu topik unggulan riset di Fakultas Farmasi USD. Sebagai bagian dari Fakultas Farmasi USD, dan juga sebagai salah satu perumus topik unggulan tersebut, saya berkewajiban menjadikan diabetes sebagai topik riset saya dan grup riset saya. Selain penyakit degeneratif, obat bahan alam juga menjadi salah satu topik unggulan riset di Fakultas Farmasi USD. Pengalaman bergumul dengan dunia specialty kopi seperti yang disampaikan pada subbab 2.1 menjadikan kopi sebagai bahan alam favorit saya. Terlebih lagi hal ini erat dengan kebiasaan saya saat ini, yaitu minum kopi tubruk robusta

(33)

tanpa gula, satu hingga tiga cangkir tiap harinya. Jika saya bisa menemukan senyawa aktif dalam kopi sebagai bahan alam dalam riset- riset penemuan obat diabetes saya, maka riset-riset ini sekaligus mengejawantahkan dua topik unggulan yang diusung oleh Fakultas Farmasi USD.

Seperti disampaikan pada Bab 1, langkah penting dalam tahap awal Penemuan Obat adalah studi literatur. Literatur berjudul “Coffee consumption and reduced risk of developing type 2 diabetes: A systematic review with meta-analysis”41 langsung mendapat perhatian khusus dari saya. Informasi-informasi senyawa aktif dari kopi menjadi sangat relevan pula. Senyawa paling populer yang dipercaya ada dalam secangkir seduhan kopi adalah kafein (Gambar 2.1).39,40 Kadar kafein dalam biji kopi sebelum disangrai bervariasi antara 2,2–2,8% untuk robusta dan 0,6–1,2% untuk arabika.39

Gambar 2.1. Struktur kafein.

Secangkir seduhan kopi siap dinikmati mengandung 70–140 mg kafein, yang sangat bergantung pada proses penyeduhan, spesies kopi, baik single origin maupun blended, dan tentu saja ukuran cangkir wadah kopi yang siap dinikmati.39 Namun demikian, mengacu pada artikel yang dipaparkan di paragraf sebelumnya, risiko terkena diabetes berkurang pada setiap asupan seduhan kopi tiap harinya, baik seduhan kopi yang mengandung kafein secara natural maupun yang sudah didekafeinasi.41 Informasi penting ini menjadikan kafein bukan lagi senyawa yang menarik untuk ditekuni terkait diabetes dan membuka peluang senyawa-senyawa lain untuk diduga dan dibuktikan bertanggung jawab pada pengurangan risiko terkena diabetes. Senyawa pada kopi selain kafein yang menjadi perhatian adalah asam kafeoilkuinat

(34)

(caffeoylquinic acid) yang lebih dikenal dengan asam klorogenat (chlorogenic acid).39,40 Struktur dua dimensi (2D) asam klorogenat disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur asam klorogenat.

Asam klorogenat merupakan ester dari asam kafeat (caffeic acid) dan quinic acid. Asam klorogenat sebagai ester mudah terdegradasi dan melepaskan asam kafeat. Namun demikian, asam kafeat tidak terdeteksi dalam secangkir kopi hasil seduhan, sementara kadar asam klorogenat ditemukan sangat tinggi (478,9 g/mL).42 Lain halnya jika seduhan kopi tersebut dikatalisis dengan bantuan NaOH 1,8 N, asam klorogenat menjadi tidak terdeteksi sedangkan asam kafeat ditemukan sangat tinggi (830,0 g/mL).42 Hal lain yang patut digarisbawahi adalah bahwa setelah konsumsi seduhan kopi, asam klorogenat tidak ditemukan dalam plasma darah. Lain halnya dengan asam kafeat, ditemukan dengan baseline 12,6 ng/mL (jam ke-0) dan meningkat menjadi 20,9 ng/mL setelah satu jam konsumsi secangkir seduhan kopi.42 Hal ini menunjukkan bahwa asam klorogenat dalam secangkir seduhan kopi cenderung bertindak sebagai prodrug dan didegradasi secara in vivo dan melepaskan asam kafeat sebagai obat (drug). Oleh karena itu riset-riset tentang kopi dan penemuan obat diabetes akan lebih relevan mengaitkan dengan asam kafeat daripada dengan asam klorogenat. Struktur asam kafeat dipaparkan pada Gambar 2.3.

