• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS EFISIENSI KINERJA KEUANGAN BANK DAERAH DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS EFISIENSI KINERJA KEUANGAN BANK DAERAH DI INDONESIA"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

DAERAH DI INDONESIA

OLEH

YULITA TAMBUNAN 150501048

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa berapa besar tingkat efisiensi pada perbankan daerah di Indonesia periode 2014-2018. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang dikumpulkan dari laporan tahun yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian adalah secara purposive sampling, yang artinya pemilihan sampel dipilih secara tidak acak dan informasinya diperoleh dengan pertimbangan tertentu. Sampel dalam penelitian ini adalah 20 BPD. Pengukuran efisiensi yang digunakan adalah Metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan intermediasi. Variabel input yang digunakan dalam penelitian adalah Aset, Dana Pihak Ketiga dan Biaya Tenaga Kerja, sedangkan variabel outputnya adalah Total Kredit dan Total pendapatan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada periode 2014 terdapat 15 BPD yang mencapai efisiensi 1000, pada periode 2015 mengalami penurunan jumlah bank yang efisien yaitu hanya 13 BPD, pada periode 2016 kembali naik jumlah BPD yang efisien menjadi 16 bank kembali, pada periode 2017 hanya 14 BPD yang efisien dan periode 2018 sama yakni 14 BPD yang efisien.

Kata Kunci : Efisiensi, Data Envelopment Analysis, dan BPD

(6)

ABSTRACT

ANALYSIS OF REGIONAL BANK FINANCIAL PERFORMANCE ANALYSIS IN INDONESIA

The purpose of this study is to analyze how much the level of efficiency in regional banks in Indonesia for the 2014-2018 period. The data used in this study are secondary data collected from the year reports issued by the Financial Services Authority.

The sampling technique in the study was purposive sampling, which means that the selection of samples was chosen randomly and the information was obtained with certain considerations. The sample in this study was 20 BPD. The efficiency measurement used is the Data Development Analysis (DEA) method with an intermediation approach. The input variables used in the study are Assets, Third Party Funds and Labor Costs, while the output variables are Total Credit and Total income.

The results of this study indicate that in the 2014 period there were 15 BPDs that achieved 1000 efficiency, in the 2015 period there was a decrease in the number of efficient banks, namely only 13 BPDs, in 2016 the number of efficient BPDs rose to 16 banks, in 2017 only1 4 Efficient BPD and 2018 period same to 14 efficient BPDs.

Keywords: Efficiency, Data Envelopment Analysis, and BPD

(7)

dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Efisiensi Kinerja Keuangan Bank Daerah Di Indonesia”.

Dalam penyusunan skripsi ini peneliti telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, motivasi, bantuan dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ramli, SE, M.S selaku dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

3. Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP. Selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Inggrita Gusti Sari Nasution, SE, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Dosen Pembimbing saya yang telah memberikan saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Coki Ahmad Syahwier, MP selaku Dosen Pembanding I saya yang telah memberikan saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

7. Bapak Wahyu Sugeng Imam S, SE, M.Si selaku Dosen Pembanding II saya yang telah memberikan saran dan kritikan dalam penyempurnaan skripsi ini.

8. Seluruh dosen, staf dan pegawai Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU yang telah membantu peneliti selama proses perkuliahan.

9. Terima kasih peneliti ucapkan sebesar-besarnya kepada kedua orang tua Ibu Nurianum Lubis dan Bapak Zulharnafis Tambunan sebagai keluarga yang tidak pernah hentinya memberikan dukungan doa dan materi selama ini, dan mendengarkan segala keluh kesah, serta selalu memberi peneliti semangat dalam hal apapun khususnya dalam mengerjakan skripsi ini.

10. Terima kasih kepada Josua Barasa yang telah memberikan semangat kepada peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih kepada teman saya yang selalu bersama saya Fanny, Bella, Elfrida, Rizki, Heikal, yang menjadi teman peneliti dari awal perkuliahan dan tempat peneliti menceritakan keluh kesah serta selalu menyemangati peneliti.

(8)

12. Kepada Teman-teman angkatan 2015 yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Semoga yang terbaik untuk kita semua.

13. Seluruh teman-teman peneliti dan orang-orang yang telah membantu dan berpartisipasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga dukungan dan kebaikan yang telah diberikan kepada peneliti di balas oleh Allah SWT.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik isi maupun susunannya, untuk itu peneliti mengharapkan dan menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Akhir kata peneliti berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, dan terima kasih.

