• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TEORI PENUNJANG. Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TEORI PENUNJANG. Universitas Kristen Petra"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2. TEORI PENUNJANG

2.1. Merek

2.1.1. Definisi Merek

Definisi merek menurut Miller &Muir (2004) “A brand is a name and/or symbol that directly used to sell products or service” (p.3). Merek adalah nama dan/atau simbol yang biasa digunakan untuk menjual produk atau jasa.

Menurut American Marketing Association (AMA), a brand name, term, sign, symbol, or design or a combination of them, intended to identify the goods and service of one seller of group of sellers and to differentiate them from those of competition (Keller, 2008, p.3). Kutipan itu berarti, sebuah nama, merek, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari beberapa hal tersebut, yang dimaksudkan untuk membedakan merek itu dari pesaingnya. Jadi merek merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan fitur, manfaat, dan jasa tertentu kepada konsumen.

2.1.2. Manfaat dan Fungsi Merek

Menurut Keller (2008, p.8), merek memiliki manfaat serta fungsi bagi produsen dan konsumen. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai:

1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian dan pencatatan akutansi.

2. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan seperti properti intelektual. Nama merek bisa diproteksi melalui merek dagang terdaftar, proses manufaktur bisa dilindungi melalui hak paten, dan kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta dan desain.

Hak-hak properti intelektual ini memberikan jaminan bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam merek yang dikembangkannya dan meraup dari aset bernilai tersebut.

3. Tingkat kualitas bagi para konsumen yang puas, sehingga konsumen bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi.

(2)

4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk dari para pesaing.

5. Sumber keunggulan kompetitif, terutama melalui perlindungan hukum, loyalitas konsumen dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen.

6. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan di masa depan.

Menurut Keller (2008, p. 7) ,ada 7 manfaat dan fungsi pokok merek bagi konsumen:

1. Identifikasi sumber produk.

2. Penetapan tanggung jawab pada manufaktur atau distributor tertentu.

3. Mengurangi resiko.

4. Menekan biaya pencarian internal dan eksternal.

5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen.

6. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri.

7. Tingkat kualitas.

Manfaat penggunaan merek bagi konsumen yaitu konsumen memandang merek sebagai suatu bagian yang sangat penting dari sebuah produk. Pemberian merek dapat menambah nilai suatu produk serta identitas bagi perusahaan.

Ditambahkan oleh Tjiptono (2005, p.23), pengelompokan manfaat merek kedalam tiga kategori:

1. Manfaat ekonomik

Konsumen memilih merek berdasarkan value for money yang ditawarkan berbagai macam merek.

2. Manfaat fungsional

Merek memberikan jaminan kualitas apabila konsumen membeli merek yang sama lagi, maka ada jaminan bahwa kinerja merek tersebut akan konsisten dengan sebelumnya.

3. Manfaat psikologis

Merek merupakan penyederhanaan dari semua informasi produk yang perlu diketahui konsumen dan merek juga bisa memperkuat citra diri terhadap pemiliknya.

Menurut Rangkuti (2004), merek merupakan sebuah nama atau simbol

(3)

juga dijadikan ciri untuk membedakan satu produk dari produk pesaing. Selain itu, merek yang telah dipatenkan dapat membuat produk tersebut menjadi lebih terlindungi dari upaya pemalsuan dan pembajakan (p. 14).

2.2. Konsep Ekuitas Merek 2.2.1 Definisi Ekuitas Merek

Ekuitas merek menurut Aaker (2001) “Brand equity is a set of assets and liabilities linked to a brand’s name and symbol that add to or subtract from the value provided by a product or service to a firm and/or that firm customers” (p.

165). Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama, dan simbol, yang dapat menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau konsumen.

Ekuitas merek dapat memberikan perasaan percaya diri saat konsumen akan melakukan pengambilan keputusan.

