• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA BAKSO SAPI DI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA BAKSO SAPI DI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION SKRIPSI"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA BAKSO SAPI DI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE

CHAIN REACTION

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Yuventa Feby Claudia Ayudaisi Pareira 178114024

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(2)

ii

IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA BAKSO SAPI DI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE

CHAIN REACTION

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Yuventa Feby Claudia Ayudaisi Pareira 178114024

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2021

(3)

iii

Persetujuan Pembimbing

IDENTIFIKASI GEN SITOKROM B (Cyt b) BABI HUTAN PADA BAKSO SAPI DI YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE

CHAIN REACTION

Skripsi yang diajukan oleh:

Yuventa Feby Claudia Ayudaisi Pareira NIM: 178114024

telah disetujui oleh :

Pembimbing

(Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc.) Tanggal 18 Juli 2021

(4)

iv

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 29 Juli 2021 Penulis

(Yuventa Feby Claudia Ayudaisi Pareira)

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Yuventa Feby Claudia Ayudaisi Pareira Nomor Mahasiswa : 178114024

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “Identifikasi Gen Sitokrom b (Cyt b) Babi Hutan pada Bakso Sapi di Yogyakarta Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction”. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Atas kemajuan teknologi informasi, saya tidak keberatan jika nama, tanda tangan, gambar atau image yang ada di dalam karya ilmiah saya terindeks oleh mesin pencari (search engine), misalnya google.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 29 Juli 2021 Yang menyatakan

(Yuventa Feby Claudia Ayudaisi Pareira)

(7)

vii

Halaman Persembahan

Karya ini saya persembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang tiada hentinya memberikan berkat dan penyertaan dalam hidup saya

Bapa dan Mama yang selalu berjuang untuk mewujudkan impian saya Kak Ivan, Mbak Della, Mbak Icha, dan Adek Marsel yang selalu menjadi

penyemangat dan motivator saya dalam melangkah maju

Ibu Damiana Sapta Candrasari dan Ibu Christine Patramurti yang selalu memberikan pengarahan dalam menyusun karya ini

Almamater Universitas Sanata Dharma

♥♥♥

“Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu,

itulah yang menghibur aku”

Mazmur 23:4

(8)

viii PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih karunia-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Gen Sitokrom B (Cyt B) Babi Hutan Pada Bakso Sapi Di Yogyakarta Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction” sebagai bekal penulis di dunia kerja dan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. apt. Yustina Sri Hartini selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dr. apt. Christine Patramurti selaku Ketua Program Studi Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, sekaligus Dosen Penguji yang selalu sabar memberikan bimbingan, bantuan, kritik serta pengarahan dari awal penyusunan proposal hingga penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, bantuan, kritik serta pengarahan dari awal penyusunan proposal hingga penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Dr. apt. Erna Tri Wulandari selaku Dosen Pendamping Akademik yang selalu mendampingi saya dari semester 1 hingga semester 8.

5. Bapak Dr. Jeffry Julianus M.Si. selaku Dosen Penguji atas segala kritik serta saran yang diberikan demi kemajuan skripsi ini.

6. Bapak Kayatno dan Bapak Wagiran serta seluruh Laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang membantu penulis dalam hal sarana dan prasarana.

7. Seluruh Dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan tidak hanya ilmu pengetahuan namun juga nilai-nilai moral yang berharga selama menempuh kuliah.

(9)

ix

8. Bapa, Mama, Kak Ivan, Mbak Della, Mbak Ica dan Adek Marsel yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis yang disertai dengan doa, harapan, dan bantuan dari awal kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.

9. Teman-teman yang berperan dalam penyusunan karya ini (Three Little Pigs, Aditara Gurls, Sobat Koptor, dan Laras Nahdif). Teman-teman rekan PCR (Epi, Bertha, Yosin, Vivi, Fera, Fica, Nita, Rinda, dan Vicka).

10. Teman-teman yang berperan dalam pembentukan dan pengembangan diri penulis selama 4 tahun berkuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (Via, Laura, Andrew, Ayu, Laras, Epi, Sasa, Thea, Dewi, Bertha, Ivan, Yoga, Ghozi, Bergita, Sharen, Fica, Galuh, Clara, Aryo, Kak Christa, Kak Gusti, dan Kak Juan).

11. Kak Erika yang dengan tulus telah memberikan bantuan yang sangat berarti kepada penulis selama penyusunan karya ini.

12. Bapak Eddy selaku pemilik Kost Andamari 2 yang selalu memberikan semangat dan dukungan selama penulis tinggal di kost tersebut.

13. FSMA 2017, Golongan A2, dan teman-teman meja 1 yang telah membantu penulis menikmati kegiatan di kelas maupun di laboratorium.

14. Semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan yang tidak bisa disebutkan satu persatu oleh penulis.

Penulis menyadari masih memiliki banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang dapat membantu dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan mampu memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 29 Juli 2021

Penulis

(Yuventa Feby Claudia Ayudaisi Pareira)

(10)

x DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... ..iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

PENDAHULUAN... 1

METODE PENELITIAN ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

KESIMPULAN ... 21

SARAN ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 22

LAMPIRAN ... 26

BIOGRAFI PENULIS ... 35

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik hasil Analisis Kualitatif Isolat DNA ... 10 Tabel II. Urutan dan Jumlah Basa pada Primer ... 12 Tabel III. Karakteristik DNA Hasil Optimasi Suhu Annealing Kontrol Positif

Daging Babi Segar ... 14 Tabel IV. Karakteristik DNA Hasil Optimasi Suhu Annealing Kontrol Positif

Daging Sapi Segar ... 15 Tabel V. Komponen dan Volume Mix PCR ... 16 Tabel VI. Kondisi PCR ... 16 Tabel VII. Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen sapi yang

Terbentuk pada Kondisi Optimum ... 18 Tabel VIII. Karakteristik Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen babi

yang Terbentuk pada Kondisi Optimum ... 20

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Elektrogram Analisis Kualitatif Isolat DNA ... 9 Gambar 2. Letak Target Gen Cyt b dari Sus scrofa (NCBI, 2013)... 12 Gambar 3. Letak Target Gen Cyt b dari Bos taurus (NCBI, 2013) ... 13 Gambar 4. Elektrogram Hasil Optimasi Suhu Annealing Kontrol Positif Daging Babi Segar ... 14 Gambar 5. Elektrogram Hasil Optimasi Suhu Annealing Kontrol Positif Daging Sapi Segar... 15 Gambar 6. Elektrogram Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen sapi yang Terbentuk pada Kondisi Optimum ... 18 Gambar 7. Elektrogram Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen babi yang Terbentuk pada Kondisi Optimum ... 19

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Sampel... 27

Lampiran 2. Product Information of Nucleic Acid Gel Stain ... 28

Lampiran 3. Product Information of DNA Ladder... 29

Lampiran 4. Usage Information of FavorPrepTM ... 30

Lampiran 5. Product Information of PCR Master Dye Mix ... 31

Lampiran 6. Elektrogram Analisis Kualitatif Isolat DNA ... 32

Lampiran 7. Elektrogram Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen sapi ... 33

Lampiran 8. Elektrogram Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen babi ... 34

(14)

xiv ABSTRAK

Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) memiliki kemampuan yang sensitif untuk identifikasi keberadaan gen babi di dalam produk olahan daging maupun daging segar. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi keberadaan daging babi hutan (Sus scrofa) pada bakso sapi yang dijual di pasar swalayan Yogyakarta dengan marker gen sitokrom b (Cyt b) mtDNA. Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel bakso sapi yang digunakan yaitu sebanyak 5 sampel dengan merk yang berbeda.

FavorPrep Tissue Genomic DNA Extraction Mini Kit digunakan untuk proses isolasi DNA. Analisis kualitatif isolat DNA dan produk PCR menggunakan metode elektroforesis dan divisualisasikan dengan UV-Transilluminator. Primer yang digunakan yaitu primer forward universal, primer reverse sapi, dan primer reverse babi. Kondisi PCR yang digunakan yaitu denaturasi awal pada suhu 95˚C selama 3 menit, denaturasi pada suhu 95ºC selama 15 detik, annealing pada suhu 58,4ºC selama 30 detik, ekstensi pada suhu 72ºC selama 30 detik sebanyak 30 siklus dan diakhiri dengan ekstensi akhir pada suhu 72ºC selama 1 menit.

