• Tidak ada hasil yang ditemukan

A M R I Z A L 1 AMRIZAL ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "A M R I Z A L 1 AMRIZAL ABSTRACT"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN AKTA PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS YANG TIDAK DI REGISTRASI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 598 PK/PDT/2016

Tanggal 24 Nopember 2016)

AMRIZAL

ABSTRACT

The result of the research shows that the Ruling of Judicial Review No. 598 PK/Pdt/2016 which revokes Marriage Contract No. 200 on July 8, 1994 made and signed before Eko Handoko Widjaja, S.H., Notary in Malang, since it is not registered in the Residential Affairs and Civil Registry Office, is correct and accurate. In the Ruling, the Marriage Contract is considered contrary to and violating against Law No. 1/1974 in Chapter V, Article 29, paragraph 1, Article 152 in conjunction with Article 147 of the Civil Code because it is registered. The legal consequence of joint property has to be distributed equally.

Keywords: Certificate, Validity, Marriage Contract, Registration

I. PENDAHULUAN

Perkawinan yang dilakukan oleh suami isteri secara sah akan membawa akibat di bidang umum, salah satunya adalah bidang kekayaan. Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa harta benda perkawinan suami dan isteri terdiri dari harta pribadi dan harta bersama. Harta pribadi dapat berupa harta bawaan atau harta yang diperoleh dari warisan atau hadiah/hibah sedangkan harta bersama merupakan harta yang diperoleh suami dan/atau isteri sepanjang perkawinan, kecuali yang berasal dari warisan atau hibah/hadiah.

Dasar hukum tentang harta bersama dapat ditelusuri melalui Undang- Undang dan peraturan sebagai berikut:1

1) Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 35 ayat (1) menyebutkan bahwa harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan, artinya harta kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta bersama.

1Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-gini saat terjadi perceraian, (Jakarta : Transmedia Pustaka, 2008) hal. 8-9.

(2)

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dalam Pasal 119 menyebutkan bahwa sejak dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami dan isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.

3) Kompilasi Hukum Islam, dalam Pasal 85 menyebutkan bahwa adanya harta bersama dalam perkawinan tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami dan isteri.

Penyimpangan atas asas harta bersama dalam perkawinan dapat juga terjadi karena adanya suatu perjanjian perkawinan. Pada dasarnya suatu sebab diadakannya perjanjian perkawinan adalah untuk menyimpang dari ketentuan hukum perundang-undangan, yang mengatur bahwa kekayaan pribadi masing- masing suami dan isteri pada asasnya dicampur menjadi satu kesatuan yang bulat.

Adapun manfaat perjanjian perkawinan :2

1) Perjanjian perkawinan dibuat untuk melindungi secara hukum harta bawaan masing-masing pihak (suami/isteri).

2) Perjanjian perkawinan juga berguna untuk mengamankan aset dan kondisi ekonomi keluarga.

3) Perjanjian perkawinan juga sangat bermanfaat bagi kepentingan kaum perempuan. Dengan adanya perjanjian perkawinan, maka hak-hak dan keadilan kaum perempuan (isteri) dapat terlindungi. Perjanjian perkawinan dapat dijadikan pegangan agar suami tidak memonopoli harta gono gini dan harta kekayaan pribadi isterinya.

Pasal 147 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa perjanjian pekawinan harus dibuat dengan akta notaris sebelum dilangsungkan perkawinan dengan sanksi batal (nietig) dan perjanjian itu mulai berlaku sejak dilangsungkannya perkawinan antara suami isteri yang bersangkutan. Walaupun dalam Undang- Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak menyebutkan bentuk perjanjian kawin hanya mensyaratkan dibuat secara tertulis.

2 Ibid , hal. 86-87.

(3)

Perjanjian yang dibuat oleh atau di hadapan notaris dibuat dalam bentuk akta notaril. Berfungsi , yaitu:3

1) Sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan perjanjian tertentu;

2) Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

3) Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu, kecuali jika ditentukan sebaliknya, para pihak telah mengadakan perjanjian dan bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016, telah membatalkan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di hadapan notaris dengan segala akibat hukumnya sehingga harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan membagi harta bersama yang diperoleh selama perkawinan dengan besar yang sama rata.