(35)

Gambar 2.3. Struktur asam kafeat.

2.3 Kadar Asam Kafeat dalam Ampas Seduhan Secangkir Kopi

Saat saya menyelesaikan studi S3 di Belanda, bahan bakar hayati (biofuel) sedang hangat didiskusikan. Salah satu topiknya adalah masalah etis tentang makanan versus bahan bakar.43 Akar masalah perdebatan ini adalah sumber bahan bakar hayati saat itu sama dengan sumber makanan pokok. Diversifikasi pemanfaatan sumber makanan pokok dapat berdampak pada kelaparan global.43 Paradigma ini yang membuat saya agak enggan mengeksplorasi seduhan kopi untuk dieksplorasi menjadi obat. Kopi merupakan kenikmatan sendiri saat dieksplorasi sebagai minuman. Selain itu, seperti dipaparkan di subbab 2.1, saya diberi amanah sebagai Kepala PSLUSD 2012-2017, yang membuat saya terpapar dengan intensif konsep reduce, reuse, recycle (3R). Dampak peningkatan konsumsi kopi adalah meningkatnya jumlah ampas seduhan kopi (spent coffee grounds/SCG). Oleh karena itu, ketika berhadapan dengan isolasi asam kafeat dari kopi, “Berapa jumlah asam kafeat dalam SCG dari secangkir robusta tubruk?” adalah pertanyaan yang pertama muncul di benak saya. Pertanyaan yang menjadi semakin menarik, karena literatur tentang senyawa-senyawa dalam SCG tidak terlalu banyak. Terlebih lagi ketika studi pada literatur-literatur tersebut, pertanyaan tersebut belum dapat terjawab.

Pertanyaan tersebut terjawab ketika saya dan seorang kolega di Fakultas Farmasi USD melakukan riset menggunakan cara-cara yang baku di bidang analisis farmasi. Saat buku ini ditulis, artikel ilmiah berjudul “Determination of caffeic acid concentration in ethanolic extract of spent coffee grounds” hasil dari riset tersebut sudah diterima untuk dipublikasikan di Indonesian Journal of Chemistry (https://jurnal.ugm.ac.id/ijc/index, diakses pada 19 Juni 2021). Dalam

(36)

artikel ilmiah tersebut, kami sampaikan bahwa konsentrasi asam kafeat pada SCG adalah 0,17% b/b.44

Berdasar pada informasi bahwa konsentrasi asam kafeat pada SCG adalah 0,17% b/b,44 maka dapat diambil kesimpulan bahwa dalam 1 g SCG sisa seduhan kopi robusta tubruk terdapat 1,7 mg asam kafeat. Jumlah yang relatif besar untuk dapat dikembangkan lebih lanjut. Dengan kebiasaan saya menikmati kopi robusta tubruk hingga 3 cangkir tiap harinya yang tiap cangkirnya menghasilkan SCG sekitar 5 g, maka dalam setahun hampir 10 g asam kafeat yang tersia-siakan. Itu baru 1 dari ribuan penikmat kopi di Indonesia (https://uzone.id/survei-siapa-penikmat-kopi-di-indonesia-, diakses 19 Juni 2021). Harga termurah yang ditawarkan di situs Sigma-Aldrich (https://www.sigmaaldrich.com/ID/en/product/sigma/c0625, diakses pada 19 Juni 2021) adalah 170.000,00 IDR per gram asam kafeat murni.

Pengembangan ekstrak etanol SCG dari seduhan kopi robusta tubruk terstandar asam kafeat dapat menjadi peluang bisnis yang menarik.

