• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2022

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2022"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN PENGUASAAN LAHAN DI TAHUN 2002 DAN 2022

PADA KAWASAN HUTAN PRODUKSI TETAP DI DESA KALE KO’MARA

KECAMATAN POLOMBANGKENG UTARA

KABUPATEN TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

SKRIPSI

KRISTINA SARA 105951107418

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022

(2)

i

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN PENGUASAAN LAHAN DI TAHUN 2002 DAN 2022

PADA KAWASAN HUTAN PRODUKSI TETAP DI DESA KALE KO’MARA

KECAMATAN POLOMBANGKENG UTARA

KABUPATEN TAKALAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

KRISTINA SARA 105951107418

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Strata Satu (S-1)

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2022

(3)
(4)
(5)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Kristina Sara

NIM : 105951107418

Program Studi Fakultas

: :

Kehutanan Pertanian

Judul : Analisis Perubahan Penutupan Lahan dan Penguasaan Lahan di Tahun 2002 dan 2022 Pada Kawasan Hutan Produksi Tetap di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar merupakan hasil karya sendiri dan bukan merupakan pengambilan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan atau pikiran sendiri. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Makassar, Agustus 2022

Kristina Sara NIM. 105951107418

(6)

v

ABSTRAK

Kristina Sara, NIM. 105951107418, Analisis Perubahan Penutupan Lahan dan Penguasaan Lahan di Tahun 2002 dan 2022 Pada Kawasan Hutan Produksi Tetap di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar. Di bawah bimbingan Sultan dan Naufal.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan di tahun 2002 dan 2022; dan mengetahui indikasi penguasaan lahan terhadap Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Komara di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai Agustus 2022 di Laboratorium GIS Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar dan di Desa Kale Ko’mara. Data yang digunakan antara lain data primer yang terdiri dari citra landsat 7 tahun 2002 dan foto udara tahun 2022 menggunakan wahana UAV/drone; data sekunder terdiri dari: data digital Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Komara, Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021, dan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI). Hasil penelitian menunjukkan: (1) hasil analisis perubahan penutupan lahan di tahun 2002 dan 2022 antara lain hutan lahan kering sekunder mengalami peningkatan seluas 112,81 hektar, semak belukar mengalami penurunan seluas 175,70 hektar, pertanian lahan kering mengalami peningkatan seluas 195,87 hektar, pertanian lahan kering campur mengalami penurunan seluas 139,31 hektar, lahan terbuka mengalami peningkatan seluas 2,88 hektar, dan tubuh air mengalami peningkatan seluas 3,45 hektar; (2) hasil analisis data indikasi penguasaan lahan terhadap Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 antara lain terindikasi tidak dikuasai dan berada di dalam peta indikatif seluas 4,75 hektar, terindikasi tidak dikuasai dan berada di luar peta indikatif seluas 123,87 hektar, terindikasi dikuasai dan berada dalam peta indikatif seluas 105,50 hektar, terindikasi dikuasai dan berada di luar peta indikatif seluas 126,20 hektar, belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan dan di dalam peta indikatif seluas 8,77 hektar, belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan dan di luar peta indikatif seluas 13,35 hektar.

Kata kunci: Penutupan Lahan, PPTPKH, Kale Ko’mara

(7)

vi

ABSTRACT

Kristina Sara, NIM. 105951107418, Analysis of Land Cover Changes and Land Tenure in 2002 and 2022 in the Permanent Production Forest Area in Kale Ko'mara Village, North Polombangkeng District, Takalar Regency, South Sulawesi Province. Makassar. Supervised by Sultan and Naufal.

This study aims to determine changes in land cover in 2002 and 2022; and find out the indications of land tenure on the 2021 PPTPKH Indicative Map in the Permanent Production Forest Area of the Komara Forest Group in Kale Ko'mara Village, North Polombangkeng District, Takalar Regency, South Sulawesi Province. This research was conducted from May to August 2022 at the GIS Laboratory of the Regional Office of Forestry Planning VII in Makassar and in Kale Ko'mara Village. The data used include primary data which consists of Landsat 7 imagery in 2002 and aerial photo in 2022 using a UAV/drone; secondary data consists of the digital data of the Permanent Production Forest Area of the Komara Forest Group, the 2021 PPTPKH Indicative Map, and the Indonesian Official Topographic Maps (RBI). The results showed: (1) the results of the analysis of land cover changes in 2002 and 2022 are secondary dry land forest has increased by 112.81 hectares, shrubs has decreased by 175.70 hectares, dry land agriculture has increased by 195.87 hectares, mixed dry land agriculture has decreased by 139.31 hectares, open land has increased by 2.88 hectares, and water body has increased by 3.45 hectares; (2) the results of data analysis of land tenure indications on the 2021 PPTPKH Indicative Map are being indicated not controlled and been in the indicative map is 4.75 hectares, being indicated not controlled and been outside the indicative map is 123.87 hectares, being indicated controlled and been in the indicative map is 105.50 hectares, being indicated controlled and been outside the indicative map is 126.20 hectares, it has not been identified whether there is any indication of control and been in the indicative map is 8.77 hectares, it has not been identified whether there is any indication of control and been outside the indicative map is 13.35 hectares.

Keywords: Land Cover, PPTPKH, Kale Ko'mara

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Segala puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang atas izin-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Perubahan Penutupan Lahan dan Penguasaan Lahan di Tahun 2002 dan 2022 Pada Kawasan Hutan Produksi Tetap di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan”. Skripsi ini merupakan syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana, Prodi Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga segala bentuk kritik dan saran yang bertujuan untuk memperbaiki skripsi ini sangat diharapkan Penulis. Kritik dan saran dapat disampaikan melalui e-mail kristinsara.unismuh@gmail.com. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Penulis juga menyadari bahwa terlaksananya penelitian hingga penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, motivasi, saran, serta bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan, baik secara moril maupun materiil. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Andi Khaeriyah, M.Pd. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Ibu Dr. Ir. Hikmah, S.Hut.,M.Si.,IPM. selaku Ketua Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar dan sekaligus selaku

(9)

viii Penasehat Akademik yang selalu memberikan arahan dan motivasi kepada Penulis dalam menjalankan dan menyelesaikan studi.

3. Bapak Dr. Ir. Sultan, S.Hut.,M.P.,IPM.,C.EIA. selaku pembimbing I dan Bapak Ir. Naufal, S.Hut.,M.Hut.,IPM. selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan serta perhatian yang sangat berarti bagi penulis.

4. Bapak Andi Azis Abdullah, S.Hut.,M.P. selaku Penguji I dan Bapak Dr. Ir.

Hasanuddin Molo, S.Hut.,M.P.,IPM.,C.EIA. selaku Penguji II yang banyak memberikan masukan berupa saran dan kritik kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmu selama Penulis menjalankan studi dan kepada seluruh staf tata usaha Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah membantu dalam kelancaran administrasi perkuliahan.

6. Ibu Hj. Hariani Samal, S.Hut.,M.Si. selaku Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar dan Ibu Ribka L.L. Linggi, S.Hut.,M.P. selaku Kepala Seksi Pemolaan Kawasan Hutan (atasan langsung Penulis) yang selalu memberikan motivasi selama melaksanakan kuliah.