Medan, 04 Juli 2019 Peneliti

Yulita Tambunan 150501048

(9)

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah... 7

1.3 Tujuan Penelitian... 8

1.4 Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Landasan Teori... 9

2.1.1 Pengertian Efisiensi... 9

2.1.2.Kinerja Keuangan Bank... 11

2.2 Pengertian Bank Pembangunan Daerah... 13

2.2.1 Peran BPD... 14

2.2.2 Layanan jasa BPD... 15

2.3 Pengukuran Efisiensi... 15

2.3.1 DEA... 18

2.3.2 Orientasi dalam DEA... 22

2.3.3 Model dalam DEA... 24

2.3.4 Model dalam DMU... 25

2.3.5 Pemilihan drai variabel Input dan Output... 25

2.4 Penelitian Terdahulu... 26

2.5 Kerangka Konseptual... 27

BAB III METODE PENELITIAN... 28

3.1 Jenis Penelitian... 28

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 28

3.3 Populasi dan Sampel... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 32

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian... 33

3.6 Metode Analisis Data... 35

3.6.1 Data Envelopment Analysis... 35

3.6.2 Metode pengukuran Teknis Bank... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

4.1 Perkembangan Bank Pembangunan di Indonesia... 40

(10)

4.2.1 Analisis Deskriptif... 40

4.2.2 Hasil Penelitian... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 55

5.1 Kesimpulan... 55

5.2 Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Penelitian Terdahulu... 26

3.1 Populasi Penelitian... 31

3.2 Sampel Penelitian... 32

3.3 Variabel Penelitian... 34

4.1 Perkembangan Jumlah Variabel Input Aset... 42

4.2 Perkembangan Jumlah Variabel Input DPK... 44

4.3 Perkembangan Jumlah Variabel Input TK... 46

4.4 Perkembangan Jumlah Variabel Output Pembiayaan ... 48

4.5 Perkembangan Jumlah Variabel Output Pendapatan... 50

4.6 Tingkat Efisiensi dan Inefisiensi Teknik BPD... 53

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Gambar Proyeksi Frontier Orientasi Input Model CCR... 23 2.2 Gambar Proyeksi Frontier Orientasi Output Model CCR... 24 2.3 Gambar Kerangka Pemikiran Teoritis... 28

(13)

1 Data BPD Periode 2014-2018

2 Tingkat Efisiensi BPD Periode 2014-2018 3 Input dan Output Slack Periode 2014-2018

4 Efficient Input dan Output Target Periode 2014-2018

5 Slack Report Input dan Output dengan Optimal Lambdas Periode 2014- 2018

6 Target Input dan Output CRS Slack-based model Periode 2014-2018 7 Efficiency Report Periode 2014-2018

(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Industri perbankan memegang peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat mempengaruhi perekonomian baik secara makro maupun mikro. Hal ini terwujud oleh karena fungsi utama dari perbankan yaitu sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang kekurangan atau membutuhkan dana. Mengingat pentingnya peranan sektor perbankan yang kuat dan sehat sangat dibutuhkan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di Indonesia. Tak terkecuali Bank Pembangunan Daerah (BPD).

Dalam pasal 2 keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 tahun 1999 tentang pedoman Organiasi dan Tata kerja Bank Pembangunan Daerah, menyebutkan bahwa BPD mempunyai tugas pokok mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah melalui kegiatannya sebagai bank. Selanjutnya dalam pasal 3 dijelaskan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas pokok tersebut, BPD akan menyelenggarakan beberapa fungsi, yaitu:

a. Pendorong terciptanya tingkat pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat;

b. Pemegang kas daerah dan atau menyimpan Uang Daerah;

c. Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Melalui kebijakan tersebut, pendirian BPD di arahkan untuk mendorong kegiatan ekonomi dalam pembangunan di daerah melalui pendanaan kepada usaha

(15)

kecil dan menengah.

Perkembangan kinerja BPD dapat dilihat dari 2 indikator rasio, yaitu Loan Deposit Ratio (LDR) dan Non performing Loan (NPF). Melalui rasio LDR dapat dilihat bahwa BPD mempunyai kinerja yang baik. Hal ini terfleksi pada LDR BPD yang terus mengalami peningkatan. Rasio LDR per Desember 2014 mencapai rata-rata sebesar 89,3 persen. Pencapaian LDR tersebut ditunjang oleh peningkatan kredit dan penerimaan dana dari masyarakat. Pada tahun 2014 kredit yang di salurkan BPD mncapai Rp. 3,67 triliun, pada tahun 2015 terjadi peningkatan dengan nilai Rp. 4,05 triliun, dan pada tahun 2016 mencapai Rp.

4,33 triliun. Peningkatan ini tentu menjadi salah satu indikasi bahwa BPD telah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan pmberdayaan potensi ekonomi khususnya ekonomi daerah di seluruh Indonesia.