Rangkuman Bab 2

Film AADC2 secara tidak langsung mempromosikan konsumsi kopi ala Klinik Kopi-nya Pepeng. Film tersebut juga indikasi bahwa konsumsi kopi dengan cara tersebut meningkat. Interaksi intensif saya sebagai Kepala PSLUSD dengan komunitas kopi via Pepeng dan Klinik Kopi-nya menjadikan kopi merupakan bahan alam favorit untuk dikembangkan, terutama terkait riset-riset penemuan obat diabetes yang dilakukan grup riset saya. Senyawa asam kafeat merupakan senyawa yang berpotensi untuk dieksplorasi lebih lanjut dalam riset-riset penemuan obat diabetes. Senyawa tersebut ditemukan dalam konsentrasi 0,17% b/b di SCG sisa seduhan kopi robusta tubruk.

(37)
(38)

23

BAB 3

Metaloproteinase Matriks 9 (MMP9)

3.1 Peran MMP9 dalam Penatalaksanaan Diabetes ada Bab 1 sempat disinggung bahwa pernah dilakukan studi literatur tentang MMP9 dan penyembuhan luka pada penderita diabetes oleh grup riset saya.3 Pada Bab 2 disampaikan bahwa saat ini grup riset saya memilih penemuan obat bahan alam untuk perbaikan kualitas hidup pasien diabetes. Hingga awal Bab 3 ini belum tersampaikan alasan mengapa grup riset saya memutuskan diabetes sebagai penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus. Sepertinya sebelum saya bercerita lebih lanjut, yang akan lebih detail dan teknis, perlu saya sampaikan latar belakang mengapa dipilih diabetes.

Pemilihan diabetes sebagai penyakit yang perlu perhatian khusus ini sebenarnya lebih ke personal daripada saintifik. Secara saintifik, memang diabetes dan segala komplikasinya memang menjadi masalah kesehatan global dan sangat menurunkan kualitas hidup penderitanya, yang secara tidak langsung juga akan menjadi beban bagi masyarakat.45,46 Pada tahun 2015, satu dari 11 orang (usia 20-79 tahun) di dunia menderita diabetes.46 Secara global jumlah penderita diabetes di tahun 2015 adalah 415 juta orang dan diprediksi akan meningkat menjadi 642 juta pada tahun 2040, dengan lebih dari 90% adalah diabetes melitus tipe 2 (DMT2).46 Penyakit ini adalah penyakit degeneratif yang diturunkan (https://www.diabetes.org/diabetes/genetics-diabetes, diakses 22 Juni 2021). Selain karena genetik, penyakit ini juga diduga diturunkan akibat dari kebiasaan-kebiasan buruk yang diajarkan dari orang tua ke anak- anak mereka. Pada poin ini, diabetes menjadi sangat personal buat saya.

Almarhumah nenek dari ibu saya menderita diabetes sejak masih cukup

P

(39)

muda. Almarhumah ibu dan juga sebagian saudara-saudaranya juga penderita diabetes di masa tuanya. Saya sendiri karena pola makan yang keliru saat masih jauh lebih muda dari saat ini, sekarang masuk kategori obesitas level 2. Salah satu faktor risiko utama diabetes adalah obesitas.46,47 Saya berharap bisa terhindar dari penderitaan ini.

Salah satu komplikasi pada penderita diabetes yang paling nampak dan membuat kualitas hidup menurun sangat drastis adalah amputasi karena munculnya gangrene. Pada mulanya gangrene adalah luka yang sukar pulih pada penderita diabetes.3 Salah satu faktor dari sukar pulihnya luka pada penderita diabetes adalah ekspresi berlebih MMP9 pada penderita diabetes, yang mendegradasi matriks ekstraseluler yang diproduksi untuk penyembuhan luka.3 Inhibitor MMP9 diharapkan mampu mengontrol degradasi matriks ekstraseluler dan mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes sehingga tidak berkembang menjadi gangrene. Asam kafeat, senyawa yang dibahas cukup banyak di Bab 2, merupakan inhibitor poten MMP9 dengan nilai konsentrasi yang menghambat aktivitas enzim sebesar 50% (IC50) sebesar 10-20 nM.48 Ekstrak SCG terstandar asam kafeat dapat dikembangkan menjadi sediaan pembalut luka bagi penderita diabetes.