Dalam putusan tersebut Akta Perjanjian Perkawinan dianggap bertentangan dan melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pada Bab V Pasal 29 ayat 1, Pasal 152 juncto Pasal 147 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata karena tidak teregister di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tuban sehingga perjanjian perkawinan tersebut mengalami cacat baik dari segi formil maupun materiil. Dari segi formil yakni karena Akta Perjanjian Perkawin dibuat di hadapan notaris di Malang tetapi tidak didaftarkan pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Tuban sedangkan materiilnya yakni ternyata dalam perkawinan antara Pengugat dan Tergugat I tersebut telah menghasilkan harta kekayaan sehingga dengan pembatalan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di hadapan Notaris Tuban tersebut maka seluruh harta yang diperoleh selama perkawinan antara Penggugat dengan Tergugat I menjadi harta bersama.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka menarik untuk dilakukan penelitian hukum yaitu “Analisis Yuridis Keabsahan Akta Perjanjian Kawin

3 Salim HS, Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancang Kontrak & Memorandum of Understanding (MoU), (Cetakan III; Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.17.

(4)

Yang Dibuat Dihadapan Notaris Yang Tidak Diregistrasi” (Studi Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016)”

Perumusan Masalah Penelitian ini adalah :

Adapun yang menjadi permasalahan penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana keabsahan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di hadapan notaris apabila tidak diregistrasi?

2. Bagaimana pertanggungjawaban notaris atas akta perjanjian perkawinan yang dibatalkan oleh pengadilan ?

3. Apakah sudah tepat menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia terhadap keputusan Makamah Agung atas Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 ?

Sesuai dengan perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini ialah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisa keabsahan akta perjanjian perkawinan yang dibuat di hadapan notaris apabila tidak diregistrasi.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa pertanggungjawaban notaris atas akta perjanjian kawin yang dibatalkan oleh pengadilan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa putusan Mahkamah Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016 apakah telah tepat menurut Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, dengan Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Sumber data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah data sekunder melalui studi dokumen- dokumen, untuk memperoleh data yang diambil dari bahan kepustakaan, di antaranya adalah:

(5)

a. Bahan Hukum Primer4, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini antara lain terdiri dari:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ;

2) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Undang-Undang Jabatan Notaris;

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;

4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974;

5) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

6) Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015;

7) Peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan hukum perkawinan.

b. Bahan Hukum Sekunder 5, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti hasil penelitian, hasil seminar, surat kabar, hasil karya dari kalangan hukum dan literatur-literatur.

c. Bahan Hukum Tersier6, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum skunder. Bahan yang digunakan adalah kamus hukum, ensiklopedia.

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain berasal dari buku-buku milik pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan, dan didukung wawancara dengan informan yang

4 Rony Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990), hal. 53.

5 Ibid.

6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 13.

(6)

mengetahui permasalah tentang perjanjian perkawinan. Adapun informan yang dimaksud beberapa orang notaris.

Analisa data yang dilakukan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti dengan menggunakan metode kualitatif. Terhadap akta perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016, Mahkamah Agung memberikan keputusan untuk membatalkan Akta Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Eko Handoko Widjaja, SH, Notaris di Malang karena tidak diregistrasi atau didaftar pada Kantor Catatan Sipil. Hal mana dalam formalitas pembuatan akta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

III. HASIL PENELITIAN

A. Keabsahan Akta Perjanjian Perkawinan Yang Dibuat Di Hadapan Notaris Yang Tidak Diregistrasi

Akta perjanjian perkawinan yang dibuat merupakan akta para pihak (acte partij) karena merupakan akta yang dibuat di hadapan notaris. Akibat hukum apabila perjanjian perkawinan tidak didaftarkan dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. Akibat hukum bagi yang membuatnya.

Dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Peranjian perkawinan harus berbentuk tertulis. Maka perjanjian perkawinan yang dibuat mempunyai alat bukti yang kuat, karena dibuat secara tertulis. Sedangkan untuk asas berlakunya, sesuai dengan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) yang berbunyi : semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Berdasarkan keterangan kedua pasal di atas maka terhadap keabsahan perjanjian perkawinan apabila tidak didaftarkan maka tetap berlaku sah bagi kedua belah pihak yang membuat pejanjian perkawinan tersebut yaitu suami dan/atau isteri, karena dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan tidak ada satu pasalpun yang menyatakan bahwa perjanjian perkawinan baru berlaku jika telah didaftarkan atau disahkan.

(7)

Sesuai dengan asas lahirnya perjanjian yaitu asas konsensualisme 7 yang mengatakan bahwa perjanjian lahir sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak, maka dengan sendirinya perjanjian perkawinan mengikat pihak yang membuatnya saat keduanya sepakat tentang perjanjian perkawinan yang dibuat, baik didaftarkan maupun tidak mempunyai akibat hukum yang tetap mengikat bagi suami-istri yang bersepakat membuatnya.

