• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI FASTER REGION CONVOLUTION NEURAL NETWORK UNTUK MENENTUKAN JENIS DAN BOBOT PADA SAPI MENGGUNAKAN PERANGKAT ANDROID SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI FASTER REGION CONVOLUTION NEURAL NETWORK UNTUK MENENTUKAN JENIS DAN BOBOT PADA SAPI MENGGUNAKAN PERANGKAT ANDROID SKRIPSI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

SAPI MENGGUNAKAN PERANGKAT ANDROID

SKRIPSI

MUHAMMAD RIZKI FATIHAH 171402023

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(2)

PERANGKAT ANDROID

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah Sarjana Teknologi Informasi

MUHAMMAD RIZKI FATIHAH 171402023

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2021

(3)
(4)

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI FASTER REGION CONVOLUTION NEURAL NETWORK UNTUK MENENTUKAN JENIS DAN BOBOT PADA SAPI MENGGUNAKAN

PERANGKAT ANDROID

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2022

Muhammad Rizki Fatihah 171402023

(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Komputer, pada Program Studi S1 Teknologi Informasi Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara

Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, bantuan serta doa dari berbagai pihak. Adapun pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Keluarga penulis, Alm Abi Hamdan Spt, M.Si dan Bunda Satiawati S.P yang telah membesarkan serta memberikan kasih sayang, doa, masukan, bimbingan dan semangat mulai dari pendidikan hingga selesai tugas akhir ini, begitu juga kepada adik-adik penulis yaitu Amir Ahmad Sayyidina dan Puan Ismi Khaira yang telah memberikan doa dan dukungan.

2. Keluarga besar Alm Abi Hamdan Spt, M.Si dan Bunda Satiawati S.P yang telah banyak membantu saya untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc.,M.Sc.. selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ibu Fanindia Purnamasari S.TI, M.IT selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah membimbing, memberikan saran dan kritik yang membangun, memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Maya Silvi Lydia B.Sc., M.Sc. selaku Dekan Fasilkom-TI Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Sarah Purnamawati ST., MSc selaku Ketua Program Studi S1 Teknologi Informasu Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Indra Aulia S.TI, M.Kom selaku Dosen Penguji 1 dan Bapak Ainul Hizriadi S.Kom, M.Sc selaku Dosen Penguji 2 yang telah membimbing, memberikan saran dan kritik yang membangun, memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Program Studi S1 Teknologi Informasi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis selama masa perkuliahan.

(6)

8. Staff dan pegawai Fasilkom-TI Universitas Sunatera Utara yang membantu segala urusan administrasi dalam menyelesaikan skripsi.

9. Teman-teman dekat penulis yaitu Bella Olivia Putrisanni, M Rafif Rasyidi, M Fajar Harahap, Gilbert Sihura, Farras Siraj, Nabila Sagita yang telah membantu, mendukung, dan memberikan semangat dalam masa perkuliahan.

10. Pengurus HIMATIF USU periode 2020/2021, khususnya BPH yaitu Rafif Rasyidi, Bella Olivia, Nadia Siti Namira, Fakhira Mentaya dan Fajar Harahap, para koordinator dan anggota yang telah menemani penulis dalam mengasah keahlian dalam berorganisasi, berinovasi, dan berbagi pendapat semasa kuliah.

11. Kepada Taufiq Rorkyendo yang telah banyak membantu saya selama perkuliahan dan menjadi teman project bareng.

12. Teman-teman di KAWANKUMPUL yaitu Tongku, Yusuf, Ibnu, Rafif, Fajar, Cholil, Arya, Dimas dan Gilbert yang banyak membantu dan menemani di masa perkuliahan

13. Teman-teman di PCS yaitu Ade, Fajar, Ibnu, Jackie, Rafif, Ulwan, Deo, Dinul, Fakhri, Farras, Gilbert, Muharis, Preston, Rafid, Baskoro, Rezky, Prima dan Haqi yang menemani selama di kontrakan, masa perkuliahan hingga masa penulisan Tugas Akhir perkuliahan.

14. Teman-teman angkatan 2017 Teknologi Informasi yang telah membantu dan berjuang bersama penulis dalam menghadapi perkuliahan.

15. Teman-teman Johor Family yaitu Dimas Arisandi, M Haikal, Ridho Pahlevi, Aan Juliansyah, Diva Surya, Ryvalda, Naldo, Irvan Maulana, Raja Ronaldo dan Muhammad Fikri yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan.

16. Teman-teman IPA 6 SMA N 1 yaitu Diwa Permata, Aisyah Ananda, Aji Bagus, Fahmi Reza, Eka Septifani, Ohanpratama, Jhofandy Ricky, Christian Pahlevi.

Amanda Putri, Ryan Afriandi, Della Annisa, Nuraini Pita, Yuliasih dan Rondi Saputra yang telah banyak membantu memberikan masukan dan nasihat selama masa perkuliahan.

17. Teman-teman SMA N 1 Tebing Tinggi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

18. Bang Rhama Permadi Ahmad yang sudah banyak membantu saya dalam urusan administrasi dan membimbing saya selama perkuliahan saya.

(7)

19. Kepada Aulia Rahman, Geyl, Nanda, Lais, Zikri, Fadhil dan Adik-adik angkatan 2019 yang telah memberikan semangat dalam masa kuliah dan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

20. Kepada senior, junior, dan teman-teman lainnya yang telah memberikan semangat dalam masa kuliah dan dalam menyelesaikan penulisan skripsi.

21. Kepada BIB Lembang, BBIB Singosari dan peternakan-peternakan yang ada di daerah Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, dan Medan yang telah membantu dan mengizinkan saya untuk pengambilan data sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan, Januari 2022

Penulis

(8)

ABSTRAK

Sapi merupakan ternak yang sangat berguna sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan lainnya. Sapi merupakan anggota family Bovidae dan sub family Bovinae. Di Indonesia, sebagian besar produksi daging sapi diperoleh dari peternakan rakyat. Untuk peternakan sapi yang besar, dalam menghitung bobot sapi peternak akan menggunakan alat timbang konvensional yang tentunya memiliki akurasi tinggi tetapi harganya yang sangat mahal sehingga membuat peternak kecil dan beberapa pasar sapi tradisional sangat sulit untuk memiliki alat timbangan konvensional ini. Sehingga dibutuhkan suatu sistem untuk mempermudah dalam menentukan bobot sapi dan jenis sapi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode Faster Region Convolution Neural Network (Faster R-CNN). Pada proses pengolahan, citra sapi digunakan sebagai input.

Sebelum citra diklasifikasi, citra akan melalui tahap pre-processing dimulai dari labeling, resizing, selanjutnya tahap segmentation yaitu thresholding, kemudian fitur ekstraksi yaitu Canny Edge Detection dan tahap terakhir citra diklasifikasi menggunakan Faster Region Convolution Neural Network. Pada penelitian ini data yang digunakan sebanyak 801 data. Dimana 641 untuk data latih (Training) dan 160 untuk data uji (Testing). Berdasarkan hasil pengujian pada penelitian, didapatkan hasil berupa sistem yang dapat mengidentifikasi bobot sapi dan menklasifikasi jenis sapi dengan akurasi sebesar 95% untuk jenis sapi dan 0,01% untuk penyimpangan berat sapi.

Kata Kunci: Klasifikasi, Sapi, Pengolahan Citra, Faster Region Convolution Neural Network, Canny Edge Detection.

(9)

IMPEMENTATION OF FASTER REGION CONVOLUTION NEURAL NETWORK TO DETERMINE TYPE AND WEIGHT ON COW USING ANDROID

DEVICES

ABSTRACT

Cows are livestock that are very useful as a source of meat, milk, labor, and other needs.

Cows are members of the Bovidae family and the Bovinae sub family. In Indonesia, most beef production is obtained from smallholder farms. For large cattle farms, in calculating the weight of cows, farmers will use conventional weighing tools which of course have high accuracy but are very expensive, making it very difficult for small farmers and some traditional cattle markets to have these conventional weighing tools.

So we need a system to make it easier to determine the weight of the cow and the type of cow. This study uses the Faster Region Convolution Neural Network (Faster R-CNN) method. In the processing, the image of a cow is used as input. Before the image is classified, the image will go through a pre-processing stage starting from labeling, resizing, then the segmentation stage, namely thresholding, then feature extraction, namely Canny Edge Detection and the last stage the image is classified using Faster Region Convolution Neural Network. In this study, the data used were 801 data. Where 641 for training data (Training) and 160 for test data (Testing). Based on the test results in the study, the results obtained in the form of a system that can identify cattle weight and classify cattle types with an accuracy of 95% for cattle breeds and 0.01% for cattle weight deviations.

Keywords: Classification, Cows, Image Processing, Faster Region Convolution Neural Network, Canny Edge Detection.

