• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Financial technology yang biasa disingkat finctech merupakan salah satu sistem atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Financial technology yang biasa disingkat finctech merupakan salah satu sistem atau"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Financial technology yang biasa disingkat finctech merupakan salah satu sistem atau inovasi yang bergerak di bidang jasa keuangan, pengertian Fintech terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial yaitu

“Teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem pembayaran”.1

Selain terdapat pada Peraturan Bank Indonesia, fintech mempunyai pengaruh yang sangat penting dan signifikan di dalam kehidupan masyarakat, fintech memberikan layanan kepada masyarakat berupa kemudahan dalam mengakses produk-produk jasa keuangan sehingga masyarakat dapat melakukan transaksi di bidang ekonomi secara efisien dan efektif, jadi bisa dikatakan sistem financial technology ini muncul akibat adanya kebutuhan masyarakat serta mobilitas masyarkat yang semakin hari semakin kompleks, apalagi masyarakat di Indonesia sekarang sedang menghadapi revolusi industri 4.0, revolusi industri revolusi industri 4.0 ini merupakan era penerapan teknologi modern, seperti teknologi fiber, sistem jaringan terintergrasi yang telah bekerja di setiap kegiatan perekonomian masyarakat.

Salah satu bentuk nyata dari hal tersebut adalah masyarakat kini lebih sering melakukan transaksi jual beli dengan menggunakan uang elektronik daripada menggunakan uang kontan.2financial technology sebagai salah satu sistem yang menyediakan jasa atau produk-

1 Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial

2Chatamarrasjid Ais, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Prenada Media 2005) 16.

(2)

produk keuangan menawarkan beberapa jasa/produk keuangan seperti uang elektronik , crowdfunding, supply Chain Finance, bahkan sampai peminjaman uang berbasis online (Peer to peer lending) atau yang lebih dikenal dengan nama kredit online.3 Pengertian dari sistem peminjaman uang berbasis online ini tercantum pada Pasal 1 ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/ 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yaitu :

“Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet”.

Penulis dalam hal ini tertarik untuk menulis salah satu jasa/produk keuangan yang di tawarkan fintech sekaligus yang sedang ramai dibacarakan dikarenakan menimbulkan berbagai pro dan kontra atas kehadiranya mengisi roda perekonomian khususnya di dalam masyarakat Indonesia jasa/ produk keuangan tersebut ialah sistem peminjaman kredit secara online atau yang biasa disebut peer to peer lending. Hukum pinjam meminjam yang berlaku saat ini berkaitan dengan bunga, secara umum memang sudah diatur dalam 1765 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang bunyinya, “Adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian”.4

peer to peer lending atau sistem peminjaman kredit secara online ini sangat digandrungi oleh masyarakat di Indonesia dikarenakan syarat-syarat dalam pengajuan kredit berbasis online yang terkesan mudah dan cepat, maka dari itu banyak pegembang- pengembang dari platfrom peer to peer lending berlomba menciptakan suatu inovasi baru dengan tujuan dapat menarik minat lebih banyak dari masyarakat yang ingin menggunakan Jasa/ produk keuangan yang ditawarkan oleh fintech.5financial technolgy di bidang peer to

3https://konsumen.ojk.go.id/MinisiteDPLK/images/upload/201807131451262.%20Fintech.pdf Diakses 23 Juni 2019.

4 Pasal 1765 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

5 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Citra Aditya Bakti 2004) 32.

(3)

peer lending yang baik dan terpercaya adalah peer to peer lending yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan yang bentuk perusahaan nya adalah badan hukum baik PT/ maupun koperasi, selain itu peer to peer lending yang terdaftar oleh OJK harus melakukan berbagai prosedur yang telah ditentukan oleh OJK diantaranya adalah pencatatan perusahaan, dan harus ada rekomendasi dari Asosiasi Fintech (AFTECH). Salah satu contoh dari peer to peer lending yang terverifikasi oleh OJK adalah KoinWorks, platform yang satu ini menawarkan sarana investasi dengan bunga kompetitif mulai dari 18% per tahun sesuai resiko pinjaman.