2. Akibat hukum terhadap pihak ketiga

Berbeda dengan akibat hukum bagi suami isetri yang membuat perjanjian perkawinan jika tidak diregistrasi pada pegawai pencatat perkawinan, maka dengan sendirinya perjanjian perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. Maka akibat hukumn terhadap pihak ketiga selama perjanjian perkawinan belum diregistrasi/didaftarkan dapat saja menganggap bahwa perkawinan berlangsung dengan persatuan harta perkawinan secara bersama. Jadi apabila perjanjian perkawinan tidak diregitrasi/didaftarkan pada pencatat perkawinan maka keabsahan akta perjanjian perkawinan adalah sah dan mengikat untuk suami-isteri sebagai suatu perjanjian yang harus dipatuhi sebagai undang-undang bagi pihak yang telah berjanji. Tetapi jika menyangkut terhadap pihak ketiga maka perjanjian perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga.

B. Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Perjanjian Perkawinan Yang Dibatalkan Oleh Pengadilan

Kewenang notaris hanya dicantumkan dalam Pasal 15 ayat 1, ayat 2 dan ayat 3 Undang-Undang Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris, menyebutkan bahwa kewenangan notaris adalah sebagai berikut :

1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

7Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Cetakan Pertama (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2006), hal. 249.

(8)

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang, (Pasal 15 ayat (1)) ;

2. Notaris berwenang pula sebagai berikut :

a) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

b) membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

c) membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

d) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;

e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

f) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau;

g) membuat akta risalah lelang, (Pasal 15 ayat (2));

3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang- undangan, (Pasal 15 ayat 3).

Pembatalan akta perjanjian perkawinan dapat berdasarkan kesepakatan para pihak atau melalui putusan pengadilan, bukan hanya karena akibat dari kesalahan atau kelalaian notaris saja di dalam membuat akta. Tetapi pembatalan akta notaris juga dapat disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian para pihak yang saling mengikatkan diri dalam akta tersebut, sehingga dengan adanya kesalahan atau kelalaian menyebabkan adanya gugatan dari salah satu pihak.

Secara garis besar pembatalan akta notaris meliputi:8 1). Dibatalkan oleh para pihak sendiri.

Para pihak datang kembali ke notaris untuk membuat akta pembatalan atas akta tersebut, dan dengan demikian akta yang dibatalkan sudah tidak

8 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Bandung : PT. Refika Aditama, 2011), Cetakan Kesatu, hal.11. (buku 3).

(9)

mengikat lagi para pihak, dan para pihak menanggung segala akibat dari pembatalan tersebut.9

2). Dibuktikan dengan asas praduga sah.

Jika para pihak tidak sepakat akta yang bersangkutan untuk dibatalkan, salah satu pihak dapat menggugat pihak lainnya, dengan gugatan untuk mendegradasikan akta notaris menjadi akta di bawah tangan. Setelah didegradasikan, maka hakim yang memeriksa gugatan dapat memberikan penafsiran tersendiri atas akta notaris yang sudah didegradasikan, apakah tetap mengikat para pihak atau dibatalkan. Hal ini tergantung pembuktian dan penilaian hakim.

Jika pembatalan akta notaris secara garis besar tersebut diatas dikaitkan dengan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/PDT/2016 tanggal 24 Nopember 2016 yang menyatakan batal akta perjanjian nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 yang dibuat di hadapan seorang notaris. Maka pembatalan akta tersebut tergolong kepada pembatalan dibuktikan dengan asas praduga sah.

Terhadap perjanjian perkawinan yang dibatalkan oleh Putusan Pengadilan seperti dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/PDT/2016 tanggal 24 Nopember 2016 yang menyatakan batal akta perjanjian nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 yang dibuat di hadapan seorang notaris maka, dapat dilihat sejauhmana tannggung jawab seorang notaris terhadap akta perjanjian perkawinan yang dibatalkan oleh Pengadilan.

Bentuk tanggung jawab notaris lahir dari adanya kewajiban dan kewenangan yang diberikan kepadanya. Penjelasan Undang-Undang Jabatan notaris menunjukkan bahwa notaris hanya sekedar bertanggung jawab terhadap formalitas dari suatu akta otentik dan tidak terhadap materi akta otentik tersebut.

