• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan karakter merupakan sebuah usaha untuk menanamkan nilai-nilai karakter dalam kehidupan. Dasar dari pengembangan pendidikan karakter adalah untuk membentuk generasi bangsa yang tangguh bukan hanya dari segi materi atau ilmu pengetahuan saja, melainkan juga dalam karakter, etika, moral dan kepribadiannya. Segala usaha untuk mengembangkan pendidikan karakter pun dilakukan. Salah satu nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter adalah toleransi terhadap keberagaman. Nilai ini sangat penting mengingat Indonesia sebagai sebuah negara yang multikultural. Rasisme, primordialisme serta pertikaian antar suku dan agama menjadi isu sensitif sekaligus rawan terjadi di Indonesia. Meski sejak dini masyarakat kita telah diperkenalkan dengan istilah Bhineka Tunggal Ika, tapi peresapan nilainya belum dipahami.

Peneliti mengamati dinamika yang terjadi di media-media sosial. Media sosial kini menjadi wahana yang paling jelas untuk melihat paradigma dan cara pandang masyarakat kita tentang isu-isu nasional, termasuk keragaman agama. Dalam aplikasi jejaring sosial Facebook misalnya, banyak bermunculan group-group sosial yang menjadi tempat diskusi sekaligus perdebatan antar agama. Kecenderungan konflik antar agama melalui kata-kata dan isu-isu yang dilontarkan dalam postingan maupun komentar, membuktikan bahwa perbedaan agama bukanlah sesuatu yang cukup ditoleransi, melainkan juga untuk menegaskan mana yang benar, mana yang salah. Pergulatan kata-kata yang terlihat di media sosial bisa jadi hanyalah teori semata. Namun, berita-berita kekerasan yang diduga dilakukan salah satu kelompok agama dan konflik antar agama di beberapa wilayah, seringkali mewarnai layar kaca kita. Ini merupakan bukti bahwa peluang konflik antar agama di Indonesia, bukan hanya sekedar teori. Karena itu pendidikan karakter dalam rangka menanamkan toleransi terhadap multikulturalisme perlu mendapat perhatian khusus.

(2)

commit to user

Sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, peneliti menyadari bahwa ditengah merosotnya karakter yang diharapkan tersebut, masyarakat ini memerlukan agen-agen perubahan. Terutama dalam pembelajaran sejarah, mengingat karakter seseorang tidak dapat dibentuk hanya melalui rentetan teori saja. Memerlukan pemahaman serta pengalaman sebagai media untuk menanamkannya. Karena itu penelitian ini disusun dengan tujuan memperoleh media alternatif untuk menanamkan nilai-nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah.

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menanamkan toleransi keberagaman ini adalah pendidikan karakter melalui seni budaya. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang mempunyai ragam seni budaya yang berkembang di dalam masyarakatnya. Ragam seni budaya tersebut meliputi kebudayaan asli Indonesia yang tersebar di daerah-daerah seluruh wilayah Indonesia dan masih bersifat tradisional. Salah satunya adalah wayang.

Dalam catatan sejarah, pertunjukan wayang mulai dikenal sejak Raja Balitung sekitar tahun 907 Masehi. Sumber sejarah yang menjadi petunjuk tentang wayang adalah prasasti Balitung yang bertarikh 907 Masehi atau 829 Saka. Prasasti tersebut mewartakan bahwa pada saat itu telah dikenal adanya pertunjukan wayang, yaitu adanya istilah mawayang dan Bimmaya Kumara (Soedarsono, 2000).

Kerangka dasar dari pertunjukan wayang kulit bersumber dari epos India Mahabharata dan Ramayana. Dalam realitasnya pementasan disesuaikan dengan budaya orang Jawa, tetapi pertunjukan yang digelar sekarang banyak mengalami pergeseran dan penyelarasan. Salah satu bentuk penyelarasan itu adalah konsep-konsep filosofi dan moralitas yang disesuaikan dengan kehidupan soaial dan kultural masyarakat Jawa. Sehingga sampai dewasa ini wayang dengan cerita dari Hindu (Mahabarata dan Ramayana) mampu menyelaraskan diri dengan perkembangan sejarah Bangsa Indonesia (S.Haryanto,1988).

