BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Industri Kertas Definisi Kertas
Kertas merupakan suatu bahan dengan permukaan yang tipis dan rata, sebagai hasil serat dari pulp yang dikompresi. Kandungan selulosa dan hemiselulosa terdapat di dalam serat alami yang digunakan (Rahmani, 2016). Komponen yang terkandung di dalam kayu sebagai bahan baku dalam industri kertas adalah sebagai berikut.
a. Selulosa
Komponen selulosa bersifat panjang dan kuat yang terkandung sekitar 50%
di dalam kayu.
b. Hemiselulosa
Komponen ini memiliki tingkat kelarutan di dalam air yang tinggi, biasanya pada proses pulping komponen ini akan hilang.
c. Lignin
Di dalam kayu, komponen lignin adalah sekitar 30%. Fungsi lignin ialah sebagai perekat antar serat selulosa sehingga menjadi kaku. Komponen lignin akan dihilangkan dalam proses pulping kimia dan dalam proses pemutihan, tanpa berkurangnya jumlah serat selulosa.
d. Bahan ekstraktif
Bahan ekstraktif termasuk di dalamnya hormon tumbuhan, resin, asam lemak, dan elemen lainnya. Bagi kehidupan perairan, komponen yang berada di dalam limbah industri kertas sangat beracun hingga mencapai tingkat toksisitas akut.
Proses Pembuatan Kertas
Tahapan paling awal dari proses pembuatan kertas adalah tahap forming section atau yang biasa disebut dengan wet end, dengan melakukan pengolahan pulp pada bagian stock preparation. Pada tahap ini bahan baku berupa kertas bekas maupun virgin pulp dimasukkan ke dalam mesin bernama hydra pulper untuk dicacah
menjadi halus bersamaan dengan air, kemudian penambahan beberapa bahan kimia seperti pewarna (dye), zat retensi, filler (untuk mengisi pori-pori antar serat kayu), dan lain-lain. Dari bagian ini, bahan yang keluar disebut stock (campuran pulp, bahan kimia, dan air). Berikutnya adalah proses screening dengan menggunakan alat yang disebut screen untuk memisahkan stock berdasarkan perbedaan ukuran, misalnya pasir, kerikil, plastik, dan lain-lain. Selanjutnya adalah proses cleaning dengan menggunakan alat yang disebut cleaner, untuk memisahkan stock dari kotoran berdasarkan berat jenisnya. Setelah itu, bahan tersebut masuk ke dalam headbox untuk membentuk jadi selembar kertas (formasi kertas) di
permukaan fourdinier table maupun cylinder mould, tergantung jenis mesin yang digunakan. Baik fourdinier maupun cylinder mould merupakan tahapan pertama pada mesin kertas yang fungsinya sebagai pembuangan air di dalam stock (dewatering). Hasil dari proses ini adalah wet (kertas basah) dengan kandungan
padatan sekitar 20%.
Tahapan selanjutnya pada mesin kertas yaitu press section yang fungsinya sebagai pembuangan air dari wet hingga mencapai 50% kadar padat. Hasilnya masuk ke mesin dryer yang disebut dengan tahap pengeringan (drying section).
Press part bekerja dengan cara memasukkan kertas di antara dua rol yang berputar.
Rol di bagian atas memberi tekanan ke rol di bagian bawah yang berakibat keluarnya air dari wet. Pada bagian ini sebanyak 30% kandungan air telah terbuang, kemudian masuk ke bagian dryer. Fungsi dyer adalah untuk mengeringkan wet hingga mencapai 6% kadar air. Tahap selanjutnya yaitu calendar stack, terdiri atas sejumlah pasang calendar roll yang berbentuk silinder dengan diberi jarak, berfungsi sebagai pengontrolan ketebalan dan kehalusan hasil akhir kertas. Tahapan akhir dari seluruh proses ini adalah reel section, yaitu proses keluarnya kertas dari mesin berupa gulungan besar (jumbo roll) pada bagian mesin yang disebut dengan popereel, kemudian siap untuk dilakukan proses selanjutnya (Rahmani, 2016).
Proses pengolahan pulp dan kertas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses Pengolahan Pulp dan Kertas
2.2 Limbah Padat
Pengertian Limbah Padat
Limbah padat adalah sisa dari bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan berupa pengambilan bagian utamanya atau yang disebabkan oleh pengolahan, atau disebabkan oleh tidak ada lagi manfaatnya, atau berdasarkan segi ekonomi dan sosial tidak memiliki harga, serta dari segi lingkungan mengakibatkan tercemar dan terganggunya lingkungan hidup (Hadiwiyoto, 1983). Secara umum, macam limbah padat yaitu:
1. Limbah padat yang mudah terbakar.
2. Limbah padat yang sukar terbakar.
3. Limbah padat yang mudah membusuk.
4. Limbah yang dapat di daur ulang.
5. Limbah radioaktif.
6. Bongkaran bangunan.
7. Lumpur.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat dua jenis limbah padat yaitu Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah B3 serta Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun yang disebut Limbah Non B3.