Sebelum menyalurkan dana investasi staf perusahaan akan menyeleksi profil calon peminjam. Dana investor bisa masuk dalam kategori E dengan bunga tertinggi karena resikonya yang juga besar. Keunggulan perusahaan ini adalah dilengkapi dana proteksi untuk meminimalkan dampak kerugian untuk investor. Sebagai pendana Anda bisa memilih hendak membiayai pada sector apa saja, contohnya bisnis, kesehatan, hingga pendidikan. Dana untuk investasi adalah mulai 100 ribu ditambah dana atas transaksi investasi dengan jumlah sesuai ketentuan.

Akan tetapi dalam penyelenggaraan nya terdapat peer to peer Lending yang tidak terverifikasi oleh OJK sehingga menimbulkan dampak yaitu merugikan masyarakat yang menggunakan jasa atau produk keuangan ini, kerugian yang ditimbulkan adalah dari segi material dan inmaterial, dari segi material misalnya konsumen dalam hal ini bertindak sebagai debitur mengalami kerugian diakibatkan kreditur dalam hal ini sebagai yang pihak yang meminjamkan kredit online telah menerapkan bunga yang tinggi tanpa sepengetahuan debitur lalu dari segi inmaterial adalah kreditur mengakses dan memanfaatkan data pribadi elektronik tanpa sepengetahuan debitur untuk melakukan pengancaman dan menghubungi kontak yang ada di gadget milik konsumen dengan tujuan agar debitur segera melunasi uang yang konsumen pinjam kepada kreditur (pihak yang meminjamkan uang kredit berbasis

(4)

online). Dari kasus yang telah dijelaskan tersebut terjadi dikarenakan banyak aplikasi peminjaman uang berbasis online ini yang menyalahi aturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan/ tidak terverifikasi OJK , Sehingga masyarakat yang tidak mengerti tentang sisem kredit online ini dan pada akhirnya terjerat dalam hutang yang disebabkan oleh pinjaman uang berbasis online tersebut.

Sebagai contoh kasus yang terjadi di masyarakat ialah platform peer to peer lending yaitu lending RupiahPlus, RupiahPlus merupakan platform kredit tanpa jaminan yang diluncurkan oleh PT Digital Synergy Technology, dan dapat disebut sebagai salah satu penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau dikenal dengan sebutan peer to peer peer to peer lending. RupiahPlus ini mempunyai permasalah yang terkait dengan Data Pribadi Konsumen atau bisa disebut sebagai pihak debitur dalam peminjaman kredit berbasis online tersebut. Cara yang dilakukan RupiahPlus ini adalah mengakses serta menghubungi kontak yang ada nasabah dari RupiahPlus tersebut perihal pelunasan hutang yang harus dipenuhi oleh pihak debitur akan tetapi cara yang dilakukan pihak RupiahPlus ini tidak memenuhi Standard Operating Procedure (SOP) dan terkesan kasar dengan nada ancaman.

Penagihan utang dengan cara menghubungi kontak darurat yang diberikan oleh debitur maupun menghubungi pihak-pihak terkait yang terdapat di daftar kontak maupun catatan panggilan telepon milik debitur, merupakan upaya terakhir. Upaya tersebut seharusnya baru ditempuh oleh RupiahPlus apabila debitur mangkir dari kewajibannya untuk membayar utang tersebut. Kejadian RupiahPlus yang mengakses phone contact maupun phone record ini cukup mengagetkan. Ini karena RupiahPlus telah merambah ke ranah pribadi, khususnya data pribadi nasabahnya. Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) yang merupakan wadah himpunan perusahaan dan institusi para pelaku fintech mengatakan RupiahPlus terindikasi melanggar dua aturan yaitu Peraturan OJK Nomor 1

(5)

Tahun 2013 tentang Perlindungan Data Konsumen Jasa Keuangan dan Peraturan Menteri (Permen) Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nomor 20 Tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.