Ekuitas merek akan mampu membentuk konsumen yang loyal jika produsen mampu menjaga dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap merek produk. Ekuitas merek baru terbentuk jika konsumen memiliki tingkat kesadaran dan familiaritas tinggi terhadap sebuah merek dan memiliki asosiasi merek yang kuat, positif dan unik dalam memorinya. Keller (2000) menyatakan empat langkah yang bisa digunakan untuk membangun sebuah merek dalam Tjiptono ( 2005, p.41), yaitu:

1. Meyakinkan bahwa identitas merek harus sesuai dengan yang diinginkan konsumen.

Produsen harus dapat meyakinkan konsumen bahwa terdapat kesesuaian antara kinerja produk dengan kebutuhan serta harapan konsumen. Hal ini merupakan salah satu langkah untuk membangun merek dalam ingatan konsumen.

2. Memberi makna merek di benak konsumen

Produsen harus memposisikan persepsi atas merek dengan memperhatikan kesan fisik dan non fisik sehingga mampu membentuk sebuah persepsi yang diinginkan perusahaan.

3. Respon konsumen harus sesuai dengan identifikasi merek

(4)

Membangun persepsi dengan menyamakan antara identifikasi dengan sendirinya dalam ingatan konsumen tentang sebuah produk.

4. Menindaklanjuti respon terhadap merek yaitu dengan menciptakan interaksi dan meningkatkan loyalitas konsumen terhadap merek.

Mengarahkan respon terhadap merek sehingga bisa terbangun hubungan yang semakin kuat antara konsumen dengan sebuah merek.

Menurut Aaker (2001, p. 165), aset dan liabilitas dalam ekuitas merek dapat dibedakan dalam setiap konteksnya. Ekuitas merek dapat dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu:

1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) 2. Asosiasi Merek ( Brand Associations) 3. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) 4. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Gambar 2.1. Ekuitas Merek Sumber: Aaker (2001, p. 166)

Pendekatan ekuitas merek berbasis konsumen akan memandang ekuitas merek dari sudut konsumen. Dasar pemikiran model ekuitas merek berbasis konsumen mengungkapkan bahwa kekuatan suatu merek terletak pada apa yang dilihat, dibaca, didengar, dan dirasakan konsumen tentang merek selama ini (Kotler & Keller, 2009, p. 280).

(5)

2.3. Kesadaran Merek (Brand Awareness)

Menurut Aaker (2001), kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Meningkatkan kesadaran adalah salah satu cara dalam mengembangkan pangsa pasar dari suatu merek. Peran brand awareness dalam keseluruhan brand equity tergantung dari sejauh mana tingkatan kesadaran yang dicapai oleh suatu merek. Kesadaran merek berada pada rentang antara perasaan yang tidak pasti terhadap pengenalan suatu merek sampai dengan perasaan yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan. Kesadaran merek adalah sebuah aset yang sifatnya tahan lama dan berkelanjutan sehingga akan sulit untuk mengesampingkan sebuah merek yang tingkat awarenessnya tinggi.

Kesadaran merek memberikan keuntungan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Kesadaran akan sebuah merek memberikan kesan familiaritas, dan konsumen menyukai merek yang familiar. Untuk produk yang kebutuhannya rendah seperti permen karet atau sabun, familiaritas dapat mendorong keputusan pembelian terhadap merek tersebut.

2. Kesadaran akan sebuah nama bisa menjadi sinyal kehadiran, komitmen, dan atribut yang sangat penting. Logikanya adalah apabila sebuah merek dikenal di masyarakat, pasti ada alasan yang mendukung.

3. Kedudukan yang menonjol akan sebuah merek akan ditentukan saat merek tersebut diingat kembali pada proses pembelian. Pemilihan saluran pemasaran yang tepat memberikan keputusan tentang merek mana yang akan dipilih (p.

165-166).

Tingkat kesadaran merek secara berurutan dapat digambarkan sebagai suatu piramida seperti dibawah ini:

(6)

Gambar 2.2. Piramida Brand Awareness Sumber : Aaker (1996, p.10-16)

Penjelasan mengenai piramida Brand Awareness dari tingkat terendah sampai tertinggi menurut Rangkuti (2004, p. 40-41):

1. Unaware of brand (tidak menyadari merek)

Merupakan tingkat yang paling rendah dalam piramida kesadaran merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu merek.

