• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB V HASIL PENELITIAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

62 BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Penyelenggaraan Makanan RS Santo Yusup Bandung

Rumah sakit Santo Yusup merupakan rumah sakit tipe C yang mengadakan penyelenggaraan makanan untuk pelayanan rawat inap, rawat jalan dan catering diet. Rumah Sakit Santo Yusup berkedudukan di Kota Bandung, beralamat di Jl. Cikutra No.7 Bandung 40214.

a. Struktur Organisasi Rumah Sakit Santo Yusup Bandung

GAMBAR 5.1 : STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG

DIREKTUR

WADIR MEDIS

KEPALA BAGIAN GIZI

PELAYANAN GIZI RAWAT JALAN

ADMINISTRASI GIZI

PELAYANAN GIZI RAWAT INAP PENYELENGGARAAN

MAKAN

(2)

Kepala bagian gizi berfungsi Sebagai penanggung jawab umum unit pelayanan gizi di Rumah Sakit Santo Yusup. Kepala Instalasi gizi bertanggung jawab langsung terhadap wadir medis yang dibawahi oleh penyelenggaraan makanan, pelayanan gizi rawat inap, dan pelayanan gizi rawat jalan. Sedangkan Penanggung Jawab Penyelenggaraan Makanan berfungsi Mengkoordinasikan kegiatan penyelenggaraan makanan mulai dari proses perencanaan, persiapan bahan makanan hingga pendistribusian.

Bagian gizi dipimpin oleh seorang kepala bagian staff di bagian gizi terdiri dari ahli gizi (dietisian), petugas penjamah makanan dari petugas pengatur makanan. Dalam hal

penyajian makanan pengatur makanan dibantu oleh pantry girl, yang dibagi sebagai berikut :

Penyelenggaraan makan Rumah Sakit Santo Yusup merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen dalam mencapai status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat. Adapun bentuk penyelenggaraan makan menggunakan system swakelola dimana instalasi pelayanan gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan semua kegiatan penyelenggaraan makanan. Mekanisme kegiatan penyelenggaraan makan Rumah Sakit Saton Yusup meliputi perencanaan anggaran makan, perencanaan menu, perhitungan kebutuhan bahan makanan, pemesanan

No Jenis/macam tenaga Jumlah

1 Ahli gizi/dietisien (TRD) 3

2 Pengatur/penata makanan 14

3 Juru masak 10

4 Petugas Kerumah tanggan/pembantu pengatur makanan/(pantry girl)

a. Petugas RS = 5 org b. Petugas out source = 10 org

15

Jumlah 42

(3)

dan pembelian bahan makanan, Penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bahan makanan, persiapan bahan makanan, pengolahan bahan makanan dan pendistribusian Makanan.

Pelayanan makanan pasien di Rumah Sakit Santo Yusup dilakukan secara sentralisasi dengan melayani 238 pasien rawat inap, pasien rawat jalan/post opname (catering diet), Karyawan RS Santo Yusup ( Jika ada kegiatan rapat),Biarawan dan biarawati di dalam area sekitar RS Santo Yusup, Keluarga penunggu pasien (catering makanan sehat), Dokter kamar bedah.

Pemberian Makanan berdasarkan assesmen kebutuhan pasien yang dilakukan dalam skrinning awal maupun skrinning lanjutan, maka DPTP/pemberi pelayanan (ahli gizi/perawat) yang berkompeten memesan makanna/nutrien lain yang sesuai dengan kondisi, umur, budaya, preferensi diet dan rencana pelayanan terhadap pasien.

Makanan yang diberikan pasien disesuaikan dengan umur pasien, budaya pasien, preferensi diet dan rencana pelayanan gizi serta tersedia secara rutin. Penyediaan makanan sesuai kebutuhan pasien disediakan secara reguler dengan menggunakan siklus menu 10 hari. Maka, dalam 1 bulan berlaku 3 kali siklus. Bila 1 bulan adalah 31 hari, maka berlaku 3 kali siklus ditambah 1 menu untuk tanggal 31 dan berdasarkan kelas perawatan dengan periode 4-6 bulan.

Proses pengolahan makanan dimulai dari pukul 5 pagi, pembagian shift adalah untuk shift 1 mengolah untuk makan pagi dan siang, dan shift 2 mengolah untuk makan sore. Makan pagi harus diantar ke pasien pada pukul 07.00, makan siang pukul 12.00 dan makan sore pukul 18.00.

