• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebijakan seperti social distancing, physical distancing, hingga. memanfaatkan teknologi dalam berbagai kehidupan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebijakan seperti social distancing, physical distancing, hingga. memanfaatkan teknologi dalam berbagai kehidupan."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang :

Penyebaran pandemi virus corona atau COVID-19 telah memberikan tantangan tersendiri bagi semua warga dunia, termasuk di Indonesia. Untuk mengantisipasi penularan virus tersebut pemerintah Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan seperti social distancing, physical distancing, hingga pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kondisi ini mengharuskan masyarakat untuk tetap diam di rumah, belajar, bekerja, dan beribadah di rumah. Alternatif yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan memanfaatkan teknologi dalam berbagai kehidupan.

Kendati demikian penggunaan teknologi ini layaknya seperti peribahasa

“pedang bermata dua.”1 Di satu sisi teknologi memberikan bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, di sisi lain menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.2

Pada mulanya kejahatan yang kita ketahui hanya kejahatan di dunia nyata sekarang telah merambah ke dunia maya. Salah satu kejahatan yang muncul akibat dari perkembangan teknologi adalah Kejahatan Berbasis Gender Online (KBGO).

1 Noor Maulia Raudah, “Urgensi RUU PKS: Pandemi Covid-19 Karpet Merah Untuk Tindak KBGO Di Indonesia,” Kawan Hukum, last modified 2021, accessed February 28, 2021, https://kawanhukum.id/urgensi-ruu-pks-pandemi-covid-19-karpet-merah-tuk-tindak-kbgo-di- indonesia/.

2 Rumani, “Teknologi Informasi Dan Komunikasi Bagaikan Pedang Bermata Dua,” Kompasiana,

last modified 2018, accessed March 5, 2021,

https://www.kompasiana.com/srirumani/5b31b7c7f133446e6e38bf53/teknologi-informasi-dan- komunikasi-bagaikan-pedang-bermata-dua?page=all,.

(2)

2 Berdasarkan definisi Komisioner Tinggi Persatuan Bangsa-bangsa untuk Pengungsi (UNHCR), kekerasan berbasis gender diartikan sebagai kekerasan langsung pada seseorang yang didasarkan atas seks atau gender, termasuk tindakan yang mengakibatkan bahaya atau penderitaan fisik, mental atau seksual, ancaman, paksaan, dan penghapusan kemerdekaan. Sama seperti kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak kekerasan tersebut harus memiliki niatan atau maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual, bedanya KBGO difasilitasi teknologi.

KBGO bisa terjadi kepada siapa saja, baik perempuan dan laki-laki.

Namun faktanya, perempuan lebih sering menjadi korban KBGO karena adanya budaya patriarki dan masih dianggap sebagai kaum marjinal.3

Selama pandemi Covid-19, peningkatan KBGO mencapai 3 kali lipat.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Catatan Tahunan (Catahu) 2020 menyatakan bahwa terdapat kenaikan yang cukup signifikan atas pengaduan kasus cyber crime berbasis gender, yaitu sejumlah 281 kasus yang secara presentase, naik sejumlah 300% dari tahun sebelumnya yang tercatat sejumlah 97 kasus.4

Peningkatan angka kasus kekerasan ini salah satunya diakibatkan kebiasaan “new normal” yang memaksa semua orang untuk tinggal di rumah saja secara otomatis meningkatkan intensitas penggunaan platform digital.

3 Stephanie Conney, “Kasus Kekerasan Pada Perempuan via Internet Naik 3 Kali Lipat Selama Pandemi,” Tekno Kompas, last modified 2020, accessed March 5, 2021, https://tekno.kompas.com/read/2020/08/28/18000087/kasus-kekerasan-pada-perempuan-via- internet-naik-3-kali-lipat-selama-pandemi?page=all,.

4 Fadillah Adkiras, “Konstruksi Hukum Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender Online Menurut Hukum Hak Asasi Manusia,” Jurnal Lex Renaissance 6, no. 2 (2021): 376–390.

(3)

3 Semua orang melakukan aktivitas sehari-hari melalui ruang digital untuk memenuhi kebutuhan bersosialisasi. Secara otomatis, segala bentuk interaksi baik fisik maupun sosial juga hanya dapat dilakukan secara terbatas.5

Meningkatnya persentase waktu seseorang dalam mengakses internet sebagai kegiatan mengisi waktu atau hiburan setiap harinya secara tidak langsung berdampak pada peningkatan kasus KBGO di Indonesia.

Dari pemaparan data diatas muncul pertanyaan, “Apakah Hukum Indonesia sudah mempunyai hukum yang efektif untuk memberikan keadilan pada kasus KBGO?”