2. Brand recognition (pengenalan merek)

Tingkat minimal dari kesadaran merek. Hal ini terjadi pada saat seorang konsumen memilih suatu merek pada saat melakukan transaksi konsumen suatu barang atau jasa.

3. Brand recall (pengingatan kembali terhadap merek)

Pengingatan kembali terhadap merek didasarkan kepada permintaan seseorang untuk menyebutkan merek tertentu dalam suatu kelas produk. Hal ini diistilahkan dengan pengingatan kembali tanpa bantuan, karena berbeda dari tugas pengenalan, responden tidak perlu dibantu untuk memunculkan merek tertentu.

Brand Recall Brand Recognition

Unaware of brand Top

of Mind

(7)

4. Top of mind (puncak pemikiran)

Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan pertama kali merupakan puncak pikiran. Dengan kata lain, merek merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada di dalam benak konsumen.

2.4. Asosiasi Merek (Brand Associations)

Menurut Aaker (2001), asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan ingatan konsumen terhadap suatu merek. Asosiasi merek itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan (p. 167). Sedangkan menurut Knapp (2002, p.17), asosiasi merek dapat sangat membantu para konsumen dalam memproses informasi tentang suatu merek.

Ditambahkan oleh Susanto (2004) hal-hal lain yang penting dalam asosiasi merek adalah asosiasi yang menunjukkan fakta bahwa produk dapat digunakan untuk mengekspresikan gaya hidup, kelas sosial, dan peran profesional atau, yang mengekspresikan asosiasi-asosiasi yang memerlukan aplikasi produk dan tipe-tipe orang yang menggunakan produk tersebut, toko yang menjual produk atau wiraniaganya (p.133).

Gambar 2.3. Diagram Asosiasi Merek Sumber: Aaker (1996, p.9) Asosiasi

Merek

Membantu proses penyusunan informasi Diferensiasi /posisi

Alasan untuk membeli

Menciptakan sikap/perasaan positif Basis perluasan

(8)

Ditambahkan oleh Rangkuti (2004, p.43), asosiasi merek dapat menciptakan suatu nilai bagi perusahaan dan para konsumen, karena dapat membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek yang satu dari merek yang lain. Terdapat lima keuntungan asosiasi merek, yaitu:

1. Dapat membantu proses penyusunan informasi

Asosiasi dapat membantu proses penyusunan informasi, mengikhtisarkan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit diproses atau diakses para konsumen supaya akhirnya dapat dengan mudah dikenal oleh konsumen.

2. Perbedaan

Suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang sangat penting bagi usaha pembedaan. Asosiasi-asosiasi merek dapat memainkan peran yang sangat penting dalam membedakan satu merek dari merek lainnya.

3. Alasan untuk membeli

Pada umumnya, asosiasi merek sangat membantu para konsumen untuk mengambil keputusan untuk membeli produk tersebut atau tidak. Beberapa asosiasi mempengaruhi keputusan konsumen dengan cara memberikan kredibilitas dan rasa percaya diri atas merek tersebut, biasanya promosi lewat orang yang terkenal.

4. Penciptaan sikap atau perasaan

Asosiasi merek dapat merangsang perasaan positif yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap produk yang bersangkutan.

5. Landasan untuk perluasan

Asosiasi merek dapat menghasilkan landasan bagi suatu perluasan merek, yaitu menciptakan rasa kesesuaian antara suatu merek dan sebuah produk baru.

Didalam asosiasi merek terdapat 3 dimensi asosiasi merek, Keller (2008, p.

637) antara lain:

1. Brand Strength (kekuatan merek)

Kekuatan dari asosiasi merek tergantung dari banyaknya kuantitas, seberapa sering seorang berpikir tentang informasi suatu merek, ataupun kualitas dalam memproses segala informasi yang diterima konsumen.

2. Brand Favorability (kesukaan merek)

(9)

Kesukaan terhadap merek, kepercayaan dan perasaan bersahabat suatu merek membangkitkan kehangatan dalam perasaan konsumen.