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat kandungan gen sitokrom b babi pada kelima sampel bakso sapi yang ditunjukkan dengan tidak terbentuknya pita DNA pada 398 bp. Berdasarkan penelitian ini maka sampel bakso sapi yang dijual di pasar swalayan Yogyakarta dinyatakan tidak mengandung daging babi.

Kata kunci : Polymerase Chain Reaction (PCR), Sitokrom b, Bakso sapi, Isolasi DNA, Elektroforesis

(15)

xv ABSTRACT

The Polymerase Chain Reaction (PCR) method has an accurate ability to identify the presence of wild boar genes in processed meat products and fresh meat. The purpose of this study was to see the existence of wild boars content (Sus Scrofa) on beef meatballs sold in Yogyakarta supermarkets with the Marker Gen of Cytochrome b (Cyt b) mtDNA. Sample selection uses purposive sampling techniques. Samples of beef meatballs used are as many as five samples with different brands.

FavorPrep Tissue Genomic DNA Extraction Mini Kit used for DNA isolation processes. Qualitative analysis of DNA isolates and PCR products use electrophoresis methods and visualized with UV-transilluminators. The primer used is a universal primer forward, primer reverse cow, and primer reverse wild boar. PCR conditions used are initial denaturation at 95˚C for 3 minutes, denaturation at 95ºC for 15 seconds, annealing at 58.4ºC for 30 seconds, extension at 72ºC for 30 seconds as many as 30 cycles and ends with the final extension on 72ºC for 1 minute.

The results in this study showed no wild boar cytochrome b genes on the five samples of beef meatballs indicated by the form of a DNA ribbon in 398 bp.

Based on this study, beef meatballs samples sold in Yogyakarta supermarkets were declared not to contain wild boar.

Keywords: Polymerase Chain Reaction (PCR), Cytochrome b, beef meatballs, DNA isolation, electrophoresis

(16)

1 PENDAHULUAN

Pada era perdagangan global masa kini, makanan mentah maupun olahan (Processed Food) berupa daging menjadi objek perdagangan yang memiliki nilai komersial yang tinggi. Peningkatan perdagangan daging internasional dan permintaan konsumsi disertai dengan harga daging yang tinggi menyebabkan timbulnya upaya pemalsuan produk daging. Pemalsuan yang dilakukan dapat berupa penambahan atau penggantian yang curang atas spesies hewan yang tidak tercatat dalam produk daging tersebut, dengan tujuan untuk menghasilkan produk akhir dengan harga yang relatif lebih murah, agar penjual dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar (Che Man, 2012;Cahyadi, 2018). European Commission (EC) telah menjelaskan bahwa pemalsuan makanan, termasuk daging olahan merupakan pelanggaran yang disengaja terhadap undang-undang makanan untuk mendapatkan keuntungan ekonomis yang menyebabkan penipuan konsumen dan risiko tinggi terhadap kesehatan. Pemalsuan spesies daging dalam produk daging yang dihaluskan dan digiling telah menjadi permasalahan yang tersebar luas dalam beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, deteksi keaslian produk pangan menjadi sangat penting untuk melindungi konsumen (Orbayinah dkk., 2019).

Produk makanan berbasis daging sapi biasanya dipalsukan menggunakan daging babi hutan (Sus scrofa) karena terdapat perbedaan harga antara daging sapi dan daging babi hutan dimana daging babi hutan cenderung lebih murah, selain itu daging babi hutan juga memiliki struktur daging yang mirip dengan daging sapi, sehingga sering dijadikan sebagai bahan untuk menurunkan harga produksi dan meningkatkan cita rasa (Maryam dkk., 2016; Novianty dkk., 2017). Salah satu makanan olahan daging sapi yang berpotensi terkontaminasi daging babi hutan adalah bakso (Fitrilia, Deswinar, dan Raihana, 2017). Menurut Ong dkk.

(cit., Fibriana, 2012) kontaminasi daging babi hutan pada produk olahan daging sapi seperti bakso sangat merugikan, terutama bagi agama tertentu yang diharamkan untuk mengkonsumsi daging babi, serta beberapa golongan masyarakat yang memiliki hipersensitivitas atau intoleran terhadap daging babi.

(17)

2

Metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya jenis spesies hewan lain dalam produk makanan olahan daging yaitu metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Menurut Girish dkk. (cit., Hertanto, 2017) PCR merupakan salah satu teknik biologi molekuler yang digunakan untuk mendeteksi spesies hewan tertentu dalam suatu produk daging segar maupun olahan dengan cara mengamplifikasi sekuen DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) spesies tertentu pada suatu genom. PCR dapat mengamplifikasi sekuen DNA target dengan spesifik, keakuratan tinggi, waktu yang singkat, biaya yang tidak terlalu mahal dan jumlah sampel yang sedikit (Zulfahmi, 2015). Penggunaan DNA mitokondria (mtDNA) dalam analisis PCR dapat meningkatkan sensitivitas, karena setiap sel memiliki sekitar seribu mitokondria dan setiap mitokondria memiliki sepuluh salinan DNA (Jain, 2007).

Gen yang digunakan sebagai penanda spesies hewan dalam suatu produk daging salah satunya adalah gen sitokrom b (Cyt b). Gen cyt b memiliki kekhasan tersendiri, yaitu terdapat daerah dengan variasi sekuen yang spesifik pada setiap spesies hewan, namun juga terdapat daerah yang hampir sama untuk semua spesies hewan. Kedua daerah tersebut berada dalam satu gen. Kekhasan pada gen cyt b menyebabkan gen tersebut relatif lebih akurat jika digunakan untuk membedakan beberapa spesies hewan dalam suatu produk daging (Primasari, 2011). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irwandi dkk. (2020) Polymerase Chain Reaction (PCR) berhasil mengidentifikasi kontaminasi daging babi di dalam produk olahan daging sapi yaitu bakso.

METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian 1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bakso sapi bermerk dan berlabel halal yang diperoleh di pasar swalayan Yogyakarta, daging sapi segar dan daging babi segar sebagai kontrol positif. Primer forward universal: 5’ GAC CTC CCA GCT CCA TCA AAC ATC TCA TCT TGA TGA AA 3’, primer reverse sapi: 5’ CTA GAA AAG TGT AAG ACC CGT AAT ATA

(18)

3

AG 3’, primer reverse babi: 5’ GCT GAT AGT AGA TTT GTG ATG ACC GTA 3’ yang diadopsi dari Matsunaga dkk. (1999), gel agarose 1,5%, gel agarose 1 %, Tris-Borate-EDTA Buffer (1x), etanol absolut, ddH2O (akua bidestilata steril), Gel stain, DNA ladder 100 bp, loading dye, Nuclease Free Water , Smobio ExcelTaq 5x PCR Master Dye Mix TP1200, FavorPrep Tissue Genomic DNA Extraction Mini Kit

2. Kriteria Subjek Uji

Subjek uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakso sapi sebanyak 5 sampel dengan merk berbeda, berlabel halal dan belum melewati tanggal kadaluwarsa yang diperoleh di pasar swalayan Yogyakarta.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, microcentrifuge tube, elektroforesis, Thermal cycler Perkin Elmer 2400, autolave, incubator, collection tube, yellow tip, blue tip, mikropipet, vorteks, microwave, centrifuge, UV Transilluminator, kamera, mortar dan stamper.

Tata Cara Penelitian 1. Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel bakso sapi dilakukan oleh peneliti. Sampel bakso sapi bermerk diperoleh di pasar swalayan Yogyakarta sebanyak 5 sampel dengan merk yang berbeda menggunakan teknik purposive sampling, kemudian dilakukan replikasi sebanyak 3 kali untuk masing-masing sampel.

2. Preparasi Sampel dan Kontrol Positif

Preparasi sampel dan kontrol positif dilakukan sebelum proses isolasi DNA. Sampel bakso sapi, daging babi segar dan daging sapi segar masing-masing ditimbang sebanyak 50 mg, setelah itu di cincang dan digerus hingga halus.