Beberapa pasal soal kewajiban dan perlindungan akses praktik akses data pribadi diatur pada POJK Nomor 1 Tahun 2013 antara lain pasal 31 ayat 3 berbunyi

"Pelaku Usaha Jasa Keuangan akan menggunakan data dan/atau informasi tersebut untuk melaksanakan kegiatannya, pelaku usaha jasa keuangan wajib memiliki pernyataan tertulis bahwa pihak lain dimaksud telah memperoleh persetujuan tertulis dari seseorang dan/atau sekelompok orang tersebut untuk memberikan data".6

Sanksi yang bisa diberikan kepada fintech yang melanggar antara lain: peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha, dan pencabutan izin kegiatan usaha. Pada kasus RupiahPlus, pihak OJK dan asosiasi hingga pekan lalu belum ada keputusan soal sanksi. Hingga kini, OJK masih memproses kasus ini oleh pengawas.7Otoritas Jasa Keuangan sebagai lembaga yang berwenang dalam penyelenggaraan sistem kredit online ini juga sudah mengeluarkan peraturan yang terkait dengan financial technology dan peer to peer lending, peraturan tersebut tercantum dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/ 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Di dalam Pasal 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/ 2016 penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK, akan tetapi banyak peer to peer Lending yang tidak mendaftarkan dan mengajukan perizinan kepada OJK, sehingga dampak yang diberikan adalah Otoritas Jasa Keuangan tidak bisa melakukan kontrol terhadap Peer to peer lending yang tidak mengajukan pendaftaran dan perizinan tersebut. Otoritas Jasa keuangan

6 Pasal 31 ayat 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

7https://tirto.id/kasus-rupiahplus-saat-urusan-utang-meneror-data-pribadi-cNVl , Diakses Tanggal 13 Desember 2019.

(6)

dalam hal ini hanya dapat memberikan perlindungan bagi konsumen yang menggunakan peer to peer lending yang terdaftar di OJK hal ini dikarenakan OJK dapat melakukan pengawasan dan kontrol jika peer to peer lending tersebut melanggar peraturan otoritas jasa keuangan yang berakibat diberikanya sanksi administratif maupun sanksi pidana.

Data yang diperoleh dari website Otoritas Jasa Keuangan pada bulan April tahun 2019 menunjukan bahwa terdapat 144 apikasi peer to peer lending yang tidak terdaftar atau tidak terverifikasi oleh Otoritas jasa keuangan, terkait hal yang sama Otorias jasa keuangan juga merilis data peer to peer lending pada bulan April tahun 2019, dan dari data tersebut terdapat sebanyak 106 aplikasi peer to peer lending yang sudah didaftarkan atau sudah terverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Berikut tabel perbandingan yang menunjukan data peer to peer lending yang telah didaftarkan maupun yang tidak didaftarkan pada bulan April tahun 2019 :

Tabel 1.1 Tabel perbandingan Fintech kategori Peer to peer lending yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar

Kelompok Fintech Jumlah Jenis Fintech Jenis Usaha

Terdaftar di OJK 106 Aplikasi Peer to peer lending Konvensional

(7)

dan Syariah

Tidak terdaftar di OJK

144 Aplikasi Peer to peer lending Tidak diketahui

Sumber:https://www.ojk.go.id/id/berita-dan

kegiatan/publikasi/Documents/Pages/Penyelenggara-Fintech-Terdaftar-di-OJK-per-8-

April2019/Penyelenggara%20Fintech%20Terdaftar%20April%202019.pdf dan https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Documents/Pages/Siaran-Pers- Satgas-Kembali-Temukan-182-Fintech-Peer-To-Peer-Lending-Tanpa-

Izin/DAFTAR%20FINTECH%20LENDING%20TAK%20BERIZIN%20-

%20SEPT%20%281%29.pdf. dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2019.