3. Brand Uniqueness (keunikan merek)

Membuat kesan unik, menunjukkan perbedaan yang berarti diantara merek- merek lain sebagai nilai saing dan membuat konsumen lebih memilih merek tersebut dibandingkan merek lainnya.

2.5. Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Menurut Susanto (2004) persepsi kualitas dapat didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan (p.129). Sedangkan menurut Aaker dalam Durianto (2004, p.16) kualitas yang dipersepsikan oleh konsumen pada suatu produk adalah tindakan subyektif konsumen pada produk yang menurut konsumen tersebut mempunyai suatu keunggulan dari pada produk lain.

Kesan kualitas memberikan nilai dalam beberapa bentuk seperti dapat dilihat pada gambar 2.4.:

Gambar 2.4. Diagram Nilai dari Kesan Kualitas Merek Sumber: Aaker (1996, p.9)

Ditambahkan oleh Rangkuti (2004, p. 42), terdapat lima keuntungan kesan kualitas, yaitu:

1. Alasan untuk membeli

Kesan Kualitas

Alasan untuk membeli Diferensiasi /posisi

Harga optimum Minat saluran distribusi

Perluasan merek

(10)

Kesan kualitas sebuah merek memberikan alasan yang penting untuk membeli.

Hal ini mempengaruhi merek-merek mana yang harus dipertimbangkan, dan selanjutnya mempengaruhi merek apa yang akan dipilih.

2. Diferensiasi

Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi kesan kualitas.

3. Harga optimum

Keuntungan ini memberikan pilihan-pilihan didalam menetapkan harga optimum.

4. Minat saluran distrirbusi

Kesan kualitas dapat meningkatkan minat para distributor, pengecer serta berbagai saluran distribusi lainnya, karena hal itu sangat membantu perluasan distribusi.

5. Perluasan merek

Kesan kualitas dapat dieksploitasi dengan cara mengenalkan berbagai perluasan merek, yaitu dengan menggunakan merek tertentu untuk masuk kedalam kategori produk baru.

Menurut Aaker (2001, p. 161), dimensi kualitas dibagi menjadi 6, antara lain:

1. Performance: mengukur spesifikasi dan sejauh mana performa produk atau jasa.

2. Conformance to specification: mengukur apakah produk atau jasa sesuai dengan standar dan dapat memuaskan konsumen.

3. Features: mengukur elemen dalam produk atau jasa.

4. Customer support: mengukur seberapa baik perusahaan dalam menyampaikan produk dan jasa.

5. Process quality : mengukur kualitas pada saat proses penyampaian produk dan jasa oleh konsumen.

6. Aesthetic design : mengukur tampilan fisik produk atau jasa terhadap konsumen produk dan jasa tersebut.

(11)

2.6. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)

Menurut Aaker (2001, p.168), loyalitas merek adalah satu ukuran kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Loyalitas merupakan inti dari ekuitas merek yang menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran keterkaitan seorang konsumen pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat, maka kerentaan kelompok konsumen dari serangan kompetitor dapat dikurangi.

Gambar 2.5. Diagram Piramida Loyalitas Sumber: Aaker (1996, p. 22)

Loyalitas merek memiliki beberapa tingkatan dimana masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun penjelasan tingkatan loyalitas merek menurut Rangkuti (2004, p.61), adalah sebagai berikut:

1. Switcher (Berpindah-pindah)

Adalah tingkatan loyalitas paling dasar. Semakin sering konsumen konsumen berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan kecil dalam keputusan konsumen. Ciri yang paling tampak dari jenis konsumen ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan banyak konsumen lain yang membeli merek tersebut.

2. Habitual Buyer (Konsumen yang bersifat kebiasaan)

Adalah konsumen yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya

Menyukai merek

Konsumen yang puas dengan biaya peralihan

Konsumen yang puas/bersifat kebiasaan, tidak ada masalah untuk beralih

Berpindah-pindah, peka terhadap perubahan harga, tidak ada loyalitas merek

Commited

(12)

untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi, konsumen ini dalam membeli suatu merek karena alasan kebiasaan.