7. Adinda Laode Rohiman, S.P. dan Mas Tommy Raharjo, S.Hut. yang telah membantu dalam melakukan pengambilan data penelitian di lapangan.

8. Adinda Sry Nur Suhaeda Mahmud, S.Hut. dan adinda Nurwahyuni Sabir, S.Hut. yang selalu memberikan dukungan dan bantuan selama kuliah sampai menyelesaikan studi.

(10)

ix 9. Letting seperjuangan angkatan 2018 untuk kebersamaan dan kekompakan

selama kuliah sampai menyelesaikan studi.

10. Keluarga besar IKA SKMA khususnya sekretariat BPKH Wilayah VII Makassar yang selalu memberikan dukungan dan semangat.

11. Terakhir dan yang teristimewa kepada nenek Tu’gan dan mama Hernawati Bandangan untuk doa yang tidak pernah putus, mama mertua alm. Rusmiaty Yusuf dan bapak mertua Rimbun L. Tobing untuk dukungan semangatnya, suami tercinta Rino Sigop Semuang Tobing untuk segala dukungannya, anakku Raja Manggala Kamasean Tobing yang selalu menjadi semangatku dan seluruh keluarga yang tidak Penulis sebutkan satu persatu.

Makassar, Agustus 2022

Penulis

(11)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN KOMISI PENGUJI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Hutan ... 5

2.2. Penguasaan dan Pemanfaatan Lahan dalam Kawasan Hutan ... 5

2.3. Tanah Obyek Reforma Agraria ... 6

2.4. Penutupan Lahan ... 7

2.5. Sistem Informasi Geografis ... 8

2.6. Penginderaan Jauh ... 9

2.7. Kerangka Pikir ... 10

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat ... 12

3.2. Alat, Bahan, dan Data ... 12

3.3. Pengumpulan Data ... 13

3.4. Analisis Data ... 13

3.5. Definisi Operasional ... 15

(12)

xi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Interpretasi Citra Landsat 7 Tahun 2002 ... 18 4.2. Interpretasi Mosaic Orthofoto Tahun 2022 ... 19 4.3. Analisis Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan di Tahun

2002 dan 2022 ... 20 4.4. Indikasi Penguasaan Lahan ... 23 4.5. Analisis Terhadap Peta Indikatif PPTPKH Tahun 2021... 26 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 29 5.2. Saran ... 30 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

(13)

xii DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman 1. Hasil Interpretasi Citra Landsat 7 Tahun 2002 Pada Areal Kawasan

Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ... 18 2. Hasil Interpretasi Mosaic Orthofoto Tahun 2022 Pada Areal

Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ... 19 3. Matriks Perubahan Penutupan Lahan di Tahun 2002 dan 2022 Pada

Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ... 21 4. Indikasi Penguasaan Lahan Pada Areal Kawasan Hutan Produksi

Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ... 24 5. Hasil Analisis Data Indikasi Penguasaan Lahan Terhadap Peta

Indikatif PPTPKH Tahun 2021 Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara 26

(14)

xiii DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman 1. Kerangka Pikir Penelitian ... 11 2. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2002 Pada Areal Kawasan

Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ... 18 3. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2022 Pada Areal Kawasan

Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ... 20 4. Persentase Areal Yang Mengalami Perubahan Penutupan Lahan

Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ... 23 5. Persentase Indikasi Penguasaan Lahan Pada Areal Kawasan Hutan

Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ...

6. Persentase Indikasi Penguasaan Lahan Terhadap Peta Indikatif PPTPKH Tahun 2021 Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara ...

26

28

(15)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian ... L.1 2. Sistem Klasifikasi dan Monogram Data Penutupan Lahan ... L.2 3. Peta Citra Tahun 2002 ... L.3 4. Peta Citra Tahun 2022 ... L.4 5. Peta Penutupan Lahan Tahun 2002 ... L.5 6. Peta Penutupan Lahan Tahun 2022 ... L.6 7. Peta Indikasi Penguasaan Lahan ... L.7 8. Dokumentasi ... L.8 9. Surat Keterangan Bebas Plagiat ... L.9

(16)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberadaan kawasan hutan pada suatu wilayah merupakan hasil dari proses pengukuhan kawasan hutan, dimana prosesnya meliputi tahapan mulai dari penunjukan, penataan batas, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan.

Tingkatan-tingkatan tersebut mengandung konsekuensi hukum, sehingga secara de jure kawasan hutan akan ada setelah suatu kawasan minimal ditunjuk oleh Menteri Kehutanan sebagai kawasan hutan (Iskandar et.al., 2011).

Penutupan lahan merupakan salah satu data dan informasi strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang selalu mengalami perubahan cepat dan dinamis. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: konversi lahan, pembukaan lahan perkebunan, pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan perubahan fungsi kawasan hutan menjadi areal untuk penggunaan lain. Sehingga, perubahan penutupan lahan dapat terjadi baik pada lahan yang berada di luar kawasan hutan maupun yang berada dalam kawasan hutan (Kesaulija et.al., 2020).

Pemanfaatan suatu lahan dalam kawasan hutan berkembang menjadi penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Hal ini menjadi suatu bentuk keterlanjuran yang bertambah luas dari waktu ke waktu dan menimbulkan gejolak antara pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan masyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah misalnya melalui legalisasi pemanfaatan lahan di dalam kawasan hutan yaitu dengan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan

(17)

2 Kawasan Hutan atau lebih dikenal dengan sebutan TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria).

Pola penyelesaian penguasaan dan pemanfaatan tanah dalam kawasan hutan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan dua diantaranya antara lain dengan mengeluarkan bidang tanah dalam kawasan hutan melalui perubahan batas kawasan hutan dan memberikan akses pengelolaan hutan melalui program perhutanan sosial. Lama bidang tanah tersebut digunakan untuk lahan garapan dan telah dikuasai kurang dari atau lebih dari 20 tahun menjadi salah satu aspek dalam penentuan pola penyelesaian.

Kabupaten Takalar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dengan luas kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor

SK.362/Menlhk/Setjen/Pla.0/5/2019 tanggal 28 Mei 2019 seluas 7.098,16 hektar terdiri dari: Kawasan Suaka Alam seluas 4.226,47 hektar, Kawasan Hutan Lindung seluas 84,53 hektar, dan Kawasan Hutan Produksi Tetap seluas 2.787,16 hektar. Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.698/Menlhk/Setjen/Pla.2/2021 tanggal 10 September 2021 tentang Peta Indikatif Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan, terdapat indikasi penguasaan lahan dalam kawasan hutan di Kabupaten Takalar dengan luas 1.377,97 hektar atau sebesar 19,41%

dari luas kawasan hutan di Kabupaten Takalar.

(18)

3 Berdasarkan uraian di atas, peneliti bermaksud melakukan analisis perubahan penutupan lahan dan penguasaan lahan di tahun 2002 dan 2022 pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Komara di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan.

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian adalah:

1. Bagaimana perubahan penutupan lahan di tahun 2002 dan 2022 pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Komara di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan ?