Jika kita membicarakan KBGO di Indonesia maka secara garis besar akan mengacu pada peraturan hukum yaitu;6

1. KUHP

2. UU No. 4 Tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 1 ayat (1) 3. Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 UU ITE

Namun jika ditelaah satu-persatu dari tiga peraturan hukum diatas kita belum mempunyai hukum yang mendefinisikan KBGO itu sendiri. Definisi kekerasan seksual dalam KUHP terbatas dalam perkosaan dan pencabulan sehingga KUHP cenderung hanya dapat digunakan saat kekerasan seksual secara fisik, bukan non-fisik atau digital.

5 Patrisius Faviav, “Maraknya Kekerasan Berbasis Gender Online Di Kala Pandemi COVID-19,”

Yousure.Fisipol Ugm, last modified 2021, accessed March 5, 2021, https://yousure.fisipol.ugm.ac.id/2021/01/29/maraknya-kekerasan-berbasis-gender-online-di-kala- pandemi-covid-19/.

6 Raudah, “Urgensi RUU PKS: Pandemi Covid-19 Karpet Merah Untuk Tindak KBGO Di Indonesia.”

(4)

4 Dalam UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 1 ayat (1) mengenai definisi pornografi. Definisi dan batasan-batasan pelanggaran pornografi dalam UU tersebut tidak memiliki pakem atau batasan yang jelas.

Terbukanya penggunaan definisi pornografi yang multitafsir tersebut menimbulkan persoalan yang muncul pada tahap teoritis dan berimplikasi pada tahap praktis. Hal ini berimpilkasi pada munculnya ketidakpastian hukum bagi korban KBGO, pada akhirnya penerapan undang-undang tersebut tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat.7

Kemudian dalam Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 UU ITE menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan informasi elektronik dengan muatan yang melanggar kesusilaan dikenakan pidana. Walaupun banyak korban KBGO yang terbantu oleh Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 UU ITE, namun pada kenyataannya tak sedikit juga korban yang merasa dirugikan lantaran pasal tersebut disalahgunakan dan malah menjadi boomerang bagi para korban, karena berbalik menyerang korban yang seharusnya dilindungi. Terjadinya hal tersebut diakibatkan karena tidak terdefinisikan secara jelas mengenai kasus kekerasan seksual yang melatarbelakangi dalam pelanggaran pasal tersebut. Ketentuan pasal tersebut hanya mensyaratkan pada adanya unsur subjektif tindak pidana yang berupa bentuk kesengajaan dan tanpa hak. Padahal, seharusnya tidak hanya mempertimbangkan masalah pendistribusian informasi elektronik asusila

7 Ibid.

(5)

5 semata, akan tetapi juga harus mendalami soal motif penyebarluasan informasi.8

Berdasarkan analisis singkat diatas dapat dikatakan bahwa Indonesia belum mempunyai payung hukum yang efektif untuk mengakomodir kasus KBGO. Hal ini karena belum diaturnya definisi kekerasan seksual secara konkret dan masih berfokus ke pemidanaanya saja dan belum mengatur mengenai pemulihan, perlindungan dan keadilan bagi para korban mendapat luka secara fisik dan psikisnya juga. Hadirnya Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) merupakan sebuah terobosan dalam bentuk produk hukum untuk memberi jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi korban kekerasan seksual dalam jangkauan yang lebih sempurna. Pendekatan yang digunakan dalam RUU PKS didasarkan pada pendekatan hukum yang berperspektif perempuan.

Penelitian ini berpandangan bahwa perundang-undangan yang sudah ada di Indonesia belum memberikan perlindungan seksual yang ada di Indonesia.

Terlebih dengan adanya peningkatan angka kekerasan seksual, terutama KBGO sehingga perlu segera disahkan RUU PKS.

B. Rumusan Masalah :

1. Apakah ketentuan hukum positif di Indonesia telah memberikan perlindungan hukum yang efektif bagi korban KBGO?

8 Ibid.

(6)

6 2. Bagaimana urgensi pengesahan RUU PKS dalam menekan kasus KBGO

di Indonesia?

C. Tujuan :

1. Mengetahui apakah hukum positif Indonesia telah memberikan perlindungan hukum yang efektif bagi korban KBGO

2. Mengetahui apakah urgensi pengesahan RUU PKS merupakan jawaban yang tepat dalam menangani kasus KBGO di Indonesia

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini yaitu:

1. Manfaat teoritis

Melalui penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan dalam memahami KBGO yang semakin meningkat dan urgensinya dalam pengesahan RUU PKS.