Dari tabel yang diperoleh dari website OJK tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah aplikasi peer to peer lending yang tidak terdaftar di OJK lebih banyak daripada jumlah aplikasi peer to peer lending yang telah terdaftar di OJK, selain itu dilihat dari segi jenis usahanya peer to peer lending yang telah terdaftar di OJK memiliki 2 (dua) jenis usaha yaitu Syariah dan Konvensional sedangkan jenis usaha yang terdapat pada aplikasi peer to peer lending yang tidak terdaftar di OJK tidak diketahui jenis usahanya dikarenakan developer atau pengembang dari aplikasi peer to peer lending yang terkait tidak mendaftarkan aplikasinya ke Otoritas Jasa Keuangan.

Dari tabel tersebut menunjukan juga bahwa terjadi ketimpangan antara jumlah Peer to peer lending yang sudah terdaftar dengan peer to peer lending yang tidak terdaftar, hal ini dapat mengakibatkan permasalahan dalam masyarakat khususnya konsumen dari layanan peminjaman uang berbasis online ini, maka dibutuhkan suatu perlindungan hukum yang lebih spesifik untuk mengatur peer to peer lending yang tidak terdaftar ini. Akan tetapi faktor banyaknya platform peer to peer lending yang tidak melakukan pendaftaran ke OJK menjadi kendala bagi OJK untuk melakukan pengawasan serta kontrol terhadap sistem peer to peer

(8)

lending ini sehingga peer to peer lending tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan banyak Debitur dari sistem peminjaman kredit online ini mengalami kerugian baik material maupun inmaterial sehingga pelaku usaha atau sistem aplikasi peer to peer lending ini diwajibkan mengganti kerugian yang ditimbulkanya.

Perlindungan data pribadi terhadap Konsumen sebagai pihak debitur di dalam transaksi kredit online ini perlu dilakukan, agar kedepanya meminimalisir terjadinya resiko yang terkait dengan peer to peer lending serta menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil.8 Argumen untuk peer to peer lending terkait perlindungan debitur sebagai konsumen yang terdapat dalam Jurnal hukum berjudul Urgensi Peraturan Perlindungan Data Pribadi Dalam Era Bisnis Fintechyaitu :

“Data konsumen terutama yang menyangkut informasi pribadi pengguna sangat rawan disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Saat ini regulasi terkait perlindungan data pribadi di Indonesia masih tersebar dalam beberapa peraturan. Oleh karena itu, regulasi perlindungan data pribadi yang komprehensif dirasa sangat dibutuhkan keberadaannya karena saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang menjadi lex specialis mengenai perlindungan data pribadi khususnya dalam bisnis fintech.” 9

Terkait dengan pengawasan Otoritas Jasa Keuangan dalam penyelenggaraan fintech khusunya dalam layanan peminjaman kredit berbasis online peer to peer lending terdapat pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Dikeluarkannya peraturan ini dengan tujuan mampu memberikan wadah dan dasar hukum bagi penyelenggaraanfintech jenis peer to peer lending di Indonesia, sekaligus memberikan perlindungan konsumen dan kepercayaan terhadap masyarakat yang akan menggunakan layanan fintech jenis Peer to peer lending.

Upaya dari Otoritas Jasa Keuangan ini dilakukan untuk menjamin terselenggaranya pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang optimal, OJK bekerja secara

8 Ernama, Budiharto, Hendro, ‘Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology’ (2017) Diponegoro Law Journal 29, 33.

9 Ana Sofa Yuking, ‘Urgensi Peraturan Perlindungan Data Pribadi Dalam Era Bisinis Fintech’ (2018) 4 Jurnal Hukum & Pasar Modal 3, 4.