3. Satisfied Buyer (Konsumen yang puas dengan biaya peralihan)

Adalah kategori konsumen yang puas dengan merek yang dikonsumsi. Namun konsumen ini dapat saja berpindah merek dengan menanggung biaya peralihan (switching cost), seperti waktu, biaya, atau resiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Kelompok ini biasanya disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan apabila melakukan penggantian merek.

4. Likes The Brand (Menyukai merek)

Adalah kategori konsumen yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut.Rasa asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek itu sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tingggi. Dan mereka menganggap merek sebagai sahabat.

5. Committed Buyer (Konsumen yang berkomitmen)

Adalah kategori konsumen yang setia. Konsumen ini mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Ciri yang tampak pada kategori ini adalah tindakan konsumen untuk merekomendasikan/mempromosikan merek yang digunakannya kepada orang lain.

Menurut Aaker (1996, p.9), loyalitas merek memberikan nilai dengan cara sebagai berikut:

1. Pengurangan biaya pemasaran

Perusahaan yang telah memiliki konsumen loyal, akan lebih mudah dijaga daripada mnarik konsumen yang baru. Biaya yang dikeluarkan untuk pemeliharaan konsumen lama akan lebih murah daripada mendapatkan pelanggan baru.

2. Peningkatan perdagangan

Loyalitas merek yang kuat akan meyakinkan pihak penjual untuk memajang merek-mereknya di toko, karena konsumen diprediksi akan membeli produk dari merek tersebut.

(13)

3. Mengikat pelanggan baru

Dapat mengikat pelanggan baru, karena produk yang bermerek terkenal minimal dapat mengurangi resiko yang terjadi.

4. Memberika ruang waktu untuk merespon pesaing

Apabila pesaing mengeluarkan produk baru, konsumen yang loyal akan cenderung memberikan kesempatan kepada merek yang disukainya untuk merespon gerakan pesaing. Konsumen akan menunggu merek yang disukainya untuk menyesuaikan atau menetralisasikannya.

2.7. Konsep Keputusan Pembelian Konsumen

Kotler (2005, p.201) membagi lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses konsumen, yaitu:

1. Pengenalan masalah

Proses dimulai saat konsumen menyadari adanya masalah atau kebutuhan, Konsumen merasakan adanya perbedaan antara yang nyata dan yang diinginkan. Kebutuhan ini disebabkan karena adanya rangsangan internal maupun eksternal.

2. Pencarian informasi

Seorang konsumen yang terdorong kebutuhannya mungkin, atau mungkin juga tidak mencari informasi lebih lanjut. Pencarian informasi terdiri dan dua jenis menurut tingkatannya. Yang pertama adalah perhatian yang meningkat, yang ditandai dengan pencarian informasi yang sedang-sedang saja. Kedua, pencarian informasi secara aktif yang dilakukan dengan mencari informasi dari segala sumber.

3. Evaluasi alternatif

Konsumen memproses informasi tentang pilihan merek untuk membuat keputusan terakhir.

4. Keputusan konsumen

Setelah melalui beberapa tahap, dilakukan konsumen yang nyata terhadap altematif yang dipilih. Suatu proses konsumen berkaitan dengan keputusan merek, penjualan, waktu konsumen, dan acara pembayaran.

5. Perilaku purna beli

(14)

Sesudah konsumen dilakukan, konsumen juga akan melakukan beberapa kegiatan setelah membeli. Jika konsumen merasa puas dengan manfaat produk maka ada kecenderungan untuk melakukan konsumen ulang. Namun jika tidak ada kemungkinan itu konsumen akan meninggalkan produk tersebut atau beralih ke produk pesaing.

Garnbar 2.6. Proses Keputusan Konsumen Sumber: Kotler, 2005 (p.208)

Menurut Grewal & Levy (2008, p. 158), dalam proses mengambil keputusan, terdapat 3 faktor yang sering dijadikan sebagai jalan pintas dalam proses pengambilan keputusan, antara lain:

1. Harga – Konsumen akan cenderung memilih harga yang lebih mahal, dengan asumsi akan mendapatkan kualitas yang lebih baik.