(10)

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN 1

PERNYATAAN 1

UCAPAN TERIMAKASIH 3

ABSTRAK 6

ABSTRACT 7

DAFTAR ISI 8

DAFTAR TABEL 11

DAFTAR GAMBAR 11

BAB 1 12

PENDAHULUAN 14

1.1 Latar Belakang 14

1.2 Rumusan Masalah 15

1.3 Tujuan Penelitian 16

1.4 Batasan Masalah 16

1.5 Manfaat Penelitian 16

1.6 Metodologi Penelitian 16

1.7 Sistematika Penulisan 17

BAB 2 19

LANDASAN TEORI 19

2.1 Bangsa Sapi 19

2.1.1 Sapi Aceh 19

2.1.2 Sapi Angus 20

2.1.3 Sapi Bali 20

(11)

2.1.4 Sapi Brahman 21

2.1.5 Sapi Limousin 22

2.1.6 Sapi Madura 22

2.1.7 Sapi Peranakan Ongole (PO) 23

2.1.8 Sapi Simental 24

2.2 Timbangan dan Pita Ukur 25

2.3 Lingkar dada dan Rumus Regresi Bobot Badan 26

2.4 Pengolahan Citra Digital 27

2.5 Convolution Neural Network 27

2.6 R-CNN (Regional Convolution Neural Network) 29

2.7 Fast R-CNN 30

2.8 Faster R-CNN 31

2.9 Aplikasi Mobile 32

2.10 Sistem Android 32

2.11 React Native 33

2.12 Python 34

2.13 Tensorflow 35

2.14 Keras 35

2.15 Metode Perhitungan Performa Machine Learning 36

2.16 Metode Ketepatan Pendugaan Bobot Sapi 38

2.17 Penelitian Terdahulu 38

2.18 Perbedaan Penelitian Terdahulu 41

BAB 3 43

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM 43

3.1 Data yang digunakan 43

3.2 Analisis Sistem 44

3.2.1 Image Acquisition 45

(12)

3.2.2 Image Pre-processing 46

3.2.3 Feature Extraction 49

3.2.4 Faster Region Convolution Neural Network (Faster R-CNN) 49

3.2.4.1 Proses Training 50

3.2.4.2 Proses Testing 51

3.3 Perancangan Antarmuka Sistem 53

3.3.1 Rancangan Tampilan Splash Screen 53

3.3.2 Rancangan Tampilan Halaman Login dan Signup 53

3.3.3 Rancangan Tampilan Halaman Dashboard 54

3.3.4 Rancangan Tampilan Halaman Testing 55

3.3.5 Rancangan Tampilan Halaman Result 55

BAB 4 57

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN 57

4.1 Implementasi Sistem 57

4.1.1 Perangkat keras dan perangkat lunak 57

4.1.2 Implementasi data 57

4.1.3 Implementasi data 58

4.1.4 ImpIementasi desain antarmuka 61

4.2 Prosedur Operasional 65

4.3 Pengujian Sistem 68

BAB 5 88

KESIMPULAN DAN SARAN 88

5.1 Kesimpulan 88

5.2 Saran 88

DAFTAR PUSTAKA 89

(13)

DAFTAR TABEL

Table 2. 1 Tabel confusion matrix 36

Tabel 2. 2 Ringkasan Penelitian Terdahulu 40

Table 3. 1 Jumlah data latih dan data uji 43

Table 3. 2 Hasil uji model 200 data 52

Table 3. 3 Hasil uji model 400 data 52

Table 3. 4 Hasil uji model 600 data 52

Table 3. 5 Hasil uji model 800 data 52

Tabel 4. 1 HasiI Pengujian Faster Region Convolution Neural Network 68

Tabel 4. 2 Hasil Confussion Matrix 83

Tabel 4. 3 Classification Report 86

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Sapi Aceh 19

Gambar 2. 2 Sapi Angus 20

Gambar 2. 3 Sapi Bali 21

Gambar 2. 4 Sapi Brahman 21

Gambar 2. 5 Sapi Limousin 22

Gambar 2. 6 Sapi Madura 23

Gambar 2. 7 Sapi Peranakan Ongole (PO) 24

Gambar 2. 8 Sapi Simental 24

Gambar 2. 9 Timbangan Sapi 25

Gambar 2. 10 Pita Ukur Sapi 26

Gambar 2. 11 Lingkar dada ternak sapi 27

Gambar 2. 12 Convolution Neural Network 28

Gambar 2. 13 R-CNN 29

Gambar 2. 14 Fast R-CNN 30

Gambar 2. 15 Faster R-CNN 31

Gambar 2. 16 Arsitektur Android 33

Gambar 2. 17 Install React Native 34

Gambar 2. 18 Menjalankan Aplikasi React Native 34

Gambar 2. 19 Import TensorFlow 35

Gambar 2. 20 Import Keras 35

Gambar 3. 1 Contoh Data Citra Sapi 43

Gambar 3. 2 Arsitektur Umum 45

Gambar 3. 3 Split Data Training & Data Testing 46

Gambar 3. 4 Grayscale 47

Gambar 3. 5 GaussianBlur 47

Gambar 3. 6 Hitung Gradients 48

Gambar 3. 7 Konversi Cartesian Coordinates ke Polar 48

Gambar 3. 8 Thresholding 48

Gambar 3. 9 Faster R-CNN 49

Gambar 3. 10 Testing Model Epoch 3 51

(15)

Gambar 3. 3 Rancangan Tampilan Splash Screen 53

Gambar 3. 4 Rancangan Tampilan Halaman Login 54

Gambar 3. 5 Rancangan Tampilan Halaman Signup 54

Gambar 3. 6 Rancangan Tampilan Dashboard 55

Gambar 3. 7 Rancangan Tampilan Testing 55

Gambar 3. 8 Rancangan Tampilan Result 56

Gambar 4. 1 Data citra Sapi Aceh 58

Gambar 4. 2 Data citra Sapi Angus 59

Gambar 4. 3 Data citra Sapi Angus 59

Gambar 4. 4 Data citra Sapi Brahman 59

Gambar 4. 5 Data citra Sapi Limousin 60

Gambar 4. 6 Data citra Sapi Madura 60

Gambar 4. 7 Data citra Sapi Ongole 60

Gambar 4. 8 Data citra Sapi Simental 61

Gambar 4. 9 Tampilan Halaman Splash Screen 61

Gambar 4. 10 Tampilan Halaman Login 62

Gambar 4. 11 Tampilan Halaman Register 62

Gambar 4. 12 Tampilan Halaman Home 63

Gambar 4. 13 Tampilan Halaman Kamera 64

Gambar 4. 14 Tampilan Halaman Penentuan Lingkar Dada 64

Gambar 4. 15 Tampilan Halaman Hasil 65

Gambar 4. 16 Tampilan Halaman Home 66

Gambar 4. 17 Tampilan Halaman Kamera 66

Gambar 4. 18 Tampilan Halaman Penentuan Lingkar Dada 67

Gambar 4. 19 Tampilan Halaman Hasil 68

Gambar 4. 1 Data citra Sapi Aceh 58

Gambar 4. 2 Data citra Sapi Angus 59

Gambar 4. 3 Data citra Sapi Angus 59

Gambar 4. 4 Data citra Sapi Brahman 59

Gambar 4. 5 Data citra Sapi Limousin 60

Gambar 4. 6 Data citra Sapi Madura 60

Gambar 4. 7 Data citra Sapi Ongole 60

Gambar 4. 8 Data citra Sapi Simental 61

Gambar 4. 9 Tampilan Halaman Splash Screen 61

Gambar 4. 10 Tampilan Halaman Login 62

Gambar 4. 11 Tampilan Halaman Register 62

Gambar 4. 12 Tampilan Halaman Home 63

(16)

Gambar 4. 13 Tampilan Halaman Kamera 64 Gambar 4. 14 Tampilan Halaman Penentuan Lingkar Dada 64

Gambar 4. 15 Tampilan Halaman Hasil 65

Gambar 4. 16 Tampilan Halaman Home 66

Gambar 4. 17 Tampilan Halaman Kamera 66

Gambar 4. 18 Tampilan Halaman Penentuan Lingkar Dada 67

Gambar 4. 19 Tampilan Halaman Hasil 68

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi merupakan hewan ternak yang sangat bermanfaat dengan menghasilkan daging, susu, tenaga kerja, dan kebutuhan lain yang tergabung dalam Family Bovidae dan sub Family Bovinae. Di Indonesia, produksi sapi sebanyak 78% diperoleh dari peternakan rakyat, 5% berupa daging sapi, dan 17% ternak hidup yang diperoleh dari impor (Soehadji, et al. 2014).

Pertumbuhan, pendapatan, dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein di Indonesia semakin meningkat. Hal itu memengaruhi peningkatan permintaan pasar terhadap daging hewan. Namun pemenuhan konsumsi daging belum optimal, mengingat jumlah ternak sapi potong masih sedikit dan kondisi ternak khususnya bobot badan kurang baik.

Perhitungan bobot badan sapi dapat dilakukan dengan alat timbang konvensional yang memiliki presisi tinggi, namun alat ini tidak praktis dan harganya sangat mahal.

Hal ini menyulitkan bagi petani kecil dmean beberapa pasar ternak tradisional untuk memiliki alat timbang konvensional ini. Berdasarkan penelitian Hamdan (2016) dalam memperkirakan bobot sapi berdasarkan panjang dan lingkar dada menggunakan Regresi, Sapi Brahman Cross dengan rumus Regresi, Sapi Aceh dengan rumus Winter, dan sapi lainnya dengan rumus Regresi.