2. Bagaimana indikasi penguasaan lahan pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Komara di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan terhadap Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perubahan penutupan lahan di tahun 2002 dan 2022 pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Komara di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Untuk mengetahui indikasi penguasaan lahan pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Komara di Desa Kale Ko’mara

(19)

4 Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan terhadap Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021.

1.4. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

1. Sebagai data dan informasi yang dapat digunakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam meninjau/revisi indikatif Peta Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan.

2. Sebagai data dan informasi yang dapat digunakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam pelaksanaan inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan.

(20)

5 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Hutan

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (UU Nomor 41 Tahun 1999). Hutan Produksi Tetap adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan yang dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap (Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021).

2.2. Penguasaan dan Pemanfaatan Lahan dalam Kawasan Hutan

Epi (2012) oleh Saputra et.al. (2021) mengatakan pertambahan penduduk menuntut masyarakat untuk mencukupi kebutuhan pangan, kebutuhan kayu pertukangan dan lahan sebagai tempat bermukim dengan alternatif lain melalui cara mengkonversi lahan hutan menjadi lahan pertanian.

Pemanfaatan lahan yang dilakukan masyarakat di dalam kawasan hutan mulai dari merambah kawasan hutan untuk dijadikan kebun dan juga mendirikan bangunan di dalam kawasan hutan sebagai tempat tinggal. Hal ini telah terjadi sejak dulu dan terus menerus dilakukan sampai saat ini. Jumlah perambah semakin meningkat mengakibatkan luas kawasan hutan yang dirambah semakin luas pula.

Kegiatan pemanfaatan lahan hutan oleh suatu masyarakat mengindikasikan adanya perambahan hutan. Dalam konteks hukum agraria dan kehutanan hal tersebut merupakan suatu masalah. Sampai saat ini jaminan atas penguasaan dan pemanfaatan tanah yang telah mereka lakukan belum ada

(21)

6 kejelasan dan kepastian. Padahal penguasaan dan pemanfaatan tanah sudah berlangsung dalam waktu yang lama (Harnadi, 2018).

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021, penguasaan bidang tanah dalam kawasan hutan negara terdiri dari sarana dan prasarana permanen milik pemerintah (Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah), fasilitas sosial dan fasilitas umum, permukiman, lahan garapan pertanian, perkebunan, tambak atau bangunan untuk kegiatan lainnya yang terpisah dari permukiman.

2.3. Tanah Obyek Reforma Agraria

Kebijakan program Reforma Agraria dijadikan sebagai salah satu agenda prioritas pembangunan yang dituangkan dalam Nawa Cita Pemerintah Presiden RI Joko Widodo yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019. Dalam RPJMN tersebut ditetapkan target pelaksanaan kebijakan reforma agraria yaitu tersedianya sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) dan terlaksananya redistribusi tanah dan legalisasi aset dengan sumber yang berasal dari kawasan hutan seluasj 4,1 juta hektar (Nurlinda, 2018).

Penyediaan sumber TORA dari kawasan hutan melalui mekanisme Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) atau berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan PermenLHK Nomor 7 Tahun 2021 telah diubah menjadi Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan

(22)

7 (PPTPKH) berasal dari: alokasi 20% untuk kebun masyarakat, HPK tidak produktif, program pemerintah untuk pencadangan pencetakan sawah baru, permukiman transmigrasi beserta fasilitas sosial dan fasilitas umum yang sudah memperoleh persetujuan prinsip, permukiman, fasilitas sosial, dan fasilitas umum serta lahan garapan pertanian, perkebunan dan tambak.

Penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan yang dikuasai dan dimanfaatkan oleh pihak dilakukan dengan penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan melalui kegiatan: pengadaan TORA, pengelolaan perhutanan sosial, perubahan peruntukan/fungsi kawasan hutan, dan penggunaan kawasan hutan. Pada kegiatan ini dilakukan inventarisasi dan verifikasi antara lain: data dan informasi penutupan lahan secara periodik dan terkini, hasil inventarisasi dan verifikasi lapangan, masukan dari para pihak dan atau penguasaan bidang tanah dalam Kawasan Hutan Negara oleh mayarakat dilakukan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (PermenLHK No. 7 Tahun 2021).

2.4. Penutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan garis yang menggambarkan batas penampakan area tutupan di atas permukaan bumi yang terdiri dari bentang alam dan/atau bentang buatan (UU No. 4 Tahun 2011). Penutupan lahan dapat pula berarti tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat diamati dan merupakan hasil pengaturan, aktivitas, dan perlakuan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk melakukan kegiatan produksi, perubahan, ataupun perawatan pada areal tersebut (SNI 7645, 2010).

(23)

8 Perubahan penutupan lahan merupakan data yang sangat diperlukan dalam pengelolaan kawasan hutan dimana perubahan yang terjadi dalam beberapa kurun waktu tertentu perlu diketahui agar membantu memberikan tambahan informasi dalam menentukan pengelolaan ke arah yang lebih baik (Maullana dan Darmawan, 2014).

Menurut Direktorat IPSDH, (2015) informasi penutupan lahan skala nasional dihasilkan dari hasil interpretasi citra resolusi sedang (resolusi spasial antara 15 m sampai dengan 30 m). Hampir seluruh informasi diperoleh dari penafsiran data landsat. Penutupan lahan skala nasional memiliki 22 kelas penutupan lahan dengan 7 kelas penutupan hutan (hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove primer, hutan mangrove sekunder, hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, dan hutan tanaman) dan 15 kelas penutupan bukan hutan (perkebunan, semak belukar, semak belukar rawa, savanna/padang rumput, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur, sawah, tambak, permukiman, permukiman transmigrasi, lahan terbuka, pertambangan, tubuh air, rawa, bandara/pelabuhan, dan awan.

Penetapan standar kelas ini didasarkan pada pemenuhan kepentingan di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan secara khusus dan institusi-institusi terkait tingkat nasional secara umum.

2.5. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu sistem pengolahan berbasis komputer yang dapat digunakan untuk pengolahan, penyimpanan, analisis, mengaktifkan atau memanggil kembali data yang memiliki referensi

(24)

9 keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan. ArcGIS merupakan salah satu perangkat lunak yang digunakan dalam Sistem Informasi Geografis yang memiliki kemampuan yang tinggi dalam pembuatan peta digital hingga analisis spasial (Anonim, 2014).

2.6. Penginderaan Jauh

Analisis citra satelit untuk identifikasi penutupan lahan dilakukan dengan integrasi beberapa metode pendekatan antara lain: klasifikasi berdasarkan perbedaan nilai spektral (unsupervised classification) dan klasifikasi terbimbing (supervised classification) dengan menggunakan input data atau informasi acuan yang dianggap benar (hasil pengamatan lapangan dan referensi peta). Dalam analisis dan klasifikasi citra, hasil kedua klasifikasi tersebut digabungkan (hibrid classification) (Martono, 2008).

Pentingnya data dan informasi penginderaan jauh yang rinci, cepat, dan akurat dengan biaya operasional yang murah untuk mengetahui kondisi jenis tutupan lahan tentunya menjadi salah satu pendorong berkembangnya teknologi penginderaan jauh. Teknologi penginderaan jauh menggunakan pesawat tanpa awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) merupakan salah satu teknologi alternatif yang tidak memerlukan banyak tenaga kerja, memiliki data yang lebih rinci, cepat, dan akurat (Ikhwan et.al., 2021).

