• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan di Indonesia telah digariskan dalam UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada Pasal 3 Undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Mengacu pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional, pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Dasar (SD) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan pendidikan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, dan sopan santun dalam berinteraksi dengan masyarakat.

Permasalahan besar yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini adalah adanya indikasi penurunan nilai-nilai karakter yang dimiliki oleh warga negara Indonesia. Hal ini tampak pada rendahnya sumberdaya manusia Indonesia, tingkat korupsi yang tinggi, perkelahian antar pelajar, perkelahian antara warga dan aparat, pergaulan bebas pada para remaja, dan perilaku tidak jujur lainnya.

Ranking Indek Pembangunan Manusia Indonesia pada 2014 berada pada ranking 110, dan pada 2015 turun menjadi renking 113 dari 188 negara (https://cnnindonesia.com). Menurut Lembaga Transparansi International (TI) peringkat korupsi Indonesia pada 2014 menempati peringkat 107, dan 2015 pada peringkat 88 dari 168 negara yang diamati (https://nasional.tempo.co). Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tawuran antar pelajar di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan sering terjadi. Di Jakarta pada 1994 angka tawuran tercatat 183 kasus, tahun 1995 meningkat menjadi 194 kasus. Tahun 1998 terdapat 230 kasus, dan tahun-tahun berikutnya terus meningkat (www.kpai.go.id).

1

(2)

commit to user

Sejak diberlakukannya Kurikulum SD 2006/KTSP dan dikeluarkannya Permendiknas RI No. 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses Pembelajaran di SD/MI, Guru SD kelas 1, 2, dan 3, melaksanakan pembelajaran dengan model tematik. Guru SD kelas 4, 5, dan 6, melaksanakan pembelajaran menggunakan model mata pelajaran secara terpisah/ fragmented. Mata pelajaran di SD meliputi:

(1) Pendidikan Agama, (2) Pendidikan Kewarganegaraan, (3) Bahasa Indonesia, (4) Matematika, (5) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), (6) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Keterampilan, (8) Pendidikan Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan, (9) Muatan Lokal.

Pembelajaran tematik menyajikan tema-tema yang dijadikan dasar pijakan untuk mempelajari materi pelajaran yang terdiri dari fakta, konsep, prosedur, prinsip, dan generalisasi di sekitar tema (Merril, dalam Wina Sanjaya, 2011).

Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang berangkat dari suatu tema tertentu sebagai pusat perhatian yang digunakan untuk memahami gejala-gejala, dan konsep-konsep, baik yang berasal dari satu bidang studi yang bersangkutan maupun dari beberapa bidang studi. Pembelajaran menyajikan pengalaman yang terjadi di sekitar siswa, disesuaikan dengan minat dan perkembangan siswa, agar pembelajaran bermakna. Pembelajaran tematik berpusat pada siswa. Siswa terlibat secara aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Interaksi antara guru dan siswa dan siswa dengan siswa lain optimal (Majid & Rochman, 2014:107).

Hasil penelitian Pujiastuti (2011) dilaporkan bahwa permasalahan dalam implementasi model tematik meliputi sebagai berikut: (1) pada tahap persiapan pembelajaran tematik yaitu, (a) Guru mengalami kesulitan dalam menjabarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar ke dalam Indikator, terutama dalam hal menentukan kata kerja operasional yang tepat; (b) Guru kesulitan dalam mengembangkan tema dan contoh tema, tidak selalu sesuai dengan kondisi lingkungan belajar siswa; (c) Guru kesulitan cara melakukan pemetaan bagi Kompetensi Dasar yang lintas semester dan Kompetensi Dasar yang tidak sesuai dengan tema; (d) Beberapa contoh silabus tematik yang ada sangat beragam pendekatannya sehingga menimbulkan masalah dan keraguan untuk menggunakannya; (e) Guru kesulitan dalam merumuskan keterpaduan berbagai

(3)

commit to user

mata pelajaran pada langkah pembelajaran dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). (2) Permasalahan yang dihadapi pada tahap pelaksanaan pembelajaran ialah: (a) Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan guru dalam mengajarkan lagu anak-anak sesuai tema; (b) Bahan ajar yang tersedia masih menggunakan pendekatan mata pelajaran sehingga menyulitkan guru; (c) Bahan ajar tematik masih bersifat nasional sehingga beberapa materi kurang sesuai dengan kondisi lingkungan belajar siswa. (d) Model team teaching sesuai untuk kondisi sekolah yang menerapkan sistem guru bidang studi. Namun model ini memerlukan koordinasi dan komitmen yang tinggi pada masing-masing guru; (e) Sekolah yang kekurangan jumlah guru menerapkan model kelas rangkap sehingga kesulitan menerapkan pembelajaran tematik di kelas awal. (f) Keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran di sekolah, termasuk jaringan untuk teknologi informasi/internet. (3) Permasalahan yang dihadapi pada tahap penilaian pembelajaran tematik yaitu: (a) Guru kesulitan dalam melakukan penilaian bagi siswa kelas 1 yang belum lancar membaca dan menulis. (b) Penilaian lisan, unjuk kerja, tingkah laku, produk maupun porto folio sudah dilakukan, namun jarang didokumentasikan; (c) Guru masih kesulitan membuat instrument penilaian unjuk kerja, produk, dan tingkah laku, sehingga cenderung lebih suka menggunakan penilaian tertulis. (d) Guru masih kesulitan menentukan Kriteria Ketuntasan Minimun. (e) Guru mengalami kesulitan dalam cara menilai pembelajaran tematik, karena rapor siswa menggunakan mata pelajaran (Pudjiastuti, 2011).