(9)

independen dalam membuat dan menerapkan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.10 Sehingga visi OJK dapat terwujud yaitu menjadi lembaga pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum.11

Terkait permasalahan tersebut harus dibentuk suatu lembaga yang diluar ranah otoritas jasa keuangan untuk memberikan perlindungan hukum serta melakukan kontrol terhadap peer to peer lending yang tidak dapat dikontrol dan diawasi oleh OJK, tentunya lembaga ini diakui oleh pemerintah supaya dapat berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen, lembaga perlindungan konsumen dan swadaya masyarakat ini memiliki tugas untuk menyebarkan informasi dalam rangka menciptakan kesadaran atas hak dan kewajiban masyarakat dalam hal kehati-hatian saat mengonsumsi barang dan/atau jasa, lembaga ini juga merupakan saran untuk pengaduan masyarakat tentang pelanggaran perlindungan konsumen selain itu lembaga ini juga bekerjasama dengan pemerintah dan instansi terkait demi mewujudkanya perlindungan konsumen serta melakukan pengawasan dengan masyarakat dan pemerintah terkait dilaksanakanya perlindungan konsumen.12

Dari kasus serta permasalahan yang dihadapi oleh debitur sebagai konsumen dari sistem peer to peer lending terkait perlindungan data pribadi konsumen tersebut, apakah bentuk Perlindungan hukum bagi Konsumen dalm hal ini adalah debitur terkait dengan sistem peer to peer lending dapat dilakukan jika peer to peer lending tersebut tidak terdaftar

10 Adrian Sutedi, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Raih Asa Sukses 2014) 62.

11 Kasmir, 2014, Bank Dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Raja Grafindo Persada 2014) 321.

12 Pasal 44 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

(10)

dan/atau terverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Maka berdasarkan hal tersebut, ini merupakan topik yang menarik untuk dibahas.

Tabel Perbandingan skripsi terdahulu dengan penelitian penulis :

NO Nama Mahasiswa

Judul Skripsi Rumusan Masalah Metode Penelitian

1 Ivana Elvia Ningrum

Perlindungan Konsumen atas kerugian dalam penyelenggaraan Peer too peer lending (Tunaiku) yang

batal terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan

Bagaimana perlindungan konsumen atas kerugian dalam penyelenggaraan Peer to Peer Lending (tunaiku) yang batal terdaftar di

Otoritas Jasa Keuangan?

Yuridis Normatif

2. Ismiyatul Arifiyah

Perlindungan hukum terhadap pengguna pada transaksi bisnis finansial teknologi berdasarkan prinsip syariah

Bagaimana perlindungan hukum bagi pengguna tekonolgi finansial

berdasarkan prinsip syariah

Yuridis Normatif

3. Muh Iqbal Alfan

Peran Otoritas Jasa Keuangan pada perlindungan konsumen terhadap Debt Collector Financial

Technology Lending

Bagaimana peran OJK terhadap perlindugan data konsumen yang digunakan pada transaksi Financial Technology Lending

Yuridis Empiris

(11)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang sudah penulis paparkan, maka permasalahan yang diajukan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah:

1. Lembaga apa yang berwenang memberikan perlindungan hukum bagi debitur peer to peer lending ?

2. Bagaimana bentuk perlindungan Hukum bagi debitur dalam system financial technology jika peer to peer lending tidak terdaftar dan/atau tidak terverifikasi oleh Otoritas jasa keuangan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah di atas tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis lembaga yang berwenang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen peer to peer lending dan bentuk perlindungan debitur dalam sistem financial technology jika peer to peer lending tidak terverifikasi oleh Otoritas Jasa Keuangan serta Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum dan bentuk perlindungan hukum debitur peer to peer lending.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan akademis dan informasi bagi pembaca di bidang hukum pada umumnya, juga dapat menambah wawasan pengetahuan dan memeberikan sumbangan pemikiran terdap pengembangan ilmu hukum khususnya ilmu hukum perdata.