Hal ini mewajibkan notaris untuk bersikap netral dan tidak memihak serta memberikan semacam nasihat hukum bagi klien yang meminta petunjuk hukum pada notaris yang bersangkutan.

9 Pembatalan dengan cara seperti ini selaras dengan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomoe 1420 K/Sip/1978, tanggal 1 Mei 1979, bahwa pengadilan tidak dapat membatalkan suatu akta notaris, tetapi hanya dapat menyatakan akta notaris yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum. Berarti hanya para pihak yang dapat membatalkannya.

(10)

Sejalan dengan hal tersebut, maka notaris dapat bertanggung jawab atas kebenaran materiil suatu akta bila nasihat hukum yang diberikannya ternyata dikemudian hari merupakan suatu yang keliru.

Mengenai tanggung jawab notaris selaku pejabat umum yang berhubungan dengan kebenaran materiil, dibedakan menjadi : 10

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata ;

Konstruksi yuridis yang digunakan dalam tanggung jawab perdata terhadap kebenaran materiil atas akta yang dibuat adalah konstruksi perbuatan melawan hukum. Notaris bertanggung jawab atas kerugian yang di derita atas akta yang dibuat dengan dasar perbuatan melanggar hukum di dalam hukum perdata diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang menentukan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut.

Apabila memperhatikan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata diatas, di dalamnya terkandung unsur-unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan yang melanggar hukum 2. Harus ada kesalahan;

3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan;

4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

Bagi akta notaris yang menimbulkan kerugian bagi pihak yang terlibat di dalamnya menimbulkan pihak yang merasa dirugikan dapat melakukan tuntutan secara perdata terhadap notaris. Dalam pasal 84 Undang-Undang Jabatan Notaris ada 2 jenis sanksi perdata, yaitu :11

a. Akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan, dan

b. Akta notaris menjadi batal demi hukum.

Akibat dari akta notaris yang seperti itu, maka dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti

10 Abdul Ghofur, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta: UII Press), hal.34.

11 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik (Bandung: PT. Refika Aditama ), hal.93. (buku 4).

(11)

rugi dan bunga kepada notaris.12 2. Tanggung jawab Notaris secara pidana;

Tanggung jawab notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya dapat dilihat dari adanya suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh seorang notaris dengan aspek-aspek seperti:13

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap;

b. Pihak (siapa-orang) yang menghadap Notaris;

c. Tanda tangan penghadap;

d. Salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta;

e. Salinan akta ada, tanpa dibuat minuta akta; dan

f. Minuta akta tidak ditandatangani secara lengkap, tapi minuta akta dikeluarkan.

Hal-hal yang sering terjadi dalam praktik yang menyebutkan bahwa seorang notaris dikualifikasikan melakukan perbuatan pidana adalah antara lain:14

a. Membuat surat palsu/yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu yang dipalsukan (Pasal 263 ayat (1), (2) KUHP);

b. Pemalsuan dalam akta otentik, yaitu diatur dalam Pasal 264 ayat (1) angka 1

KUHP

c. Pencantuman keterangan palsu dalam akta otentik, yaitu diatur dalam Pasal 266 ayat (1) KUHP.

d. Melakukan, menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan (Pasal 55 jo Pasal 263 ayat (1) dan 92) atau 264 atau 266 KUHP).

e. Membantu membuat surat palsu atau yang dipalsukan dan menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan (Pasal 56 ayat (1) dan (2) jo Pasal 263 ayat (1) dan (2) atau 264 atau 266 KUHP.

Unsur-unsur dalam perbuatan pidana meliputi : 15

12 Ibid.

13 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), (Bandung : PT. Refika Aditama) , 2008, hal. 128.(buku 5).

14 Ima Erlie Yuana, Tanggung Jawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya Terhadap Akta Yang Dibuatnya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, 2010, Thesis

(12)

a. Perbuatan (manusia)

Perbuatan adalah tindakan dan kejadian yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut.

b. Memenuhi rumusan peraturan perundang-undangan

Agar suatu perbuatan dapat disebut tindak pidana harus memenuhi rumusan undang-undang artinya berlaku asas legalitas. Asas ini menyatakan bahwa nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali yang bermakna bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal tersebut tidak atau belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Arti penting adanya asas legalitas adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum dan demi keadilan. Memenuhi peraturan perundang-undangan sebagai syarat dari tindak pidana adalah merupakan syarat formil.

c. Bersifat melawan hukum

Adanya sifat melawan hukum dalam tindak pidana merupakan syarat mutlak dan juga merupakan syarat materiil. Indonesia menganut ajaran sifat ajaran melawan hukum dalam arti materiil namun dalam fungsinya yang negatif. Artinya meskipun apa yang dituduhkan adalah suatu delik formil namun hakim secara materiil harus memperhatikan juga adanya kemungkinan keadaan dari terdakwa atas dasar mana mereka tidak dapat dihukum, sehingga terdakwa bebas dari segala tuntutan hukum.