Untuk mempermudah menghitung bobot sapi dibuatlah alat bernama Pita Ukur.

Pita ukur merupakan alat praktis dan murah yang dapat juga digunakan untuk menghitung bobot sapi. Dengan cara mengalungkan pada lingkar dada sapi maka akan

(17)

dapat kita ketahui bobot sapi tersebut. Untuk menghitung menggunakan pita ukur ini tentunya kita harus mengetahui dimana letak pasti lingkar dada tersebut.

Pada penelitian tentang peningkatan model pita ukur untuk menduga bobot badan berdasarkan lingkar dada yang diteliti oleh Pardosi (2016) memperoleh hasil bahwasannya pita ukur Rondo, Agrotech, dan Animeter tidak akurat untuk menperkirakan bobot badan, akan tetapi rumus schroll dan smith dapat menduga bobot badan Sapi Brahman Cross dan Sapi Limousin sedangkan untuk Sapi Peranakan Ongole, Sapi Aceh, dan Sapi Bali tidak akurat. Perkiraan pada bobot badan Sapi Peranakan Ongole, Sapi Bali, Sapi Limousin, Sapi Brahman Cross, dan Sapi Aceh yang hampir mendekati adalah dengan menggunakan pita ukur yang dibuat berdasarkan rumus regresi yang telah diperoleh dari penelitian ini.

Untuk orang yang mengerti di bidang peternakan dan untuk pemilik sapi tentunya sangat mudah untuk menggunakan pita ukur ini dan juga untuk mengetahui spesies sapi nya. Akan tetapi, untuk orang awam yang ingin membeli sapi dan awam di bidang peternakan akan sulit untuk mengetahui spesies sapi dan cara menggunakannnya sehingga membutuhkan cara lebih praktis untuk menghitung bobot sapi hanya dari gambar sapi saja. Peneliti lain yang menggunakan metode Faster Region Convolutional Neural Networks (Faster R-CNN) untuk mengklasifikasi pola kain tenun dilakukan oleh Rizki (2021). Dengan metode ini didapatkan hasil akurasi sebesar 82.14%.

Dari gambar sapi, kita dapat mengukur lingkar dada nya berdasarkan titik tepi-nya.

Pada penelitian Ansari (2017) yang menganalisis metode titik tepi pada pengolahan citra digital didapatkan hasil bahwa metode Canny Edge Detection merupakan metode yang paling bagus untuk mendeteksi titik tepi dibandingkan metode titik tepi yang lain Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengajukan penelitian dimana akan dilakukan klasifikasi jenis sapi dan penentuan bobot sapi dengan metode Faster Region Convolution Neural Network dan Linear Regression. Maka penelitian ini diberi judul

“Implementasi Faster Region Convolution Neural Network Untuk Menentukan Bobot Sapi Dan Jenis Sapi Menggunakan Perangkat Android”.

1.2 Rumusan Masalah

Indonesia merupakan negara yang memproduksi daging sapi dan memiliki banyak peternakan yang besar serta kecil. Secara konvensional penentuan bobot untuk berbagai

(18)

spesies sapi dilakukan dengan menghitung bobot dan spesies sapi menggunakan timbangan dan pemahaman yang baik oleh peternak sapi. Namun, penggunaan alat yang tidak praktis dan mahal serta pemahaman yang berbeda dari peternak sapi menimbulkan ketidakakuratan dalam menentukan bobot dan spesies sapi. Oleh itu diperlukan alat berupa perangkat android yang memanfaatkan citra untuk menentukan bobot dan spesies sapi sehingga mempermudah pembeli dan peternak dalam menentukan bobot dan jenis sapi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengimplementasikan metode Faster Region Convolution Neural Network (Faster R-CNN) pada perangkat Android untuk mengetahui bobot dan jenis sapi.

1.4 Batasan Masalah

Untuk menghindari terjadinya penyimpangan atau perluasan topik dalam penelitian ini, maka peneliti menetapkan batasan masalah agar tujuan penelitian dapat tercapai dengan lebih mudah dan terarah. Batasan masalah tersebut antara lain:

1. Jenis sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sapi Aceh, Angus, Bali, Brahman, Limousin, Madura, Peranakan Ongole, Simental

2. Pengambilan citra dari sisi samping sapi

3. Klasifikasi dilakukan berdasarkan warna dan bentuk dari sapi

4. Output yang dihasilkan adalah bobot sapi yang dibagi menjadi sapi jantan dan betina beserta jenis sapi tersebut

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dilakukan untuk membantu menentukan serta mengklasifikasi bobot sapi dan jenis sapi guna mempermudah masyarakat dalam menentukan bobot dan jenis sapi tersebut.

1.6 Metodologi Penelitian

Tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

(19)

Tahap ini merupakan proses mengumpulkan data sapi dan mempelajari referensi yang berhubungan dengan penelitian mengenai Image Processing, Linear Regression, dan metode Faster Region Convolution Neural Network yang diperoleh dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, artikel, skripsi, dan sumber referensi lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Analisis Permasalahan

Pada tahapan ini dilakukan analisis studi literatur yang dikumpulkan pada tahap sebelumnya untuk memperoleh pengenalan tentang metode yang akan digunakan daIam penelitian ini yaitu mengimplementasi Faster Region Convolution Neural Network untuk menentukan bobot dan jenis sapi menggunakan perangkat android.

3. Perancangan Sistem

Pada tahap peracangan sistem, berdasarkan studi literatur dan analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dilakukan tahapan untuk merancang arsitektur sistem dan desain antarmuka sistem.

4. Implementasi

Pada tahap ini akan dilakukan implementasi yang sesuai dengan perancangan melalui analisis yang akan dilakukan pada sistem.

5. Pengujian

Pada tahap ini dilakukan pengujian pada sistem yang telah dibangun guna mendapatkan akurasi dengan penerapaan metode Faster Region Convolution Neural Network untuk menentukan bobot dan jenis sapi menggunakan perangkat android.

6. Penyusunan Laporan

Tahap terakhir pada penelitian ini yaitu melakukan penyusunan laporan yang diambil dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika pada penulisan skripsi terdiri dari lima bab yang setiap bab akan dijelaskan secara singkat sebagai berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

(20)

Bab satu terdiri dari latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2: LANDASAN TEORI

Bab dua berisi beberapa teori yang berhubungan dengan sapi, rumus bobot sapi dan jenis-jenis sapi, pengolahan citra digital, ekstrasi warna, metode titik tepi, android, dan metode Faster Region Convolution Neural Network (Faster R-CNN) yang digunakan pada penelitian ini.

BAB 3: ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab tiga berisikan tentang arsitektur umum dari metode Faster Region Convolution Neural Network (Faster R-CNN) serta langkah-langkah pada tahap pre-processing, proses training, testing, dan perancangan antar muka sistem.

BAB 4: IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab empat berisi tentang implementasi dari analisis dan perancangan sistem yang dijelaskan pada bab sebelumnya dan menampilkan hasil pengujian terhadap sistem yang nantinya akan dibangun.

BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab lima berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan guna pengembangan pada penelitian selanjutnya.

(21)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Bangsa Sapi

Sapi adalah hewan ternak yang termasuk dalam Family Bovidae, seperti banteng, kerbau, dan bison. Domestikasi sapi dimulai sekitar 400 tahun sebelum masehi (Sugeng, 2003). Sapi berasal dari Asia Tengah dan menyebar seluruh wilayah Asia dan sebagian wilayah Afrika dan Eropa. Pada akhir abad ke-19, sapi dari Pulau Sumba didatangkan dari India dan mulai saat itu pulau tersebut dijadikan sebagai tempat berkembang biak Sapi Ongole murni.

Penggolongan sapi didasarkan pada sejumlah kesamaan karakteristik tertentu.

Karakteristik ini memungkinkan mereka untuk membedakan diri dari hewan ternak lainnya, meskipun mereka masih termasuk dalam spesies yang serupa. Karakteristik yang dimiliki sapi akan diwariskan pada generasi selanjutnya.

2.1.1 Sapi Aceh

Sapi Aceh adalah sapi yang berkembang biak dan berasal dari provinsi Aceh dan umumnya dimiliki oleh petani pedesaan zaman dahulu hingga zaman sekarang. Sapi Aceh ini merupakan jenis sapi yang berukuran kecil dan memiliki peran yang cukup besar untuk menutupi kebutuhan daging daerah (Diskeswannak, 2011). Gambar Sapi Aceh dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Sapi Aceh

Sapi Aceh memiliki tubuh kecil yang padat dan bungkuk pada sapi jantan tetapi tidak bungkuk pada sapi betina, namun pada bagian bahunya tidak rata dan sedikit menonjol dibandingkan Sapi Bali betina. Ada sedikit perbedaan tipe tubuh, tanduk dan

(22)

warna bulu dari satu daerah ke daerah lain di Provinsi Aceh. Ini mungkin karena asal usul berbagai persilangan Sapi India. (Umartha, 2005).

Bulu Sapi Aceh memiliki pola warna yang muda dan sangat beragam, yaitu hitam, coklat muda, coklat kemerahan (merah bata), coklat hitam, dan putih keabu-abuan. Pada populasi Sapi Aceh warna coklat merupakan warna yang paling umum (Ali, 1980).