Hasil penelitian Munawaroh dalam Muhtadi, et al. (2013) menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran tematik di Kecamatan Sewon Bantul Yogyakarta menunjukkan bahwa; (1) pelaksanaan pembelajaran tematik masih belum sesuai dengan konsep pembelajaran tematik seutuhnya. Pelaksanaan pembelajaran masih terpaku pada mata pelajaran yang terpisah-pisah tanpa sesuai dengan tema pembelajaran yang digunakan, (2) proses pembelajaran yang terjadi masih berpusat pada guru dan terkesan membosankan, dan (3) kendala utama yang dihadapi guru adalah belum tersedianya perangkat pembelajaran tematik yang sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik itu sendiri serta

(4)

commit to user

karakteristik lingkungan sekolah. Terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dasar, hasil penelitian Muhtadi (2011) tentang kesiapan guru SD di Kotamadya Yogyakarta dalam mengimplementasi kurikulum pendidikan karakter di Sekolah menunjukkan bahwa, sebagian besar (80%) guru SD di Kotamadya Yogyakarta belum siap melaksanakan kurikulum pendidikan karakter di Sekolah, yang disebabkan antara lain: masih rendahnya kemampuan guru dalam mengembangkan strategi pendidikan karakter di kelas, masih minimnya sosialisasi dari dinas pendidikan tentang kurikulum pendidikan karakter yang akan diterapkan, dan masih minimnya dukungan kepala sekolah sebagai top manager di sekolah dalam memahami dan menerapkan kebijakan penerapan kurikulum pendidikan karakter di dalam kelas.

Dari hasil pengamatan dan wawancara peneliti dengan Siti Syamsiyah dan Nur Budiyanto, guru SD di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta, yang dilaksanakan pada bulan Nopember sampai dengan Desember 2015 tentang pelaksanaan pembelajaran di SD menunjukkan bahwa permasalahan yang dihadapi para Guru SD dalam pelaksanaan pembelajaran tematik adalah sebagai berikut: (1) Pembelajaran tematik dipandang sebagai model pembelajaran yang kompleks dan sulit dilaksanakan. (2) Diperlukan keahlian dan dedikasi yang tinggi dari guru. (3) Kurang adanya pelatihan yang memadai bagi guru-guru. (4) Kurang tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung untuk pelaksanaan pembelajaran tematik, yang memerlukan belajar melalui pengalaman langsung.

(5) Pembelajaran tematik yang menuntut siswa belajar melalui pengalaman langsung sulit untuk dilaksanakan secara optimal. (6) Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran langsung, masih banyak berpusat pada guru, keaktifan siswa dalam pembelajaran masih kurang. (7) Pendidikan karakter telah dilaksanakan secara terintegrasi dalam pembelajaran. (8) Integrasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran disampaikan pada kegiatan pembelajaran. (9) Penilaian terhadap pencapaian aspek-aspek karakter tidak dilaksanakan. (10) Tidak tersedia instrument penilaian khusus untuk pencapaian nilai-nilai karakter.

Dengan demikian dilihat dari segi proses, pelaksanaan pembelajaran tematik dan pendidikan karakter di SD Kota Surakarta belum dapat terlaksana dengan baik

(5)

commit to user

atau seperti yang diharapkan. Pelaksanaan pembelajaran tematik di SD dewasa ini menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran masih banyak berpusat pada guru.

Model pembelajaran yang digunakan ialah model pembelajaran langsung atau model konvensional. Dalam pembelajaran siswa kurang aktif dan kreatif, interaksi guru dan siswa kurang optimal.

Permasalahan yang dihadapi guru-guru SD dalam pembelajaran dan pendidikan karakter, dapat dilihat dari dimensi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian/evaluasi pembelajaran. Pada dimensi perencanaan pembelajaran di SD diketahui bahwa: (1) Analisis tentang kebutuhan nilai-nilai karakter yang dikembangkan dalam pembelajaran tidak dilaksanakan. (2) Tujuan pembelajaran pada aspek kognitif dan psikomotor telah dirumuskan, tetapi tujuan pada aspek afektif yaitu nilai-nilai karakter tidak dirumuskan. (3) Pengembangan materi pembelajaran pada aspek pengetahuan dan keterampilan telah dikembangkan, tetapi pada aspek afektif atau nilai-nilai karakter tidak dikembangkan. (4) Telah dikembangkan kegiatan-kegiatan pembelajaran pada aspek kognitif dan psikomotor, tetapi pada aspek afektif/

nilai-nilai karakter tidak dikembangkan secara lengkap, hanya disebutkan nilai karakter yang dikembangkan. (5) Tidak digunakan model-model pembelajaran yang inovatif, yang memungkinkan siswa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang penuh nilai-nilai karakter. (6) Kegiatan pembelajaran banyak menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan tugas, pembelajaran berpusat pada guru, keaktifan belajar siswa rendah. (7) Penggunaan media jarang dilakukan sehingga pembelajaran masih banyak bersifat abstrak. (8) Penilaian untuk pencapaian tujuan aspek kognitif dan psikomotor telah dikembangkan, sedang pada aspek afektif atau karakter tidak dikembangkan. (9) Tidak tersedia instrumen-instrumen penilaian yang baku pada aspek afektif atau karakter. (10) Penyusunan silabus dan RPP di SD dilaksanakan dengan model kerjasama antara guru-guru yang dilaksanakan dalam kegiatan Kelompok Kerja Guru pada tingkat Gugus dan Kecamatan. Oleh karena itu pemahaman guru terhadap RPP yang disusun oleh Tim tidak sepenuhnya tepat sebagaimana apabila disusun oleh guru itu sendiri.

(6)

commit to user

Pada dimensi pelaksanaan pembelajaran, telah dilaksanakan pembelajaran dengan prosedur sebagai berikut: (1) Kegiatan awal pembelajaran, terdiri atas apersepsi, orientasi, dan motivasi. Apersepsi disampaikan sesuai pokok bahasan yang ajarkan. Orientasi diberikan oleh guru dengan menyampaikan pokok-pokok materi pembelajaran. Guru membangkitkan minat belajar siswa dan memberikan motivasi agar siswa giat belajar. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau menjelaskan manfaat mempelajari pokok bahasa terkait. Pada kegiatan awal, pengembangan karakter dilakukan melalui kegiatan berdoa sebelum mulai kegiatan belajar dan menyampaikan salam kepada guru maupun sesama teman.

Nilai karakter yang dikembangkan ialah sikap religius, yaitu berdoa dan memberikan salam, selain itu juga sikap peduli terhadap guru dan teman. Pada tahap orientasi, guru menjelaskan pokok-pokok materi pelajaran yang akan dipelajari, dan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan. (2) Pelaksanaan kegiatan inti pembelajaran meliputi kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Pada kegiatan eksplorasi guru menjelaskan pokok-pokok materi pembelajaran. Siswa didorong untuk memahami tentang materi pelajaran dengan penjelasan guru dan tanya jawab mengenai materi pembelajaran. Pada tahap elaborasi, siswa dilibatkan untuk mengetahui lebih lanjut secara mendalam tentang materi yang dipelajari melalui pemberian tugas, kerja kelompok, atau diskusi. Pada tahap konfirmasi, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan presentasi tentang tugas-tugas yang dikerjakan dalam rangka menguasai materi pelajaran. Melalui interaksi antara siswa dan guru, dan siswa dengan siswa lain yang terjadi selama proses pembelajaran dikembangkan nilai-nilai karakter.