Limbah B3 merupakan sisa dari suatu kegiatan yang rnengandung B3, sedangkan Limbah Non B3 merupakan sisa dari suatu kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik Limbah B3. Prosedur untuk memprediksi potensi pelindian B3 dari suatu limbah dilakukan secara pengujian laboratorium yang disebut dengan Prosedur Pelindian Karakteristik Beracun atau TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure. Uji Toksikologi Lethal Dose-50 yang selanjutnya disebut Uji
Toksikologi LD50 adalah uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara Limbah B3 dengan kematian hewan uji yang menghasilkan 50% (lima puluh persen) respon kematian pada populasi hewan uji. Terdapat daftar Limbah B3 dalam Lampiran IX PP 22 Tahun 2021 yang terdiri dari Tabel 1 Daftar Limbah dari Sumber Tidak Spesifik; Tabel 2 Daftar Limbah B3 Dari B3 Kedaluwarsa, B3 yang Tumpah, B3 yang Tidak Memenuhi Spesifikasi Produk yang Akan Dibuang, dan
Bekas Kemasan B3; Tabel 3 Daftar Limbah B3 Dari Sumber Spesifik Umum; dan Tabel 4 Daftar Limbah B3 Dari Sumber Spesifik Khusus. Daftar tabel ini untuk menetapkan apakah suatu limbah termasuk B3 atau Non B3.
Jenis Limbah Industri Pulp dan Kertas
Menurut Rahmani (2016), terdapat empat kelompok limbah industri pulp dan kertas, seperti di bawah ini.
1. Limbah padat
Limbah padat terdiri dari lumpur IPAL, lumpur IPAL biologis, dan pith.
a. Lumpur IPAL merupakan suatu bahan yang terdiri dari 90% padatan dan 10% air. Di dalam lumpur IPAL terkandung zat organik dari bahan baku pulp dan diperoleh melalui efflument treatment plant yang diendapkan.
b. Lumpur IPAL Biologis adalah produk sampingan dari efflument treatment yaitu berasal dari proses aerasi biologis sehingga mengandung
mikroorganisme.
c. Pith adalah bahan yang diekstraksi dari bahan baku pulp dan dipisahkan secara mekanis antara bahan berserat dan tidak berserat.
2. Partikulat
Partikulat terdiri dari abu dan partikulat zat kimia.
a. Abu berasal dari pembakaran kayu dan sumber energi lainnya.
b. Bahan kimia partikulat, terutama yang mengandung natrium dan kalsium.
3. Limbah cair
Kelompok limbah cair terdiri dari enam jenis sebagai berikut.
a. Materi tersuspensi dengan partikel kayu, serat dan pigmen.
b. Senyawa organik koloid terlarut berupa hemiselulosa, gula, alkohol, lignin, produk degradasi serat, pengikat pati dan bahan sintetis menghasilkan tingginya BOD (kebutuhan oksigen biologis).
c. Limbah cair yang warnanya pekat, berasal dari lignin dan bahan tinta kertas.
d. Bahan anorganik berupa NaOH, Na2SO4, dan klorin.
e. Limbah panas.
f. Mikroba berupa kelompok bakteri coliform.
4. Limbah gas
Limbah gas terdiri atas gas sulfur, oksida sulfur, dan uap.
a. Gas belerang yang berbau tidak sedap seperti merkaptan dan H2S dilakukan pelepasan melalui bermacam tahapan pada proses kraft pulping dan dipulihkan secara kimiawi.
b. Sulfur oksida berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, tungku pemulihan kraft, dan tempat pembakaran kapur.
c. Uap yang mempengaruhi pandangan.