Bahan makanan yang telah dipersiapkan selanjutnya dilakukan proses pengolahan sesuai dengan menu, standar resep dan standar diet.

Proses pengolahan terdiri dari beberapa jenis yaitu direbus, digoreng, dikukus, dipanggang dan lain-lain. Sebelum dilakukan pengolahan, unit pengolahan harus mengetahui jumlah pasien disertai dengan diet pasien tersebut, agar jumlah makanan yang dihasilkan sesuai dengan jumlah

(4)

pasien dan pasien mendapatkan makanan yang sesuai dengan diet yang dianjurkan. Unit pengolahan sebelum memulai mengolah makanan, mereka meminta daftar jumlah pasien terlebih dahulu kepada petugas yang biasanya mengecek jumlah pasien setiap harinya, petugas tersebut juga merangkap sebagai pendistribusi makanan.

Unit pengolahan di bagi menjadi tiga unit yaitu pengolahan lauk (hewani dan nabati) ,pengolahan sayuran dan pengolahan karbohidrat (nasi, bubur dan tim). Proses pengolahan diutamakan terlebih dahulu mengolah untuk pasien diet khusus (contoh : rendah garam) bumbu yang dipergunakan tidak terlalu banyak. Tetapi pada kenyataannya makanan untuk diet rendah garam sering terasa keasinan, hal ini dapat disebabkan oleh tidak adanya standar khusus untuk diet rendah garam ataupun pengetahuan tenaga pengolah makanan yang kurang. Setelah pengolahan untuk pasien diet khusus selesai, makanan untuk makan biasa ditambahkan dengan bumbu (garam) seperlunya hingga rasanya pas.

Setelah semua proses pengolahan selesai, makanan siap untuk di distribusi.

Selain melakukan pengolahan makanan untuk pasien, tim unit pengolahan melakukan pengolahan makanan untuk biara dan untuk makanan order khusus, namun untuk makanan order khusus dilakukan pengolahan pada tempat yang terpisah dari tempat pengolahan pasien dan biara.

Makanan yang diterima dari unit pengolahan, kemudian di distribusikan sesuai dengan diet dan bentuk makanan masing-masing pasien. Saat mendistribusikan makanan, petugas distribusi menggunakan APD secara lengkap seperti penutup kepala, penutup mulut, celemek dan sarung tangan plastik. Distribusi dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

a. Karbohidrat

Pendistribusian karbohidrat yaitu seperti nasi, bubur dan tim. Sebelum dilakukan pemorsian, petugas harus mengetahui terlebih dahulu jumlah pasien yang mengkonsumsi nasi, bubur

(5)

atau tim dengan melihat daftar DPMP (Daftar Pesanan Makanan Pasien).

Setelah melihat daftar DPMP (Daftar Pesanan Makanan Pasien) petugas melakukan pemorsian sesuai dengan bentuk makanan yang sesuai dengan diet pasien seperti nasi, bubur atau tim. Agar tidak bingung biasanya petugas melakukan pemorsian menurut ruangan, contohnya pemorsian pertama dilakukan untuk pasien diruangan A dan dilanjut dengan ruang B. Setelah dilakukan pemorsian, lalu nasi,bubur dan tim tersebut dikemas dengan cara wrapping agar makanan tidak terkontaminasi. Untuk pasien anak, sebelum dilakukan wraping biasanya nasi, bubur atau tim dihias terlebih dahulu agar tampilannya lebih menarik.

Setelah dikemas, makanan tersebut langsung dimasukan ke dalam trolley warmer yang sudah diberi tanda tiap ruangan dan disesuaikan dengan jumlah permintaan dari tiap ruangan.

b. Lauk (hewani dan nabati)

Pendistribusian lauk yaitu terdiri dari lauk hewani dan nabati. Sebelum dilakukan pemorsian, petugas harus mengetahui terlebih dahulu jumlah, diet dan bentuk makanan pasien dengan melihat DPMP.