Wayang kulit menjadi kesenian asli Indonesia yang telah berkembang selama berabad-abad. Awalnya wayang kulit menjadi media ritual sakral penyembahan nenek moyang. Lakon cerita wayang merupakan penggambaran

(3)

commit to user

tentang sifat dan karakter manusia di dunia.Tampilan dan pembawaan karakter tokoh wayang yang khas, rupanya memberikan dampak sugestif kepada para penikmatnya. Terjadilah pergeseran fungsi wayang sebagai media penyebaran agama, sarana pendidikan, dan ajaran-ajaran filosofi Jawa atau sebagai media komunikasi sosial dan budaya (Sri Mulyono, 1982).

Wayang sebagai bagian dari kesenian yang merupakan sebuah seni pertunjukan tradisional diakui oleh dunia internasional sebagai pertunjukan terbaik daripada pertunjukan lainnya di dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), telah memberikan penghargaan wayang Indonesia sebagai salah satu warisan budaya dunia nonbendawi. Meski menjadi sebuah kebanggaan bangsa, tetapi sungguh ironis mengingat sebagian besar masyarakat saat ini, khususnya masyarakat Jawa kurang memahami tentang seluk beluk dunia wayang sehingga masyarakat Jawa sebagai pendukung dan pemilik wayang kurang memiliki rasa handarbeni (Banis Ismaun dan Martono, 1989). Seiring berjalannya waktu pementasan wayang kulit mengalami perubahan. Wayang-wayang baru muncul dengan bermacam gaya dan konsep pakeliran yang sebagian besar mempertajam konsepsi pragmatisme yang telah dirintis dalam periode Islam (Amir, 1994).

Pada masa awal berkembangnya Islam di pulau Jawa, seorang tokoh Islam yaitu Raden Mas Said yang kemudian lebih dikenal dengan nama Sunan Kalijaga, melakukan modifikasi pada pertunjukan wayang. Wayang dijadikan sebagai media penyebaran agama Islam.Wayang kulit, menjadi media komunikasi yang memperkenalkan Islam pada masyarakat Jawa. Selama berabad-abad, wayang kulit terus dilestarikan dan menyebarkan nilai-nilai moral melalui lakon yang dimainkan. Wayang yang dahulu terbatas, hanya menjadi hiburan bagi keluarga kerajaan, lambat laun semakin mendarah daging dengan budaya masyarakat, khususnya masyarakat Jawa.

Wayang kulit terus berkembang dari masa ke masa dan memunculkan banyak ragam pakeliran baru. Salah satu pakeliran baru dalam dunia pewayangan yaitu wayang wahyu. Di tahun 1960, seorang pastor benama Timotheus L. Wignyosubroto melakukan hal serupa di Kota Surakarta. Ia adalah penggagas

(4)

commit to user

munculnya wayang wahyu. Wayang wahyu diciptakan untuk menjembatani perbedaan budaya Jawa dengan budaya Barat, tempat agama Katolik berasal. Sebagai wayang hasil modifikasi yang ditujikan untuk memudahkan penyebaran misi Katolik, cerita dan kisahnya berasal dari Kitab Perjanjian Lama dan Baru (Tim Wayang wahyu, 2010).

Lebih dari 50 tahun berdiri, banyak anggota masyarakat yang belum mengenal wayang wahyu. Wayang wahyu dipandang sebagai karya yang dinikmati secara eksklusif karena lakon dan ceritanya yang hanya mengangkat kisah-kisah dari kitab perjanjian lama dan baru. Kini wayang wahyu tengah merintis langkah untuk menjadi karya seni yang bisa dinikmati secara inklusif. Hal ini dimaksudkan agar wayang wahyu dapat diterima oleh semua kalangan.