2.1.2 Sapi Angus

Aberdeen Angus merupakan sapi hasil persilangan antara Bos Taurus yang berasal dari Skotlandia. Penyebaran Sapi Angus mencapai berbagai belahan dunia seperti Indonesia, Amerika, Australia, dan sebagian Afrika. Pertumbuhan Sapi Angus dianggap baik namun tidak terlalu tahan bila berada di daerah tropis, memiliki daging yang tebal dan bobotnya cepat bertambah dengan pakan berkualitas baik. Persentase karkas bisa mencapai 60% (Purnama dan Cahyo, 2010). Gambar Sapi Angus dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Sapi Angus

Sapi Angus memiliki tubuh yang kuat dan kokoh, kaki, leher, dan telinga yang pendek, punggung yang tegak, tubuh yang kompak dan kokoh, tidak bertanduk, dan bulu berwarna hitam pekat serta tidak ada punuk. Sapi jantan dewasa dapat memiliki berat hingga 1000 kg dan betina 800 kg. Pada tahun 1974, Sapi Aberdeen Angus di Indonesia berasal dari Selandia Baru. Sapi ini merupakan sapi potong dan untuk mendapat kualitas daging yang lebih baik, Sapi Angus sering disilangkan dengan sapi lain (Purnama dan Cahyo, 2010).

2.1.3 Sapi Bali

Sapi Bali memiliki ciri-ciri tubuh dengan ukuran sedang dengan bentuk tubuh memanjang, kepala agak pendek dengan dahi rata, tubuh kokoh dengan dada dalam,

(23)

tidak bungkuk dan seolah-olah tidak tembem, kaki kurus, ada sesuatu pendek menyerupai kaki kerbau, bulu hitam di punggung yang membentuk garis memanjang dari gumba sampai pangkal ekor, kuku, hidung, dan bulu ekor yang berwarna hitam, serta tanduk yang tumbuh di kepala bagian luar pada sapi jantan. Gambar Sapi Bali dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Sapi Bali

2.1.4 Sapi Brahman

Sapi Brahman adalah sapi asli India yang berasal dari keturunan Sapi Zebu (Bos Indicus). Sapi Brahman merupakan sapi hasil persilangan dari tiga bangsa Zebu, yaitu NeIlore, Gyr, dan Guzaret. Sapi Brahman menyimpan 20% NeIlore, 20% darah Gyr, dan 60% darah Guzaret (Minish dan Fox, 1979). Gambar Sapi Brahman dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Sapi Brahman

Sapi Brahman memiliki ciri punuk yang besar dan gelambir yang memanjang dari kepala hingga dada. Sapi Brahman memiliki bentuk ukuran sedang, jantan dewasa memiliki berat 800-1000 kg, betina memiliki berat 500-700 kg, sapi yang baru lahir memiliki berat antara 3035 kg dan bisa tumbuh cepat dengan bobot yang kompetitif dibandingkan dengan sapi lainnya. Sapi Brahmana bervariasi dalam warna dari abu-abu terang sampai abu-abu gelap. Sapi betina berwarna lebih terang daripada sapi jantan

(24)

pada leher, betis, dan bahu. Sapi Brahman dapat hidup dengan baik dengan makan dan memproduksi susu walaupun berada pada cuaca yang panas (Hardjosubroto, 1994).

2.1.5 Sapi Limousin

Sapi Limousin merupakan keturunan Sapi Eropa (Bos Taurus) yang berkembang biak di Prancis. Ciri-ciri Sapi Limousin adalah peningkatan tubuh yang dinilai cepat yaitu sekitar 1,1 kg per hari, tinggi 1,5 m, menggunakan mantel tebal untuk menutupi seluruh tubuh, warna bervariasi dari kuning hingga merah keemasan, tanduk berwarna terang, berat lahir kecil sampai sedang (sapi betina mencapai 575 kg dan jantan dewasa mencapai 1100 kg), kesuburan cukup tinggi, mudah melahirkan, dan mampu menyusui serta mengasuh anak dengan pertumbuhan yang cepat (Blakely dan Bade, 1994). Sapi Limousin ditunjukkan pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 5 Sapi Limousin

Ciri-ciri Sapi Limousin ialah memiliki bulu agak panjang dengan warna merah mulus dan bulunya tumbuh pada bagian kepala, memiliki kaki yang tegap, mata sigap, dada besar, bagian perut agak mengecil tetapi bagian paha dan pinggul cukup besar, bentuk tubuh memanjang, dan memiliki daging yang padat.

2.1.6 Sapi Madura

Sapi Madura merupakan hasil persilangan antara Sapi Bali (Bos Sundaicus) dan Sapi Zebu (Bos Indicus). Oleh karena itu, Sapi Madura sebenarnya adalah persilangan. Sapi Madura merupakan sapi potong dengan daya adaptasi yang cukup baik terhadap cekaman di lingkungan tropis, kondisi hijauan yang buruk, viabilitas, dan

(25)

perkembangan yang baik serta ketahanan terhadap caplak. Sapi Madura merespon cukup baik terhadap lingkungan di sekitarnya. Sapi Madura yang merupakan sapi potong tipe kecil dengan fluktuasi bobot sebesar 300 kg, jika pembiakannya dilakukan dengan baik dan memenuhi kebutuhan pakan yang baik dapat mencapai bobot badan 500 kg, seperti halnya Sapi Madura yang memenangkan persaingan (Soehadji, 2001).

cukup beragam, memiliki bobot badan yang besar (± 500 kg) dan bobot badan yang relatif kecil (± 300 kg). Gambar Sapi Madura ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Sapi Madura

Sapi Madura memiliki ciri-ciri seperti tanduk di kepala yang mengarah ke dorsolateral, tanduk dan gumba (punuk) yang besar pada sapi jantan dan tidak memiliki punuk (kecil) pada sapi betina. Sapi jantan dan betina sama dari lahir hingga dewasa, memiliki bulu berwarna merah bata dan coklat kemerahan, garis punggung (Linea Spinosum) tetap berwarna hitam kecoklatan, keputihan di area dari kaki.

2.1.7 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi PO (Peranakan Ongele) merupakan sapi yang berasal dari persilangan antara Sapi Ongole (India) dan Sapi Jawa (sapi lokal) yang sudah ada pada tahun 1908. Sapi persilangan tersebut merupakan “Grading Up”. Ditujukan untuk mendapatkan sapi yang nantinya akan dimanfaatkan untuk keperluan traksi, membantu peternak dalam pengelolaan lahan pertanian dan transportasi (Erlangga, 2009). Gambar persilangan Ongole (PO) ditunjukkan pada Gambar 2.7.

(26)

Gambar 2. 7 Sapi Peranakan Ongole (PO)

Sapi PO memiliki beberapa karakteristik yaitu punuk yang besar, berleher pendek, dan bergelambir longgar. Memiliki bulu berwarna putih atau hitam putih. Selain itu memiliki kulit yang kuning dan berwarna hitam pada daerah kuku, moncong, mata, dan bulu cambuk pada ujung ekor. Kepala Sapi PO pendek dengan bentuk melengkung dan memiliki mata yang besar dengan tatapan tenang. Tanduk pendek pada sapi jantan dan sedikit lebih panjang pada sapi betina. Telinganya panjang terkulai (Sarwono dan Arianto, 2003).

2.1.8 Sapi Simental

Sapi Simental adalah jenis dari Boss Taurus dan mendapatkan nama dari daerah di mana sapi dibesarkan untuk pertama kalinya, yaitu Lembah Simme yang berada di Bernese Oberland, Swiss. Sedangkan di Austria dan Jerman, Sapi Simental dikenal sebagai Fleckvieh dan disebut Pie Rouge di Prancis (Talib dan Siregar, 1999). Gambar sapi Simental dapat dilihat pada Gambar 2.8.

Gambar 2. 8 Sapi Simental

Menurut Talib dan Siregar (1999), Sapi Simental merupakan sapi perah yang terkadang digunakan untuk energi dalam pertanian. Sapi Simental memiliki variasi

(27)

warna seperti coklat, kuning keemasan, putih, warna merata di seluruh tubuh, kepala di atas berwarna putih, dan pada mata terdapat sebagian besar pigmen yang bertujuan mengurangi mata bermasalah. Saat terpancar panas, tanduk, kaki, dan dada menjadi putih. Bobot jantan dewasa bisa mencapai berat badan 1150 kg, sedangkan betina dewasa bisa mendekati 800 kg.