Penggunaan citra drone yang beresolusi sangat tinggi tidak berarti akan memfasilitasi proses yang lebih partisipatif atau meningkatkan kualitas data dan penggunaan informasi. Telah lama diketahui bahwa resolusi spasial yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesalahan dalam penafsiran. Setidaknya ada

(25)

10 enam sinyal potensi kesalahan interpretasi saat menggunakan citra resolusi tinggi dari drone pada satu tahap proses pemetaan partisipatif. Hal ini meliputi disorientasi, mispersepsi periode akuisisi, kondisi tutupan lahan yang homogen, jenis tanaman yang sama, banyak kesamaan tanda-tanda alam, dan tantangan pembubuhan label pada peta citra drone (Naufal et.al.,2022).

2.7. Kerangka Pikir

Penelitian ini didasari oleh penguasaan lahan dalam kawasan hutan yang menjadi konflik antara masyarakat dengan pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dengan adanya kebijakan program Reforma Agraria yang merupakan upaya pemerintah untuk melegalisasi lahan di dalam kawasan hutan diharapkan dapat menjadi titik terang terhadap berbagai keterlanjuran penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Kabupaten Takalar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang kegiatan penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutannya belum dilaksanakan. Penutupan lahan selalu mengalami perubahan cepat dan dinamis sehingga dibutuhkan suatu analisis perubahan penutupan lahan dengan rentang waktu yang disesuaikan dengan data yang menjadi kebutuhan. Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1 sebagai berikut:

(26)

11 Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

(27)

12 III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan yaitu dari bulan Mei sampai Agustus 2022.

Penelitian dilakukan di Laboratorium GIS Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar dan di Desa Kale Ko’mara Kecamatan Polombangkeng Utara Kabupaten Takalar pada areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara dengan luas 382,44 hektar yang secara geografis terletak pada 119° 34' 6,2" BT s/d 119° 35' 3,51" BT dan 5° 22' 41,65" LS s/d 5° 25' 19,38" LS.

3.2. Alat, Bahan, dan Data 1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop, Drone DJI Phantom 4, smartphone yang dilengkapi dengan aplikasi DJI Go dan Pix4DCapture, GPS, kamera, software ArcGIS, software Agisoft Photoscan dan software Microsoft Office .

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis menulis.

3. Data

Adapun data yang digunakan antara lain data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari: citra landsat 7 tahun 2002 dan foto udara yang diambil langsung di lapangan menggunakan wahana UAV.

(28)

13 Data sekunder terdiri dari: shapefile Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Komara, Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021, dan Peta Rupa Bumi Indonesia.

3.3. Pengumpulan Data

1. Permintaan data kawasan hutan, Peta Indikatif PPTPKH dan Peta RBI Permintaan data kawasan hutan terbaru berdasarkan SK.362/MENLHK/SETJEN/PLA.0/5/2019 tanggal 28 Mei 2019, Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021, dan Peta Rupa Bumi Indonesia dilakukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan cq. Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VII Makassar.

2. Pengunduhan citra

Pengunduhan citra dilakukan dengan mengunduh citra landsat 7 tahun 2002 dari situs earthexplorer.usgs.gov atau landsat- catalog.lapan.go.id.

3. Pengambilan foto udara menggunakan UAV

Pengambilan foto udara kondisi terkini dilakukan pada areal lokus penelitian dengan terlebih dahulu membuat flight plan/jalur terbang.

3.4. Analisis Data

1. Pengolahan citra landsat 7

Citra yang diunduh dari situs earthexplorer.usgs.gov atau landsat- catalog.lapan.go.id mempunyai beberapa band yang terpisah setiap bandnya sehingga perlu dilakukan proses komposit citra. Penyusunan komposit warna RGB yang dilakukan adalah komposit band 543 yang

(29)

14 dapat dengan mudah dibedakan objek vegetasi dan non vegetasi. Setelah itu dilakukan pemotongan citra sesuai dengan lokus penelitian. Proses pengolahan citra landsat 7 ini dilakukan pada software ArcGIS.

2. Pengolahan data hasil penerbangan UAV (foto)

Data hasil penerbangan UAV berupa foto diunduh ke ke laptop kemudian diolah menggunakan software Agisoft Photoscan. Agisoft Photoscan digunakan untuk mengolah foto udara yang direkam, sehingga hasil perekamannya dapat dihasilkan mosaic orthofoto, titik tinggi, dan DEM resolusi tinggi serta dapat ditampilkan secara tiga dimensi. Setelah selesai melakukan pengolahan data, tahapan selanjutnya adalah mengexport data tersebut sehingga bisa diolah di software data analysis seperti ArcGIS (Purnomo, 2018).

3. Interpretasi Citra

Interpretasi citra dilakukan dengan metode metode visual interpretasi (digitizing on screen). Interpretasi dilakukan dengan menggunakan sistem klasifikasi dan monogram data penutupan lahan berdasarkan Petunjuk Teknis Penafsiran Citra Resolusi Sedang Untuk Update Data Penutupan Lahan Nasional nomor:

Juknis1/PSDH/PLA.1/7/2020 tanggal 6 Juli 2020.

4. Overlay dan Tabulasi Data

Selanjutnya adalah melakukan analisis spasial dengan mengoverlay dan menabulasi data hasil interpretasi citra landsat 7 tahun 2002 dengan

(30)

15 mosaic orthofoto hasil penerbangan UAV tahun 2022 serta data indikatif PPTPKH tahun 2021. Hasil overlay dan tabulasi data antara lain:

- Data hasil interpretasi citra landsat 7 tahun 2002;

- Data hasil interpretasi mosaic orthofoto tahun 2022;

- Matriks perubahan penutupan lahan di tahun 2002 dan 2022;

- Data indikasi penguasaan lahan;

- Data indikasi penguasaan lahan terhadap Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021.

3.5. Definisi Operasional

Menurut Sultan, (2017) dalam memperkuat dan mempermudah pengambilan data yang sesuai dengan variabel penelitian, hal yang perlu dilakukan adalah mendefinisikan variabel tersebut sebelum melakukan operasional di lapangan, yaitu:

1. Lahan: bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu lingkungan baik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.

2. Tanah Objek Reforma Agraria yang selanjutnya disingkat TORA: tanah yang dikuasai oleh negara dan/atau tanah yang telah dimiliki oleh masyarakat untuk diredistribusi atau dilegalisasi.

3. Citra penginderaan jauh: hasil penginderaan kenampakan permukaan bumi yang didapatkan dengan wahana, teknik, dan spesifikasi tertentu dan disimpan dalam format digital maupun cetak.

(31)

16 4. Landsat 7: satelit observasi bumi dengan resolusi temporal 16 hari dan memiliki Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM +). Data Landsat 7 dapat digunakan untuk keperluan aplikasi studi perubahan global, pemantauan tutupan lahan, dan pemetaan area.

5. UAV atau Pesawat Udara Tanpa Awak: jenis pesawat udara yang dikategorikan sebagai mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh penerbang (pilot) atau mampu mengendalikan dirinya sendiri dengan menggunakan hukum aerodinamika.