(12)

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diaharapkan dapat memberi manfaat dan masukan bagi pembaca, dan pemahaman hukum mengenai perlindungan debitur dalam sistem financial technology khsusunya dalam perjanjian kredit online.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian kali ini, penulis menggunakan penelitian yang bersifat yuridis normatif.

Penelitian yuridis normatif adalah proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 13 2. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah Pendekatan Perundang-undangan (Statue Approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah peraturan perundang-undangan yang mempunyai relevansi dengan isu hukum yang dibahasdan pendekatan Konsep (Conseptual Approach) yaitu penelitian terhadap konsep-konsep hukum seperti sumber hukum, fungsi hukum. Pendekatan ini beranjak pada doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.

3.Bahan Hukum

a. Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Bahan hukum Primer yaitu bahan yang bersumber dari Perundang-undangan:

a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Kencana Prenada Media Group 2011) 35.

(13)

b. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

c. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen d. Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang

Penyelenggaraan Teknologi Finansial

e. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/ POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

f. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan

a. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang diperoleh berdasarkan:

Jurnal-jurnal hukum, pandangan ahli hukum atau doktrin-doktrin hukum berkaitan dengan sistem financial technolgy khususnya peer to peer lending, skripsi yang berhubungan dengan sistem financial technology khususnya peer to peer lending danbuku-buku hukum yang berkaitan dengan sistem financial technology khususnya peer to peer lending

b. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang diperoleh berdasarkan :

Bahan hukum tersier dalam penulisan skripsi ini terdiri dari kamus hukum berbasis online yang berkaitan dengan sistem financial technology khususnya peer to peer lending serta beberapa artikel hukum yang tervalidasi berkaitan dengan sistem financial technology khususnya peer to peer lending yang terdapat dalam internet.

4. Analisis Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan diatas kemudian untuk selanjutnya dianalisis secara kualitatif, yang dimaksud dengan analisis kualitatif adalah analisis yang

(14)

tidak menggunakan sistem matematik atau menggunakan data kuantitatif.14 Artinya menemukan makna atau arti dari konsep-konsep yang berkaitan dengan Perlindungan hukum terhadap debitur dalam sistem perjanjian kredit online (peer to peer lending) yang tidak terverifikasi OJK.

14 Emzir, Metode Penelitian Kualitatif; Analisis Data (PT Raja Grafindo Persada 2010) 2.

Gambar

Tabel 1.1 Tabel perbandingan Fintech kategori Peer to peer lending yang terdaftar  maupun yang tidak terdaftar
Tabel Perbandingan skripsi terdahulu dengan penelitian penulis :

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi analitik dapat disimpulkan bahwa karakterisasi morfologi tanaman cabai yang terserang hama kutu kebul (bemisia tabaci) menunjukkan gejala

Kejutan suhu panas memberikan pengaruh terhadap daya tetas dan abnormalitas larva ikan nila, sedangkan lama waktu setelah pembuahan tidak memberikan pengaruh terhadap daya

Dalam proyek ini Gudang memakai rangka atap yang terdiri dari baja Ringan yang dikerjakan setelah pekerjaan cor balok dan kolom–kolom selesai dikerjakan, rangka atap

Sari, Alfhica Rezita, 2018, Perlindungan Hukum Pemberi pinjaman Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer to Peer Lending di Indonesia, Skripsi, Program Sarjana

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sari (2018) yang menyatakan bahwa pekerjaan orang tua dapat mempengaruhi perilaku anak, apabila orang tuanya

Menurut definisi secara fisika, interferensi merupakan suatu efek yang terjadi akibat superposisi dari dua atau lebih sistem gelombang atau sinyal yang dapat

Kapasitas bandwidth saluran dari PDSN ke IMS dapat dihitung berdasarkan penjumlahan jumlah trafik data CDMA 2000 1xEV-DO. Jumlah trafik data yang dimaksud dalam