Nilai-nilai karakter yang dikembangkan meliputi jujur, disiplin, santun, tanggung jawab, peduli, dan percaya diri. (3) Kegiatan akhir pembelajaran dilaksanakan dengan kegiatan menyimpulkan pelajaran, melaksanakan penilaian/evaluasi, dan melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran.

Penilaian pembelajaran ditujukan pada aspek proses pembelajaran, hasil pembelajaran, dan penampilan siswa. Aspek yang dinilai mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Teknik penilaian yang digunakan ialah teknik tes dan nontes yaitu dengan pengamatan. Soal tes yang digunakan berbentuk tes uraian,

(7)

commit to user

pilihan ganda, dan tes isian. Kegiatan akhir pembelajaran dilakukan dengan berdoa dan memberi salam kepada guru. Pada tahap akhir ini nilai-nilai karakter yang dikembangkan meliputi religius, yaitu rasa syukur atau berterima kasih dan bersabar, sikap peduli dan toleransi dapat menerima perbedaan dengan teman.

Selain itu juga dilakukan pesan-pesan moral dari guru dan berdoa mengakhiri pembelajaran.

Pembelajaran model tematik di SD, pada kegiatan pembelajaran telah diupayakan untuk memasukkan nilai-nilai karakter sebagai tujuan/dampak pengiring. Penilaian terhadap aspek nilai-nilai karakter tidak dilaksanakan. Pada akhir semester terdapat penilaian terhadap aspek afektif/ kepribadian siswa.

Unsur-unsur yang dinilai terdiri atas kelakuan, kerajinan, dan kerapian. Dari hasil penilaian kepribadian tersebut semua siswa mendapat nilai B (Baik), tidak ada yang mendapat nilai Kurang, Cukup atau Sangat Baik. Hal ini tentu tidak dapat mencerminkan kondisi senyatanya, dari sekian banyak siswa tidak ada yang mencapai skor kategori kurang, cukup, atau sangat baik.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran tematik di SD secara prosedural, sejak tahap perencanaan sampai dengan tahap penilaian masih terdapat kesulitan-kesulitan terutama yang berkaitan dengan kemampuan guru dalam menyusun indikator, merumuskan tujuan pembelajaran, merencanakan kegiatan pembelajaran, mengembangkan media pembelajaran, dan mengembangkan alat evaluasi. Keterbatasan dalam hal penggunaan model dan metode pembelajaran yang berpusat pada guru, dan kadar keaktifan belajar siswa rendah, siswa belum terlibat secra aktif dan kreatif.

Keterbatasan sarana dan prasarana pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran secara prosedur telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Langkah-langkah pembelajaran tematik secara prosedural telah dilaksananakan dengan baik.

Namun dilihat dari kualitas pelaksanaan pembelajaran masih belum sesuai dengan teori pembelajaran tematik, dan masih perlu ditingkatkan. Pada aspek proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru perlu diperbaiki dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran siswa harus aktif dan kreatif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pada penggunaan media

(8)

commit to user

pembelajaran, termasuk alat-alat peraga pembelajaran perlu ditingkatkan.

Pelaksanaan penilaian perlu diupayakan agar bersifat komprehensif, mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap/ karakter.

Hasil pengamatan di kelas sesuai aspek-aspek karakter yang dikembangkan yang terdiri atas karakter religius, jujur, disiplin, santun, tanggung jawab, peduli, dan percaya diri dapat disampaikan sebagai berikut: (1) Pada karakter religius, masih terdapat siswa yang melaksanakan berdoa sekedar formalitas, tidak disertai kesungguhan dalam sikap maupun bacaannya. Begitu juga ketika memberikan ucapan salam kepada guru. Dalam hal kepedulian terhadap teman atau siswa-siswa lain, terdapat siswa yang tidak sabar menanti giliran ketika bertanya atau menghadap guru. (2) Pada karakter perilaku jujur, pada saat mengerjakan tugas kelompok masih terdapat siswa yang tidak mau mengerjakan tugas kelompok, menyerahkan pengerjaan tugas kepada beberapa teman. Pada kegiatan tes atau evaluasi pembelajaran masih terdapat anak yang menyontek pekerjaan teman, atau mencari jawaban pada buku pelajaran. (3) Pada karakter/ perilaku disiplin, pada saat kegiatan pembelajaran masih terdapat siswa yang tidak belajar dengan baik, berjalan mondar-mandir di dalam kelas, ramai sendiri, bahkan mengganggu teman lain yang sedang aktif belajar. (4) Pada karakter peduli, masih terdapat siswa yang kurang peduli kepada penderitaan teman, kurang peduli terhadap tanaman di lingkungan sekolah, dan kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan kelas atau sekolah. (5) Pada karakter tanggungjawab, masih terdapat siswa yang tidak berpartisipasi dalam mengerjakan tugas belajar kelompok, tidak mau melakukan belajar kelompok dengan baik, tetapi menyerahkan pelaksanaan tugas pada salah seorang teman.

(6) Pada karakter santun, masih terdapat siswa yang kurang santun/ berperilaku tidak sopan kepada teman bahkan kepada guru. (7) Pada karakter percaya diri, masih terdapat siswa yang takut bertanya ketika diberi kesempatan bertanya, tidak berani maju ke depan kelas ketika mendapat kesempatan maju ke depan kelas untuk melaporkan hasil pelaksanaan tugas pembelajaran.

(9)

commit to user

Kendala dalam pelaksanaan pendidikan karakter di SD dapat diuraikan sebagai berikut. Pada dimensi sekolah, terdapat beberapa sekolah yang tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan pendidikan karakter. Misalnya tidak tersedia ruangan umum atau AULA, mushalla atau ruangan yang luas yang memungkinkan untuk kegiatan bersama. Tidak mempunyai tempat sampah yang memadai untuk melatih anak agar tidak membuang sampah sembarangan. Tidak memiliki tempat khusus untuk menempatkan barang-barang yang hilang. Tidak ada kotak saran, atau papan pengumuman untuk pemberian informasi tentang barang-barang yang hilang.