2.2 Timbangan dan Pita Ukur

Timbangan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah alat bantu penimbangan. Timbangan dalam bahasa lnggris disebut scales, yaitu alat yang digunakan untuk mengukur massa atau berat pada suatu benda. Ada banyak jenis sisik, salah satunya adalah sisik hewan. Timbangan hewan adalah timbangan yang digunakan untuk menghitung berat hewan. Umumnya timbangan ini digunakan pada hewan hidup yang akan ditangani, seperti kambing, sapi, kerbau, dan sejenisnya. Gambar timbangan yang digunakan untuk sapi ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2. 9 Timbangan Sapi (Sumber: timbanganhewanternak.co.id)

Pita ukur adalah alat ukur yang mempunyai kehandalan tinggi (high reliability) atau dapat diandalkan jika alat ukur tersebut stabil dalam arti hasil yang didapat tidak beda dengan berat hidup yang sebenarnya. Untuk mempelajari sampai sejauh mana suatu alat ukur dikatakan stasioner, maka koefisien reliabilitas atau indeksnya perlu kita ketahui sebelumnya. Indeks reliabilitas yang lebih rendah akan mencapai kurang dari 0,9 dalam artian alat ukur yang digunakan belum reliabel (Natsir, 1985). Gambar pita pengukur ditunjukkan pada Gambar 2.10.

(28)

Gambar 2. 10 Pita Ukur Sapi (Sumber: ilmuternak.com)

2.3 Lingkar dada dan Rumus Regresi Bobot Badan

Secara umum, teknik untuk menentukan berat badan hewan ada dua, yaitu penimbangan (skala) dan pendugaan. Teknik tersebut memiliki kelebihan dan keterbatasan tertentu.

Keakuratan dapat dilihat melalui metode penimbangan, namun terdapat beberapa kelemahan, antara lain perlunya alat tertentu dan pada beberapa masalah operator yang relatif lebih banyak (khususnya pada peternakan besar dengan sistem peternakan), sehingga tidak semua peternakan memilikinya dan dinilai kurang efisien. Metode menebak atau memperkirakan biasanya dilakukan dengan mengukur tinggi badan hewan ternak, seperti tinggi bahu, lingkar dada, dan lainnya. Metode perkiraan ini memiliki kelebihan dalam hal kemudahan, namun memiliki masalah dengan ketepatan perkiraan dan belum banyak dilakukan pengembangan, khususnya pada konteks peternakan lokal di Indonesia (Gunawan, 1990).

Salah satu cara yang dapat digunakan yaitu dengan mengukur panjang badan dan lingkar dada. Rumus yang digunakan untuk menaksir bobot badan sapi menggunakan lingkar dada yaitu Winter, Schrool, Danish, dan Regression. Untuk menentukan bobot sapi, rumus yang digunakan adalah formula regresi untuk menaksir bobot badan sapi seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2.1 dan 2.2.

Rumus Regresi bobot ternak sapi jantan:

Y = -405,705 + 4,333X X = Lingkar Dada Y = Bobot Badan

(2.1)

(29)

Rumus Regresi bobot ternak sapi betina:

Y = -448,641 + 4,72X X = Lingkar Dada Y = Bobot Badan

(2.2)

Data yang dibutuhkan adalah lingkar dada sapi. Lingkar dada (LD), diukur dalam lingkaran di belakang bahu sapi yang benjol di atas dan di belakang kaki depan (Abidin, 2008). Lingkar dada dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2. 11 Lingkar dada ternak sapi

2.4 Pengolahan Citra Digital

Pengolahan citra digital adalah ilmu tetap yang mempelajari teknik pengolahan citra melalui gambar. Pengolahan citra terdiri dari gambar diam (photo) dan gambar bergerak. Digital yang dimaksud adalah pengolahan citra atau gambar yang dilakukan secara digital menggunakan komputer (Kusumanto, et al. 2016).

2.5 Convolution Neural Network

CNN merupakan suatu jenis neural yang juga mengawali kesuksesan Deep Learning dan memiliki tiga jenis layer, antara lain Pooling Layer, Convolutional Layer, dan Fully-connected Layer. Pertama kali CNN diperkenalkan oleh LeCun (1988) dan dibuat untuk mengolah data dua dimensi. Sedangkan MuIti-Layer Perceptron yaitu pengembangan dari CNN yang berfungsi untuk mengolah data satu dimensi.

Convolutional Layer adalah bagian tengah dari convolutional neural network yang memiliki koneksi lokal dan bobot karakteristik yang sama. Pada level ini memiliki

(30)

tujuan untuk mempelajari bagaimana merepresentasikan karakteristik dari input yang diberikan. Fitur akan diekstraksi dan kemudian dimasukkan ke dalam proses pada level berikutnya melalui level ini dengan maksud mengekstraksi fitur menjadi lebih kompleks (Bui & Chang, 2016). Konvolusi ialah sebutan matematika yang menunjukkan penerapan fungsi secara iteratif dan bertujuan untuk mengekstrak fitur dari citra masukan. Bobot pada level ini menggunakan spesifikasi kernel convolution sehingga kernel dapat dilatih berdasarkan data input CNN.

Gambar 2. 12 Convolution Neural Network (Sumber: Yitong Shao, et al. 2020)

Convolutional Layer dan pooling layer merupakan dua bagian dari Feature Extraction Layer. Adapun dapat dilihat pada Gambar 2.12, convolutional layer terdiri dari susunan neuruon yang membentuk pixels. Sebagai contoh pada layer utama yaitu convolutional layer yang mempunyai ukuran 5x5x3 dimana artinya memiliki panjang 5 pixels, tinggi dengan 5 pixels, dan memiliki ketebalan 3 buah. Ketiga filter akan dilakukan pergeseran dan melakukan operasi “dot” pada gambar keseluruhan citra yang selanjutnya akan menghasilkan output yaitu feature map. Adapun parameter yang dapat menjadi penentu banyaknya jumlah pada pergeseran filter atau biasa disebut Stride, ada juga parameter yang dapat menjadi penentu jumlah pixel yang bernilai 0 akan diisi untuk setiap sisi pada citra input dengan tujuan dapat memanipulasi convolutional layer atau feature map pada dimensi output. Adapun persamaan untuk perhitungan dimensi pada feature map ialah:

Output = 𝑊−𝑁+2𝑃

𝑆

+

1 (2.3)

Keterangan:

W = Tinggi/Panjang Input

(31)

N = Tinggi/Panjang Filter P = Zero Padding

S = Stride

2.6 R-CNN (Regional Convolution Neural Network)

R-CNN awalnya dikenalkan pada tahun 2014 oleh peneliti dari UC Berkeley, Ross Girshick untuk mengatasi permasalahan teknik regions. Adapun tahap dalam pemrosesan RCNN yaitu ada pada Gambar 2.13.

Gambar 2. 13 R-CNN (Sumber: Girshick, et al. 2014)

a. Mencari bagian dari sebuah citra yang kemungkinan adalah suatu objek dengan metode region proposal.

b. Hasil dari region tersebut akan diproses sebagai input untuk CNN dari setiap regions sebagai feature extractors.

c. Selanjutnya hasil dari fitur akan digunakan sebagai input bagi SVM sebagai penghasil bounding box.

Algoritma yang digunakan didalam selective search ialah menemukan dua wilayah yang paling mirip dan menggabungkannya secara bersamaan. Persamaan S antara wilayah a dan b didefinisikan sebagai:

𝑆(𝑎, 𝑏) = 𝑆

𝑡𝑒𝑥𝑡𝑢𝑟𝑒

(𝑎, 𝑏) + 𝑆

𝑠𝑖𝑧𝑒

(𝑎, 𝑏)

(2.4)

(32)

Keterangan:

𝑆𝑡𝑒𝑥𝑡𝑢𝑟𝑒(𝑎, 𝑏) = mengukur kesamaan visual

𝑆𝑠𝑖𝑧𝑒(𝑎, 𝑏) = penggabungan wilayah yang kecil secara bersamaan untuk menghindari area yang lain

2.7 Fast R-CNN

Ross Gershick di tahun 2015 meng-upgrade R-CNN menjadi Fast R-CNN yang memiliki perbedaan sedikit dari yang sebelumnya dan mengatasi beberapa kendala pada proses training pada R-CNN. Tahapan proses kerja dari metode Fast R-CNN yaitu dimana setiap region dari RPN mempunyai CNN sebagai fitur ekstraksinya tersendiri Fast R-CNN memiliki satu CNN. Hasil dari fiture map akan dicocokkan pada Region Of Interest (ROI) untuk dilakukan proses berikutnya yaitu pengklasifikasian kelas.

R-CNN mengganti fungsi SVM (Support Vector Machine) sebagai pengklasifikasian dengan ROI pooling dan fully-connected layers. Pendekattan yang dilakukan satu CNN, pada feed forward network dan ROI pooling layer ini berfungsi sebagai penambahan kapabilitas R-CNN menjadii end-to-end diferentiable, memudahkan proses pada saat training serta tidak mempercepat performa R-CNN saja terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2. 14 Fast R-CNN (Sumber: Kaul S, 2018)

Gambar 2.14. Fast R-CNN memerlukan waktu yang lebih cepat daripada R-CNN, hal itu terjadi karena proses training tidak perlu memasukkan 2000 proposal region ke jaringan neural konvolusional setiap saat. Sebaliknya, operasi konvolusi dilakukan hanya sekali per gambar dan peta fitur yang dibuat.

(33)

2.8 Faster R-CNN

Faster Region Convolutional Neural Network ialah metode dari deep learning yang dipakai sebagai pengenalan suatu objek pada sebuah gambar. Algoritma R-CNN & Fast R-CNN menggunakan pencarian selektif untuk mengetahui proposal wilayah.