6. Flight plan: rencana terbang drone.

7. Komposit citra: proses menggabungkan band pada citra Landsat untuk membentuk suatu tampilan yang diinginkan.

8. Orthofoto: satu kesatuan foto udara yang dibuat dari mosaik foto-foto udara yang telah terkoreksi geometrinya.

9. Interpretasi citra: kegiatan menafsir, mengkaji, mengidentifikasi, dan mengenali obyek pada citra.

10. Shapefile: format data geospasial yang umum untuk perangkat lunak sistem informasi geografis.

11. Software: data yang diprogram, disimpan, dan diformat secara digital dengan fungsi tertentu.

12. Peta Rupa Bumi Indonesia: peta topografi yang menampilkan sebagian unsur-unsur alam dan buatan manusia di wilayah NKRI.

13. Kelompok hutan: pembagian kawasan hutan berdasarkan kode nama tertentu yang khas pada suatu daerah.

(32)

17 14. Hutan lahan kering sekunder: hutan lahan kering primer yang mengalami gangguan manusia (bekas penebangan, bekas kebakaran, jaringan jalan, dll.), termasuk yang tumbuh kembali dari bekas tanah terdegradasi.

15. Semak belukar: seluruh kenampakan areal/kawasan yang didominasi oleh vegetasi rendah yang berada pada lahan kering.

16. Lahan terbuka: seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi, baik yang terjadi secara alami maupun akibat aktivitas manusia (singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai, pembukaan lahan serta areal bekas kebakaran).

17. Pertanian lahan kering: seluruh kenampakan hasil budidaya tanaman semusim di lahan kering seperti tegalan dan ladang.

18. Pertanian lahan kering campur: seluruh kenampakan yang merupakan campuran areal pertanian, perkebunan, semak dan belukar.

19. Analisis spasial: teknik ataupun proses yang melibatkan beberapa atau sejumlah fungsi perhitungan serta evaluasi logika matematis yang dapat dilakukan pada data spasial, dalam rangka untuk memperoleh nilai tambah, ekstraksi serta informasi baru yang beraspek spasial.

(33)

18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Interpretasi Citra Landsat 7 Tahun 2002

Citra landsat 7 yang digunakan merupakan hasil unduh dari situs United States Geological Survey (earthexplorer.usgs.gov) dengan landsat product identifier L2: LE07_L2SP_114064_20020624_20200916_02_T1 dan landsat scene identifier LE71140632002175DKI01. Interpretasi citra dilaksanakan pada skala 1 : 50.000. Adapun hasil interpretasi pada Tabel 1 dan Gambar 2 sebagai berikut:

Tabel 1. Hasil Interpretasi Citra Landsat 7 Tahun 2002

Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara

No. Penutupan Lahan Luas (Ha)

1 Hutan Lahan Kering Sekunder 12,36

2 Semak Belukar 187,21

3 Pertanian Lahan Kering Campur 175,14

4 Lahan Terbuka 7,73

Total 382,44

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2022

Gambar 2. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2002

Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara

3,23%

48,95%

45,80%

2,02%

Hutan Lahan Kering Sekunder

Semak Belukar Pertanian Lahan Kering Campur Lahan Terbuka

(34)

19 Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan terhadap citra Landsat 7 tahun 2002 pada areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara, terdapat 4 kelas penutupan lahan. Kelas penutupan lahan dari yang terluas antara lain semak belukar seluas 187,21 hektar (48,95 %), pertanian lahan kering campur seluas 175,14 hektar (45,80%), hutan lahan kering sekunder seluas 12,36 hektar (3,23%), dan lahan terbuka seluas 7,73 hektar (2,02%).

4.2. Interpretasi Mosaic Orthofoto Tahun 2022

Hasil interpretasi mosaic orthofoto pada Tabel 2 dan Gambar 3 sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Interpretasi Mosaic Orthofoto Tahun 2022 Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara

di Desa Kale Ko’mara

No. Penutupan Lahan Luas (Ha)

1 Hutan Lahan Kering Sekunder 125,17

2 Semak Belukar 11,51

3 Pertanian Lahan Kering 195,87

4 Pertanian Lahan Kering Campur 35,83

5 Lahan Terbuka 10,61

6 Tubuh Air 3,45

Total 382,44

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2022

(35)

20 Gambar 3. Persentase Penutupan Lahan Tahun 2022

Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilaksanakan terhadap mosaic orthofoto tahun 2022 pada areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara terdapat terdapat 6 kelas penutupan lahan.

Kelas penutupan lahan dari yang terluas antara lain pertanian lahan kering seluas 195,87 hektar (51,22%), hutan lahan kering sekunder seluas 125,17 hektar (32,73%), pertanian lahan kering campur seluas 35,83 hektar (9,37%), semak belukar seluas 11,51 hektar (3,01%), lahan terbuka seluas 10,61 hektar (2,77%), dan tubuh air seluas 3,45 hektar (0,90%).

4.3. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Tahun 2002 dan 2022

Matriks perubahan penutupan lahan dapat menunjukkan luasan perubahan pada setiap kelas penutupan lahan pada waktu yang berbeda (Sultan,

32,73%

3,01%

51,22%

9,37%

2,77% 0,90%

Hutan Lahan Kering Sekunder

Semak Belukar Pertanian Lahan Kering

Pertanian Lahan Kering Campur Lahan Terbuka Tubuh Air

(36)

21 2017). Hasil analisis perubahan penutupan lahan di tahun 2002 dan 2022 disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Matriks Perubahan Penutupan Lahan di Tahun 2002 dan 2022 Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara

di Desa Kale Ko’mara

Kelas Penutupan Lahan Tahun

2002

Tahun 2002 (Ha)

Kelas Penutupan Lahan Tahun 2022 (Ha)

Perubahan (Ha) Hutan

Lahan Kering Sekunder

Semak Belukar

Pertanian Lahan Kering

Pertanian Lahan Kering Campur

Lahan Terbuka

Tubuh

Air Total

Hutan Lahan Kering

Sekunder 12,36 4,05 7,84 0,48 125,17 112,81

Semak

Belukar 187,21 95,73 8,20 61,27 14,28 7,69 0,03 11,51 -175,70

Pertanian

Lahan Kering 195,87 195,87

Pertanian Lahan Kering

Campur 175,14 25,37 3,00 119,68 21,07 2,60 3,42 35,83 -139,31

Lahan

Terbuka 7,73 0,02 0,31 7,08 0,32 10,61 2,88

Tubuh Air 3,45 3,45

Total 382,44 125,17 11,51 195,87 35,83 10,61 3,45 382,44

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2022 Keterangan:

Kolom Perubahan dengan nilai – artinya mengalami penurunan luas Kolom Perubahan dengan nilai + artinya mengalami peningkatan luas

Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil analisis perubahan penutupan lahan di tahun 2002 dan 2022 pada areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara bervariasi yaitu terjadi peningkatan luasan areal antara lain pada kelas hutan lahan kering sekunder, pertanian lahan kering, lahan terbuka, dan tubuh air, sedangkan pada kelas semak belukar dan pertanian lahan

(37)

22 kering campur mengalami penurunan luasan areal. Kelas pertanian lahan kering dan tubuh air merupakan kelas yang belum ada pada hasil interpretasi tahun 2002.