3. Isolasi DNA

Isolasi DNA dilakukan menggunakan FavorPrep Tissue Genomic DNA Extraction Mini Kit. Daging babi segar, daging sapi segar, dan sampel bakso sapi masing-masing ditimbang sebanyak 25 mg kemudian dipindahkan ke tabung microcentrifuge 1,5 mL dan dihaluskan dengan bantuan micropestle yang disediakan kit. Sebanyak 200 µL FATG1 ditambahkan ke dalam microcentrifuge

(19)

4

yang berisi sampel dan dihomogenkan dengan bantuan micropestle, kemudian ditambahkan 20 µL Proteinase K, vorteks dan diinkubasi pada suhu 60ºC selama

± 1-3 jam. Selanjutnya, ditambahkan FATG2 sebanyak 200 µl dan diinkubasi kembali pada suhu 70˚C selama 10 menit untuk melisiskan sel. Setelah diinkubasi, ditambahkan etanol absolut sebanyak 200 µl lalu divorteks selama 10 detik. Kemudian sampel dipindahkan kedalam FATG mini column yang ditempatkan dalam collection tube 2 mL dan disentrifugasi dengan kecepatan 17000 xg selama 1 menit. Setelah itu, collection tube 2 mL dibuang dan GD column dipindahkan ke collection tube 2 mL yang baru. Selanjutnya ditambahkan 400 µL W1 buffer dan disentrifugasi dengan kecepatan 17000 xg selama 1 menit, kemudian collection tube dibuang dan diganti dengan collection tube 2 mL yang baru dan ditambahkan 750 µL wash buffer untuk disentrifugasi pada 17000 xg selama 1 menit. Selanjutnya, Collection tube dibuang dan GD column ditempatkan kembali dalam collection tube 2 mL yang baru untuk disentrifugasi akhir pada 17000 xg selama 3 menit untuk mengeringkan kolom. Setelah itu, GD column yang sudah kering dipindahkan ke elution tube dan kemudian 100 µL buffer elusi yang telah dipanaskan sebelumnya ditambahkan ke tengah membran column sampai benar-benar terserap (dibiarkan tegak selama 3 menit). Langkah terakhir, campuran disentrifugasi pada 17000 xg selama 2 menit untuk mengelusi DNA yang dimurnikan. DNA yang telah berhasil dielusi tersebut kemudian disimpan pada suhu -20˚C. Genom DNA divisualisasikan menggunakan elektroforesis dengan gel agarose 1%.

4. Penyiapan Gel Agarose

Pada penelitian ini menggunakan dua konsentrasi gel agarose yaitu 1 % dan 1,5%. Gel agarose 1% digunakan untuk mengidentifikasi kemurnian isolat DNA, sedangkan gel agarose 1,5% digunakan untuk mengidentifikasi produk PCR. Pembuatan gel agarose 1% dilakukan dengan cara melarutkan 0,25 g agarose dalam 1 x larutan TBE sebanyak 25 mL, lalu dipanaskan pada microwave hingga larut. Kemudian ditambah 2,5 µL larutan gel stain dan diaduk hingga homogen. Larutan tersebut dituang ke dalam cetakan yang telah diberi sisiran pada bagian tepi dan gel dibiarkan mengeras. Setelah mengeras, sisiran dicabut

(20)

5

hingga terbentuk sumur-sumur. Pembuatan Gel agarose 1,5% dilakukan dengan cara menimbang 0,375 g agarose, kemudian dilarutkan dalam 1x TBE sebanyak 25 mL. Larutan tersebut kemudian dipanaskan pada microwave hingga larut.

Ditambahkan 1,0 μL larutan gel stain dan diaduk hingga homogen. Larutan yang telah homogen dan sudah tidak terlalu panas dituang ke dalam cetakan gel yang telah diberi sisiran pada tepi gel dan gel dibiarkan mengeras. Sisir dicabut setelah gel mengeras sehingga terbentuk sumur-sumur sebagai tempat dimasukkannya sampel yang akan diidentifikasi.

5. Analisis Kualitatif Isolat DNA

Analisis kualitatif isolat DNA dilakukan dengan metode elektroforesis.

Gel agarose 1% ditempatkan dalam gel tray elektroforesis kemudian ditambahkan buffer 1 x TBE hingga permukaan gel terendam. Isolat DNA sebanyak 5,0 µL ditambahkan 1,0 µL loading dye diatas plat tetes. Campuran tersebut dimasukkan ke dalam sumuran gel agarose menggunakan mikropipet. Salah satu sumuran gel agarose diisi dengan 100 bp DNA ladder sebanyak 3,0 µL yang berfungsi sebagai marker, kemudian elektroforesis dijalankan pada tegangan 110 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis diamati di bawah UV transilluminator dan didokumentasikan dengan menggunakan kamera. Panjang pita akan diketahui dengan cara menarik garis lurus masing-masing pita sampel DNA dengan posisi pita DNA ladder.

6. Optimasi Kondisi PCR

Optimasi kondisi PCR dilakukan pada suhu annealing karena terdapat perbedaan metode PCR yang digunakan. Suhu annealing mengacu pada Matsunaga dkk. (1999) yaitu pada suhu 60 ºC selama 30 detik. Optimasi suhu annealing dilakukan dengan bantuan gradien suhu annealing pada sistem BioRad T100 Thermal Cycler. Gradien suhu yang digunakan yaitu 55,6 ºC; 58,4 ºC;

60,5ºC; 62,2ºC; 64ºC. Kondisi PCR yang digunakan yaitu inisial denaturasi pada suhu 95˚C selama 3 menit, denaturasi pada suhu 95ºC selama 15 detik, kemudian untuk annealing dilakukan dengan gradien suhu selama 30 detik dan ekstensi pada suhu 72ºC selama 30 detik. Siklus amplifikasi tersebut diulangi sebanyak 30 kali dan diakhiri dengan ekstensi akhir pada suhu 72ºC selama 1 menit.

(21)

6 7. Identifikasi Gen Sitokrom b (Cyt b)

Identifikasi Gen Cyt b dilakukan dengan menggunakan primer forward universal: 5’ GAC CTC CCA GCT CCA TCA AAC ATC TCA TCT TGA TGA AA 3’, primer reverse sapi: 5’ CTA GAA AAG TGT AAG ACC CGT AAT ATA AG 3’, primer reverse babi: 5’ GCT GAT AGT AGA TTT GTG ATG ACC GTA 3’ yang diadopsi dari Matsunaga dkk., ( cit., Ni’mah et al., 2016). Pada volume total 30 µL mengandung 10 µL Smobio ExcelTaq 5x PCR Master Dye Mix TP1200, 0,5 µL forward primer, 0,5 µL reverse primer, 3 µL DNA template, dan 16 µl Nuclease Free Water. Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan sistem BioRad T100 Thermal Cycler. Kondisi PCR yang digunakan yaitu inisial denaturasi pada suhu 95˚C selama 3 menit, denaturasi pada suhu 95ºC selama 15 detik, annealing menggunakan suhu yang akan diperoleh pada hasil optimasi selama 30 detik, ekstensi pada suhu 72ºC selama 30 detik. Siklus amplifikasi tersebut diulangi sebanyak 30 kali dan diakhiri dengan ekstensi akhir pada suhu 72ºC selama 1 menit.

8. Analisis Produk PCR Menggunakan Teknik Elektroforesis

Untuk melihat hasil produk PCR dilakukan dengan metode elektroforesis menggunakan gel agarose 1,5 % sebagai fase diam. Gel agarose ditempatkan dalam gel tray elektroforesis kemudian ditambahkan buffer 1 x TBE hingga permukaan gel terendam. Produk PCR sebanyak 5,0 μL dimasukkan ke sumuran gel agarose menggunakan mikropipet. Salah satu sumuran gel diisi dengan 4,0 µl DNA ladder sebagai marker, kemudian elektroforesis dijalankan pada tegangan 110 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis dilihat dengan menggunakan lampu UV transilluminator. DNA yang terekspresi didokumentasikan dengan menggunakan kamera.

Analisis Hasil

Hasil yang dianalisis adalah ada atau tidaknya kontaminasi gen cyt b babi hutan pada produk bakso sapi. Terbentuknya pita pada 398 bp menunjukkan adanya gen cyt b babi hutan pada produk bakso sapi, sedangkan jika terbentuk pita 274 bp maka bakso sapi tidak terkontaminasi gen cyt b babi hutan.

(22)

7 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan dan Preparasi Sampel

Penentuan jumlah sampel untuk penelitian dengan metode deskriptif yaitu minimal 20% dari jumlah populasi yang relatif kecil (Gay, Mills dan Airasian, 2012). Pada penelitian ini digunakan sampel olahan daging sapi yaitu bakso sapi yang diperoleh dari pasar swalayan di Yogyakarta. Kriteria sampel pada penelitian ini yaitu merk bakso sapi yang berbeda dan belum melewati tanggal kadaluwarsa. Berdasarkan hasil survey terkait jumlah populasi bakso sapi yang tersebar di Yogyakarta yaitu sekitar 23-25 merk (jumlah populasi relatif kecil) maka diambil sampel sebanyak 5 sampel dengan merk yang berbeda menggunakan teknik Purposive sampling. Menurut Gay, Mills, dan Airasian (2012) purposive sampling merupakan salah satu teknik sampling yang pemilihan sampelnya dilakukan dengan menentukan kriteria sampel yang diyakini dapat mewakili suatu populasi.