3. Tanggung jawab Notaris secara administratif

Sehingga dapat dianalisa secara hukum bahwa terhadap kasus dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 yang akhirnya membatalkan Akta Perjanjian Nikah nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 yang dibuat di hadapan Eko Handoko Widaja, SH disebabkan akta perjanjian perkawinan tersebut tidak diregistrasi/didaftarkan pada Kantor Catatan Sipil sebagaiman diharuskan dalam Pasal 29 Undang-Undang 1974. Dalam hal ini menurut analisa secara hukum maka notaris tidak bertanggung jawab karena tidak ada keharusan bagi notaris untuk melakukan

15 Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, (Yogyakarta: UII Press), 2009, hal.34

(13)

registrasi/pendaftaran dari akta perjanjian perkawinan yang dibuatnya.

Registrasi/pendaftaran perjanjian perkawinan merupakan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian perkawinan itu.

C. Analisa Hukum Terhadap Putusan Hakim Agung terhadap Yang Membatalakan Akta Perjanjian Perkawinan Karena Tidak Diregistrasi Sebagaimana Dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016

Dalam tesis ini, akan dilakukan analisa Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 apakah telah benar sesuai dengan ketentuan Undang- Undang yang berlaku sehingga kepastian hukum terhadap hak dan kewajiban seseorang yang timbul atas perjanjian yang dibuat mejadi jelas.

Berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Mahkamah Agung berbunyi :

“Mahkamah Agung bertugas dan berwewenang memeriksa dan memutuskan:

1. Permohonan kasasi;

2. Sengketa tentang kewenangan mengadili;

3. Permohonan peninjauan kembali putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

Bertitik tolak dari pasal tersebut maka Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan peninjauan kembali dalam Putusan Nomor 598 PK/Pdt/2016 atas Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 503 K/Pdt/2015 tanggal 22 Juni 2015 telah berkekuatan hukum tetap.

Dalam Pasal 385 Rv, berbunyi :

“Putusan atas bantahan yang dijatuhkan pada tingkat terakhir dan putusan verstek yang tidak dapat diajukan perlawanan lagi, dapat ditarik kembali atas permintaan seseorang yang pernah menjadi salah satu pihak atau seseorang yang terpanggil dengan alasan-alasan sebagai berikut :

Alasanya terdiri atas :16

1 .Putusan di dasarkan pada penipuan atau tipu muslihat pihak lawan.

16 Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI, Intermsa Jakarta, Cetakan II, 1992 hal 645.

(14)

2. Jika diputus mengenai hal yang tidak dituntut.

3. Jika putusan melebihi yang dituntut.

4. Jika ada kelalaian memberi putusan tentang sebagian dari tuntutan.

5. Terdapat dua putusan yang saling bertentangan.

6. Putusan dijatuhkan berdasarkan surat yang diakui kemudian palsu.

7. Ditemukan novum berupa surat-surat yang bersifat menentukan.

Dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 melakukan upaya Peninjauan Kembali oleh karena terdapat bebagai alasan-alasan yang tertuang dalam Memori Peninjauan Kembali yaitu:

A.Terdapat Putusan Mahkamah Agung Dalam Perkara Pidana Yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 503 K/Pdt/2015 tanggal 22 Juni 2015 yakni Putusan Mahkamah Agung Nomor 1126K/Pid/2014 tanggal 11 Pebrurai 2015.

B. Adanya suatu kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang Nyata.

Bahwa dua Hakim Agung telah keliru mengartikan atau menafsirkan mengenai perjanjian perkawinan yang dalam perkara a quo dua Hakim Agung telah menyamakan “Perjanjian”secara umum dengan “Perjanjian Perkawinan” dan dalam pertimbangannya tidak menggunakan landasan hukum sama sekali padahal telah jelas diatur berdasarkan hukum perkawinan mengenai perjanjian perkawinan secara khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 serta Peraturan Pelaksanan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang merupakan hukum khusus dalam perkawinan.

Dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 secara garis besar akhirnya membatalkan Akta perjanjian perkawinan yang dibuat dan ditandatangani dihadapan Eko Handoko Widjaja dengan Akta Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 karena jelas-jelas mengadung cacat baik formil maupun materil.

Dari segi formil adalah bahwa akta perjanjian kawin yang dibuat tidak pernah di daftarkan di Kantor Catatan Sipil Tuban dan tidak pernah ada register nomor pendaftaran perjanjian perkawinan tersebut. Jika tidak ada pengesahan pada perjanjian perkawinan maka perjanjian perkawinan itu tidak ada dan yang terjadi adalah persatuan harta bulat.

(15)

Perjanjian perkawinan yang tidak mendapat pengesahan dari pengawai pencatatan perkawinan adalah batal (nieted van rechtwege) dan perjanjian perkawinan tersebut tidak mengikat secara hukum sehingga prinsip kedudukan harta benda dalam perkawinan maka menjadi persatuan harta bulat. Sehingga harta perkawinan yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama yang harus dibagi sama rata dan sama besarnya .17

Perjanjian perkawinan juga merupakan perjanjian formil. Walaupun pada umumnya perjanjian terbentuk secara konsensuil, bukan formil. Namun, undang- undang memberikan suatu pengecualian dengan menentukan selain adanya kata sepakat, juga dibutuhkan formalitas tertentu bagi pembentukan beberapa jenis perjanjian tertentu. Adakalanya untuk sahnya beberapa perjanjian, undang-undang menghendaki agar perjanjian tersebut dibuat dalam bentuk tertentu. Dalam hal ini wajib dibuat dengan akta dibawah tangan atau akta otentik. Tujuan pembuatan undang-undang membuat pengecualian adalah untuk memberikan perlindungan kepada pihak, terhadap diri sendiri, atau terhadap pihak lawan, satu dan lain dengan mengingat sifat terbukanya perjanjian artinya dengan singkat kata, tujuannya ialah memberikan jaminan kepastian hukum dan keseimbangan dalam lalu lintas pergaulan hukum.18

Adapun akibatnya jika perjanjian formil tidak dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang maka perbuatan hukum tersebut menjadi batal (nietig) yang berarti sejak semula perbuatan hukum tersebut tidak mempunyai akibat hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 mengatur tentang Perjanjian perkawinan hanya dalam 1 pasal yaitu diatur dalam Pasal 29 .

Tata cara pembuatan perjanjian perkawinan jelas disebutkan dalam Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo Pasal 147 KUH Perdata yang masing-masing menyebutkan :

-Pasal 29 ayat 1 :

17 Wawancara dengan Irma Handayani Sembiring, Notaris Kabupaten Labuhanbatu Selatan pada tanggal 5 Desember 2017.

18 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2006), hal.443-447.

(16)

“Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.”

-Pasal 147 KUH Perdata

“ Atas ancaman kebatalan, setiap perjanjian kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum perkawinan berlangsung.”

Dapat diambil suatu analisa bahwa Putusan Hakim Agung Nomor 598 PK/Pdt/2016 tanggal 24 November 2016 jo Putusan Nomor 25/Pdt.G/ 2013/

PN.Tbn tanggal 25 November 2013 jo Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor 124/PDT/2014/PT SBY tanggal 17 April 2014 yang telah melakukan Pembatalan Akta Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 dibuat dan ditandatangani dihadapan Notaris Eko Handoko Wijaya, SH, karena tidak didaftarkan/diregistrasi pada Kantor Catatan Sipil Kabupaten Tuban.

Dalam hukum perkawinan menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan bagi warga yang beragama Islam maka pencatatan perjanjian perkawinan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) sedangkan bagi warga yang beragama non muslim maka perjanjian perkawinan dicatatkan/diregistrasi pada Kantor Urusan Agama (KUA).19

Namun berbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU- XIII/2015 Tahun 2015, dalam putusan tersebut memperbolehkan Perjanjian Perkawinan itu dibuat dan didaftar/diregistrasi dalam masa berlangsungnya perkawinan.20 Apabila dalam kasus tersebut mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 Tahun 2015 maka hakim seharusnya tidak membatalkan Putusan Akta Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 dibuat dan ditandatangani di hadapan Notaris Eko Handoko Wijaya, SH., karena terhadap akta tersebut dapat diregistrasi pada Kantor Catatan Sipil Kabupaten Tuban pada masa perkawinan berlangsung.