3.2 Simulasi Dinamika Molekul MMP9

Pemilihan MMP9 sebagai reseptor target dalam penemuan obat berbasis struktur merupakan strategi yang cukup tricky. Setidaknya ada 3 alasan mengapa dikatakan tricky: (i) Tidak ada pangkalan data yang menyediakan data senyawa aktif dan pengecoh untuk validasi retrospektif PVBS; (ii) Tidak ada reseptor utuh MMP9 di PDB; dan (iii) Banyak laporan bahwa senyawa aktif pada MMP9 juga aktif di enzim- enzim metaloproteinase matriks yang lain.3,49 Sungguh beruntung, asam kafeat sebagai bahan alam dengan aktivitas yang poten sebagai inhibitor MMP9 sudah teridentifikasi saat proses studi literatur. Secara paralel, hal ini bisa ditindaklanjuti ke uji praklinik dan dalam konstruksi PVBS, informasi ini sangat membantu dalam pemodelan molekul untuk preparasi target virtual. Jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, tiga alasan yang disampaikan di awal paragraf ini mengindikasikan bahwa

(40)

konstruksi dan validasi PVBS untuk senyawa bahan alam bertargetkan MMP9 memiliki tingkat kebaruan yang tinggi.

Permasalahan (i) dan (iii) pada paragraf sebelumnya tidak saya bahas di buku ini. Dua hal tersebut akan dibahas di publikasi konstruksi dan validasi retrospektif PVBS bertargetkan MMP9. Pada buku ini, tepatnya pada subbab ini, dibahas permasalahan (ii) pada paragraf sebelumnya, sekaligus menyediakan bahan untuk target virtual PVBS bertargetkan MMP9. Kami pernah mencoba untuk melakukan pemodelan molekul dengan teknik pemodelan homologi dan dilanjutkan dengan simulasi dinamika molekul untuk mendapatkan model utuh MMP9 dengan N- hidroksi-2-[(4-fenilfenil)sulfonil- propan-2-iloksiamino]asetamida (CC27).50 Model homolog yang didapat baik dan hasil simulasi dinamika molekul menunjukkan bahwa CC27 dan juga asam kafeat stabil dan menstabilkan MMP9.50,51 Meskipun demikian, saya terlewat membaca mengenai mekanisme aktivasi MMP9. Enzim MMP9 tidak aktif dalam bentuk utuh.49,52,53

Enzim MMP9 diproduksi dalam bentuk MMP9 inaktif sebagai pro-MMP9 (92 kDa), yang terdiri dari pro domain, catalytic domain, dan hemopexin-like domain.3,52,53 Dikatakan inaktif karena kantung ikatan MMP9 pada catalytic domain tertutup oleh pro domain. Aktivasi pro-MMP9 menjadi bentuk aktif MMP9 melalui dua tahap: (i) Pemutusan pada Glu59 yang menghasilkan bentuk antara (intermediate) dengan bobot molekul (BM) sebesar 86 kDa; dan (ii) Pemutusan pada Arg106 yang menghasilkan bentuk aktif MMP9 (82 kDa). Pada bentuk aktif ini, substrat MMP9 berikatan. Secara skematis dalam bentuk 2D proses aktivasi MMP9 dari pro-MMP9 dipaparkan pada Gambar 3.1.

Pada beberapa artikel dinyatakan bahwa MMP9 diproduksi sebagai pre- pro-MMP9 dan bentuk antara sebagai pro-MMP9, sehingga pro domain 1 dikatakan sebagai pre domain dan pro domain 2 disebut sebagi pro domain (Gambar 3.1).3

(41)

Gambar 3.1. Mekanisme aktivasi pro-MMP9 (A) menjadi MMP9 aktif (C), melalui bentuk antara (B).