Sampel bakso sapi dan kontrol positif berupa daging babi segar dan daging sapi segar dipreparasi terlebih dahulu sebelum memasuki tahap isolasi DNA. Sampel dicincang dan digerus halus menggunakan mortar dan stamper.

Tujuan preparasi sampel adalah untuk membantu memecah jaringan agar mempermudah proses lisis pada saat isolasi DNA (Puspitaningrum, Adhiyanto, dan Solihin, 2018). Replikasi terhadap sampel dilakukan sebanyak tiga kali dengan tujuan untuk memastikan hasil yang diperoleh akurat (Rau, Yudistira, dan Simbala, 2018).

Isolasi DNA

Isolasi DNA merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam analisis DNA. Proses isolasi DNA memiliki peran penting dalam amplifikasi dengan menggunakan metode PCR. Isolasi DNA diperlukan dengan tujuan untuk memisahkan DNA dari komponen sel lain seperti protein, lemak, dan karbohidrat (Nurhayati dan Darmawati, 2017). Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan FavorPrep Tissue Genomic DNA Extraction Mini Kit. Prinsip dari isolasi DNA pada umumnya terdapat tiga tahapan yaitu penghancuran (lisis), pemisahan DNA

(23)

8

dari komponen sel lain, dan pemurnian DNA (Fatchiyah dkk., 2011).

Pada penelitian ini menggunakan buffer FATG sebagai lisis buffer bertujuan untuk menghancurkan membran dan dinding sel sehingga bagian dalam sel dapat keluar (Hutami dkk., 2018). DNA masih tercampur dengan protein dan komponen lain pada saat proses penghancuran dinding sel sehingga perlu dilakukan pemisahan DNA (Rachmawati, Susilowati, dan Raharjo, 2013).

Pemisahan DNA dari kontaminan protein dilakukan dengan menambahkan Proteinase-K (Hutami dkk., 2018). Sampel diinkubasi pada suhu 60°C selama ± 1-3 jam untuk mengoptimalkan kerja dari lisis buffer (Syafaruddin, Randriani, dan Santoso, 2011). Pemurnian isolat DNA dilakukan dengan penambahan etanol absolut yang bertujuan untuk mendehidrasi DNA sehingga terjadi presipitasi membentuk endapan DNA. DNA yang telah mengalami presipitasi dihilangkan sisa kandungan etanolnya dengan menambahkan W1 buffer, wash buffer dan disentrifugasi. Sentrifugasi berfungsi untuk memisahkan isolat DNA menjadi dua fase yaitu fase organik (DNA) pada lapisan bawah dan fase aqueous (Makromolekul lain seperti protein, lipid, dan karbohidrat) pada lapisan atas (Hutami dkk., 2018). Pre-heated elution buffer berfungsi untuk mengelusi DNA dan menjaga DNA agar tidak mudah rusak (Triani, 2020). Isolat murni yang diperoleh disimpan pada suhu -20°C untuk menjaga agar DNA tidak mudah rusak oleh pengaruh suhu (Che Man, 2007). Penentuan kualitas isolat DNA didasarkan pada kemurnian dan konsentrasi DNA yang dihasilkan (Hutami dkk., 2018).

Analisis Kualitatif Isolat DNA

Kualitas isolat DNA dapat diuji secara kualitatif dengan teknik elektroforesis (Broeders dkk., 2014). Elektroforesis merupakan teknik pemisahan yang didasarkan pada pergerakan molekul-molekul bermuatan didalam medan listrik (Fuad, Ulfin, dan Kurniawan, 2016). Migrasi DNA pada elektroforesis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran dan konformasi molekul DNA, konsentrasi gel agarosa, arus listrik, dan suhu (Fatchiyah dkk., 2011). Molekul DNA bermuatan negatif sehingga di dalam medan listrik akan bermigrasi melalui matriks gel agarosa dari kutub negatif menuju ke kutub positif (Rachmawati,

(24)

9 Susilowati, dan Raharjo, 2013).

Pada penelitian ini digunakan gel agarosa 1% dalam larutan buffer TBE 1x (Tris Borate EDTA), dan ditambahkan gel stain. Larutan buffer TBE 1x berfungsi sebagai penghantar arus listrik dalam elektroforesis (Fuad, Ulfin, dan Kurniawan, 2016). Gel stain berfungsi untuk mengamati pergerakan DNA melalui instrumen UV-Transilluminator. Gel stain akan terikat pada untai ganda DNA sehingga pita DNA dalam gel agarosa akan berpendar karena gel stain mengandung zat fluorosens (Hidayati, Saleh, Aulawi, 2017). Isolat DNA yang dimasukkan pada sumuran gel agarosa dicampur dengan loading dye. Loading dye berfungsi untuk menambah densitas sampel dan juga sebagai pewarna karena mengandung gliserol dan bromphenol blue (Murtiyaningsih, 2017).

Gambar 1. Elektrogram Analisis Kualitatif Isolat DNA Keterangan :

DL : DNA ladder

B : Isolat DNA daging babi segar

S : Isolat DNA daging sapi segar 1-5 : Isolat DNA sampel bakso sapi

Kondisi elektroforesis : Fase diam menggunakan gel agarosa 1%; Fase gerak menggunakan larutan buffer TBE 1x; Kecepatan 110 volt/cm selama 30 menit; Volume injeksi 6 µL; DNA ladder 3 µL

(25)

10

Tabel I. Karakteristik hasil Analisis Kualitatif Isolat DNA Kode Sampel Ukuran pita

DNA

Ketebalan pita DNA

Jumlah pita DNA

B >3000 bp Tipis Tunggal

S >3000 bp Tebal Tunggal

1 >3000 bp Tipis Tunggal

2 >3000 bp Tebal Tunggal

3 >3000 bp Tebal Tunggal

4 >3000 bp Tipis Tunggal

5 >3000 bp Tebal Tunggal

Hasil elektroforesis yang diperoleh ditunjukkan pada Gambar 1.

Karakteristik hasil analisis kualitatif isolat DNA disajikan pada Tabel I.

Visualisasi UV-Transilluminator menunjukkan bahwa genom DNA berhasil diisolasi dari daging sapi segar, daging babi segar, dan kelima sampel bakso sapi.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sari, Kartikasari, dan Cahyadi (2016) yaitu genom DNA dari sampel bakso pada penelitian tersebut berhasil diisolasi karena isolasi DNA tidak dipengaruhi oleh proses pemanasan. Bakso sapi merupakan produk olahan daging yang pada proses pembuatannya telah dihaluskan dan kemudian dibentuk bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas (Montolalu dkk., 2013). Proses pemanasan yang dilakukan yaitu sekitar 100°C dan berdasarkan penelitian yang dilakukan Matsunaga dkk. (1999) genom DNA berhasil di isolasi dari daging yang telah melalui proses pemanasan pada suhu 100°C dan 120°C selama 30 menit. Hal tersebut menunjukkan bahwa dinding sel sulit untuk dihancurkan oleh suhu tinggi, sehingga DNA mitokondria yang terletak didalam sitoplasma sel dipengaruhi oleh suhu tinggi. Karakteristik hasil analisis kualitatif isolat DNA yang disajikan pada Tabel I menunjukkan bahwa isolat DNA yang diperoleh membentuk pita tunggal dengan intensitas pita bervariasi serta berukuran lebih dari 3000 bp. Menurut Patramurti dan Fenty (2017) isolat DNA dapat dikatakan murni ketika pita DNA yang terbentuk tebal dan tunggal serta berukuran diatas 3000 bp. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas isolat DNA yang dihasilkan dari proses isolasi DNA memiliki kualitas yang baik yaitu bersifat murni. Panjang pita DNA dapat diketahui dengan cara menarik garis lurus masing-masing pita sampel

(26)

11

DNA dengan posisi pita DNA ladder. DNA ladder yang dimasukkan pada salah satu sumuran gel agarosa berfungsi sebagai penanda posisi molekul DNA yang bermigrasi, untuk menentukan perkiraan ukuran basa-basanya (Utami, Kusharyati, dan Pramono, 2013). Pita DNA yang tebal menunjukkan konsentrasi yang tinggi, sedangkan pita DNA yang tipis menunjukkan konsentrasi yang rendah (Hidayati, Saleh, Aulawi, 2016).