Setelah melihat daftar DPMP (Daftar Pesanan Makanan Pasien) petugas melakukan pemorsian sesuai dengan bentuk makanan (makanan biasa atau cincang) dan diet pasien (diet rendah garam, rendah purin dll). Agar tidak bingung biasanya petugas melakukan pemorsian menurut ruangan, contohnya pemorsian pertama dilakukan untuk pasien diruangan A dan dilanjut dengan ruang B. Setelah dilakukan pemorsian, lauk tersebut dipercantik dengan diberi hiasan (garnish), kemudian lauk tersebut dikemas dengan cara wrapping agar makanan tidak terkontaminasi. Setelah dikemas, makanan tersebut langsung dimasukan ke dalam trolley warmer yang sudah diberi tanda tiap

(6)

ruangan dan disesuaikan dengan jumlah permintaan dari tiap ruangan.

c. Sayur

Sebelum dilakukan distribusi sayuran, petugas harus mengetahui terlebih dahulu jumlah, diet dan bentuk makanan pasien dengan melihat DPMP (Daftar Pesanan Makanan Pasien).

Setelah melihat daftar DPMP (Daftar Pesanan Makanan Pasien) petugas melakukan pemorsian sesuai dengan bentuk makanan (makanan biasa atau cincang) dan diet pasien (diet rendah garam, rendah purin dll). Agar tidak bingung biasanya petugas melakukan pemorsian menurut ruangan, contohnya pemorsian pertama dilakukan untuk pasien diruangan A dan dilanjut dengan ruang B. Untuk pemorsian sayuran berkuah biasanya terlebih dahulu mengisi mangkuk dengan sayuran terlebih dahulu, selanjutnya kuah dimasukan sesuai dengan diet pasien, dikarenakan kuah dibedakan menjadi 3 jenis yaitu kuah biasa, kuah untuk diet rendah purin dan kuah untuk rendah garam. Langkah selanjutnya sayur tersebut dikemas dengan cara wrapping agar makanan tidak terkontaminasi. Setelah dikemas, makanan tersebut langsung dimasukan ke dalam trolley warmer yang sudah diberi tanda tiap ruangan dan disesuaikan dengan jumlah permintaan dari tiap ruangan.

Sebelum dilakukan kegiatan transportasi makanan. Makanan yang telah dikemas dimasukan ke dalam trolley warmer. Trolley warmer berfungsi untuk menjaga suhu makanan agar tetap hangat sampai ketangan pasien. Sebelum makanan masuk ke dalam trolley warmer, pastikan trolley warmer tersebut sudah dinyalakan 20 menit sebelum digunakan supaya suhu yang diinginkan bisa tercapai,

(7)

Setelah dirasa sudah cukup hangat, makanan dimasukan ke dalam trolley warmer sesuai dengan etiket diet yang terdapat pada baki di dalam trolley warmer. Selanjutnya diamkan makanan tersebut kurang lebih 20-30 menit hingga suhu makanan mencapai 45°C - 60°C, dan tidak lupa untuk mengecek suhu makanan pada bagian bawah dan atas untuk memastikan bahwa suhu trolley warmer tersebut bekerja secara merata. Jika suhu sudah berada pada kisaran 45°C -60°C maka trolley warmer bisa dimatikan dan makanan sudah dapat di bawa keruangan untuk diberikan kepada pasien.

Makanan yang berada di dalam trolley warmer kemudian dibagikan kepada pasien oleh petugas. Kemudian petugas masuk ke dalam ruang perawatan membagikan makanan kepada pasien dan tidak lupa para petugas mengecek ulang nama pasien dan makanan yang diberikan dengan cara menanyakan nama pasien. Hal itu dilakukan untuk meminimalisir kesalahan seperti pasien pindah ruangan maupun pasien sebelumnya sudah pulang.

5.1.3 Gambaran Umum Fasilitas Penunjang

Fasilitas Penunjang standar diet hipertensi dapat membantu tenaga pengolah makanan dan tenaga pengatur makanan untuk merubah perilaku terkait penerapan standar diet hipertensi. Namun, fasilitas penunjang yang ada di dapur instalasi gizi RS Santo Yusup belum terdapat dapur terpisah antara dapur diet dan non diet, dan juga standar yang baku untuk diet hipertensi agar dapat terkontrol.

5.2 Analisis Univariat

5.2.1 Gambaran Karakteristik Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dari total populasi tenaga pengolah makanan dan tenaga pengatur makanan yang berjumlah 22 orang.