2.3 Sistem Manajemen Lingkungan
Sueb & Maria N. I. Keraf (2012) menyebutkan bahwa berbagai industri di dunia telah mengadopsi Sistem Manajemen Lingkungan (SML) ISO 14001, yaitu sebuah standar internasional mengenai lingkungan yang dikembangkan oleh International Organisation of Standardization. Pada SML ISO 14001 terdapat lima elemen utama
yaitu:
1. Kebijakan lingkungan 2. Perencanaan lingkungan
3. Pelaksanaan dan pengoperasian 4. Tindakan pemeriksaan dan perbaikan 5. Pengkajian Manajemen
SML ISO 14001 diterapkan sebagai suatu standar internasional yang secara keseluruhan memiliki tujuan untuk memberikan dukungan dalam perlindungan lingkungan dan upaya pencegahan pencemaran yang mengimbangi kebutuhan sosial ekonomi. Keuntungan ekonomis juga diberikan oleh SML ISO 14001 dengan adanya perbaikan kinerja lingkungan keseluruhan, sebuah kerangka kerja yang berasal dari pencegahan polusi, efisiensi yang meningkat dan biaya potensial yang menurun, serta peningkatan citra perusahaan.
Lingkungan strategis yang berkembang, tuntutan dan perilaku konsumen yang berubah menurut standar kualitas produk mengakibatkan meningkatnya SML ISO 14001 yang diterapkan di dunia. Di masa depan, konsumen semakin mennuntut
untuk mendapatkan produk yang berkualitas dan ramah lingkungan, sehingga akan semakin melengkapi tren perkembangan bisnis.
2.4 Pengelolaan Limbah Industri
Purwanto (2009) menyebutkan bahwa pengelolaan limbah industri mengalami perubahan pendekatan dari yang bersifat pasif, wajib, dan proaktif yaitu sebagai berikut:
1. Carrying Capability (Daya Tampung), yaitu pengelolaan yang mengandalkan alam yang memiliki kemampuan membersihkan diri.
2. End-of-pipe treatment (Pengolahan Limbah), yaitu pengelolaan dengan pola pandang hanya memfokuskan pada limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri.
3. Cleaner Production (Produksi Bersih), yaitu mengelola bahan dan proses, meningkatkan efisiensi dan produktivitas, serta mencegah dan mengurangi limbah langsung dari sumbernya.
Beberapa industri saat ini masih ada yang hanya melakukan pengelolaan lingkungan dengan berfokus pada pengolahan limbah (end-of-pipe), meskipun sebenarnya ini bukanlah penyelesaian pengelolaan limbah yang baik. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, sudah banyak pula industri yang sadar akan pelestarian lingkungan dan melakukan pengelolaan limbah dengan menerapkan produksi bersih (cleaner production).
2.5 Produksi Bersih (Cleaner Production)
Produksi bersih atau cleaner production didefinisikan pada tahun 1991 oleh United Nations for Environment Programme (UNEP) sebagai penerapan strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu dalam proses produksi, produk, dan jasa dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan (Hadipuro, 2020). Produksi bersih adalah suatu pendekatan yang diperkenalkan pada tahun 1980-an dengan tujuan untuk meningkatkan proses dan manajemen produksi, serta pembersihan, dengan fokus pada pengurangan limbah dan polusi pada sumbernya (Khalili et al., 2015).
Purwanto (2009) menyebutkan bahwa penerapan produksi bersih dengan konsep 5R yaitu Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery. Rethink adalah konsep berpikir pada awal kegiatan operasional, reduce adalah mengurangi limbah dari sumbernya, reuse adalah limbah yang diupayakan untuk digunakan kembali, recycle adalah mendaur ulang limbah, dan recovery adalah suatu zat atau energi
dari suatu limbah yang dipisahkan (Aminah & Y. Yusriadi, 2018). Strategi 5R merupakan prinsip produksi bersih, namun strategi yang utama adalah 2R pertama yaitu penerapan aspek pencegahan (rethink) dan pengurangan (reduce). Strategi 3R selanjutnya yaitu reuse, recycle, dan recovery dilakukan apabila masih timbulnya pencemar atau limbah pada penerapan strategi 2R pertama.
Apabila upaya 5R pada produksi bersih sudah diterapkan dan masih terdapat timbulan limbah, maka tahapan terakhir pengelolaan limbah yang dilakukan yaitu:
1. Treatment (pengolahan) yaitu tahapan yang dilakukan dengan tujuan mengolah limbah menjadi produk (waste to product). Pengolahan limbah hanya dilakukan apabila limbah benar-benar tidak dapat dijadikan produk yang berguna sehingga tujuan pengolahan adalah untuk pemenuhan baku mutu lingkungan.
2. Disposal (pembuangan) yaitu tahapan pembuangan limbah hasil pengolahan.
Untuk limbah dengan kategori bahan berbahaya dan beracun (Limbah B3) diperlukan penanganan secara khusus.