Optimasi Kondisi PCR

Optimasi kondisi PCR dilakukan pada suhu annealing dengan menggunakan sistem BioRad T100 Thermal Cycler. Kondisi PCR merupakan proses siklus yang berulang, meliputi denaturasi (pemutusan dua untai DNA template menjadi untai tunggal), annealing (penempelan primer pada DNA template, dan ekstensi oleh enzim DNA polimerase (proses polimerase untuk pembentukan untai DNA baru) (Fatchiyah dkk., 2011). Optimasi kondisi PCR hanya dilakukan pada kontrol positif dengan tujuan untuk memperoleh suhu annealing yang optimal sehingga membentuk pita produk PCR yang tepat dan jelas (Margawati dan Ridwan, 2010). Suhu yang diperlukan untuk primer berhasil menempel pada DNA target disebut dengan suhu annealing. Suhu annealing yang optimum merupakan salah satu faktor kritis penentu keberhasilan proses PCR.

Suhu annealing yang terlalu rendah dari suhu optimum akan menyebabkan terjadinya false priming, dan apabila suhu annealing lebih tinggi dari suhu optimum maka primer tidak dapat menempel pada DNA target sehingga proses PCR tidak berhasil (Astriani, Ratnayani, dan Yowani, 2014). Primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA (Handoyo dan Rudiretna, 2001). Primer yang digunakan diadopsi dari Matsunaga dkk. (1999) dan disajikan pada Tabel II.

(27)

12

Tabel II. Urutan dan Jumlah Basa pada Primer

Nama Primer Urutan Basa Jumlah

Basa Forward

Universal

5’ GAC CTC CCA GCT CCA TCA AAC ATC TCA TCT

TGA TGA AA 3’ 38 basa

Reverse Sapi 5’ CTA GAA AAG TGT AAG ACC CGT AAT ATA AG 3’

29 basa Forward

Universal

5’ GAC CTC CCA GCT CCA TCA AAC ATC TCA TCT

TGA TGA AA 3’ 38 basa

Reverse Babi 5’ GCT GAT AGT AGA TTT GTG ATG ACC GTA 3’ 27 basa Penentuan suhu optimum primer yang digunakan untuk menempel pada daerah target DNA gen sitokrom b babi dan sapi yaitu dengan menggunakan gradien suhu annealing 55,6 ºC; 58,4 ºC; 60,5ºC; 62,2ºC; 64ºC. Target DNA gen sitokrom b babi yaitu pada basa nitrogen urutan 15.399 bp hingga 15.796 bp dengan ukuran 398 bp (Gambar 2) dan target DNA gen sitokrom b sapi pada basa nitrogen urutan 14.571 hingga 14.844 dengan ukuran 274 bp (Gambar 3) (NCBI, 2013).

Gambar 2. Letak Target Gen Cyt b dari Sus scrofa (NCBI, 2013)

(28)

13

Gambar 3. Letak Target Gen Cyt b dari Bos taurus (NCBI, 2013)

Pemilihan gradien suhu annealing yaitu 55,6 ºC; 58,4 ºC; 60,5ºC; 62,2ºC;

64ºC berdasarkan rumus (Tm–5)oC sampai dengan (Tm+5)oC sehingga diperoleh gradien suhu pada kedua primer yaitu antara suhu 55°C – 65°C (Handoyo dan Rudiretna, 2001). Suhu annealing mengacu pada Matsunaga dkk. (1999) yaitu pada suhu 60 ºC selama 30 detik dan dioptimasi karena terdapat perbedaan metode yang digunakan oleh Matsunaga dkk. (1999) (Multipleks PCR) dengan penelitian yang dilakukan saat ini (Unipleks PCR). Perbedaan metode tersebut berkaitan dengan jumlah primer pada master mix yang digunakan untuk running PCR, sehingga dapat memberikan nilai annealing optimal yang berbeda pada masing-masing metode. Menurut Chamberlain dkk. (cit., Sophian dkk., 2021) master mix pada multipleks PCR terdiri dari beberapa set primer dengan reagen PCR yang sama dengan reguler PCR (unipleks PCR) untuk dapat menghasilkan amplikon dengan berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda. Menurut Ashuma dkk. (2014) pada multipleks PCR terdiri dari beberapa set primer pada satu tabung reaksi untuk mengamplifikasi beberapa target DNA dengan ukuran yang berbeda-beda, sedangkan menurut penelitian Butler (2005) pada unipleks PCR hanya digunakan satu set primer untuk amplifikasi satu sekuen target DNA dalam satu tabung reaksi. Berdasarkan penelitian tersebut maka optimasi suhu annealing merupakan tahap penting yang perlu dilakukan.

(29)

14

Gambar 4. Elektrogram Hasil Optimasi Suhu Annealing Kontrol Positif Daging Babi Segar

Keterangan :

DL : DNA ladder

Kondisi elektroforesis : Fase diam menggunakan gel agarosa 1,5%; Fase gerak menggunakan larutan buffer TBE 1x; Kecepatan 110 volt/cm selama 30 menit; Volume injeksi 5 µL; DNA ladder 3 µL.

Tabel III. Karakteristik DNA Hasil Optimasi Suhu Annealing Kontrol Positif Daging Babi Segar

Suhu Teramplifikasi Ukuran pita DNA

Ketebalan pita DNA Jumlah pita DNA

64 ºC 398 bp Tebal Tunggal

62,2 ºC 398 bp Tebal Tunggal

60,5 ºC 398 bp Tebal Tunggal

58,4 ºC 398 bp Tebal Tunggal

55,6 ºC 398 bp Tebal Tunggal

100 bp 398 bp

(30)

15

Gambar 5. Elektrogram Hasil Optimasi Suhu Annealing Kontrol Positif Daging Sapi Segar

Keterangan :

DL : DNA ladder

Kondisi elektroforesis : Fase diam menggunakan gel agarosa 1,5%; Fase gerak menggunakan larutan buffer TBE 1x; Kecepatan 110 volt/cm selama 30 menit; Volume injeksi 5 µL; DNA ladder 3 µL.

Tabel IV. Karakteristik DNA Hasil Optimasi Suhu Annealing Kontrol Positif Daging Sapi Segar

Suhu Teramplifikasi Ukuran pita DNA

Ketebalan pita DNA Jumlah pita DNA

64 ºC - - - -

62,2 ºC 274 bp Tipis Tunggal

60,5 ºC 274 bp Tebal Tunggal

58,4 ºC 274 bp Tebal Tunggal

55,6 ºC 274 bp Tebal Tunggal

Hasil Optimasi suhu annealing untuk kontrol positif daging babi segar ditunjukkan pada Gambar 4 dan karakteristik DNA hasil optimasi suhu annealing daging babi segar disajikan pada Tabel III. Berdasarkan Gambar 4 dan Tabel III diperoleh pita yang tunggal dan tebal pada seluruh gradien suhu annealing dengan ukuran 398 bp, sehingga dapat dikatakan primer dapat menempel dengan baik pada DNA template menggunakan semua suhu annealing yang diuji. Hasil Optimasi suhu annealing untuk kontrol positif daging sapi segar ditunjukkan pada Gambar 5 dan karakteristik DNA hasil optimasi suhu annealing daging sapi segar

100 bp

274 bp

(31)

16

disajikan pada Tabel IV. Berdasarkan Gambar 5 dan Tabel IV diperoleh pita yang tunggal dan tipis pada suhu annealing 62,2°C serta pita yang tunggal dan tebal pada suhu annealing 60,5°C; 58,4°C; dan 55,6°C dengan ukuran 274 bp, sehingga dapat dikatakan primer dapat menempel dengan baik pada DNA template menggunakan suhu annealing 62,2°C;60,5°C; 58,4°C; dan 55,6°C. Hasil optimasi suhu annealing tersebut dijadikan acuan untuk menentukan suhu annealing yang optimum pada kedua kontrol positif. Suhu annealing yang dinyatakan optimum untuk kedua kontrol positif yaitu pada suhu 58,4°C selama 30 detik. Penentuan suhu annealing yang optimal tersebut mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Astriani, Ratnayani, dan Yowani (2014) yaitu pada 6 seri suhu annealing terbentuk pita yang tegas pada seluruh seri suhu annealing sehingga dipilih nilai tengah dari keenam seri suhu annealing tersebut yang kemudian digunakan sebagai suhu annealing yang optimum.