19 Wawancara dengan Rahmad Nauli Siregar, SH, Notaris di Medan, pada tanggal 10 Desember 2017.

20 Wawancara dengan Abdul Rahmad Siregar, SH, Notaris di Kabupaten Labuhan Batu, pada tanggal 10 Desember 2017

(17)

Tetapi mengapa hakim harus membatalkan Akta Perjanjian Nikah tersebut apabila dianalisa dapat diambil kesimpulan bahwa dari kasus tersebut para pihak yang telah membuat akta perjanjian nikah tersebut sudah tidak ada lagi kata sepakat. Unsur sahnya suatu perjanjian pada Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sudah tidak terpenuhi. Sehingga perjanjian tersebut menjadi dapat dimintai pembatalan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian nikah tersebut melalui pengadilan.

Perjanjian perkawinan juga dibuat untuk kepentingan pihak ketiga maka perjanjian perkawinan tersebut memang harus diregister/didaftar pada pihak yang berwenang sehingga publik atau umum menjadi tahu bahwa terhadap harta perkawinan yang diperoleh pada saat perkawinan berlangusng pada asasnya merupakan percampuran harta bersama, setelah dilakukan perjanjian perkawinan maka terhadap harta bersama tersebut terjadi penyimpangan harta bersama yang seharusnya sebagai percampuran harta menjadi pemisahan harta sesuai kesepakatan yang dibuat oleh calon suami dan calon isteri sebelum perkawinan berlangsung.

Sehingga Putusan Hakim Agung sebagaimana dalam Putusan Nomor 598 PK/Pdt/2016 dengan membatalkan Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Turut Tergugat/Eko Handoko Widjaja, Sarjana Hukum, Notaris di Malang adalah keputusan yang benar dan tepat menurut undang-undang yang berlaku karena apabila setelah terjadinya perceraian artinya tidak ada lagi kata sepakat maka Akta Perjanjian Nikah yang tidak teregistrasi/tercatat tidak memberikan kepastian hukum siapa yang berhak atas harta yang telah diperjanjikan terutama kepada pihak ketiga yang tersangkut.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan perjanjian perkawinan dibuat dalam bentuk tertulis dan diregistrasi oleh pegawai pencatat perkawinan yaitu pada Kantor Urusan Agama ataupun pada Kantor Catatan Sipil. Maka apabila tidak

(18)

didaftarkan/diregistrasi, perjanjian yang dibuat dalam Akta Perjanjian Perkawinan tidak mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga dalam arti apabila menyangkut pihak ketiga maka ketentuan-ketentuan dalam akta perjanjian perkawinan tersebut tidak berlaku.

2. Tanggungjawab notaris terhadap akta perjanjian perkawinan yang dibatalkan oleh pengadilan diakibatkan karena tidak teregistrasi atau di daftarkan pada Kantor Urusan Agama atau Kantor Pencatatan Sipil maka dalam hal ini notaris tidak dapat dituntut pertanggung jawab dari segi perdata, segi pidana maupun tanggung jawab segi administrative. Kewajiban melakukan registrasi/pendaftaran akta perjanjian perkawinan bukan merupakan kewajiban dari notaris tetapi kewajiban dari para pihak yang telah membuat perjanjian perkawinan.

3. Putusan Hakim Agung dalam Putusan Peninjauan Kembali Nomor 598 PK/Pdt/2016 membatalkan Perjanjian Nikah Nomor 200 tanggal 8 Juli 1994 yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Eko Handoko Widjaja, SH, Notaris di Malang karena tidak diregistrasi atau didaftar pada Kantor Catatan Sipil adalah merupakan keputusan yang benar dan tepat. Hal mana dalam formalitas pembuatan akta tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

B. Saran

1. Perlu adanya peningkatan kualitas dari notaris terhadap ilmu hukum dan terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia sehingga pada saat ada pihak akan membuat akta kepada notaris maka seorang notaris bukan hanya sebagai saksi yang hanya mencatatkan kehendak penghadap dalam suatu akta akan tetapi hendaknya notaris juga sebagai penyuluh hukum yang memberikan saran kepada pihak yang datang kehadapanya. Sehingga tidak terjadi kesalahan dimana pembuatan akta perjanjian perkawinan yang dibuat dihadapan notaris tidak terdaftar/teregistrasi pada pencatat perkawinan yaitu Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil karena ketidak tahuan dari penghadap yang hingga menimbulkan suatu sengketa di Pengadilan.