(8)

a. Usia

Tenaga pengolah makanan dan tenaga pengatur makanan di RS Santo Yusup dibagi menjadi 2 yaitu < 40 tahun dan > 40 tahun. Berikut ini adalah data yang diperoleh:

TABEL 5.1 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KATEGORI USIA

Umur n %

< 40 Tahun 14 63,6

> 40 Tahun 8 36,4

Total 22 100

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar sampel berada di golongan usia < 40 tahun yaitu sebanyak 14 orang (63,6%) sedangkan sampel yang berusia > 40 tahun sebanyak 8 orang (36,4%).

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. Berikut ini adalah data yang diperoleh :

TABEL 5.2 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS KELAMIN

JENIS KELAMIN N %

LAKI LAKI 8 36,4

PEREMPUAN 14 63,6

Total 22 100

Berdasarkan tabel di atas jumlah sampel yang berjenis kelamin laki-laki 8 orang (36,4%) sedangkan jumlah sampel yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 14 orang (63,6%)

c. Tingkat Pendidikan

(9)

Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh tenaga pengolah dan tenaga pengatur makanan.

Tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi 4 yaitu SD,SMP,SMA/SMK, dan Perguruan Tinggi. Semua sampel sebanyak 22 orang adalah dengan tingkat pendidikan SMA/SMK.

d. Masa Kerja

Masa kerja tenaga pengolah makanan dan tenaga pengatur makanan dibagi menjadi 2 yaitu < 10 tahun dan > 10 tahun.

Berikut ini adalah data yang diperoleh :

TABEL 5.3 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN MASA KERJA

MASA KERJA N %

< 10 Tahun 10 45,5

>10 Tahun 12 54,5

Total 22 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak 10 orang (45,5%) bekerja selama kurang dari 10 tahun dan 12 orang telah bekerja lebih dari sama dengan 10 tahun (54,5%)

5.2.2 Gambaran Rata-Rata Skor Pengetahuan Sampel

Pengetahuan standar diet hipertensi adalah tingkat pemahaman tenaga pengolah makanan dan tenaga pengatur makanan mengenai standar diet untuk penyakit hipertensi yang diperoleh dengan pengisian kuesioner yang terdiri dari 11 soal. Penilaian ditentukan berdasarkan jawaban soal yang benar dan jawaban soal yang benar di bagi 11 lalu dikalikan 100%. Pengukuran pengetahuan dilakukan 3 hari sebelum penyuluhan pertama dan 4 hari setelah penyuluhan kedua.

(10)

TABEL 5. 4 SKOR PENGETAHUAN STANDAR DIET HIPERTENSI TENAGA PENGOLAH MAKANAN DAN TENAGA PENGATUR

MAKANAN

no sampel

PRETEST (%)

POSTEST (%)

SELISIH (%)

1 36,37 100 63,63

2 63,64 90,91 27,27

3 18,19 63,64 45,45

4 36,37 100 63,63

5 0 90,91 90,91

6 63,64 90,91 27,27

7 18,19 81,82 63,63

8 27,28 54,55 27,27

9 36,37 81,82 45,45

10 27,28 63,64 36,36

11 27,28 72,73 45,45

12 27,28 81,82 54,54

13 54,55 81,82 27,27

14 45,46 72,73 27,27

15 36,37 72,73 36,36

16 45,46 63,64 18,18

17 54,55 54,55 0

18 36,37 100 63,63

19 54,55 100 45,45

20 54,55 72,73 18,18

21 63,64 63,64 0

22 18,19 72,73 54,54

Rata-Rata 38,4% 78,5% 40%

Min 0 54,5% 0

Max 63,64% 100% 90,9%

Berdasarkan tabel diatas rata-rata skor pengetahuan standar bumbu hipertensi sebelum penyuluhan adalah 38,4% dengan nilai minimal 0 dan maksimal 54,5%, sedangkan rata rata skor pengetahuan setelah penyuluhan adalah 78,5% dengan nilai minimal 54,5% dan nilai maksimal 100.% Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan sebelum dan stelah penyuluhan. Rata-rata peningkatan pengetahuan sampel sebesar 104%, Namun ada 2 responden yang bernilai

(11)

tetap yaitu 9,09%. Dengan demikian yang mengalami peningkatan adalah 90,91%.

5.2.3 Gambaran rata-rata praktek pengolahan sampel

Praktek pengolahan adalah tindakan yang dilakukan oleh tenaga pengolah makanan dan tenaga pengatur makanan yang diperoleh dari hasil observasi dengan pengisian daftar tilik yang terdiri dari 5 perilaku dalam penerapan standar diet hipertensi dimana setiap perilaku yang benar diberikan skor 20 dan dikalikan 100%. Pengukuran praktek pengolahan dilakukan sebelum dan setelah penyuluhan.