Identifikasi Gen Sitokrom B (Cyt b)

Tabel V. Komponen dan Volume Mix PCR

Komponen Volume

Smobio ExcelTaq 5x PCR Master Dye Mix TP1200 10 µL Primer Forward Universal 0,1 µM 0,5 µL Primer Reverse (babi atau sapi) 0,1 µM 0,5 µL

DNA template 150 ng 3 µL

Nuclease-Free Water ad 30 µL

Tabel VI. Kondisi PCR

Kondisi PCR Suhu Waktu

Inisial Denaturasi 95°C 3 menit

Denaturasi 95°C 15 detik

Annealing 58,4°C 30 detik

Ekstensi 72°C 30 detik

Final Ekstensi 72°C 1 menit

Siklus Amplifikasi : 30 siklus

Identifikasi gen sitokrom b dapat dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Pada penelitian ini amplifikasi dilakukan dengan instrumen PCR (BioRad T100 Thermal Cycler) dengan komponen dan volume mix PCR pada Tabel V. Running PCR dilakukan sebanyak dua kali. Running PCR pertama dilakukan untuk identifikasi kandungan daging sapi pada bakso sapi

(32)

17

menggunakan primer forward universal dan primer reverse spesifik sapi. Kontrol positif yang digunakan yaitu daging sapi segar. Running PCR kedua dilakukan untuk identifikasi kandungan daging babi pada bakso sapi menggunakan primer forward universal dan primer reverse spesifik babi. Kontrol positif yang digunakan yaitu daging babi segar. Apabila pada sampel tidak terdapat kandungan gen sapi atau babi maka tidak akan terjadi penempelan primer.

Amplifikasi dilakukan dengan menggunakan primer yang diadopsi dari Matsunaga dkk. (1999) (Tabel II). Primer tersebut nantinya akan menempel pada target DNA. Kondisi PCR yang digunakan diadopsi dari Ni’mah dkk., (2016) (Tabel VI). Proses PCR diawali dengan Inisial Denaturasi dan dilanjutkan denaturasi pada suhu 95°C, suhu yang tinggi tersebut bertujuan agar terjadi pemisahan untai ganda DNA menjadi untai tanggal. Pada tahap annealing dilakukan pada suhu 58,4°C (terjadi penurunan suhu) bertujuan agar primer dapat menempel pada DNA template. Tahap annealing merupakan tahap yang kritis sehingga harus dilakukan pada suhu optimum karena apabila primer tidak menempel pada DNA template target maka tidak akan terbentuk salinan DNA yang ditargetkan, hasil optimasi suhu annealing memberikan hasil suhu yang optimum untuk tahap annealing yaitu pada suhu 58,4°C selama 30 detik.

Kemudian pada tahap ekstensi dengan suhu 72°C enzim DNA polymerase akan memanjangkan DNA template target dan membentuk salinan untai DNA yang komplementer (Joshi dan Deshpande, 2011). Ketiga tahapan tersebut diulangi sebanyak 30 kali agar hasil amplifikasi DNA yang diperoleh cukup untuk dideteksi dengan teknik elektroforesis.

Analisis Produk PCR

Analisis produk PCR dilakukan dengan teknik elektroforesis dan divisualisasikan dengan UV-Transilluminator. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Novianty dkk. (2016) dan Indriati (2021) produk PCR dari isolat DNA jika memiliki kandungan gen sapi akan terbentuk pita tunggal dan tebal dengan ukuran 274 bp, sedangkan jika memiliki kandungan gen babi akan terbentuk pita dengan ukuran 398 bp. Pada analisis produk PCR digunakan gel

(33)

18

agarosa 1,5%. Konsentrasi gel agarosa yang digunakan pada analisis produk PCR lebih tinggi dari konsentrasi gel agarosa pada analisis kualitatif isolat DNA.

Molekul DNA yang ukurannya lebih kecil akan bermigrasi lebih cepat melalui pori-pori gel agarosa. Ukuran molekul DNA produk PCR relatif lebih kecil dari isolat DNA sehingga pori-pori gel agarosa untuk molekul DNA bermigrasi harus lebih rapat (Irianto, 2017).

Gambar 6. Elektrogram Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen sapi yang Terbentuk pada Kondisi Optimum

Keterangan :

DL : DNA ladder

S : Produk PCR daging sapi segar

1-5 : Produk PCR sampel bakso sapi

Kondisi elektroforesis : Fase diam menggunakan gel agarosa 1,5%; Fase gerak menggunakan larutan buffer TBE 1x; Kecepatan 110 volt/cm selama 30 menit; Volume injeksi 5 µL; DNA ladder 3 µL.

Tabel VII. Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen sapi yang Terbentuk pada Kondisi Optimum

Kode Teramplifikasi Ukuran pita DNA

Ketebalan pita DNA

Jumlah pita DNA

S 274 bp Tebal Tunggal

1 - - - -

2 274 bp Tebal Tunggal

3 274 bp Tebal Tunggal

4 - - - -

5 274 bp Tebal Tunggal

Hasil elektroforesis yang diperoleh pada identifikasi kandungan gen sapi dengan sampel bakso sapi ditunjukkan pada Gambar 6. Karakteristik produk PCR dengan primer reverse spesifik gen sapi disajikan pada Tabel VII. Hasil

(34)

19

visualisasi UV-Transilluminator isolat DNA kontrol positif yaitu daging sapi segar, sampel 2, 3, dan 5 membentuk pita tunggal dan tebal, serta berukuran 274 bp. Sedangkan pada sampel 1 dan 4 tidak terbentuk pita yang sejajar dengan kontrol positif. Menurut Novianty dkk. (2016) dan Indriati (2021) terbentuknya pita pada 274 bp menunjukkan keberadaan mtDNA spesifik sitokrom b sapi.

Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada sampel 2, 3 dan 5 isolat DNA teramplifikasi dan teridentifikasi mengandung daging sapi, sedangkan pada sampel 1 dan 4 tidak teramplifikasi sehingga tidak teridentifikasi adanya kandungan gen sapi. Menurut Sinaga, Putri, dan Bangun (2017) proses amplifikasi tidak dapat terjadi ketika primer yang digunakan tidak sesuai dengan DNA template dimana perbedaan satu pasang basa saja dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara primer dengan DNA template yang kemudian mencegah proses amplifikasi. Namun jika dilihat dari hasil analisis kualitatif isolat DNA pada sampel 1 dan 4 terbentuk pita tunggal dan tipis yang menunjukkan bahwa sampel 1 dan 4 mengandung DNA jaringan hewan yang tidak diketahui.

Gambar 7. Elektrogram Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen babi yang Terbentuk pada Kondisi Optimum

Keterangan :

DL : DNA ladder

B : Produk PCR daging babi segar

1-5 : Produk PCR sampel bakso sapi

Kondisi elektroforesis : Fase diam menggunakan gel agarosa 1,5%; Fase gerak menggunakan larutan buffer TBE 1x; Kecepatan 110 volt/cm selama 30 menit; Volume injeksi 5 µL; DNA ladder 3 µL.

(35)

20

Tabel VIII. Karakteristik Produk PCR dengan Primer Reverse Spesifik Gen babi yang Terbentuk pada Kondisi Optimum

Kode Teramplifikasi Ukuran pita DNA

Ketebalan pita DNA Jumlah pita DNA

B 398 bp Tebal Tunggal

1 - - - -

2 - - - -

3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

Hasil elektroforesis yang diperoleh pada identifikasi kandungan gen babi dengan sampel bakso sapi ditunjukkan pada Gambar 7. Karakteristik produk PCR dengan primer reverse spesifik gen babi disajikan pada Tabel VIII. Hasil visualisasi UV-Transilluminator isolat DNA pada kontrol positif yaitu daging babi segar diperoleh pita tunggal dan tebal, serta berukuran 398 bp. Menurut Novianty dkk. (2016) dan Indriati (2021) terbentuknya pita pada 398 bp menunjukkan keberadaan mtDNA spesifik sitokrom b babi. Sedangkan pada sampel 1, 2, 3, 4, dan 5 tidak terbentuk pita yang sejajar dengan kontrol positif.