Tidak memiliki warung kejujuran, atau ada tetapi tidak dikelola dengan baik.

Dengan demikian sekolah-sekolah tersebut berarti belum siap secara baik untuk melaksanakan pendidikan karakter.

Dari segi guru, guru-guru SD belum mendapat pelatihan yang cukup untuk pelaksanaan pendidikan karakter di kelas. Dengan demikian kemampuan guru melaksanakan pendidikan karakter masih sangat terbatas. Bahan pembelajaran tidak disiapkan dengan integrasi nilai-nilai karakter. Model dan metode pembelajaran yang digunakan bukan model, dan metode pembelajaran yang dirancang untuk pencapaian nilai-nilai karakter. Pada tahap penilaian, tidak dilaksanakan penilaian terhadap aspek-aspek karakter religius, jujur, sisiplin, santun, peduli, tanggung jawab, dan percaya diri, seperti yang dimaksud dalam Standar Kompetensi Lulusan, dan tidak ada dokumen penilaian pada aspek karakter. Penilaian terhadap aspek afektif tertuju pada kelakuan, kerajinan, dan kerapihan. Dari hasil pengamatan terhadap pelaksanaan pembelajaran di Kelas 2 SDN MKK, SDN TGLA, SDN KLC 2, diperoleh skor rata-rata nilai karakter siswa mencapai skor sebesar 2,77 pada skala 0-4. Skor tersebut termasuk kategori baik, namun masih pada posisi interval level bawah. Hal ini menunjukkan hasil yang belum optimal dan masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian dapat disimpulkan guru-guru belum melaksanakan pendikikan karakter dalam pembelajaran dengan optimal. Dewasa ini menurut hemat penulis pembelajaran di SD masih seperti kondisi pada saat diadakan pengamatan dan wawancara tersebut diatas, belum terdapat perubahan yang berarti.

(10)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, pelaksanaan pendidikan karakter di Kelas 2 SD di Kecamatan Laweyan Kota Surakarta belum terlaksana dengan baik, sehingga perlu ditingkatkan. Peningkatan terutama pada proses pembelajaran, yaitu supaya menggunakan model-model pembelajaran yang inovatif, yang berpusat pada siswa sehingga siswa aktif dan kreatif untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Pelaksanaan pendidikan karakter juga masih sangat terbatas dengan mengintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran.

Pendidikan karakter sangat penting dilaksanakan di Sekolah Dasar, agar murid-murid sejak dini sudah memiliki kebiasaan berperilaku yang terpuji, memiliki karakter yang baik, sehingga ketika remaja dan dewasa juga berperilaku terpuji dan memiliki karakter yang baik. Dengan demikian diharapkan ke depan terbentuk generasi penerus yang berkarakter baik. Hasil survei yang dilakukan di Amerika pada tahun 1997 dinyatakan bahwa 48% dari 506 responden menyatakan bahwa pertama-tama yang diinginkan untuk anaknya adalah ingin anaknya tumbuh menjadi orang yang bermoral (McDaniel & Kusgen, 1998).

Pentingnya pendidikan karakter dilaksanakan di SD bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, melainkan menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik, sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan mana yang salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik, dan biasa melakukannya (psikomotor).

Dengan kata lain, pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus menerus dipraktikkan dan dilakukan (Aqib dan Amarullah. 2017:3).

Pendidikan karakter sudah digulirkan dan bahkan sudah disosialisasikan pada tingkat sekolah-sekolah. Namun demikian implementasinya pada peserta didik masih terdapat banyak kesulitan. Untuk pelaksanaan pendidikan karakter diperlukan dukungan yang memadai, seperti perangkat pembelajaran, yang meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang inovatif, media pembelajaran, sarana dan prasarana pembelajaran, serta instrumen penilaian pencapaian nilai-nilai karakter.

Karakter yang dikembangkan di SD meliputi sebagai berikut: (1) religius, (2) jujur, (3) toleransi, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8)

(11)

commit to user

demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) gemar membaca, (11) tanggungjawab, (12) semangat kebangsaan, (13) cinta tanah air, (14) menghargai prestasi, (15) bersahabat/ berkomunikasi, (16) cinta damai, (17) peduli lingkungan, dan (18) peduli sosial. Sesuai dengan standar kompetensi lulusan, nilai-nilai karakter yang dikembangkan di kelas 2 SD ialah (1) religius, (2) jujur, (3) disiplin, (4) santun, (5) tanggung jawab, (6) peduli, dan (7) percaya diri (Kemendikbud, 2011:8).

Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 87 Tahun 2017, Tentang Penguatan Pendidikan Karakter Pada Pasal 2 dinyatakan bahwa tujuan pendidikan karakter ialah:

(a) membangun dan membekali Peserta Didik sebagai generasi emas Indonesia Tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan pendidikan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan.

(b) Mengembangkan platforn pendidikan nasional yang meletakkan pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan pendidikan bagi Peserta Didik dengan dukungan pelibatan publik yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan keberagaman budaya Indonesia; dan (c) Merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi pendidik, tenaga kependidikan, Peserta Didik, masyarakat, dan lingkungan keluarga dalam mengimplementasikan PPK.

Pada Pasal 6 dinyatakan bahwa: ”Penyelenggaraan PPK pada Satuan Pendidikan Formal dilakukan secara terintegrasi dalam kegiatan: (a) Intrakurikuler, (b) Kokurikuler, dan (c) Ekstrakurikuler.” Pada Pasal 7 dinyatakan bahwa:

Penyelenggaraan PPK dalam kegiatan Intrakurikuler sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a merupakan penguatan nilai-nilai karakter melalui kegiatan penguatan materi pembelajaran, metode pembelajaran sesuai dengan muatan kurikulum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pembelajaran di sekolah, pendidikan karakter dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan. Pendekatan tersebut ialah: (1) pendekatan holistik atau pendekatan komprehensip, (2) pendekatan membangun komunitas peduli, (3) mengajarkan karakter melalui kurikulum/ mengintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah, (4) diskusi kelas, (5) Guru sebagai pengasuh, teladan, dan

(12)

commit to user

pembimbing (6) layanan belajar, dan (7) pembelajaran berdiri sendiri sebagai mata pelajaran (Elkind & Sweet, 2004; Lickona 2013:96-97). Dalam penelitian dan pengembangan ini pendidikan karakter dilaksanakan dengan pendekatan terintegrasi atau dimasukkan ke dalam kurikulum, dan guru sebagai pengasuh, teladan, dan pembimbing.