TABEL 5.5 SKOR PRAKTEK STANDAR DIET HIPERTENSI TENAGA PENGOLAH MAKANAN DAN TENAGA PENGATUR MAKANAN

WAKTU

JENIS MAKANAN

OBSERVASI SEBELUM PENYULUHAN

(%)

OBSERVASI SETELAH PENYULUHAN

1

OBSERVASI SETELAH PENYULUHAN

2

SELISIH SEBELUM PENYULUHAN DAN SETELAH PENYULUHAN 1

SELISIH SEBELUM PENYULUHAN DAN SETELAH PENYULUHAN 2

HARI 1 HEWANI 20 80 80 60 60

NABATI 20 70 90 50 70

SAYUR 60 90 80 30 20

HARI 2 HEWANI 30 60 80 30 50

NABATI 30 80 70 50 40

SAYUR 50 90 90 40 40

HARI 3 HEWANI 30 80 90 50 60

NABATI 40 70 90 30 50

SAYUR 50 70 80 20 30

HARI 4 HEWANI 30 90 70 60 40

NABATI 50 60 80 10 30

SAYUR 40 80 100 40 60

HARI 5 HEWANI 30 60 100 30 70

NABATI 40 70 70 30 30

SAYUR 40 80 80 40 40

RATA-RATA 37,33% 75,33% 83,33% 38% 46%

Min 20% 60% 70% 10% 20%

Max 60% 90% 100% 60% 70%

(12)

Berdasarkan tabel diatas rata-rata skor praktek standar bumbu hipertensi sebelum penyuluhan adalah 37,33%, dengan nilai minimal 20%

dan maksimal 60% dan rata-rata skor praktek setelah penyuluhan pertama adalah 75,33% dengan nilai minimal 60% dan nilai maksimal 90%, dan rata- rata skor praktek setelah penyuluhan kedua adalah 83,33% dengan nilai minimal 70% dan nilai maksimal 100% . Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan sebelum dan setelah penyuluhan.

Namun ada beberapa point yang justru menurun setelah penyuluhan kedua, yaitu pada sayur hari pertama, nabati hari kedua dan hewani hari keempat 20% dan yang tetap 26,6%, dengan demikian yang mengalami peningkatan sebanyak 53,4%. Rata-rata peningkatan skor perilaku/praktek setelah penyuluhan adalah 112%.

5.3 Analisis Bivariat 5.3.1 Uji Validitas

Berdasarkan uji validitas kuesioner, didapatkan hasil yang tertera pada tabel berikut :

TABEL 5.6 HASIL UJI VALIDITAS KUESIONER

Item

r

Hitung r Tabel Keterangan P1 0,646 0,632 Valid P2 0,728 0,632 Valid P3 0,633 0,632 Valid P4 0,633 0,632 Valid P5 0,797 0,632 Valid P6 0,633 0,632 Valid P7 0,734 0,632 Valid P8 0,797 0,632 Valid P9 0,797 0,632 Valid P10 0,734 0,632 Valid P11 0,646 0,632 Valid

Berdasarkan hasil olah data pada tabel di atas nilai r hitung P1 sampai P11 memiliki nilai lebih besar dari r tabel 0,632, maka dapat disimpulkan

(13)

bahwa seluruh item pertanyaan pada kuesioner penelitian ini dinyatakan valid.

5.3.2 Uji Reliabilitas

Setelah uji validitas, dilakukan pula uji reabilitas kuesioner. Berikut adalah hasil Uji Reliabilitas yang diolah menggunakan SPSS:

TABEL 5.7 HASIL UJI REABILITAS Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

0,901 11

Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, nilai cronbatch alpha variabel sebesar 0,901 lebih besar dari batasan 0,60 maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner dalam penelitian ini dinyatakan reliabel.

5.3.3 Uji Normalitas

Berdasarkan uji pengetahuan, diketahui bahwa nilai P Pre Test sebesar 0,258 lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada data tersebut berdistribusi normal. Nilai P Post Test sebesar 0,100 lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada data tersebut berdistribusi normal.