Tindakan Produksi Bersih
Pengelompokan tindakan produksi bersih secara umum sebagai berikut.
a. Tata kelola industri yang baik (Good housekeeping) b. Penggantian bahan baku
c. Perbaikan proses dan teknologi d. Penggantian teknologi
e. Penyesuaian spesifikasi produk
Teknologi tepat guna dan biaya rendah merupakan tata kelola industri yang dapat digunakan sebagai langkah pertama dalam suatu industri yang mudah dilakukan dan segera dapat memberikan hasil yang terlihat.
Langkah Penerapan Produksi Bersih di Industri
Langkah penerapan diawali dengan komitmen dengan pemilik atau top management untuk melakukan efisiensi. Fase berikutnya adalah kajian dan
penentuan peluang yang dapat diterapkan. Apabila pelaksanaan telah berhasil, selalu dicari peluang baru sehingga perlu dilakukan upaya perbaikan secara terus menerus. Sistematis penerapan produksi bersih terdiri dari lima langkah berikut.
a. Perencanaan dan organisasi b. Kajian peluang
c. Analisis kelayakan d. Implementasi
e. Monitoring dan evaluasi
2.6 Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membuat sebuah upaya agar perusahaan terdorong untuk melakukan penataan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui sarana informasi, yaitu PROPER. Pelaksanaan PROPER memiliki prinsip dasar yaitu dengan mendorong penataan perusahaan dalam mengelola lingkungan. Perusahaan yang berkinerja baik dalam pengelolaan lingkungan mendapatkan instrumen insentif reputasi/citra, sedangkan perusahaan yang berkinerja tidak baik dalam pengelolaan lingkungan akan mendapatkan instrumen disinsentif reputasi / citra.
Pada PROPER terdapat sistem peringkat kinerja pada perusahaan melalui lima peringkat warna yang menggambarkan kinerja pengelolaan lingkungan secara menyeluruh, yaitu emas, hijau, biru, merah, dan hitam. Bagi perusahaan yang belum patuh akan mendapatkan warna merah dan hitam, perusahaan yang patuh akan mendapatkan warna biru, sedangkan perusahaan dengan pengelolaan lingkungan yang lebih dari persyaratan akan mendapatkan peringkat hijau dan emas. Dengan demikian, perusahaan yang mendapatkan insentif reputasi / citra adalah perusahaan dengan peringkat emas, hijau, dan biru, sedangkan perusahaan yang mendapatkan disinsentif reputasi / citra adalah perusahaan dengan peringkat merah dan hitam.
2.7 Industri Hijau
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (2020) menjelaskan mengenai penerapan industri hijau dengan strategi pengembangan sebuah keberadaan industri untuk menuju industri hijau dan pembangunan industri baru dengan prinsip industri hijau, yang memiliki arti luas karena adanya upaya untuk mencegah pencemaran dan perusakan lingkungan di dalamnya dengan cara memilih bahan baku yang ramah lingkungan, peningkatan efisiensi dalam menggunakan sumber daya (bahan baku, energi, dan air) pada setiap tahapan produksi, teknologi produksi rendah karbon yang diperbaharui penggunaannya atau diperbaiki, pemilihan jenis proses yang efektif dan efisien, perancangan produk yang ramah lingkungan, dan meminimalkan limbah.
Implementasi industri hijau memberikan manfaat untuk meminimalkan terbentuknya limbah sehingga lingkungan dapat terjaga dan terlindungi, serta biaya produksi dapat berkurang.
Prinsip industri hijau dan prinsip produksi bersih (cleaner production) memiliki keselarasan dengan menerapkan prinsip dan strategi inti berikut.
1. Bahan baku, air, energi digunakan, sedangkan bahan baku tidak ramah lingkungan (beracun dan berbahaya) yang minimal digunakan, serta meminalkan pembentukan dari sumber limbah agar timbulan pencemaran dan kerusakan lingkungan serta risikonya tehadap manusia dapat dicegah dan atau dikurangi.
2. Pola produksi dan konsumsi mengalami perubahan, berlaku untuk proses produksi dan hasilnya, sehingga perlu memiliki pemahaman yang baik tentang analisis siklus hidup produk.
3. Mentalitas, sikap dan perilaku seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat dan dunia usaha telah berubah, yang tentunya didukung oleh komitmen bersama dan juga berlabuh pada kebijakan penerapan industri hijau.
4. Teknologi ramah lingkungan diaplikasikan melalui sistem pengelolaan yang mencakup prosedur operasi standar sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.
5. Program industri hijau yang dilaksanakan harus menyadari perlunya regulasi mandiri yang tidak bergantung pada aturan atau regulasi pemerintah.