2. Merek – Konsumen akan merasa lebih aman saat membeli sebuah produk atau merek yang sudah dikenal luas.

3. Presentasi produk dan jasa – Konsumen ingin melihat adanya usaha pada proses penjualan, dan hanya dengan melihat presentasi produk atau jasa tersebut dapat timbul keputusan pembelian. Contohnya, ada dua buah rumah yang akan dijual, harga dari kedua rumah yang serupa itu akan berbeda apabila salah satunya tampak bersih, rapi dan terawat, sedangkan rumah yang lainnya berantakan dan baunya tidak enak.

Menurut Schiffman & Kanuk (2007, p. 510), empat model pengambilan keputusan konsumen yaitu:

1. Economic view

Dalam economic view, konsumen bersifat rasional berlandaskan prinsip ekonomi. Konsumen akan cenderung memperhatikan pilihan produk yang ada, menyusun tingkatan produk berdasar untung dan rugi yang diperoleh lalu mengidentifikasi alternatif terbaik. Konsumen melihat hubungan harga dan

(15)

2. Passive view

Dalam passive view konsumen seolah-olah bersifat irasional. Konsumen akan cenderung pasrah pada beberapa pihak seperti kerabat dekat, teman dan pihak pemasar.

3. Cognitive view

Dalam cognitive view, konsumen cenderung aktif saat membuat keputusan pembelian konsumen aktif dalam mencari produk dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhannya. Model pemikiran ini memfokuskan pada proses konsumen mencari dan mengevaluasi informasi suatu merek .

4. Emotional view

Dalam emotional view, konsumen memasukan unsur emosionalnya saat proses pengambilan keputusan, seperti perasaan gembira, takut, cinta, harapan, seksualitas, fantasi dan keajaiban. Pengambilan keputusan dalam model ini bersifat impulsif dan bergantung pada perasaan dan suasana hati, akan tetapi sifatnya rasional. Contohnya saat konsumen membeli barang yang memiliki merek terkenal, bukan karena konsumen akan terlihat lebih baik saat digunakan, tetapi semata karena merek tersebut dapat memberi perasaan lebih baik.

2.8. Hubungan Ekuitas Merek dengan Keputusan Konsumen

Menurut Aaker (2001, p. 165), ekuitas merek memberikan nilai kepada konsumen dalam beberapa cara, antara lain dengan membantu konsumen menginterpretasi dan memproses informasi, memberikan kepercayaan diri saat membuat keputusan pembelian dan memberikan arti dan perasaan terhadap produk.

Menurut Lee & Labroo dalam Grewal & Levy (2008), “Brands facilitate purchasing, brands are often easily recognized by consumers and, because they signify a certain quality level and contain familiar attributes, brands help consumers make quick decisions” (p. 315). Yang artinya, merek dapat membantu proses konsumen, merek sering dikenali oleh konsumen, dan karena merek dapat menandakan suatu tingkatan kualitas tertentu dan mengandung atribut yang

(16)

mudah dikenali, sehingga merek membantu konsumen membuat keputusan dengan cepat.

Menurut Grewal & Levy (2008), “Buying a brand name goods allows some consumers to feel safe with their choices, even it more expensive, gives many consumers the sense that they are buying a higher quality item” (p. 158).

Pada tahap evaluasi alternatif dalam proses pengambilan keputusan, merek termasuk salah satu cara mudah yang digunakan konsumen dalam memilih sebuah produk atau jasa, dan dapat memberikan perasaan bahwa konsumen membeli produk dengan kualitas lebih tinggi.

Menurut Aaker dalam Grewal & Levy (2008), “The more aware or familiar customers are with a brand, the easier their decision-making process will be. Brand awareness is also important for infrequently purchased items or items the consumer has never purchased before. If the consumer recognized the brand, it probably has attributes that make it valuable” (p. 317). Yang artinya, semakin akrab konsumen dengan suatu merek, maka akan semakin mudah proses pengambilan keputusan yang akan terjadi. Kesadaran merek juga penting pada produk yang jarang dibeli atau belum pernah dibeli sebelumnya. Apabila konsumen mengenali merek tersebut, mungkin dikarenakan adanya atribut yang membuat barang tersebut berharga.