Pencarian selektif ialah suatu proses yang cukup memakan waktu dan juga memengaruhi kinerja pada sistem. Dengan demikian, munculah algoritma deteksi objek yang dapat menghilangkan algoritma pencarian selektif serta jaringan dapat mempelajari proposal wilayahnya. Hampir mirip dengan Fast R-CNN, yaitu citra disediakan sebagai input ke jaringan konvolusional yang dapat menyediakan peta fitur konvolusional. Proposal wilayah yang diprediksi kemudian dibentuk ulang menggunakan lapisan penggabungan ROI yang kemudian digunakan untuk mengklasifikasikan gambar dalam wilayah yang diusulkan dan memprediksi nilai offset pada bounding box.

Faster R-CNN memperkenalkan metode RPN yang dapat mendeteksi berbagai macam ukuran dan dapat mendeteksi objek dengan kecepatan 0,2 detik per gambar.

Adapun arsitektur metode Faster R-CNN ada pada gambar 2.15.

Gambar 2. 15 Faster R-CNN (Sumber: Ren, et al. 2017)

Deteksi dilakukan dengan melacak sifat-sifat objek pada citra. Pencarian dilakukan melalui serangkaian lapisan, seperti dalam jaringan saraf disebut proses konvolusi atau, secara umum, CNN. Faster R-CNN memiliki dua CNN yaitu ZF Net dan VGG-16 yang akan di convolusi sampai 13 lapisan yang akan menjadi feature map. Setelah dapat

(34)

feature map tahap selanjutnya yaitu masuk ke tahap RPN. Faster R-CNN memperkenalkan RPN (Region Proposal Network) yang memiliki 9 anchor dan berguna untuk menilai objek atau bukan objek. Bounding box dihasilkan oleh dan bernilai 2 skor pada tiap bounding box sebagai penanda bahwa diwilayah tersebut terdapat objek atau tidak. Faster R-CNN memperkenalkan metode RPN yang dapat mendeteksi berbagai macam ukuran dan memproses gambar lebih cepat. Adapun persamaan untuk menghitung loss function dari Faster R-CNN adalah:

𝐿({𝑃}, {𝑡1}) = 1

𝑁𝑐𝑙𝑠𝑖𝐿𝑐𝑙𝑠(𝑃𝑖, 𝑃𝑖) + 𝜆 1

𝑁𝑟𝑒𝑔: ∑𝑖𝑃𝑖𝐿𝑟𝑒𝑔(𝑡1, 𝑡𝑖) (2.5)

Keterangan:

𝑃𝑖 = Prediksi anchor pada gambar, dan persamaan ground-truth label:

𝑃𝑖 = {0 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 1 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒}

𝑡1 = {𝑝𝑥, 𝑝𝑦, 𝑝𝑤, 𝑝} adalah representasi vector dari 4 parameter pada bounding box dimana didalamnya ada sebuah objek yang terprediksi.

2.9 Aplikasi Mobile

Aplikasi mobile berasal dari dua kata yaitu, application dan mobile. Application artinya penggunaan, lamaran, dan pemakaian. Dalam segi teknologi, aplikasi adalah program yang siap pakai yang ditujukkan untuk pengguna atau aplikasi lain dalam menjalankan fungsinya. Mobile artinya berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain (Buyens, 2001).

Aplikasi mobile merupakan aplikasi yang ditemui di perangkat seluler seperti PDA, telepon pintar, atau telepon seluler. Aplikasi seluler memudahkan pengguna untuk meakukan berbagai aktivitas saat bepergian seperti melihat tutorial melalui video, pekerjaan kantor, berselancar hingga berbelanja.

2.10 Sistem Android

Sistem android merupakan sistem yang operasi berbasis linux yang digunakan sebagai telepon seluler. Android menawarkan pengembang platform yang terbuka guna membuat aplikasi sendiri dengan berbagai jenis perangkat seluler (Nazruddin, 2012).

(35)

Saat ini selain berjalan pada perangkat seluler seperti ponsel dan tablet, sistem operasi android juga dapat berjalan pada televisi dan jam tangan. Aplikasi Android dibuat dengan bahasa pemrograman java secara native, namun dalam pengembangannya dapat juga dibuat dengan bahasa pemrograman yang lain. Gambar arsitektur android dapat dilihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2. 16 Arsitektur Android (Sumber: developer.android.com)

2.11 React Native

React Native merupakan alat kerja Java Script untuk membuat aplikasi Android dan iOS asli dan dirender (Eisenman, 2015). Fungsi React Native didasarkan pada React, library Java script untuk membuat permukaan di situs web. Dari sini dapat disimpulkan bahwa aplikasi yang dibangun dengan React Native adalah aplikasi asli, dimana aplikasi

(36)

tersebut sangat kompatibel dengan platform tempat aplikasi tersebut dirender, tidak seperti aplikasi hybrid, yang fungsinya tidak sepenuhnya bergantung pada platform. di mana aplikasi dengan konsep. Tampilan web dapat dibuat dengan HTML5.

React Native ditulis menggunakan kombinasi XML dan Javascript yang dikenal sebagai JSX. Dan untuk rendering, React Native memiliki jembatan yang memanggil Objective-C untuk iOS dan Java untuk rendering native Android. Untuk menginstall React Native pada MacOs dapat dilihat pada gambar 2.17 dan Untuk menjalankan React Native dapat dilihat pada gambar 2.18.

Gambar 2. 17 Install React Native

Gambar 2. 18 Menjalankan Aplikasi React Native

2.12 Python

Seperti yang dipahami oleh Python Software Foundation (2016), Python adalah salah satu bahasa pemrograman yang dinamis, semantik, dan interpretatif. Python mempunyai struktur data tingkat tinggi, pengetikan dan pengikatan yang dinamis.

Python memiliki sintaks yang kompleks dan mudah dipahami yang fokus pada keterbacaan dan biaya perbaikan program yang lebih rendah. Python mendorong modul dan paket untuk mempromosikan modularitas dan penggunaan kembali kode.

(37)

Penerjemah Python dan pustaka standar tersedia untuk seluruh platform dan dapat didistribusikan secara bebas.

2.13 Tensorflow

TensorFlow adalah library dari penelitian tim Google Brain tentang pembelajaran mesin dan jaringan saraf. Beberapa fungsi library ini antara lain pengolahan matriks multidimensi (tensor) seperti perhitungan dan optimasi. Pustaka ini sangat kompatibel dengan pemrograman pembelajaran mesin dan dapat mengeksekusi kode dengan baik pada CPU atau GPU. Untuk Import TensorFlow dapat dilihat pada gambar 2.19.

Gambar 2. 19 Import TensorFlow

2.14 Keras

Keras adalah library deep learning dan dapat diimplementasikan di TensorFlow.

Library ini berfungsi untuk memfasilitasi pengembangan teknik deep learning bagi pengguna. Pustaka ini dikembangkan untuk memungkinkan pengujian cepat pada Graphics Processing Unit (GPU) dan Central Processing Unit (CPU) dan mendorong jaringan saraf convolutional dan algoritma jaringan saraf berulang atau kombinasi keduanya. Untuk Import Keras TensorFlow dapat dilihat pada gambar 2.20.

Gambar 2. 20 Import Keras

(38)

2.15 Metode Perhitungan Performa Machine Learning

Dalam menggunakan algoritma pada machine learning, perlu adanya pengaplikasian metode yang dapat mengukur kinerja suatu model agar menjadi pertimbangan dalam memilih model dengan performa terbaik pada data yang digunakan dalam membuat perhitungan ataupun keputusan. Terdapat 2 jenis metode penilaian berdasarkan jumlah kelas klasifikasi, yaitu klasifikasi biner (dua kelas) dan klasifikasi multi kelas (lebih dari dua kelas) (Tharawat, 2018).

Pada penelitian ini, metode yang digunakan penulis yaitu perhitungan peforma machine learning menggunakan teknik confusion matrix dalam menerapkan klasifikasi multi-kelas dengan metode supervised learning. Confusion matrix atau sering dikenal dengan error matrix adalah metode untuk melakukan perhitungan performa pada konsep sistem pendukung keputusan dengan mempresentasikan perkiraan dan kondisi actual dari data yang diperoleh menggunakan algoritma machine learning. Confusion matrix berbentuk tabel matriks yang menggambarkan kinerja model terhadap data uji.

Tabel matriks dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Table 2. 1 Tabel confusion matrix Actual Values

Predicted Values

A B C D E

A TPA EBA ECA EDA EEA

B EAB TPB ECB EDB EEB

C EAC EBC TPC EDC EEC

D EAD EBD ECD TPD EED

E EAE EBE ECE EDE TPE

Confussion matrix juga dapat menghitung berbagai performance metrics, diantaranya yaitu:

1. Accuracy

Accuracy merupakan persentase tingkat kebenaran dari nilai prediksi dengan nilai sebenarnya dari semua data. Semakin tinggi nilai accuracy, semakin akurat model yang akan mengklasifikasikan data dengan benar. Nilai accuracy dapat diperoleh dari persamaan 2.6.