Hasil penelitian Kusuma, Chumdari, dan Atmojo, (2014) menyimpulkan bahwa penerapan model inquiri dapat meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter pada mata pelajaran IPA. Skor karakter sebelum tindakan menunjukkan jumlah siswa mencapai nilai karakter tinggi sebesar 52,59%, dan 47,41% siswa mencapai skor kategori rendah. Setelah tindakan pembelajaran, siswa yang mencapai skor karakter tinggi meningkat menjadi sebesar 62,88%, sedangkan 37,12% dari jumlah siswa masih termasuk kategori rendah. Dengan demikian terdapat peningkatan jumlah siswa yang mencapai skor tinggi sebesar 10,29%.

Dari penelitian ini diketahui bahwa sebelum dilaksanakan tindakan terdapat 47,41% siswa termasuk mendapat skor karakter rendah. Setelah tindakan masih terdapat 37,12% dari jumlah siswa masih termasuk kategori rendah.

Hasil penelitian Yunita, Kuswadi, dan Chumdari (2014) menyimpulkan bahwa penerapan model kontekstual pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan nilai karakter bangsa siswa SD. Pada kondisi awal skor nilai karakter toleransi, disiplin, rasa ingin tahu, cinta tanah air, dan tanggung jawab termasuk kategori rendah, atau mulai tumbuh, skor rata-rata sebesar 39,46 pada skala 0-80, atau skor 49,32 pada skala 0-100. Siswa yang mencapai skor kategori tinggi sebesar 27,59%, dan 72,41% termasuk kategori rendah. Setelah tindakan pembelajaran dilaksanakan skor rata-rata meningkat menjadi 68,43 pada skala 0- 80, setara dengan 85,54 pada skala 0-100. Skor tersebut termasuk kategori sangat tinggi atau membudaya. Siswa yang mendapat skor kategori tinggi sebesar 89,66%, dan 10,34% siswa masih pada kategori rendah.

Dari penelitian tersebut di atas diketahui bahwa hasil belajar siswa pada aspek afektif atau karakter sebelum dilaksanakan tindakan terdapat 47,41% dan 72,41% siswa termasuk skor nilai-nilai karakter kategori rendah. Selain itu juga diketahui bahwa penggunaan model pembelajaran, yaitu model inkuiri dan model

(13)

commit to user

kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek afektif atau nilai- nilai karakter.

Berdasarkan uraian tersebut di atas kiranya perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter siswa. Apabila dibiarkan berlanjut akan berakibat pada rendahnya pencapaian nilai-nilai karakter siswa dan semakin jauh dari pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan.

Ditetapkannya Kurikulum SD 2013 menjadikan pencapaian nilai-nilai karakter dalam pembelajaran semakin penting. Nilai-nilai karakter yang dituangkan dalam Kompetensi Inti 1 dan 2, harus dapat dicapai dalam pembelajaran. Untuk menunjang pencapaian KI-1, dan KI-2, perlu digunakan model, metode, media, dan sumber pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Penggunaan model tematik terpadu telah menjadi pilihannya. Selain itu untuk meningkatkan tingkat saintifik perlu digunakan model atau strategi inkuiri. Dengan demikian model pembelajaran tematik terpadu dengan strategi inkuiri, atau model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuri merupakan model yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter siswa.

Pendidikan karakter dilaksanakan dengan proses totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi peserta didik terdiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Selain itu juga meliputi fungsi totalitas sosiokultural dalam konteks interaksi dalam keluarga, sekolah/ satuan pendidikan, dan masyarakat.

Pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan: (1) olah hati (spiritual &

emosional development); (2) olah pikir (intelektual development); (3) olah raga kinestetik (physical & kinesthetic development); dan (4) olah rasa dan karsa (affective and creativity development) (Aqib dan Amrullah, 2017:6-7).

Pendidikan karakter memerlukan kegiatan pembelajaran yang meliputi keaktifan cipta/kognitif, rasa/ afektif, dan karsa/ psikomotor. Keaktifan tersebut tertuju pada penguasaan nilai-nilai karakter. Dengan demikian untuk pencapaian nilai-nilai karakter memerlukan kegiatan belajar dengan kadar keaktifan belajar siswa yang tinggi. Tanpa kadar keaktifan belajar yang tinggi tidak akan dapat

(14)

commit to user

mencapai penguasaan nilai-nilai karakter secara sempurna, sampai pada taraf membudaya.

Model pembelajaran tematik terpadu adalah model pembelajaran yang memadukan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam tema, agar dapat menyajikan pengalaman yang bermakna kepada siswa (Permendikbud, No.

57 Tahun 2014). Jadi dalam satu tema terdapat muatan beberapa mata pelajaran.

Pembelajaran bermakna terjadi apabila siswa dapat mengaitkan pengalaman yang baru dengan pengalaman yang lama/ yang sudah ada. Dalam diri siswa terjadi proses asimilasi atau akomodasi, dan internalisasi pengalaman.

Ausubel dalam Elliott, et al. (2000:253) mengemukakan terdapat empat jenis belajar, yaitu belajar dengan menerima lawan dari belajar dengan menemukan, belajar menghafal lawan dari belajar bermakna. Empat jenis belajar tersebut diletakkan dalam dua sumbu yang berbeda, yaitu pada satu sumbu belajar dengan menerima dan menemukan, pada sumbu yang lain belajar dengan menghafal dan bermakna. Pada belajar dengan menghafal, terjadi pengaitan antara yang dipelajari dengan yang telah diketahui pembelajar, asimilasi atau akomodasi, dan internalisasi pada taraf yang rendah. Pada belajar bermakna, terjadi pengaitan antara pengalaman yang dipelajari dengan yang sudah diketahui oleh pembelajar, asimilasi atau akomodasi, dan internalisasi yang tinggi. Pada belajar dengan menerima, pengaitan antara pengalaman yang baru dengan pengalaman yang sudah ada, assimilasi atau akomodasi dan internalisasi oleh pembelajar rendah, maka kebermaknaannya belajar rendah. Pada belajar dengan menemukan, terjadi pengaitan antara yang dipelajari dengan yang telah diketahui oleh pembelajar tinggi. Maka kadar kebermaknaan oleh siswa tinggi. Dalam pembelajaran juga terdapat kadar keaktifan belajar siswa. Belajar dengan menerima, memiliki kadar keaktifan belajar siswa rendah, sebaliknya belajar dengan menemukan memiliki kadar keaktifan belajar siswa tinggi. Pada belajar menghafal, kadar keaktifan belajar siswa rendah, sebaliknya pada belajar bermakna kadar keaktifan belajar siswa tinggi.