(19)

2. Perlu terlebih dahulu melakukan pengkajian hukum terhadap akta yang dibuat karena fungsi dan wewenang seorang notaris sebagai pejabat umum selain memberikan kepastian hukum terhadap akta yang dibuatnya agar menjadi suatu alat bukti yang sempurna dan menjadi undang-undang yang mengikat bagi mereka yang membuatnya. Seorang notaris juga berfungsi sebagai penyuluh hukum. Oleh karena itu jangan sampai ketidak tahuan seorang Notaris tentang suatu ketentuan-ketentuan hukum terkait akta yang dibuatnya dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain yang juga dapat menyebabkan seorang notaris dituntut.

3. Perlu menciptakan hakim yang cerdas, berwawasan yang luas dan pengetahuan tentang segala aturan-aturan hukum secara berkesinambungan khususnya tentang Perjanjian Perkawinan sehingga hakim dalam memutuskan suatu perkara sengketa Perjanjian Perkawinan mencapai keadilan bagi pihak yang bersengketa.

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Adjie , Habib, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Cetakan Kesatu, Bandung, PT. Refika Aditama, 2011.

---, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris sebagai Pejabat Publik, Bandung: PT. Refika Aditama. .

---, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap No.30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Bandung, PT. Refika Aditama, 2008.

Budiono, Herlien, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia, Hukum Perjanjian Berlandaskan Asas-Asas Wigati Indonesia, (Bandung:

PT.Citra Aditya Bakti, 2006.

Ghofur, Abdul, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta, UII Press, 2009.

Ghofur, Abdul, Lembaga Kenotariatan Indonesia: Perspektif Hukum dan Etika, Yogyakarta, UII Press, 2009.

(20)

HS, Salim, dan Abdullah serta Wiwiek Wahyuningsih, Perancang Kontrak &

Memorandum of Understanding (MoU), Cetakan III, Jakarta, Sinar Grafika, 2008

Susanto, Happy, Pembagian Harta Gono-gini saat terjadi perceraian, Jakarta, Transmedia Pustaka, 2008.

Soemitro, Rony Hanitijo, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta,:

Ghalia Indonesia, 1990.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995.

Tutik,Titik Triwulan, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Cetakan Pertama , Jakarta, Prestasi Pustaka Publisher, 2006.

B. Thesis

Yuana, Ima Erlie, Tanggung Jawab Notaris Setelah Berakhir Masa Jabatannya Terhadap Akta Yang Dibuatnya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang, 2010.

C. Peraturan Perundang-Undang

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tetang Jabatan Notaris

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

D. Wawancara

Wawancara dengan Irma Handayani Sembiring, Notaris Kabupaten Labuhanbatu Selatan pada tanggal 5 Desember 2017.

Wawancara dengan Rahmad Nauli Siregar, SH, Notaris di Medan, pada tanggal 10 Desember 2017.

Wawancara dengan Abdul Rahmad Siregar, SH, Notaris di Kabupaten Labuhan Batu, pada tanggal 10 Desember 2017

Referensi

Dokumen terkait

Model pengambilan keputusan untuk pemilihan presiden-wakil presiden merupakan model keputusan banyak kriteria dimana setiap kriteria yang digunakan kabur atau tidak

Dengan dilakukannya pemekaran dan pembentukan Kecamatan baru dari beberapa Kecamatan yang sudah ada di Kota Depok, maka tugas umum pemerintahan di Kecamatan sebagaimana

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa Persoalan Reaktualisasi Pemikiran Islam Hasan Hanafi yang diasumsikan sebagai langkah untuk memahami dunia barat sebagai upaya menutupi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menggunakan metode kromato- grafi lapis tipis, didapatkan hasil dari 12 sampel jamu kunyit asam yang dijual di Malioboro dan di

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pemberian pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan (p = 0,000) tentang higiene menstruasi pada siswi di SMP Negeri 1

Terjemahan: Iaitu, sesungguhnya Dia Yang Maha Tinggi mencipta tempat, maka [ini bermakna] Dia telah wujud sebelum tempat itu, berdasarkan kepada [analogi:] sesungguhnya

Penelitian dilakukan dengan mengukur tingkat kepuasan nasabah berdasarkan 4 variabel penting yaitu ketergunaan (usability), kualitas informasi (information quality),

laporan kerja praktek pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang yaitu. dimulai dari bulan Juli 2010 sampai dengan bulan