Pelajaran Sejarah, khususnya di perguruan tinggi, merupakan sarana yang tepat untuk menanamkan pendidikan karakter. Karena meskipun masih terikat pada kurikulum, tema yang dicakup oleh pelajaran sejarah sangat luas. Bukan hanya tentang peristiwa di masa lampau saja, tetapi juga mencakup pembelajaran politik, agama, sains, seni budaya dan lain sebagainya. Fleksibilitas tema yang belum dimiliki oleh cabang ilmu lain inilah yang menjadikan pelajaran sejarah memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai media pembelajaran.

Penelitian ini berusaha mengupas potensi wayang wahyu sebagai sebuah kesenian yang inklusif dan nilai-nilai kebaikannya dapat diterima semua kalangan. Dalam Wayang wahyu bukan hanya nilai-nilai kerohanian saja yang disebar. Tetapi juga nilai-nilai multikultural, perpaduan keberagaman, yang menjadi dasar penciptaan wayang wahyu itu sendiri. Kelestarian pementasan wayang wahyu dapat menjadi arena pembiasaan untuk memahami perbedaan, serta untuk mempelajari nilai-nilai karakter yang baik bagi masyarakat pada umumnya dan khususnya mahasiswa pendidikan sejarah. Peluang untuk membentuk sinergi antara wayang wahyu dan pendidikan karakter dalam rangka menumbuhkan rasa toleransi terhadap keberagaman inilah yang menjadi alasan utama penulis untuk melakukan penelitian bertajuk “Wayang wahyu Sebagai

(5)

commit to user

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka didapat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah wayang wahyu?

2. Bagaimana eksistensi wayang wahyu di Surakarta?

3. Bagaimana konsep wayang wahyu sebagai media pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini diharapkan mampu menyelesaikan rumusan masalah yang telah dibuat, yaitu:

1. Mengetahui sejarah wayang wahyu.

2. Mengetahui eksistensi wayang wahyu di Surakarta

3. Mengetahui konsep wayang wahyu sebagai media pendidikan karakter.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

a. Menambah khasanah pengetahuan mengenai wayang wahyu sebagai salah satu hasil kebudayaan yang berkembang di Surakarta.

b. Menambah pengetahuan penulis khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai usaha pengembangan wayang wahyu sebagai media pendidikan karakter.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagi berikut:

a. Bagi penulis adalah sebagai referensi untuk mempelajari media pembelajaran berbasis wayang serta sebagai media pendidikan karakter untuk memenuhi syarat dalam meraih gelar Strata 1 Pendidikan Sejarah P.IPS FKIP UNS.

(6)

commit to user

b. Bagi masyarakat, berguna sebagai sumbangan pemikiran untuk ikut serta dalam upaya pelestarian wayang wahyu dan pengembangan pendidikan karakter.

c. Bagi peneliti selanjutnya, semoga bermanfaat untuk menambah bahan referensi serta memberi masukan untuk penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Hal tersebut berarti bahwa siswa dapat memahami soal dan materi yang diberikan dengan baik dan siswa dapat dikatakan tuntas dalam indikator ini.. Indikator 4

Gambar 6 menunjukkan bahwa persentase aktivitas penghambatan ACE yang ditunjukkan oleh ketiga isolat aktinomiset endofit asal daun pegagan (AEP-1, AEP-2, dan

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri mengatur bahwa perlindungan hukum hak atas karya Desain Industri diberikan pada seorang pendesain berdasarkan

Menurut salah satu karyawan yang menjawab sangat setuju pada nilai inti tekad menjadi yang terbaik, yaitu semangat mencapai keunggulan dengan melakukan perbaikan dan

Model pendidikan ini dapat diselenggarakan dengan singkat, namun di dalamnya memiliki berbagai kelebihan, khususnya metode pendekatan yang digunalan yang harus merespon

Bila diperbandingkan wewenang yang diberikan Hasbie bagi akal dengan wewenang yang diberikan oleh aliran-aliran kalam bagi akal , ternyata hampir ada persamaan antara pemikiran