Model pembelajaran tematik terpadu termasuk pembelajaran bermakna, bukan pembelajaran menghafal. Maka model ini memiliki kadar keaktifan belajar

(15)

commit to user

siswa tinggi. Model pembelajaran berbasis inkuiri termasuk belajar menemukan bukan belajar menerima. Maka model ini memiliki kadar keaktifan belajar siswa tinggi. Model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri berada pada titik temu antara belajar bermakna dan belajar menemukan. Dengan demikian model tematik terpadu berbasis inkuiri memiliki kadar kebermaknaan, kadar penemuan, dan kadar keaktifan belajar siswa yang tinggi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan olah pikir, olah rasa, dan olah karsa, maka model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri memiliki kadar kebermaknaan, kadar penemuan, dan kadar keaktifan belajar siswa yang tinggi.

Model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri memiliki kadar kebermaknaan, kadar penemuan, dan kadar keaktifan siswa yang tinggi. Dengan demikian terdapat kesesuaian antara kadar kebermaknaan, kadar penemuan, dan kadar keaktifan belajar yang diperlukan dalam pendidikan karakter dengan yang terdapat pada model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri merupakan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam upaya peningkatan pencapaian nilai-nilai karakter siswa.

Karakteristik pembelajaran tematik terpadu adalah: (1) berpusat pada siswa, (2) memberikan pengalaman langsung, (3) pemisahan antara bidang studi/

mata pelajaran yang satu dengan yang lain tidak begitu jelas, (4) menyajikan konsep dari berbagai bidang studi/mata pelajaran, (5) bersifat luwes/fleksibel, (6) sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, dan (7) menggunakan prinsip belajar sambil bermain/ belajar yang menyenangkan (Mutohir, et al, 1976/1977, Majid &

Rochman. 2014).

Kovalik (2014) menyatakan bahwa model pembelajaran tematik terpadu merupakan model pembelajaran yang sangat efektif. Dengan model tematik terpadu sekolah dapat melayani kehidupan yang demokratis, dan dapat memenuhi kebutuhan pendidikan abad 21. Pembelajaran tematik terpadu memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) bebas dari ancaman/tekanan pada berpikir reflektif alamiah; (2) materi pembelajaran bermakna; (3) terdapat banyak pilihan

(16)

commit to user

kegiatan; (4) menggunakan gerakan untuk memperkuat belajar; (5) penggunaan multi media/ memperkaya media. (6) Memberikan waktu yang cukup/ memadai;

(7) Adanya kerjasama/kolaborasi, (8) Adanya balikan yang segera. (9) Penguasaan applikasi hasil belajar; pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa mempraktikkan atau menerapkan hasil belajar yang dicapai dalam kehidupan nyata sehari-hari (Merickel. 1998).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik terpadu adalah model pembelajaran yang memadukan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam tema. Pembelajaran tematik terpadu menyajikan tema-tema yang dikembangkan untuk mengkaji berbagai fakta, konsep, prinsip, dan prosedur atau pengetahuan terpadu kepada siswa, sehingga siswa memperoleh pengalaman yang bermakna. Model tematik terpadu berbasis inkuiri merupakan model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam peningkatan pencapaian nilai-nilai karakter siswa SD. Oleh karena itu penelitian dan pengembangan ini membahas tentang model pembelajaran tematik terpadu untuk peningkatan nilai-nilai karakter pada siswa di SD.

Inkuiri merupakan salah satu model yang diunggulkan dalam pengkajian model-model pembelajaran oleh Joyce, Weil & Calhoun. Di Amerika Serikat pada tahun 1950-1970 model inkuiri diwajibkan untuk digunakan di sekolah- sekolah dalam rangka gerakan reformasi akademik. Dengan model inkuiri siswa belajar bagaimana ilmu pengetahuan / sain diciptakan dalam penemuan- penemuan (Joyce, Weil & Calhoun, 2011:185).

Inkuiri merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara guru dan siswa.

Model inkuiri termasuk model heuristik yang berarti dalam pembelajaran siswa harus menemukan sesuatu.

Karakteristik strategi inkuiri adalah sebagai berikut: (1) Strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek pembelajaran, menekankan pada aktivitas

(17)

commit to user

siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. (2) Seluruh aktivitas siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan. Peran guru bukan sebagai sumber belajar, melainkan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa; (3) Tujuan penggunaan strategi inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual, yaitu kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis. Langkah-langkah strategi pembelajaran inkuiri meliputi sebagai berikut: (1) orientasi; (2) merumuskan masalah; (3) mengajukan hipotesis; (4) mengumpulkan data; (5) menguji hipotesis; dan (6) merumuskan kesimpulan (Sanjaya. 2007:194-195).

Kelebihan inkuiri adalah sebagai berikut: (1) Menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran lebih bermakna. (2) Memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing. (3) Merupakan strategi yang sesuai dengan perkembangan psikologi belajar, yang menganggap belajar adalah proses rekonstruksi pengetahuan pada diri seseorang melalui interaksi dengan lingkungan. (4) Dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, artinya siswa yang memiliki kemampuan belajar bagus tidak terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar. Kelemahan strategi inkuiri adalah sebagai berikut: (1) Penggunaan strategi inkuiri, sulit dalam pengontrolan kegiatan dan keberhasilan siswa. (2) Sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan belajar siswa. (3) Dalam mengimplementasikan strategi inkuiri memerlukan waktu yang panjang sehingga guru harus menyesuaikan dengan waktu yang tersedia. (4) Selama kriteria keberhasilan ditentukan berdasarkan penguasaan materi oleh siswa, maka model inkuiri sulit diimplementasikan oleh guru (Sanjaya. 2007:199-207).