(39)

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 = 𝑇𝑃𝐴 + 𝑇𝑃𝐵+ 𝑇𝑃𝐶+ 𝑇𝑃𝐷

(2.6)

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎

= 𝑇𝑃𝐴+ 𝐸𝐴𝐵+ 𝐸𝐴𝐶+ 𝐸𝐴𝐷+ 𝐸𝐴𝐸+ 𝑇𝑃𝐵+ 𝐸𝐵𝐴+ 𝐸𝐵𝐶 + 𝐸𝐵𝐷 + 𝐸𝐵𝐸+ 𝑇𝑃𝐶+ 𝐸𝐶𝐴+ 𝐸𝐶𝐵+ 𝐸𝐶𝐷+ 𝐸𝐶𝐸+ 𝑇𝑃𝐷+ 𝐸𝐷𝐴 + 𝐸𝐷𝐵 + 𝐸𝐷𝐶+ 𝐸𝐷𝐸+ 𝑇𝑃𝐸+ 𝐸𝐸𝐴+ 𝐸𝐸𝐵+ 𝐸𝐸𝐶 + 𝐸𝐸𝐷

(2.7)

𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 =𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑝𝑟𝑒𝑑𝑖𝑘𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑡𝑎

(2.8) Keterangan:

TP = True Positive E = Error

2. Precision (Positive Predictive Value)

Precision merupakan persentase presisi data yang diterima dengan hasil prediksi yang diberikan oleh model. Oleh karena itu, precission adalah nilai prediiksi benar positif dibandingkan dngan jumlah prediksi positif untuk nilai yang diminta. Nilai presisi dapat diperoleh dari persamaan 2.9.

𝑃𝑟𝑒𝑐𝑖𝑠𝑖𝑜𝑛 𝐴 = 𝑇𝑃𝐴

𝑇𝑃𝐴+ 𝐸𝐴𝐵+ 𝐸𝐴𝐶 + 𝐸𝐴𝐷+ 𝐸𝐴𝐸

(2.9)

Keterangan:

TP = True Positive E = Error

3. Recall (TruePositive Rate)

Recall merupakan persentase keberhasilan model dalam memperoleh informasi yang diminta. Oleh karena itu, recall adalah nilai prediksi positif yang sebenarnya

(40)

dibandingkan dengan jumlah positif yang sebenarnya terhadap nilai yang diminta.

Nilai recall dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.10.

𝑅𝑒𝑐𝑎𝑙𝑙 𝐴 = 𝑇𝑃𝐴

𝑇𝑃𝐴 + 𝐸𝐵𝐴+ 𝐸𝐶𝐴+ 𝐸𝐷𝐴+ 𝐸𝐸𝐴

(2.10) Keterangan:

TP = True Positive E = Error

4. F1 Score

F1 merupakan fungsi dari precision dan recall yang merupakan persentase tingkat keseimbangan antara precision dan recall. Nilai F1 dapat dihasilkan dengan persamaan 2.11.

𝐹1 𝐴 = 2 ∗ Precision A ∗ Recall A Precision A + Recall A

(2.11)

2.16 Metode Ketepatan Pendugaan Bobot Sapi

Ketepatan rumus pendugaan dapat dilihat dari besarnya nilai simpangan antara hasil pendugaan berat badan menggunakan rumus dan berat badan yang diukur dengan timbangan menggunakan rumus yang diturunkan dari rumus simpangan baku (Purwanto, 2007).

𝑃 =BBR − BBT

BBT 𝑋100%

(2.12)

Keterangan:

BBR = Bobot Badan Rumus BBT = Bobot Badan Timbang

2.17 Penelitian Terdahulu

Hamdan et al. (2016) menjelaskan bahwa perkiraan bobot badan yang paIing menyandingi pada Sapi Brahman Cros adalah dengan menggunakan rumus Regresi, pada Sapi Aceh menggunakan rumus Winter, dan rumus Regresi pada Sapi Bali.

(41)

Pendugaan bobot badan sapi secara regresi diperoleh dengan menggunakan kombinasi lingkar dada dan panjang badan untuk dapat memperkirakan bobot badan Sapi Brahman Cross, Sapi Bali, dan Sapi Aceh.

Pardosi (2016), yang menjelaskan bahwa pita ukur Rondo, Animeter, dan Agritech untuk memperkirakan bobot badan tidak akurat, namun rumus Schroll dan Smith dapat memperkirakan bobot badan sapi Brahman-Cros dan Limousin, sedangkan untuk sapi yang dipelihara di Ongole, Sapi Aceh, dan Sapi Bali tidak persis. Perkiraan bobot badan yang menghasilkan keakuratan tertinggi pada persilangan Ongole, persilangan Brahman, Sapi Limosin, Sapi BaIi, dan Sapi Aceh adalah dengan menggunakan pita pengukur berdasarkan rumus regesi. Rumus regresi untuk menaksir berat badan sapi jantan adalah Y = -405,705 + 4,333X dan untuk menaksir berat badan ternak sapi betina adalah Y = -448,641 + 4,72X.

Ansari et al. (2017) yang menganalisis metode titik tepi pada Image Processing.

Canny Edge Detection bekerja lebih baik dibandingkan Sobel, Prewitt, dan Roberts.

Metode Canny Edge Detection memberikan hasil yang baik untuk kualitas gambar dan persepsi visual.

Gupta et al. (2017) menganalisis dimensi pada objek 2D untuk menghitung volume dan estimasi berat benda yang banyak digunakan di dunia nyata. Meskipun banyak model estimasi volume yang ada, sebagian besar menggunakan gambar 3D yang sulit diperoleh secara langsung dan membutuhkan peralatan yang mahal. Maka diperkenalkan metode untuk memperkirakan dimensi suatu objek dalam gambar 2D yang disediakan oleh pengguna. 3 cara yang digunakan yaitu pengenalan objek menggunakan Haar Cascades, perhitungan dimensi reference object dan Conversion Factor serta Estimasi volume menggunakan model 3D konvensional dengan tingkat akurasi yang diperoleh sebesar 93.69%.

Rizki et al. (2021) mengklasifikasi menggunakan Faster R-CNN pada pola kain tenun melayu menggunakan arsitektur VGG melalui validasi K-Fold Cross Validation dengan nilai k=5 menghasilkan akurasi 82.14%, presisi 91.38% dan recall 91.36%. Dari Analisa ditemukan bahwa Faster R-CNN dengan VGG secara keseluruhan lebih unggul dibandingkan algoritma lain yang meneliti objek serupa yaitu CNN dengan arsitektur AlexNet.

(42)

Tabel 2. 2 Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Tahun Metode Hasil

1 Hamdan, et al

2016 Schrool, Winter, Smith, Regresi

Bobot badan Sapi Brahman Cros

hampir mendekati

menggunakan regresi, Sapi Aceh dengan rumus winter, dan Sapi Bali dengan rumus regresi.

2 Pardosi 2016 Pita Ukur &

Regresi

Rumus regresi untuk menghitung perkiraan bobot badan ternak sapi jantan adalah Y = -405,705 + 4,333X dan bobot badan ternak sapi betina adalah Y = -448,641 + 4,72X.

3 Ansari, et al

2017 Sobel Edge Detection, Prewitt

Edge Detection, Roberts Edge Detection dan,

Canny Edge Detection

Hasil dari menganalisis metode titik tepi seperti Sobel, Prewitt, Roberts, dan Canny Edge Detection didapatkan bahwasannya metode Canny Edge Detection ini memberikan hasil yang baik untuk kualitas gambar dan persepsi visual dibandingkan metode titik tepi yang lain.

4 Gupta, et al

2017 Haar Cascade Classifier dan Canny Edge

Detection

Didapatkan akurasi berat sekitar 94% untuk pengukuran pada tubuh manusia, 97% untuk ember yang berisi air, 93%

untuk tumpukan koran dan 90%

untuk jus jeruk, akurasi keseluruhan dari metode yang diusulkan adalah 93,69%.

(43)

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

No. Peneliti Tahun Metode Hasil

5 Rizki 2021 Faster R-CNN Klasifikasi pada pola kain tenun melayu menggunakan arsitektur VGG melalui validasi K-Fold Cross Validation dengan nilai k=5 menghasilkan akurasi 82.14%, presisi 91.38% dan recall 91.36%.

2.18 Perbedaan Penelitian Terdahulu

Perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh (Hamdan et.al, 2016) dan penelitian (Pardosi, 2016), kedua penelitian tersebut meneliti tentang rumus yang digunakan untuk mengukur berat badan sapi sehingga didapatkan bahwasannya rumus regresi merupakan rumus yang paling optimal dan hanya menggunakan lingkar dada untuk mendapatkan berat badan sapi tersebut. Penelitian ini menggunakan rumus regresi untuk menentukan bobot badan sapi tersebut karena memiliki akurasi yang paling tinggi. Alat ukur yang digunakan menjadi perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu dengan menggunakan perangkat handphone dimana sebelumnya menggunakan pita ukur sebagai alat ukurnya.