Nilai P Observasi Sebelum Penyuluhan sebesar 0,262 lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada data tersebut berdistribusi normal. Nilai P Observasi Setelah Penyuluhan 1 sebesar 0,064 lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada data tersebut berdistribusi normal. Nilai P Observasi Setelah Penyuluhan 2 sebesar 0,070 lebih besar dari 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada data tersebut berdistribusi normal.

(14)

5.3.4 Perbedaan Skor Pengetahuan dan Skor Praktek Pengolahan Sebelum dan Setelah Penyuluhan

Data skor pengetahuan berdistribusi normal, maka uji yang digunakan adalah uji T-Dependen. Berikut hasil pengolahan data perbedaan skor pengetahuan dan skor praktek pengolahan sebelum dan setelah penyuluhan:

TABEL 5.8 Perbedaan Skor Pengetahuan Sebelum dan Setelah Penyuluhan

Variabel Rata-rata SD Nilai p Pengetahuan Sebelum Penyuluhan 38,43 14,72

0,000 Pengetahuan SetelahPenyuluhan 78,51 17,27

Berdasarkan tab 5.8 diketahui nilai rata-rata pre test 38,43 dan nilai rata-rata post test 78,51. Nilai rata-rata post test lebih besar dari nilai pre test, dan pada tabel Nilai P sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada pretest dan post menggunakan kuesioner

TABEL 5.9 Perbedaan Skor Praktek Pengolahan Sebelum dan Setelah Penyuluhan

Variabel Rata-rata SD

Nilai p Praktek Pengolahan Sebelum

Penyuluhan 37,33 11,62

0,000 Praktek Pengolahan Setelah

Penyuluhan 1 73,33 10,6

Praktek Pengolahan Setelah

Penyuluhan 2 83,33 9,75

Berdasarkan hasil di atas, pada tabel diketahui nilai rata-rata observasi sebelum penyuluhan 37,33% dan nilai rata-rata observasi seteah penyuluhan 1 adalah 73,33%. Nilai rata-rata observasi setelah penyuluhan 1 lebih besar dari nilai observasi sebelum penyuluhan dan pada Nilai p < 0,05 sebesar 0,000 , maka disimpulkan terdapat perbedaan

(15)

yang signifikan pada observasi sebelum penyuluhan dengan observasi setelah penyuluhan 1.

Berdasarkan hasil di atas, pada tabel diketahui nilai rata-rata observasi sebelum penyuluhan 37,33% dan nilai rata-rata observasi setelah penyuluhan 2 83,33%. Nilai rata-rata observasi setelah penyuluhan 2 lebih besar dari nilai observasi sebelum penyuluhan dan pada tabel, nilai p sebesar 0,000 (< 0,05), maka disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada observasi sebelum penyuluhan dengan observasi setelah penyuluhan 2. Berdasarkan hasil dapat dilihat pula bahwa rata-rata skor observasi setelah penyuluhan 2 lebih baik dari observasi setalah penyuluhan 1.

Referensi

Dokumen terkait

Sektor perikanan merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara, mengingat konsumsi ikan di merupakan suatu komoditas yang bernilai bagi suatu negara,

Harga Satuan yang disampaikan Penyedia Jasa tidak dapat diubah kecuali terdapat Penyesuaian Harga (Eskalasi/Deskalasi) sesuai ketentuan dalam Instruksi Kepada Peserta Lelang 3

Telah ditelusuri bahwa Kitab Purana yang mengandung pendidikan moralitas dan Etika dan sesuai dengan ajaran kitab Suci Veda akan mampu menumbuhkan kesadaran

Tanaman kecombrang (Nicolaia speciosa Horan) mempunyai daun 15-30 helai tersusun dalam dua baris berseling, di batang semu helaian daun berbentuk jorong lonjong dengan

permukiman. b) Pusat ini ditandai dengan adanya pampatan agung/persimpangan jalan (catus patha) sebagai simbol kultural secara spasial. c) Pola ruang desa adat yang berorientasi

Perlakuan interaksi antara asam sitrat dan gula berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar antosianin, total gula, total padatan terlarut, perlakuan konsentrasi

Bu yolla Zen’in aydınlanma safhalarını anlatmaya kalkışan ilk usta Kakuan değil tabii ancak daha önceki anlatımlar sekizinci resim olan Boşluk (shunyata) ile biterken

Data hasil uji statistik yang diperoleh dari daya proteksi formula gel minyak atsiri herba lemon balm (Melissa officinalis L) terhadap nyamuk Aedes aegypti memiliki