Penutupan lahan tahun 2022 pada kelas hutan lahan kering sekunder seluas 125,17 hektar merupakan areal seluas 4,05 hektar yang tidak mengalami perubahan dan perubahan dari semak belukar seluas 95,73 hektar, pertanian lahan kering campur seluas 25,37 hektar, dan lahan terbuka seluas 0,02 hektar.

Pada kelas semak belukar seluas 11,51 hektar merupakan areal seluas 8,20 hektar yang tidak mengalami perubahan dan perubahan dari pertanian lahan kering campur seluas 3,00 hektar dan lahan terbuka seluas 0,31 hektar. Pada kelas pertanian lahan kering seluas 195,87 hektar merupakan perubahan dari hutan lahan kering sekunder seluas 7,84 hektar, semak belukar seluas 61,27 hektar, pertanian lahan kering campur seluas 119,68 hektar, dan lahan terbuka seluas 7,08 hektar. Pada kelas pertanian lahan kering campur seluas 35,83 hektar merupakan areal seluas 21,07 hektar yang tidak mengalami perubahan dan perubahan dari hutan lahan kering sekunder seluas 0,48 hektar dan semak belukar seluas 14,28 hektar. Pada kelas lahan terbuka seluas 10,61 hektar merupakan areal seluas 0,32 hektar yang tidak mengalami perubahan dan perubahan dari semak belukar seluas 7,69 hektar dan pertanian lahan kering campur seluas 2,60 ha. Pada kelas tubuh air merupakan perubahan dari semak belukar seluas 0,03 hektar dan pertanian lahan kering campur seluas 3,42 ha.

Persentase areal yang mengalami perubahan penutupan lahan disajikan pada Gambar 4 sebagai berikut:

(38)

23 Gambar 4. Persentase Areal Yang Mengalami Perubahan Penutupan Lahan

Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara

Gambar 4 menunjukkan bahwa areal yang sama sekali tidak mengalami perubahan penutupan lahan pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara adalah seluas 33,64 hektar atau sebesar 8,80% dan areal yang mengalami perubahan penutupan lahan adalah seluas 348,80 hektar atau sebesar 91,20%.

4.4. Indikasi Penguasaan Lahan

Indikasi penguasaan lahan diidentifikasi secara visual yang merupakan variasi penutupan lahan tahun 2002 dengan tahun 2022. Indikasi penguasaan lahan dibagi menjadi 3 kategori antara lain: terindikasi tidak dikuasai, terindikasi dikuasai dan belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan.

Terindikasi tidak dikuasai yaitu variasi semua kelas penutupan lahan tahun 2002 dengan kelas penutupan lahan berupa hutan lahan kering sekunder dan tubuh air pada tahun 2022. Terindikasi dikuasai yaitu variasi semua kelas penutupan lahan tahun 2002 dengan kelas penutupan lahan berupa pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur pada tahun 2022. Belum teridentifikasi ada

8,80%

91,20%

Tidak Mengalami Perubahan Mengalami Perubahan

(39)

24 atau tidaknya indikasi penguasaan yaitu variasi semua kelas penutupan lahan tahun 2002 dengan kelas penutupan lahan berupa semak belukar dan lahan terbuka pada tahun 2022. Indikasi penguasaan lahan disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 5 sebagai berikut:

Tabel 4. Indikasi Penguasaan Lahan

Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara

Penutupan Lahan Tahun

2002

Penutupan Lahan Tahun

2022

Variasi Penutupan

Lahan

Luas

(Ha) Keterangan

1 2 3 4 5

Hutan Lahan Kering Sekunder

Hutan Lahan

Kering Sekunder HS - HS 4,05 Terindikasi tidak dikuasai Pertanian Lahan

Kering HS - PT 7,84 Terindikasi dikuasai

Pertanian Lahan

Kering Campur HS - PC 0,48 Terindikasi dikuasai Semak Belukar Hutan Lahan

Kering Sekunder B - HS 95,73 Terindikasi tidak dikuasai Semak Belukar

B - B 8,20

Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan Pertanian Lahan

Kering B - PT 61,27 Terindikasi dikuasai

Pertanian Lahan

Kering Campur B - PC 14,28 Terindikasi dikuasai Lahan Terbuka

B - T 7,69

Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan Tubuh Air B - A 0,03 Terindikasi tidak dikuasai

(40)

25

1 2 3 4 5

Pertanian Lahan Kering Campur

Hutan Lahan

Kering Sekunder PC - HS 25,37 Terindikasi tidak dikuasai Semak Belukar

PC - B 3,00

Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan Pertanian Lahan

Kering PC - PT 119,68 Terindikasi dikuasai

Pertanian Lahan

Kering Campur PC - PC 21,07 Terindikasi dikuasai Lahan Terbuka

PC - T 2,60

Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan Tubuh Air PC - A 3,42 Terindikasi tidak dikuasai Lahan Terbuka Hutan Lahan

Kering Sekunder T - HS 0,02 Terindikasi tidak dikuasai Semak Belukar

T - B 0,31

Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan Pertanian Lahan

Kering T - PT 7,08 Terindikasi dikuasai

Lahan Terbuka

T - T 0,32

Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan

Total 382,44

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2022

(41)

26 Gambar 5. Persentase Indikasi Penguasaan Lahan

Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara

Berdasarkan data indikasi penguasaan lahan di atas, peneliti berasumsi bahwa seluas 128,62 hektar (33,63%) merupakan areal yang terindikasi tidak dikuasai, seluas 231,70 hektar (60,59%) merupakan areal yang terindikasi dikuasai, dan seluas 22,12 hektar (5,78%) merupakan areal yang belum teridentikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan.

4.5. Analisis Terhadap Peta Indikatif PPTPKH Tahun 2021

Hasil analisis data indikasi penguasaan lahan terhadap Peta Indikatif PPTPKH Tahun 2021 disajikan pada tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5. Hasil Analisis Data Indikasi Penguasaan Lahan Terhadap Peta Indikatif PPTPKH Tahun 2021 Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok

Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara Indikasi Penguasaan

Lahan

Variasi Penutupan Lahan

Luas (Ha)

Di Dalam Peta Indikatif

(Ha)

Di Luar Peta Indikatif

(Ha)

1 2 3 4 5

Terindikasi tidak dikuasai HS - HS 4,05 - 4,05

B - A 0,03 - 0,03

33,63%

60,59%

5,78% Terindikasi tidak

dikuasai

Terindikasi dikuasai

Belum

teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan

(42)

27

1 2 3 4 5

B - HS 95,73 1,42 94,31

PC - A 3,42 1,72 1,70

PC - HS 25,37 1,59 23,78

T - HS 0,02 0,02 -

Jumlah 128,62 4,75 123,87

Terindikasi dikuasai HS - PC 0,48 - 0,48

HS - PT 7,84 3,00 4,84

B - PC 14,28 3,22 11,06

B - PT 61,27 18,00 43,27

PC - PC 21,07 17,23 3,84

PC - PT 119,68 57,83 61,85

T - PT 7,08 6,22 0,86

Jumlah 231,70 105,50 126,20

Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan

B - B 8,20 2,17 6,03

B - T 7,69 2,93 4,76

PC - B 3,00 0,90 2,10

PC - T 2,60 2,14 0,46

T - B 0,31 0,31 -

T - T 0,32 0,32 -

Jumlah 22,12 8,77 13,35

Total 382,44 119,02 263,42

Sumber : Data Primer Setelah Diolah 2022

Berdasarkan analisis terhadap Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 di atas, areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara yang terindikasi tidak dikuasai dan berada dalam Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 yaitu seluas 4,75 hektar dan seluas 123,87 berada di luar Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021. Areal yang terindikasi dikuasai dan berada dalam Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 dengan kategori seluruhnya adalah lahan garapan baik >20 tahun maupun <20 tahun yaitu seluas 105,50 hektar dan seluas 126,20 hektar berada di luar Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021.