Proses pasca-aktivasi MMP9 berujung pada putusnya hemopexin- like domain (65 kDa), maupun pemutusan langsung pada catalytic domain yang berakibat pada inaktivasi MMP9.49,52,53 Informasi ini menimbulkan pertanyaan, apakah substrat dan/atau inhibitor masih berikatan di catalytic domain saat hemopexin-like domain putus dari MMP9? Hal ini berkaitan dengan apakah simulasi dinamika molekul untuk eksplanasi aktivitas inhibisi MMP9 oleh suatu senyawa perlu melibatkan hemopexin-like domain. Informasi yang solid yang bisa memberi indikasi atas pertanyaan tersebut tidak atau belum saya temukan. Di PDB belum saya temukan struktur MMP9 aktif yang mengandung catalytic domain dan hemopexin-like domain. Di lain pihak, hemopexin-like domain tanpa melibatkan catalytic domain sudah menjadi objek studi in silico meliputi penambatan molekul dan simulasi dinamika molekul pada usaha penemuan obat kanker payudara dari bahan alam dengan bertargetkan hemopexin-like domain MMP9.54,55 Oleh karena itu, dalam upaya penemuan obat bertargetkan catalytic domain MMP9 saat ini, fokus studi in silico ditujukan pada catalytic domain saja dengan mengacu pada struktur PDB dengan kode 4H3X (https://www.rcsb.org/structure/4H3X, diakses pada 24 Juni 2021).

Struktur MMP9 yang disimpan pada PDB dengan kode 4H3X terdiri dari 2 rantai (chain) yang serupa, yang diberi kode chain A dan chain B. Struktur kristal ini memiliki resolusi 1,76 Å. Pada penelitian skripsi oleh beberapa mahasiswa di grup riset saya pernah dilakukan komparasi penambatan ulang dari beberapa struktur kristal MMP9 yang dipublikasikan bersama 4H3X,56 dengan hasil 4H3X memberikan hasil paling baik tanpa perlu pengaturan konfigurasi dengan tingkat kerumitan

(42)

yang lebih tinggi. Ligan ko-kristal pada 4H3X adalah dengan kode 10b adalah CC27. Simulasi dinamika molekul pada penelitian ini menggunakan MMP9 dan CC27 pada chain A 4H3X lengkap dengan ion-ion Zinc yang ikut terkristalisasi di chain A. Visualisasi sistem molekuler tersebut menggunakan PyMOL57 dipaparkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Sistem molekuler catalytic domain MMP9 dengan ligan kokristal CC27.

Dalam gambar ini protein ditampilkan dengan mode cartoon dengan atom C berwarna khaki, sementara ligan kokristal dengan mode sticks dengan atom C berwarna cyan.

Hanya residu cyan untuk residu His226, Glu227, His230, dan His236 dari MMP9 yang ditayangkan demi lebih jelasnya interpretasi gambar ini. Atom Zn ditayangkan dengan mode sphere berwarna abu-abu. Atom N, O, dan S berturut-turut diberi warna

biru, merah, dan kuning. Ikatan dipol negatif dengan ion Zn2+ ditampilkan berupa garis putus-putus berwarna magenta.

Perbesaran dengan fokus pada kantung ikatan disajikan pada Gambar 3.3. Tampak pada Gambar 3.3 ini, selain dengan CC27 atom Zn berikatan ion-dipol dengan tiga residu histidin yang disebut histidine triad.3 Ditayangkan pula Glu227 yang akan mendekat pada Zn untuk membentuk ikatan ionik atau ion dipol ketika kantung ikatan tersebut tidak diisi oleh ligan, baik itu substrat maupun inhibitor. Hidrogen dan ikatan rangkap tidak ditayangkan dalam Gambar 3.2 maupun Gambar 3.3. Struktur yang ditampilkan merupakan struktur hasil

(43)

kristalografi unduhan langsung dari PDB tanpa pemodelan terlebih dahulu. Penambahan hidrogen dan prediksi ikatan rangkap oleh PyMOL menunjukkan ketidakakuratan. Struktur tiga dimensi (3D) berupa planaritas dan jumlah atom yang terikat (tanpa hidrogen) sudah mengindikasikan keberadaan hidrogen dan ikatan rangkap. Kemampuan identifikasi ini diharapkan sudah menjadi intuisi bagi saintis di bidang Kimia Medisinal. Penambahan label untuk menunjukkan nama dan nomor residu asam amino menggunakan bantuan Microsoft PowerPoint.