Menurut Irwandi, Wardi, dan Dova (2020) Sampel yang tidak membentuk pita yang sejajar dengan kontrol positif menandakan tidak adanya kandungan daging babi, sedangkan sampel yang membentuk pita yang sama dengan kontrol positif menandakan adanya kandungan daging babi. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada sampel 1, 2, 3, 4, dan 5 tidak terjadi penempelan primer pada DNA template sehingga tidak terjadi proses amplifikasi. Menurut Sinaga, Putri, dan Bangun (2017) proses amplifikasi tidak dapat terjadi ketika primer yang digunakan tidak sesuai dengan DNA template dimana perbedaan satu pasang basa dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara primer dengan DNA template yang kemudian mencegah proses amplifikasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada sampel 1, 2, 3, 4, dan 5 tidak teridentifikasi adanya kandungan daging babi karena primer reverse yang digunakan spesifik terhadap gen sitokrom b babi.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Fitrilia, Deswinar, dan Raihana (2017) diperoleh hasil yang negatif dari 13 sampel penelitian yang ditunjukkan oleh pita DNA sampel yang muncul tidak sejajar dengan pita DNA kontrol positif (daging babi) sehingga sampel bakso tersebut dinyatakan aman untuk dikonsumsi.

(36)

21 KESIMPULAN

Hasil amplifikasi isolat DNA sampel bakso sapi yang divisualisasikan dengan UV-Transilluminator menunjukkan bahwa isolat DNA yang diperoleh pada kontrol positif yaitu daging babi segar membentuk pita tunggal dan tebal, serta berukuran 398 bp, namun pada sampel 1, 2, 3, 4, dan 5 tidak terbentuk pita yang sejajar dengan kontrol positif. Berdasarkan hasil tersebut maka sampel 1, 2, 3, 4, dan 5 yang dijual di pasar swalayan Yogyakarta tidak teridentifikasi adanya kandungan daging babi.

SARAN

Penelitian selanjutnya dapat dilakukan identifikasi kandungan gen sitokrom b babi pada sampel bakso sapi yang diperoleh dari warung-warung kecil dan menggunakan metode lain seperti multipleks PCR.

(37)

22 DAFTAR PUSTAKA

Aminah, Ramadini, R., dan Naid, T., 2019. Analisis Cemaran DNA Tikus pada Bakso Daging Sapi yang Beredar di Makassar dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Farmasi Galenika.

Andriyani, E., Fais, N.L., Muarifah, S., 2019. Perkembangan Penelitian Metode Deteksi Kandungan Babi untuk Menjamin Kehalalan Produk Pangan Olahan. Journal of Islamic Studies and Humanities.

Astriani, P. L., Ratnayani, K., dan Yowani, S. C., 2014. Optimasi Suhu Annealing dan Amplifikasi 0,3 Kb Gen rpoB Di Hulu Dari RRDR pada Isolat P16 Mycobacterium Tuberculosis Multidrug Resistant di Bali dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry), 2(2).

Ashuma, dkk., (2014). Application Of Multiplex PCR For The Simultaneous Detection Of Natural Infection Of Theileriosis, Babesiosis And Trypanosomosis In Cattle. Journal of veterinary parasitology.

Butler, J.M., 2005. Forensic DNA Typing, Elsevier Academic Press.

Bintang, M., 2018. Biokimia Teknik Penelitian Edisi kedua. Erlangga, Jakarta, pp.

255-258.

Broeders, S., dkk., 2014. Guidelines for Validation of Qualitative Real-Time PCR Methods. Trends in Food Science and Technology.

Cahyadi, M., dkk., 2018. Specific Primer Design Of Mitochondrial 12S Rrna For Species Identification In Raw Meats. Internation Symposium on Food and Agro-biodiversity.

Chakim, L., Dwiloka, B., dan Kusrahayu, 2013. Tenderness, Water Holding Capacity, Water Content and Preference of Beef Meatball Substitution with Beef’s Heart. Animal Agriculture Journal.

Che Man, Y. B., dkk., 2007. Identification of Pork Derivatives in Food Products by Species-Specific Polymerase Chain Reaction (PCR) for Halal Verification. Elsevier.

Che Man, Y. B., dkk., 2012. Porcine-Specific Polymerase Chain Reaction Assay Based on Mitochondrial D-Loop Gene for Identification of Pork in Raw Meat. International Journal of Food Properties.

Fatchiyah, dkk., 2011. Biologi Molekular ; Prinsip Dasar Analisis. Erlangga, Jakarta, pp. 48-56.

Fibriana, F., dkk., 2012. Detection of Pork in Meatballs Product in Salatiga City Centre using Polymerase Chain Reaction Technique. Biosantifika.

Fitrilia, B., Deswinar, D., Raihana, N., 2017. Detection Of The Gene Content Of Cytochrome B (Cyt B) Pork Of Meatballs In Kota Jambi Using Polymerase Chain Reaction. Scientia Journal.

Fuad, A. R. M., Ulfin, I., dan Kurniawan, F., 2016. Penggunaan Agar-Agar Komersial sebagai Media Gel Elektroforesis pada Zat Warna Remazol:

Pengaruh Komposisi Buffer, pH Buffer dan Konsentrasi Media. Jurnal Sains Dan Seni ITS, 5(2).

Gay, L.R., Milss, G.E., Airasian, P., 2012. Educational Research : Competencies for Analysis and Application 10th Edition. Pearson Education, inc.

(38)

23

Handoyo, D., dan Rudiretna, A., 2001. Prinsip Umum Dan Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR) [General Principles And Implementation Of Polymerase Chain Reaction]. Unlitas, 9(1).

Hertanto, B.S., dkk., 2017. Authentication Of Raw Chicken Meat From Pork Contamination Using Gene Cyt-B With Duplex-Polymerase Chain Reaction Analysis. Buletin Peternakan.

Hidayat, T., 2017. DNA Mitokondria (mtDNA) Sebagai Salah Satu Pemeriksaan Alternatif Untuk Identifikasi Bayi Pada Kasus Infantisida. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(1), 217.

Hidayati, Saleh, E., dan Aulawi, T., 2016. Identifikasi Keragaman Gen BMPR-1B (Bone Morphogenetic Protein Receptor Ib) pada Ayam Arab, Ayam Kampung dan Ayam Ras Petelur Menggunakan PCR-RFLP. Jurnal Peternakan, 13(1).

Hutami, R., dkk., 2018. Ekstraksi DNA dari Daging Segar untuk Analisis dengan Metode Loop-Mediated Isothermal Amplification (LAMP). Jurnal Agroindustri Halal, 4(2).

Indriati, M., 2021. Deteksi Kandungan Babi pada Produk Olahan Daging Menggunakan Metode Multipleks PCR di Kabupaten Pandeglang.

Biodadikta : Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 16(1).

Irekhore, O.T., 2012. General Overview of Pig Production, Enterprise Selection and Establishment. Laporan penelitian. Capacity Building Training Workshop on Pig Production- Amrec, Funaab.

Irianto, K., 2017. Biologi Molekuler. Penerbit Alfabeta, Bandung.

Irwandi, Wardi, E.S., dan Dova, S., 2020. Deteksi Cemaran Gen Babi Pada Produk Bakso Sapi Kemasan Di Kota Padang Menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Jurna Akademi Farmasi Prayoga.

Ismail, M., dkk., 2016. Kualitas Fisik dan Mikrobiologis Bakso Daging Sapi Pada Penyimpanan Suhu yang Berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan.

Joshi, M., dan Deshpande, 2011. Polymerase Chain Reaction: Methods, Principles And Applicatio. International Journal of Biomedical Research.

Kingombe, C.I.B., dkk., 2010. Multiplex PCR Method for Detection of Three Aeromonas Enterotoxin Genes. Applied and Environmental Microbiology.

Ladoukakis, E. D., and Zouros, E., 2017. Evolution and Inheritance of Animal Mitochondrial DNA: Rules and Exceptions. Journal of Biological Research-Thessaloniki, 24(2), 1.

Maftuchah, M.P., dkk. 2014. Teknik Dasar Analisis Biologi Molekuler.

Deepublish, Yogyakarta, pp. 69.

Maitriani, L. K. B., Wirajana, I.,N., dan Yowani, S. C., 2015. Desain Primer untuk Amplifikasi Fragmen Gen inhA Isolat 134 Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) dengan Metode Polymerase Chain Reaction.

Indonesian E-Journal of Applied Chemistry.

Maksum, I. K., dkk., 2018. Multiplex PCR for Identification the Isoniazid- and Rifampisin-resistant Mycobacterium tuberculosis (Local Strain of Balai Laoratorium Kesehatan Provinsi Jawa Barat). Jurnal Kimia Valensi: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Ilmu Kimia, 4(2), 109.