2. Manfaat praktis

Hasil penulisan skripsi ini diharpkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penelitian ini, diantaranya :

a. Bagi penulis, sebagai bentuk pengamalan ilmunya di bidang pendidikan melalui penulisan skripsi ini dalam rangka menyelesaikan pendidikan strata 1.

b. Agar dapat menjadi referensi dan/atau rujukan bagi mahasiswa dalam ilmu hukum mengenai kekerasan seksual, khususnya KBGO dan urgensinya terhadap RUU PKS

(7)

7 c. Agar dapat menjadi referensi dan/atau rujukan bagi peneliti lain yang ingin mengangkat tema yang sama, namun dengan sudut pandang yang berbeda.

E. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

1. Kegunaan Praktis :

Bagi penulis dapat mengembangkan dan mengasah pola pikir dalam mendalami suatu masalah dan membuat penyelesaian dalam permasalahan tersebut.

2. Kegunaan akademis :

Kegunaan akademis yang diharapkan dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dapat berkontribusi dalam karya penelitian yang baru dan dapat membantu perkembangan hukum di Indonesia, khususnya pada kasus KBGO.

b. Bagi penulis, dapat menambah ilmu dan wawasan dengan mengaplikasikan ilmu yang telah diperolehnya selama di bangku pendidikan Strata 1.

c. Bagi penulis lain, dapat menjadi sumber bahan dan/atau rujukan dalam penulisan penelitian dengan tema yang serupa.

F. Metode Penelitian :

Berisi metode penelitian hukum yg dipilih, teknik pengumpulan data/bahan hukum, dan teknik analisa data/bahan hukum :

(8)

8 1. Metode penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitan sosio- legal. Secara konseptual penulisan skripsi ini menggunakan penelitian empiris karena objek yang diteliti berada di lapangan dan fungsi dari penelitian empiris untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai bentuk perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dalam hubungan kemasyarakatan. Oleh sebab itu penilitan ini disebut sebagai Penelitian Hukum Sosiologis atau Socio-legal research.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yaitu, penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya, perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dimanfaatkan dengan berbagai metode alamiah.9

2. Sumber Data.

Menurut Lofhmand, sumber utama penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya data tambahan seperti data dokumen dan lain- lain.10 Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data , yaitu:

a. Data Primer

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakkan 1. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016).

10 Lexy J. Moeloeng, “Metode Penelitian Kualitatif,” Revisi. (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2018), 34–35.

(9)

9 Data Primer adalah data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan. Perolehan data primer dari penelitian lapangan dapat dilakukan baik melalui pengamatan (observasi), wawancara ataupun penyebaran kuesioner. 11 b. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang didapat melalui penelitian kepustakaan, yang dari kekuatan sudut mengikatnya digolongkan kedalam12 :

1) Bahan hukum primer yaitu bahan – bahan hukum yang mengikat Dimana data tersebut terdiri dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, KUHP, UU No. 4 Tahun 2008 tentang Pornografi Pasal 1 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) juncto Pasal 45 UU ITE dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini.

2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, buku-buku hukum, karya ilmiah, bahan internet, majalah, koran, artikel, pendapat dari kalangan pakar hukum (Doktrin Hukum) sepanjang relevan dengan objek kajian penelitian dan bahan-bahan hukum lainnya.

3) Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang lebih

11 Ibid

12 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI- Press), 1981).

(10)

10 dikenal dengan nama bahan acuan bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum, seperti kamus umum dan kamus hukum sepanjang memuat informasi yang relevan.

3. Subjek Penelitian

Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dan dalam penelitian kualitatif subjek penelitian sering juga disebut dengan istilah informan. Informan adalah sebutan bagi sampel dari penelitian kualitatif.

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai nara sumber, atau partisipan, informan, teman dan guru dalam penelitian (Sugiyono, 2010). KBGO adalah kegiatan yang dilakukan dalam dunia berbasis digital dan pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa dengan Pengguna internet Indonesia (usia 16 hingga 64 tahun) yang memiliki telepon genggam adalah 98,3 persen.13 bisa dikatakan bahwa subjek dari KBGO itu sendiri adalah orang-orang dalam rentan usia produktif. Dalam hal ini penulis dengan spesifik memilih 50 orang perempuan dan 50 orang laki-laki dalam rentan umur 16 tahun – 40 tahun sebagai representasi usia produktif.