Gambar 3.3. Kantung ikatan catalytic domain MMP9

dengan ligan kokristal CC27. Warna dan mode atom-atom yang ditampilkan di sini sama dengan warna dan mode pada Gambar 3.2.

Visualisasi molekul dan penayangannya pada paparan dalam diskusi-diskusi dan seminar-seminar maupun pada publikasi ilmiah bertujuan untuk menambah kejelasan paparan yang mungkin masih samar jika hanya disampaikan dengan kata-kata dan angka-angka, maupun memberi ilustrasi yang menegaskan pesan yang hendak disampaikan.

Oleh karena itu penyajian gambar-gambar seperti Gambar 3.2 dan 3.3 bersifat lege artis, dalam arti meskipun tidak ada aturan bakunya pembuatan gambar-gambar tersebut harus sesuai kaidah-kaidah kimia medisinal (misal warna O selalu merah dan warna N selalu biru) dan disesuaikan dengan tujuan menambah kejelasan, bukan malah mengaburkan pesan yang ingin disampaikan. Oleh karena itu, pemilihan sudut

(44)

pandang, pemilihan atom-atom yang akan ditampilkan, bahkan jika ingin menampilkan panel-panel untuk membandingkan beberapa senyawa ligan dalam satu kantung ikatan sebisa mungkin ditayangkan dari sudut pandang yang sama. Hal-hal ini saya pelajari sejak studi di Belanda, sejak tahun 2006. Aplikasi berbasis GUI PyMOL merupakan aplikasi yang saya pelajari penggunaan dan perdalam hingga saat ini. Dari penjelasan saya ini, mungkin sudah jelas mengapa PyMOL yang dipilih untuk produksi gambar-gambar dan video-video di buku ini. Silakan pembaca menggunakan software favorit masing-masing, de gustibus non disputandum est, namun jangan lupakan lege artis.

Skrip Gambar3.2-3.pml (Boks 1 di Lampiran) dikembangkan untuk produksi Gambar 3.2 dan 3.3. Berkas skrip ini dan berkas 4h3x.pdb unduhan dari https://www.rcsb.org/structure/4H3X (diakses 26 Juni 2021) diletakkan dalam satu folder, dan dipastikan tidak ada berkas 3.2.png dan 3.3.png di folder tersebut. Skrip Gambar3.2-3.pml kemudian dijalankan di dalam PyMOL maka akan dihasilkan berkas 3.2.png dan 3.3.png. Berkas-berkas png tersebut di-import ke Microsoft PowerPoint untuk ditambah label maupun informasi lain untuk menambah kejelasan. Dalam hal ini, nama-nama residu pada Gambar 3.3 ditambahkan di Microsoft PowerPoint. Baris 2–12 merupakan pengaturan awal yang saya pilih untuk meningkatkan kejelasan visualisasi dan konsistensi gambar-gambar di kseluruhan buku ini. Baris ke-3 “set valence, 0” dipilih karena PyMOL bukan software pemodelan molekul yang akurasi prediksi posisi hidrogen dan muatan kurang dapat dihandalkan. Baris ke-4 “set ray_opaque_background, 0” dipilih untuk menghasilkan gambar dengan latar belakang transparan. Baris ke-5 “set ray_shadows,0” dipilih untuk menghasilkan gambar tanpa bayang- bayang yang saya rasa akan mengganggu kejelasan. Pengaturan panjang dan tebal serta garis tipis di pinggir pita luar heliks untuk kejalasan pita mode cartoon dilakukan pada baris 6 hingga 10. Baris ke-11 diperlukan untuk mendefinisikan jenis warna khaki yang belum ada di PyMOL.

Warna khaki ini dipilih karena dirasa cukup lembut dan tidak terlalu menonjol namun masih jelas. Baris ke-12 mengatur panjang dan lebar jendela PyMOL terkait kualitas gambar saat di-render. Baris ke-14 hingga ke-32 merupakan perintah-perintah khusus untuk produksi gambar-gambar dengan berkas input 4h3x.pdb. Setelah berkas 4h3x.pdb

Referensi

Dokumen terkait