Memperhatikan kelebihan-kelebihan strategi inkuiri tersebut di atas, yaitu adanya penekanan yang seimbang pada aspek kognitif, psikomotor, dan afektif, maka pembelajaran berbasis inkuiri dapat mencapai hasil belajar secara maksimal pada ketiga aspek tersebut. Kekurangan strategi inkuiri ialah memerlukan alokasi waktu yang banyak/lama, dalam pembelajaran tematik terpadu di SD hal itu dapat diantisipasi, karena dalam pembelajaran tematik terpadu waktu

(18)

commit to user

pembelajaran yang tersedia cukup memadai, sehingga siswa dan guru leluasa dalam penggunaan waktu pembelajaran di kelas.

Sesuai dengan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa strategi inkuiri merupakan strategi yang tepat untuk peningkatan pencapaian nilai-nilai karakter siswa di SD. Dengan demikian strategi inkuiri penting untuk diimplementasikan dalam pembelajaran di SD.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri merupakan model yang tepat untuk digunakan dalam peningkatan pencapaian nilai-nilai karakter siswa di Sekolah Dasar. Oleh karena itu penelitian dan pengembangan ini membahas tentang model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri untuk peningkatan pencapaian nilai-nilai karakter pada siswa di SD. Maka dirumuskan judul penelitian dan pengembangan ini sebagai berikut: Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Pencapaian Nilai-nilai Karakter di Sekolah Dasar.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah menghasilkan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter dalam pembelajaran di Sekolah Dasar?

2. Apakah model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri berpengaruh lebih baik secara signifikan dari pada model pembelajaran tematik terhadap pencapaian nilai-nilai karakter di sekolah dasar, yaitu pada karakter religius, jujur, disiplin, santun, tanggung jawab, peduli, dan percaya diri?

C. Tujuan Penelitian dan Pengembangan

Tujuan umum penelitian dan pengembangan ini adalah menghasilkan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter pada siswa Sekolah Dasar, dalam bentuk kerangka

(19)

commit to user

konseptual dan contoh penerapannya dalam bentuk perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Model pembelajaran ini menarik bagi siswa dan guru untuk dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran dan pencapaian nilai-nilai karakter oleh siswa di SD. Tujuan khusus penelitian dan pengembangan ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri yang efektif untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter pada siswa di SD.

2. Mengetahui seberapa besar perbedaan pengaruh model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri dan model tematik terhadap pencapaian nilai-nilai karakter di SD, khususnya pada karakter religius, jujur, disiplin, santun, tanggungjawab, peduli, dan percaya diri.

D. Spesifikasi Produk yang Diharapkan

Pengembangan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter di SD merupakan upaya menghasilkan model pembelajaran di SD yang efektif dan efisien dalam meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter siswa. Produk yang dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan ini memiliki spesifikasi sebagai berikut:

1. Model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri dengan langkah-langkah- nya, yang dikembangkan berdasarkan psikologi belajar konstruktifistik, yang efektif untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter pada siswa di SD.

2. Model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri berupa perangkat pembelajaran terdiri dari Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP menggunakan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri, yang disusun berdasarkan psikologi belajar konstruktifistik. Silabus berisi: (a) satuan pendidikan; (b) kelas dan semester; (c) tema dan subtema;

(d) mata pembelajaran; (e) kompetensi dasar; (f) materi pelajaran; (g) kegiatan pembelajaran; (h) penilaian; (i) alokasi waktu; dan (j) sumber belajar. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, berisi: (a) satuan pendidikan; (b) kelas dan semester; (c) tema dan subtema; (d) pembelajaran ke ..…; (e) alokasi waktu;

(f) kompetensi inti; (g) kompetensi dasar; (h) indikator pencapaian

(20)

commit to user

kompetensi; (i) karakter yang dikembangkan; (j) tujuan pembelajaran; (k) pendekatan dan metode pembelajaran; (l) kegiatan pembelajaran; (m) sumber dan media pembelajaran; (n) penilaian hasil pembelajaran; dan (o) refleksi, remedial, dan pengayaan. RPP dilengkapi dengan lampiran yang berisi tentang: (a) uraian materi pelajaran, (b) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), (c) media pembelajaran yang digunakan, berupa gambar-gambar atau video tanyangan tentang isi/ materi pembelajaran, benda-benda asli sesuai materi pembelajaran, dan (d) instrument penilaian karakter siswa, yang berupa angket dan lembar pengamatan.

3. Buku panduan tentang pelaksanaan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri, yang terdiri dari buku untuk guru dan buku untuk siswa.

Buku panduan dikembangkan berdasarkan psikologi belajar konstruktivistik, sesuai dengan karakteristik siswa, dan bersifat independen, untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter siswa di Sekolah Dasar.

E. Pentingnya Pengembangan

Model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter pada siswa SD penting dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan guru, sebagai contoh kongkrit dalam melaksanakan pembelajaran dengan model tematik terpadu dengan menerapkan strategi inkuiri guna meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter yang diharapkan.

Ditetapkannya Kurikulum SD 2013 dengan menggunakan model tematik terpadu dan pendekatan saintifik, diharapkan pencapaian hasil belajar siswa optimal. Sebagai upaya memperkuat pendekatan saintifik dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang berorientasi pada proses, yaitu model/strategi inkuiri, model pemecahan masalah atau model proyek. Oleh karena itu maka diperlukan pengembangan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri, agar guru atau calon guru mendapatkan contoh model atau panduan secara kongkrit agar dapat melaksanakan pembelajaran dengan model tematik terpadu berbasis inkuiri dengan baik.

(21)

commit to user

Apabila hal ini tidak dilaksanakan upaya perbaikan, pelaksanaan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran yang terjadi selama ini akan tetap berjalan tanpa menghasilkan nilai-nilai karakter seperti yang diharapkan dalam Kurikulum 2013. Hal ini berdampak tidak baik bagi siswa karena pencapaian nilai-nilai karakter tidak dapat tercapai secara optimal atau seperti yang diharapkan. Dalam pembelajaran siswa tidak mampu menunjukkan kebiasaan-kebiasaan bertingkahlaku baik sesuai nilai-nilai karakter yang dikembangkan.

F. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan 1. Asumsi

Model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter pada siswa di SD yang dikembangkan dalam penelitian ini dengan asumsi sebagai berikut:

a. Proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru dan siswa merupakan proses interaksi edukatif yang tidak hanya menumbuhkan pengetahuan dan keterampilan, melainkan juga membentuk aspek sikap spiritual dan sikap sosial atau nilai-nilai karakter pada siswa. Pembentukan nilai-nilai karakter terjadi secara berangsur-angsur, semakin bertambahnya proses pembelajaran yang dilaksanakan guru dan siswa, semakin bertambah sempurna pencapaian nilai-nilai karakter.

b. Proses pencapaian nilai-nilai karakter pada siswa di SD sangat tergantung pada penggunaan model pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang tepat akan menghasilkan pencapaian nilai-nilai karakter secara optimal.

c. Guru kelas di SD merupakan guru profesional, yaitu memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang disyaratkan sebagai pendidik dan mampu menjadi contoh bagi siswa-siswa dalam pembentukan nilai-nilai karakter.

d. Pembentukan nilai-nilai karakter pada diri siswa merupakan proses yang aktif yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungan, baik di sekolah,

(22)

commit to user

keluarga, dan masyarakat. Baik lingkungan sosial, lingkungan fisik, dan lingkungan budaya.

e. Interaksi antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa lain, dan siswa dengan lingkungan, termasuk media/alat-alat pembelajaran, maupun lingkungan alam, sosial, dan budaya merupakan faktor yang efektif untuk mempengaruhi pembentukan nilai-nilai karakter pada diri siswa. Hal ini terjadi melalui proses asimilasi, akomodasi, imitasi, identifikasi, dan atau internalisasi.

f. Pengembangan model ini penting dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan guru dan siswa dalam pembelajaran dan upaya meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter siswa. Apabila hal ini tidak dilaksanakan dimungkinkan dapat menghambat upaya penguatan pendidikan karakter di Sekolah Dasar.

2. Keterbatasan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan ini tidak lepas dari keterbatasan- keterbatasan. Keterbatasan pengembangan ini adalah sebagai berikut:

a. Pengembangan ini terbatas bidang kajian pada kelas II semester dua. Pada pembelajaran dengan Kurikulum 2013 Semester dua pada tema tentang:

(1) Air, Bumi, dan Matahari, dan (2) Merawat Hewan dan Tumbuhan.

Pada tahap uji coba terbatas dan uji coba lebih luas, tema yang diajarkan ialah tema Air, Bumi, dan Matahari. Pada tahap pengujian model, tema yang diajarkan ialah Merawat Hewan dan Tumbuhan. Pada pembelajaran yang menggunakan Kurikulum SD 2006 sesuai silabus yang berlaku, yaitu tentang: (1) Peristiwa, (2) Energi, (3) Keluarga, (4) Budi Pekerti, dan (5) Kesehatan.

b. Pengembangan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter ini hanya sampai pada tahap pengujian model, tidak sampai pada tahap desiminasi. Hal ini karena tugas pengembangan sampai pada terciptanya model yang dikembangkan.

(23)

commit to user G. Definisi Istilah

Untuk menghindari terjadinya kesalahan pengertian, dalam penelitian ini perlu dikemukakan definisi operasional dari variabel-variabel yang diteliti.

Variabel-variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengembangan model, yaitu upaya yang dilakukan secara terus menerus atau sistematis untuk menjadikan suatu model. Sedangkan model berarti contoh, tiruan, atau miniatur dari sesuatu yang sebenarnya.

2. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan pembelajaran yang mencerminkan langkah- langkah yang sistematis dalam mengorganisasi pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan secara efektif dan efisien.

3. Pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang memadukan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam berbagai tema, untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Pembelajaran tematik terpadu adalah pendekatan pembelajaran yang dikembangkan dari satu tema tertentu sebagai pusat perhatian (center of interest) yang digunakan untuk memahami gejala-gejala dan konsep-konsep, yang berasal dari berbagai bidang studi/mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa.

4. Model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri adalah model pembelajaran yang memadukan berbagai kompetensi dari berbagai mata pelajaran dalam berbagai tema, dalam pelaksanaannya melibatkan siswa secara aktif dan kreatif untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan atau memecahkan suatu masalah yang dihadapi.

5. Nilai-nilai karakter adalah nilai-nilai moral yang didasarkan pada nilai etika inti. Nilai-nilai karakter yaitu nilai-nilai yang menjadi sifat khas yang tetap dalam menampilkan diri dalam keadaan apa pun. Bagaimana pun usaha untuk menutupi atau menyembunyikan karakter itu, akan selalu dapat ditemukan, sekalipun kadang-kadang dalam bentuk lain.

(24)

commit to user

6. Keefektifan model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuri untuk meningkatkan pencapaian nilai-nilai karakter, ditunjukkan dengan adanya perbedaan yang lebih baik secara signifikan pada pencapaian nilai-nilai karakter siswa pada model pembelajaran tematik terpadu berbasis inkuiri dibandingkan dengan pencapaian nilai-nilai karakter siswa pada model tematik.

Referensi

Dokumen terkait

Model Manajemen Peningkatan Mutu Terpadu pendidikan juga merupakan bentuk strategi yang dapat membantu terbentuknya system yang teratur untuk dapat digunakan sesuai

Dalam bab ini penulis menganalisis hasil temuan data tentang proses pelaksanaan pembelajaran dalam pengembangan karakter kepemimpinan siswa, nilai-nilai

aktif individu terhadap kondisi sosial dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk menyatu dan bersosialisasi dengan orang lain”. Gaya hidup dapat menggambarkan keseluruhan

Industri juga bisa diartikan sebagai semua bentuk kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang bersifat produktif untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan

Pembelajaran berbasis nilai-nilai karakter dengan memanfaatkan budaya akan membuat lingkungan belajar berubah menjadi lingkungan yang menyenangkan bagi guru dan siswa

Perpustakaan sekolah mempunyai manfaat yang sangat penting untuk membantu keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan, sebab perpustakaan merupakan sarana yang tepat

“ PKn sebagai wahana untuk mengembangkan kem ampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggung jawab, PKn memiliki peranan. yang amat

Pentingnya mengembangkan karakter hormat di kalangan peserta didik tercantum dalam tujuan program Bimbingan dan Konseling di sekolah yang telah dikembangkan oleh ASCA