Kurniawan (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh ekuitas merek terhadap keputusan konsumen konsumen (Studi Pada Konsumen Minuman Isotonik Fatigon Hydro di Purwokerto). Hasilnya menunjukkan bahwa keempat variabel independen (kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, loyalitas merek) yang diteliti terbukti secara serempak maupun parsial mempengaruhi variabel dependen yaitu keputusan pembelian konsumen. Variabel yang paling berpengaruh secara parsial adalah loyalitas merek.

(17)

2.9. Kerangka Berpikir

Gambar 2.7. Kerangka Berpikir

Pada penelitian ini, variabel persepsi kualitas hanya menggunakan 5 dimensi kualitas, yaitu performance, conformance to specification, customer support, aesthetic design. Dimensi features dan process quality tidak digunakan karena kurang tepat saat diaplikasikan pada penelitian ini.

Dengan melihat kerangka berpikir maka akan mempermudah penulis untuk dapat mengetahui bahwa faktor-faktor pembentuk ekuitas merek yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, loyalitas merek akan mendorong keputusan pembelian konsumen.

Loyalitas Merek

 Habitual buyer

 Satisfied buyer

 Likes the brand

 Committed buyer

Aaker (1996, p.22)

Hotel Narita Surabaya

Kesadaran Merek

 Menyadari merek

 Mengenal merek

 Mengingat merek

 Puncak pikiran Aaker (1996, p. 10- 16)

Persepsi Kualitas

 Performa

 Kesesuaian dengan spesifikasi

 Dukungan terhadap konsumen

 Bentuk fisik yang tampak Aaker (2001, p.161) Asosiasi Merek

 Kekuatan merek

 Kesukaan merek

 Keunikan merek

Keller (2008, p.637)

Keputusan Pembelian

Economic view

Passive view

Cognitive view

Emotional view

Sciffman & Kanuk (2007, p.510)

(18)

2.10. Hipotesis

Dengan melihat pada teori yang ada, penelitian-penelitian terdahulu dan kerangka berpikir, penulis merumuskan hipotesis bahwa:

H1: Kesadaran merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian konsumen.

H2: Asosiasi merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian konsumen.

H3: Persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian konsumen.

H4: Loyalitas merek berpengaruh positif terhadap keputusan pembelian konsumen.

Gambar

Gambar 2.1.   Ekuitas Merek  Sumber: Aaker (2001, p. 166)
Gambar 2.2.  Piramida Brand Awareness  Sumber : Aaker (1996, p.10-16)
Gambar 2.3.  Diagram Asosiasi Merek  Sumber: Aaker (1996, p.9) Asosiasi
Gambar 2.4.  Diagram Nilai dari Kesan Kualitas Merek  Sumber: Aaker (1996, p.9)
+3

Referensi

Dokumen terkait

pada saat pembuktian kualifikasi dan Klarifikasi penyedia jasa diharuskan untuk membawa seluruh dokumen asli atau dokumen salinan yang telah dilegalisir dan

permasalahan yang berkaitan dengan KPK dan FPB, satuan kuantitas, desimal dan persen terkait dengan aktivitas sehari-hari di rumah, sekolah, atau tempat bermain serta

Tujuan penelitian adalah mengamati pengaruh pengerolan panas dan tingkat deformasi terhadap sifat mekanis bahan, mengetahui pengaruh ukuran butiran terhadap sifat mekanis dan

Penelitian Mardliyyah (2016) yang melakukan penelitian tentang pengaruh pengungkapan CSR terhadap nilai perusahaan dengan profitabilitas sebagai variabel moderasi

[r]

[r]

DC clearly demonstrate that some measures of price comparisons are preferable to others, due to bias. But the DC article also reminds us of the importance of medical practice

Mata acara ke-1 sampai dengan ke-3 merupakan agenda yang rutin diadakan dalam RUPS Tahunan Perseroan; Mata acara ke-4 adalah laporan penggunaan dana hasil penawaran umum perdana