Areal yang belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan dan

(43)

28 berada dalam Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 yaitu seluas 8,77 hektar dan seluas 13,35 hektar berada di luar Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021.

Dari uraian di atas, persentase terhadap Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 disajikan pada Gambar 6 sebagai berikut:

Gambar 6. Persentase Indikasi Penguasaan Lahan Terhadap Peta Indikatif PPTPKH Tahun 2021 Pada Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap

Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara

Gambar 6 menunjukkan bahwa terdapat areal yang terindikasi dikuasai dan berada di luar Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 yaitu sebesar 33% (persentase terbesar).

Areal Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara yang terindikasi dikuasai merupakan areal yang dapat diusulkan pada peninjauan/revisi indikatif Peta Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam rangka Penataan Kawasan Hutan yaitu seluas 126,20 hektar.

1,24%

32,39%

27,59%

33,00%

2,29% 3,49% Terindikasi tidak dikuasai dan di dalam peta indikatif

Terindikasi tidak dikuasai dan di luar peta indikatif

Terindikasi dikuasai dan di dalam peta indikatif

Terindikasi dikuasai dan di luar peta indikatif

Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan dan di dalam peta indikatif Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan dan di luar peta indikatif

(44)

29 V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Hasil analisis perubahan penutupan lahan di tahun 2002 dan 2022 pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara seluas 382,44 hektar antara lain:

- Hutan lahan kering sekunder mengalami peningkatan seluas 112,81 hektar;

- Semak belukar mengalami penurunan seluas 175,70 hektar;

- Pertanian lahan kering mengalami peningkatan seluas 195,87 hektar;

- Pertanian lahan kering campur mengalami penurunan seluas 139,31 hektar;

- Lahan terbuka mengalami peningkatan seluas 2,88 hektar;

- Tubuh air mengalami peningkatan seluas 3,45 hektar.

2. Hasil analisis data indikasi penguasaan lahan pada Kawasan Hutan Produksi Tetap Kelompok Hutan Ko’mara di Desa Kale Ko’mara terhadap Peta Indikatif PPTPKH tahun 2021 antara lain:

- Terindikasi tidak dikuasai dan berada di dalam peta indikatif seluas 4,75 hektar;

- Terindikasi tidak dikuasai dan berada di luar peta indikatif seluas 123,87 hektar;

- Terindikasi dikuasai dan berada dalam peta indikatif seluas 105,50 hektar;

(45)

30 - Terindikasi dikuasai dan berada di luar peta indikatif seluas 126,20

hektar;

- Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan dan di dalam peta indikatif seluas 8,77 hektar;

- Belum teridentifikasi ada atau tidaknya indikasi penguasaan dan di luar peta indikatif seluas 13,35 hektar.

5.2. Saran

1. Disarankan kepada kepala desa serta masyarakat Desa Kale Ko’mara untuk aktif menjaga kawasan hutan dan tidak menambah lagi bukaan lahan baru untuk mencegah berbagai bencana alam.

2. Perlu dilakukan patroli dan penyuluhan secara periodik oleh UPT Pengelola Kawasan Hutan terhadap batas-batas kawasan hutan agar tidak terjadi lagi perambahan kawasan hutan.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2010. Klasifikasi Penutupan Lahan. SNI 7645:2010.

Jakarta.

Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. 2015. Pemantauan Sumber Daya Hutan Indonesia. Jakarta.

Gramedia Blog. 2014. Sistem Informasi Geografis di https://www.gramedia.com/literasi/sistem-informasi-geografis/ (akses 1 Februari 2022)

Harnadi, K. 2018. Model Penguasaan Tanah Oleh Masyarakat Desa Margosari dan Penyelesaiannya Pada Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya Kabupaten Pringsewu. Jurnal Cepalo, 2 (2): 85-92.

Ikhwan, M., Ratnaningsih, A.T., Lestari, I., Ikhsani, H. 2021. Aplikasi Teknologi Unmanned Aerial Vehicle (UAV) Untuk Mengidentifikasi Tutupan Lahan di Universitas Lancang Kuning. Wahan Forestra: Jurnal Kehutanan Vol.

16 No. 1.

Iskandar, Silalahi, M.D., Hasan, D., Nurlinda, I. 2011. Kebijakan Perubahan Kawasan Hutan Dalam Pengelolaan Berkelanjutan. UNPAD PRESS.

Kesaulija, S.E., Moeljono, S., Murdjoko, A. 2020. Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Kabupaten Manokwari Selatan. CASSOWARY volume 3 (2):

141-152.

Martono, D.N. 2008. Aplikasi Teknologi Penginderaan Jauh dan Uji Validasinya Untuk Deteksi Penyebaran Lahan Sawah dan Penggunaan/Penutupan Lahan. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi. ISSN: 1907- 5022. Yogyakarta.

Maullana, D.A., Darmawan, A. 2014. Perubahan Penutupan Lahan di Taman Nasional Way Kambas. Jurnal Sylva Lestari Vol.2 No.1 (87-94).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perencanaan Kehutanan, Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan, Serta Penggunaan Kawasan Hutan. Jakarta.

(47)

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2019. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.362/Menlhk/Setjen/Pla.0/5/2019 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ± 91.337 Ha, Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± 84.032 Ha dan Penunjukan Bukan Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ± 1.838 Ha di Provinsi Sulawesi Selatan. Jakarta.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2021. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK.698/Menlhk/Setjen/Pla.2/2021 tentang Peta Indikatif Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Rangka Penataan Kawasan Hutan. Jakarta.

Naufal, N., Asriadi, A., & Absar , S. (2022). Avoiding Mistakes in Drone Usage in Participatory Mapping: Methodological Considerations during the Pandemic. Forest and Society, 6(1), 226-242.

https://doi.org/10.24259/fs.v6i1.14117

Nurlinda, I. 2018. Perolehan Tanah Obyek Reformasi Agraria (TORA) yang Berasal Dari Kawasan Hutan: Permasalahan dan Pengaturannya. Jurnal Vej Volume 4 Nomor 2 Halaman 252-273.

Presiden Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. 2011. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial. Jakarta.

Purnomo, L. 2018. Modul Bimbingan Teknis Pengoperasian Drone. Pontianak.

Saputra, D., Siswahyono, Suhartoyo. H. 2021. Pemanfaatan Lahan Oleh Masyarakat di Kawasan Hutan Produksi Terbatas Air Bengkenang Kecamatan Air Nipis Kabupaten Bengkulu Selatan Provinsi Bengkulu.