Selanjutnya perbedaan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian (Ansari, et al. 2017) dan penelitian (Gupta, et al. 2017) yaitu masing-masing metode yang berbeda serta memiliki manfaat penelitian yang berbeda pula. Adapun penggunaan metode Canny Edge Detection untuk mendeteksi titik tepi yang paling optimum dari pada metode titik tepi lainnya yang dimana Canny Edge Detection mendeteksi dengan baik, mengalokalisasi dengan baik serta respon yang jelas. Penggunaan Haar Cascade Classifier untuk mengklasifikasi pada suatu objek. Namun karena Haar Cascade Classifier harus ditentukan secara manual, ada batasan tertentu untuk jenis hal yang dapat dideteksi sehingga metode ini hanya dapat mendeteksi objek dengan tepi dan garis yang jelas. Penelitian yang penulis lakukan ialah mengklasifikasi jenis sapi serta menentukan berat badan sapi berdasarkan titik tepinya menggunakan metode Faster R- CNN dan Canny Edge Detection.

(44)

Perbedaan penelitian berikutnya (Rizki, et al. 2021) dan (Adiwinata, et al. 2020) terletak pada data yang digunakan, serta hasil klasifikasi objeknya. Penelitian tersebut mengklasifikasi tentang pola kain serta jenis pada ikan yang memiliki tingkat kemiripan yang tinggi. Sedangkan pada penelitian ini penulis membuat klasifikasi jenis sapi yang juga memiliki tingkat kemiripan yang tinggi.

(45)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1 Data yang digunakan

Data input yang digunakan berupa citra sapi yang didapat melalui peternakan yang ada di sekitar Medan seperti Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Langkat. Data diambil langsung menggunakan kamera smartphone. Seluruh data berektensi PNG dengan jumlah total data sebanyak 801 citra. Contoh data citra sapi yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Gambar 3. 1 Contoh Data Citra Sapi

Terdapat 8 jenis data citra sapi yang diolah pada penelitian ini, yaitu Sapi Aceh, Angus, Bali, Brahman, Limousin, Madura, Ongole, dan Simental. Kemudian data tersebut dibagi menjadi 2 bagian yaitu, 641 data sebagai data latih dan 160 data sebagai data uji yang dapat dilihat pada tabel 3.1.

Table 3. 1 Jumlah data latih dan data uji

Dataset Data Pelatihan Data Pengujian Jumlah Dataset

Aceh 80 20 100

Angus 80 20 100

Bali 80 20 100

Brahman 80 20 100

(46)

Tabel 3.1 Sambungan Jumlah data latih dan data uji

Dataset Data Pelatihan Data Pengujian Jumlah Dataset

Limousin 81 20 101

Madura 80 20 100

Ongole 80 20 100

Simental 80 20 100

Jumlah Seluruh

Data 641 160 800

Data latih bertujuan untuk melatih algoritma tersebut dengan merubah parameter yang ada untuk menyesuaikan dengan data yang diberikan sehingga dapat memahami informasi-informasi pada data tersebut. Data uji bertujuan untuk melakukan pengujian terhadap performa algoritma yang telah dilatih sebelumnya.

3.2 Analisis Sistem

Metode yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahap pertama adalah proses pengumpulan data citra dan berat sapi dengan beberapa jenis yaitu Sapi Aceh, Angus, Bali, Brahman, Limousin, Madura, Ongole dan Simental. Data tersebut akan digunakan sebagai data latih dan data uji. Proses pengumpuIan data diambil langsung menggunakan kamera smartphone.

Tahap kedua yaitu pre-processing, pada tahap ini dilakukan proses Labeling, Grayscale, GaussianBlur, dan Thresholding. Pada proses Labeling dilakukan untuk membagi data sesuai jenisnya dan pemisahan data untuk data training serta data testing.

Kemudian setelah itu akan masuk ke tahap Grayscale untuk mengkonversi gambar ke abu-abu. Setelah melalu tahap Grayscale akan melanjutkan ke tahap GaussianBlur untuk mengurangi Noise pada gambar. Kemudian, menghitung Gradients dengan Sobel dan selanjutnya di Thresholding.

Tahap selanjutnya yaitu tahap Feature Extraction yang melalui tahapan Canny Edge Detection dengan memasukan nilai nilai yang sebelumnya diproses. Selanjutnya ke tahap Conversion Factor yang mengubah ukuran pixel ke ukuran sebenarnya untuk nantinya nilai tersebut dipakai pada Regresi Bobot sapi untuk menentukan berat badan sapi.

(47)

Tahap terakhir dilakukan tahap klasifikasi menggunakan metode Faster Region Convolution Neural Network (Faster R-CNN). Setelah tahap-tahap tersebut dilakukan, maka menghasilkan output berupa jenis sapi dan bobot sapi tersebut. Adapun tahap- tahap diatas dapat dilihat dalam bentuk arsitektur umum pada Gambar 3.2.

Gambar 3. 2 Arsitektur Umum 3.2.1 Image Acquisition

Tahap ini ialah tahap input awal pada pengumpulan data citra sapi. Penelitian ini menggunakan data citra sapi dengan 8 jenis antara lain, Sapi Aceh, Angus, Bali, Brahman, Limousin, Madura, Ongole, dan Simental. Proses pengambilan data citra sapi tersebut diambil langsung menggunakan kamera smartphone. Data citra sapi diambil dari beberapa peternakan yang ada di sekitar Medan seperti daerah Deli Serdang,

(48)

Serdang Bedagai, dan Langkat. Data citra terdiri dari dua bagian yaitu data training dan data testing. Citra yang digunakan berekstensi .PNG. Untuk membagi data training dan data testing dapat dilihat pada gambar 3.3.

Gambar 3. 3 Split Data Training & Data Testing

3.2.2 Image Pre-processing

Selanjutnya untuk menghasilkan citra yang lebih baik dilakukan proses pre-processing untuk diproses ke tahap selanjutnya. Pada tahap pre-processing dilakukan proses Grayscale dimana proses ini berguna untuk mengubah citra gambar menjadi abu-abu, untuk persamaan Grayscale dapat dilihat pada gambar 3.4.

(49)

Gambar 3. 4 Grayscale

Selanjutnya proses untuk mengurangi Noise pada citra dengan menggunakan GaussianBlur dapat dilihat pada persamaan 3.5.

Gambar 3. 5 GaussianBlur

Setelah melalui tahap GaussianBlur, akan dihitung Gradients nya dengan menggunakan Sobel yang dapat dilihat pada gambar 3.6 dan mengkonversi Cartesian Coordinates ke Polar yang dapat dilihat pada gambar 3.7. Lalu tahapan Pre-processing yang terakhir adalah Thresholding pada gambar 3.8.

(50)

Gambar 3. 6 Hitung Gradients

Gambar 3. 7 Konversi Cartesian Coordinates ke Polar

Gambar 3. 8 Thresholding

(51)

3.2.3 Feature Extraction

Pada penelitian ini menggunakan Canny Edge Detection untuk melakukan tahap Feature Extraction. Dengan memasukan data yang sebelumnya di proses di tahap Pre- processing maka selanjutnya tahapan Canny Edge Detection dapat dilakukan. Tahapan selanjutnya adalah Conversion Factor yang mengubah nilai pixel untuk ukuran yang di gambar menjadi nilai asli atau nilai sebenarnya. Conversion Factor ini berguna untuk mendapatkan nilai lingkar dada yang nantinya akan digunakan ke dalam rumus regresi sapi.

3.2.4 Faster Region Convolution Neural Network (Faster R-CNN)

Faster Region Convolution Neural Network merupakan metode machine learning yang digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui jenis sapi. Data input pada metode ini ialah citra Sapi yang telah melalui tahap-tahap sebelumnya. Dalam mengolah citra pada Faster Region Convolution Neural Network, dibagi menjadi 2 proses dengan data citra yang berbeda. Tahapan Faster R-CNN dapat dilihat pada gambar 3.9.

Gambar 3. 9 Faster R-CNN

Gambar

Gambar 2. 5 Sapi Limousin
Gambar 2. 7 Sapi Peranakan Ongole (PO)
Gambar 2. 11 Lingkar dada ternak sapi
Gambar 2. 12 Convolution Neural Network  (Sumber: Yitong Shao, et al. 2020)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Temuan penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu dalam memeriksakan kesehatan gigi dan mulut anak usia 6-12 tahun dengan kategori kurang baik lebih banyak terdapat

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tersebut yang mengatakan bahwa silariang yang diartikan sebagai suatu keterpaksaan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan

Dari hasil perhitungan diperoleh nilai koefisien determinasi (adjusted R 2 ) sebesar 0,249, hal ini berarti bahwa variabel independen dalam model (Profitabilitas,

Hasil: Prosedur restrain yang diakukan di UPIP sebagian besar kurang sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, diikat dalam waktu lebih dari 4 jam, Pelaksanaan

Pengaruh tegangan pemercepat terhadap ares ion dapat dijelaskan sebagai berikut : ion-ion yang masuk ke tabung akselerator akan dipercepat clan dipandu oleh

Sedangkan John (dalam Dimyati, 2006:44) mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus

Budidaya ikan terpadu adalah pemeliharaan ikan dalam lahan dan waktu yang sama dengan komoditas peternakan ataupun pertanian pangan dan dilakukan masing-masing

Pengumpulan data pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini berjudul upaya meningkatkan tanggung jawab akademik siswa melalui layanan informasi dengan berbasis komik. Dengan