4. Lokasi Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan lokasi penelitian di Jawa Timur.

5. Teknis Pengumpulan Data

13 Galuh Putri Riyanto, “Jumlah Pengguna Internet Indonesia 2021 Tembus 202 Juta,”

Kompas.Com, last modified 2021, accessed March 5, 2021, https://tekno.kompas.com/read/2021/02/23/16100057/jumlah-pengguna-internet-indonesia-2021- tembus-202-juta.

(11)

11 Teknik Pengumpulan Data yang digunakan penulis dalam penulisan skripsi ini yaitu:

a. Observasi.

Metode yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap suatu objek penelitian dengan seluruh indra.14 Observasi dipahami sebagai pengamatan dan pencatatan tentang apa yang peneliti lihat dan alami. Marshall (dalam Sugiyono, 2010), menjelaskan bahwa melalui obersevasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut. Peneliti melakukan observasi melalui apa yang diamati di kondisi lingkungan sekitarnya.

b. Kuisioner

Dilakukan dengan menyebarkan lembar kuisioner melalui google form sebagai upaya terhadap orang-orang yang memiliki kaitan dengan topik penelitian. Dalam hal ini peneliti akan menyebarkan kuisioner kepada 50 orang perempuan dan 50 orang laki-laki dalam rentan usia 16-40 sebagai representasi subjek dalam topik ini melalui wawancara langsung atau wawancara dengan

c. Studi Dokumen

Studi dokumen meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Studi dokumen merupakan langkah awal dari setap penelitian karena setiap penelitian hukum selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen bertujuan untuk

14 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, Ed. Rev. V. (Jakarta:

Rineka Cipta, 2011).

(12)

12 memeriksa ulang validitas dan reliabilitas yang dapat menentukan hasil dari suatu peneitian.15

6. Teknis Analisa Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu menganalisis data yang sudah terkumpul diolah berupa gambaran dan penjabaran secara sistematis menggunakan kalimat-kalimat sehingga diperoleh hasil bahasan atau paparan yang sistematis dan dapat dimengerti.16

G. Sistematika Penulisan :

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:

1. Bab I

Berisi pendahuluan-pendahuluan yang akan mengantarkan pembaca pada bab-bab berikutnya. Dalam pendahuluan ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, kerangka teori, dan sistematika penulisan yang akan diimplementasikan pada bab-bab selanjutnya.

2. Bab II

Berisi tentang landasan teori dan tinjauan pustaka dari Teori Kefektivitasan Hukum, KBGO, Korban dalam KBGO, Tinjauan Yuridis hukum positif Indonesia terkait pencegahan KBGO, Tinjauan tentang pelaku dan tanggung jawab pelaku, Tinjauan tentang efek jera dalam

15 Amiruddin; Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Edisi revi. (Jakarta: Rajawali Pers, 2018).

16 Burhan Bungis, Analisis Data Penelitian Kualitatif, Cetakan ke. (Jakarta: Rajawali Pers, 2015).

(13)

13 penjatuhan pidana pelaku KBGO, Pandemi Covid-19, RUU PKS, Urgensi, Perlindungan Hukum, dan Usia Produktif.

3. Bab III

Berisi pembahasan dan hasil penelitian tentang Urgensi Pengesahan RUU PKS dalam perlindungkan KBGO di Indonesia di masa Pandemi Covid 19 yang mencakup pembahasan tentang bagaimana hukum Indonesia sebagai payung hukum dalam melindungi korban dan urgensi RUU PKS untuk permasalahan tersebut,

4. Bab IV

Bab terakhir dari penulisan skripsi ini yang berisi kesimpulan serta diikuti dengan kritik dan saran yang relevan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian, penyalahgunaan perbincangan interaktif secara digital (Video Chat) dapat dikualifikasikan pada Pasal 282 ayat (1) KUHP, Pasal 27 ayat (1) UU

Atas perbuatan tersebut pelaku judi sepakbola online ini bisa dijerat dengan pasal 303 dan 303bis KUHP atau bisa dikenakan hukuman UU ITE pasal 27 ataupun dihukum sesuai pasal

Menurut ketentuan Pasal 12 ayat (1) juncto Pasal 13 ayat (1) Undang- undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu dimana

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan, Juncto Pasal

Tindak pidana penipuan dalam media eletronik ini sendiri telah di atur dalam hukum di Indonesia lebih jelasnya terdapat pada UU ITE pasal 28 ayat (1), adapula dalam KUHP

Peraturan perundang-undangan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU

Dengan demikian, berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 juncto Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUPA, dapat disimpulkan bahwa Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di

Kemudian pasal 27 UU ITE mengalami perubahan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yaitu Ayat 1 yang berbunyi : Yang dimaksud dengan “mendistribusikan” adalah mengirimkan dan/atau