Jurnal of Global Forest and Enviromental Science Vol 1 No. 1.

Sinaga, S.R. 2020. Analisis Tutupan Lahan di Wilayah Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara Tahun 2000 sampai 2019. Universitas Sumatera Utara: Skirpsi.

Sultan. 2017. Strategi Perencanaan Pembangunan Lahan Kritis Rendah Emisi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bila Provinsi Sulawesi Selatan. Universitas Hasanuddin: Disertasi.

(48)

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

(49)

1. Hutan lahan kering sekunder

Kode Definisi

: Hs/2002

: Hutan lahan kering primer yang mengalami gangguan manusia (bekas penebangan, bekas kebakaran, jaringan jalan, dll.), termasuk yang tumbuh kembali dari bekas Kunci interpretasi tanah terdegradasi.

: Rona agak gelap, warna hijau terang kekuningan, tekstur halus sampai dengan kasar

tergantung kepada topografi wilayahnya, bentuk tidak beraturan, berasosiasi dengan jaringan jalan, bekas tebangan dan atau bekas kebakaran.

Monogram :

Lokasi : Halmahera Tengah, Maluku Utara Lokasi : Murung Raya, Kalimantan Tengah

Lokasi: Manggarai Timur, NTT Lokasi : Kuantan Singingi, Riau Catatan :

- Hutan Primer yang mengalami gangguan manusia (misal: jaringan jalan) dikelaskan menjadi hutan sekunder sampai dengan 1 km dari gangguan.

Lampiran 2. Sistem Klasifikasi dan Monogram Data Penutupan Lahan (Lampiran Juknis Penafsiran Citra Resolusi Sedang Untuk Update Data Penutupan Lahan Nasional Nomor : Juknis 1/PSDH/

PLA.1/7/2020) tanggal 6 Juli 2020)

(50)

2. Semak belukar

Kode Definisi

: B/2007

: Seluruh kenampakan areal/kawasan yang didominasi oleh vegetasi rendah yang Kunci interpretasi

berada pada lahan kering.

: Rona agak terang, warna hijau muda ke kuningan, tekstur agak kasar, pola tidak teratur, asosiasi dengan hutan alam, topografi landai sampai curam.

Monogram :

Lokasi : Tanatoraja, Sulawesi Selatan Lokasi : Ngada, Nusa Tenggara Timur

Lokasi : Tapanuli Tengah, Sumatera Utara Lokasi : Kota Baru, Kalimantan Selatan

Catatan :

- Semak belukar yang didominasi oleh vegetasi rendah (di bawah 5 m), berpotensi untuk regenerasi menjadi hutan.

(51)

3. Pertanian lahan kering campur

Kode Definisi

: Pc/20092

: Seluruh kenampakan yang merupakan campuran areal pertanian, perkebunan, semak Kunci interpretasi

dan belukar.

: Rona agak terang, warna merah muda dengan bercak hijau, tekstur agak kasar sampai dengan kasar, bentuk dan pola tidak beraturan, berasosiasi dengan permukiman.

Monogram :

Lokasi : Gunung Kidul, DIY Lokasi : Padang Sidempuan Timur, Sumatera Utara

Lokasi : Aceh Timur, NAD Lokasi : Karawang, Jawa Barat

Catatan :

- Kelas ini sering muncul pada areal perladangan berpindah, dan rotasi tanam lahan karst.

- Kelas ini juga memasukkan kelas yang dipahami sebagai kebun campuran, hutan rakyat atau agroforestry.

(52)

4. Lahan terbuka

Kode Definisi

: T/2014

: Seluruh kenampakan lahan terbuka tanpa vegetasi, baik yang terjadi secara alami

maupun akibat aktivitas manusia (singkapan batuan puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai, pembukaan lahan serta areal bekas kebakaran).

Kunci interpretasi : Rona agak terang, warna kemerahan/keunguan, tekstur halus, pola tidak teratur, situs pada dataran rendah sampai dengan curam.

Monogram :

Lokasi : Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah Lokasi : Bima, Nusa Tenggara Barat

Lokasi : Lumajang, Jawa Timur Lokasi : Melawi, Kalimantan Barat cari Catatan :

- Lahan terbuka pada kelas hutan tanaman setelah pemanenan yang (akan) ditanam kembali diklasifikasikan sebagai hutan tanaman.

- Lahan terbuka saat pembukaan lahan pertama yang diindikasikan ke dalam hutan tanaman/perkebunan diklasifikasikan sebagai lahan terbuka.

- Kenampakan lahan terbuka untuk pertambangan dikelaskan pertambangan, sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahan / land clearing diklasifikasikan sebagai lahan terbuka. Lahan terbuka dalam rangka rotasi tanam sawah / tambak tetap dikelaskan sebagai sawah / tambak.

(53)

Lampiran 3. Peta Citra Tahun 2002

(54)

Lampiran 4. Peta Citra Tahun 2022

(55)

Lampiran 5. Peta Penutupan Lahan Tahun 2002

(56)

Lampiran 6. Peta Penutupan Lahan Tahun 2022

(57)

Lampiran 7. Peta Indikasi Penguasaan Lahan

(58)

Lampiran 8. Dokumentasi

Operasi Drone

(59)

Mayoritas tanaman pertanian di lokasi penelitian adalah jagung

(60)

Lokasi analisis data di Lab GIS BPKH Wilayah VII Makassar

(61)

Lampiran 9. Surat Keterangan Bebas Plagiat

(62)
(63)

Referensi

Dokumen terkait

Penutupan lahan yang mengalami peningkatan pada periode ini masih didominasi oleh kelas pertanian lahan kering dan hutan tanaman yang disebabkan oleh perbedaan

Kesenjangan kepuasan (discrepancy gratifications) adalah perbedaan perolehan yang terjadi antara skor GS dan GO dalam mengkonsumsi media tertentu. Semakin kecil

Overhead pabrik standar bisa ditentukan dengan cara yang sama dengan penentuan tarif biaya overhead pabrik, yang bertitik tolak dari biaya overhead pabrik taksiran, yang tetap

1. Menentukan ahli waris yang terhalang. Untuk menentukan ahliwaris yang terhalang yaitu menelusuri aturan-aturan yang menjadi sebab penghalang hingga mendapatkan

Hasil penelitian menunjukkan sepanjang tahun 2002-2010 hutan mangrove Kabupaten Asahan mengalami perubahan bentuk tutupan lahan menjadi perkebunan, pemukiman, badan air, lahan

Analisis perubahan penutupan/penggunaan lahan (2002-2007) dan hasil cek lapang menunjukkan bahwa terjadi pengurangan hutan rawa sekunder seluas 2.447 ha untuk pembukaan

PUTRA ADITYA. Analisis Kinerja Pemasaran Komoditas Ayam Broiler Di Kelurahan Bintarore Kecamatan Ujung Bulu Kabupaten Bulukumba Dibimbing oleh AMRUDDIN dan

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat atas limpahan rahmat dan Hidayah-Nya, penulis diberikan kekuatan dan kesabaran untuk