(39)

24

Maryam, dkk., 2016. Determination of Porcine Contamination in Laboratory Prepared dendeng Using Mitochondrial D-Loop686 and cyt b Gene Primers by Real Time Polymerase Chain Reaction. International Journal of Food Properties.

Matsunaga, T., dkk., 1999. A Quick and Simple Method for The Identification Of Meat Species and Meat Products by PCR Assay. Elsevier.

Maulid, D. Y., dkk., 2016. Molecular Characteristics of Cytochrome B for Mackerel Barcoding. JPHPI.

Montolalu S, dkk., 2013. Sifat Fisiko-Kimia dan Mutu Organoleptik Bakso Broiler dengan Menggunakan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L). Jurnal Zootek.

Murtiyaningsih, H., 2017. Isolasi DNA Genom dan Identifikasi Kekerabatan Genetik Nanas Menggunakan RAPD (Random Amplified Polimorfic DNA).

Agritrop, 15(2).

NCBI, 2013. Sus scrofa Mitochondrion Complete Genome.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/nuccore/NC_000845.1?report=genbank, diakses pada tanggal 15 Desember 2020.

Ngili, Y., 2017. Asam Nukleat ; Struktur, Replikasi, Transkripsi, Translasi, dan Aplikasinya. Rekayasa Sains, Bandung, pp.119, 122, 125.

Ni’mah, A., dkk., 2016. Detection of Pork Contamination in Fresh and Cooked Beef Using Genetic Marker Mitochondrial DNA Cytochrome B by Duplex PCR. Journal of The Indonesian Tropical Animal Agriculture.

Novianty, E., dkk., 2017. Identification of Pork Contamination in Meatball Using Genetic Marker Mitochondrial DNA Cytochrome B Gene By Duplex-PCR.

International Conference On Food Science and Engineering.

Nurhayati, B., dan darmawati, S., 2017. Biologi Sel dan Molekuler.

Orbayinah, S., dkk., 2019. Application of Real-Time Polymerase Chain Reaction Using Species Specific Primer Targeting on Mitochondrial Cytochrome-B Gene for Analysis of Pork in Meatball Products. Journal of Advanced Veterinary and Animal Research.

Patramurti, C., dan Fenty, 2017. Studi Genotipe Sitokrom P450 2A6 Alel CYP2A6*4 dan CYP2A6*9 pada Subyek Uji Perokok Suku Jawa Indonesia.

Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 15(1).

Primasari, A., 2011. Sensitivitas Gen Sitokrom B (Cyt B) Sebagai Marka Spesifik pada Genus Rattus Dan Mus untuk Menjamin Keamanan Pangan Produk Asal Daging. Bogor Agricultural University.

Puspitaningrum, R., Adhiyanto, C., dan Solihin, 2018. Genetika Molekuler dan Aplikasinya.

Rachmawati, R., Susilowati, P. E., dan Raharjo, S., 2013. Analisis Gen Merkuri Reduktase (merA) pada Isolat Bakteri dari Tambang Emas Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. J. Prog. Kim. Si, 3(2).

Raharjo, T. J., dkk., 2017. Validation of a Non-Specific Dye Real-Time PCR Assay for Porcine Adulteration in Meatball Using ND5 Primer. Indones. J.

Chem.

Rau, C. H., Yudistira, A., dan Simbala, H. E. I., 2018. Isolasi, Identifikasi Secara Molekuler Menggunakan Gen 16s RRNA, Dan Uji Aktivitas Antibakteri

(40)

25

Bakteri Simbion Endofit yang Diisolasi Dari Alga Halimeda Opuntia.

Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi, 7(2).

Sasmito, D. E. K., Kurniawan, R., dan Muhimmah, I., 2014. Karakteristik Primer pada Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk sekuensing DNA : Mini Review. Seminar Nasional Informatika Medis (SNIMed) V.

Sinaga, A., Putri, L.A.P., dan Bangun, M.K., 2017. Analisis Pola Pita Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium D.C) Berdasarkan Primer OPD 03, OPD 20, OPC 07, OPM 20, OPN 09. Jurnal Agroekoteknologi.

Sopian, A., dkk., 2021. Short Communication: Detection of Salmonella typhimurium ATCC 14028 and Listeria monocytogenes ATCC 7644 in processed meat products using RealTime PCR Multiplex Method. Asian J Nat Prod Biochem.

Swindle, M.M., 2007. Swine in the Laboratory : Surgery, Anethesia, Imaging, and Experimental Techniques. CRC Press, New York, p. 5.

Syafaruddin, Randriani, E., dan Santoso, T. J., 2011. Efektivitas dan Efisiensi Teknik Isolasi dan Purifikasi DNA Pada Jambu Mete. Buletin RISTRI, 2(2).

Triani, N., 2020. Isolasi DNA Tanaman Jeruk dengan Menggunakan Metode CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide). Jurnal Teknologi Terapan, 3(2).

Utami, S. F., Kusharyati, D. F., dan Pramono, H., 2013. Pemeriksaan Bakteri Leptospira pada Sampel Darah Manusia Suspect Leptospirosis Menggunakan Metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Balaba, 9(2).

Widowati, E. W., 2013. Desain Primer Sitokrom B (Cyt B) Sebagai Salah Satu Komponen PCR (Polymerase Chain Reaction)Untuk Deteksi DNA Babi.

Laporan Penelitian, Lembaga Penelitian UIN.

Yacoub, H. A., Fathi, M. M., dan Mahmoud, W. M., 2013. DNA Barcode Through Cytochrome B Gene Information Of Mtdna In Native Chicken Strains. Informa Healthcare.

Zulfahmi, 2015. Deteksi Kontaminan Babi pada Produk Makanan Menggunakan Teknologi DNA Molekuler. Kutubkhanah : Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan.

(41)

26

LAMPIRAN

(42)

27 Lampiran 1. Perhitungan Jumlah Sampel

Menurut Gay, Mills dan Airasian (2012) penentuan jumlah sampel untuk penelitian dengan metode deskriptif yaitu minimal 10% dari jumlah populasi yang luas, dan minimal 20% dari jumlah populasi yang relatif kecil. Berdasarkan hasil survey terkait jumlah populasi bakso sapi yang tersebar di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu sekitar 23-25 merk (jumlah populasi relatif kecil), maka diambil sampel sebanyak :

20% x 23-25 merk = 4 – 5 merk

= 5 merk

Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 merk bakso sapi. Oleh karena itu jumlah ini sudah memenuhi persyaratan sampel untuk penelitian deskriptif. Selain itu, berdasarkan penelitian Aminah, Ramadini, dan Naid (2019) yang juga menggunakan metode purposive sampling telah digunakan sebanyak 5 merk bakso sapi yang beredar di kota Makassar.

(43)

28

Lampiran 2. Product Information of Nucleic Acid Gel Stain

(44)

29

Lampiran 3. Product Information of DNA Ladder

(45)

30

Lampiran 4. Usage Information of FavorPrepTM

Referensi

Dokumen terkait

Latar Belakang Dari Dokumen Pedoman Umum Proyek Pemberdayaan Petani dan Agribisnis di Pedesaan Tahun Anggaran 2004, upaya fasilitasi pemberdayaan petani dan pengembangan

Pada tahun 2014-2015 produksi kedelai lokal meningkat dibanding tahun sebelumnya, tetapi meningkatnya produksi belum mampu memenuhi total konsumsi kedelai. Karena

IAIN Syekh Nurjati Cirebon menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan tujuan agar lulusan memiliki kompetensi yang menjadi tujuan dan sasaran jurusan/ prodi.. Mata

Dari hasil uji lanjut, aktivitas terbaik antibakteri Escherichia coli sediaan granul instan ekstrak sirih dan jahe terdapat pada formula I dengan potensi yang

Pembangunan jalan alternatif kota Idi bertujuan untuk menghindari masalah kemacetan di sekitar kota idi, pembangunan jalan tersebut telah dimulai sejak tahun 2010 dengan

Pada gambar 7 scene menu Drag n Drop Puzzle adalah scene dimana dimana pemain harus mencocokan potongan gambar dengan cara menarik potongan menggunakan cursor mouse

Menurut Gysbers dan Henderson (2012) bimbingan klasikal merupakan salah satu bentuk strategi yang diselenggarakan dalam layanan Dasar. Bimbingan klasikal merupakan