Penyaluran kredit BPD disertai dengan prinsip kehati-hatian dan penerapan manajemen resiko yang baik. Sehingga rasio kredit bermasalah pun tetap terjaga pada level yang rendah yaitu 3,0 persen atau sedikit lebih rendah dengan Non Performing Loan (NPL) perbankan nasional sebesar 3,3 persen. Namun terdapat BPD dengan NPL diatas rata-rata industri perbankan. Kondisi ini berarti masih terdapat ruang bagi BPD untuk terus meningkatkan penyaluran kreditnya kepada masyarakat khususnya pada sektor-sektor usaha yang lebih produktif.

Dengan tingginya penyaluran kredit dan rendahnya kredit bermasalah berdampak positif pada profitabilitas BPD. Pada tahun 2014, BPD berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp. 5,6 triliun dan pada tahun 2015 laba bersih BPD meningkat sebesar Rp. 6,1 triliun.

(16)

3

Ketahanan BPD relatif cukup memadai terhadap resiko normal, hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (Car Adeqancy Ratio/(CAR). Sejak tahun 2014 CAR BPD masih cukup tinggi diatas ketentuan modal minimum sebesar 8 persen. Adapun rata-rata CAR BPD hingga desember 2014 adalah sebesar 19,3 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa BPD berada pada kondisi yang kuat dan sehat.

Berdasarakn perkembangan dan kondisi BPD di atas, terlihat bahwa BPD telah membuktikan mampu berkiprah dalam industri perbankan nasional. Namun dalam perkembangan BPD masih terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh BPD, yaitu:

1. Permodalan BPD yang relatif masih terbatas jika dibandingkan dengan rata-rata permodalan industri perbankan berpotensi melemahkan ketahanan BPD.

2. Brand awareness masyarakat terhadap BPD masih rendah jika dibandingkan dengan Barnd awareness terhadap bank umum. Hal ini menyebabkan kepercayaan nasabah terhadap BPD menurun.

3. Kualitas BPD yang masih harus ditingkatkan.

4. Kualitas dan kompetensi SDM di BPD yang masih belum sesuiai dan belum bisa memenuhi kebutuhan pasar.

5. Inovasi dan pengembangan produk dari BPD yang masih terbatas.

6. Belum optimalnya jalinan kerjasama bisnis antara BPD dan mitra kerjanya.

7. Masih rendahnya struktur pendanaan dari masyarakat.

(17)

8. Komposisi portofolio kredit produktif masih rendah

9. Belum terkonsolidasinya sistem teknologi informasi dalam jaringan BPD seluruh Indonesia.

Persaingan perbankan makin ketat dan OJK meminta Bank melakukan Konsolidasi mengingat tantangan di industri perbankan kian ketat. Khawatir bila bank tidak tahan menghadapi persainagn maka akan berujung fraud. Dari total 114 bank yang ada di Indonesia, 82 di antaranya merupakan Bank umum kegiatan usaha (BUKU) I dan II. Indutri perbankan terus berkembang pesat antara lain dengan digitalisasi, persaingan suku bunga, persaingan mendapatkan dana, bank- bank kecil berpotensi terhimpit tantangan-tantangan di dunia perbankan karena industri perbankan berubah dengan cepat. Bank-bank kecil harus mencari jalan keluar dengan menambah modal untuk bersaing. Dengan berkonsolidasi bersama bank besar,maka bank induk akan mengatasi persoalan likuiditas bank tersebut.

Konsolidasi diharapkan juga dilakukan oleh Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Terlebih, berdasarkan peraturan OJK No.5/POJK.03/2015 tentang kewajiban modal minimum BPR bahwa pada 2019, bank harus memenuhi ketentuan modal minimal Rp. 3 miliar, sedangkan pada 2024, modal minimal BPR sebesar Rp. 6 miliar.

Begitu pula dengan Bank Pembangunan Daerah memiliki peran strategis sebagai mitra Pemerintah sekaligus motor percepatan pembangunan daerah. Pada tanggal 26 Mei 2015 telah diluncurkan program Transformasi BPD yang mempunyai visi sebagai bank yang berdaya saing tinggi dan kuat serta berkontribusi signifikan bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Visi tersebut

(18)

5

akan diwujudkan melalui 3 sasaran yakni : pertama, meningkatkan daya saing BPD; kedua, menguatnya ketahanan kelmbagaan; dan ketiga, meningkatnya kontribusi BPD terhadap perekonomian daerah. Selain terkait inovasi bidang TI, BPD juga telah melakukan peluncuran integrasi switching BPD guna mendukung Transformasi BPD. Juga dilakukan piloting program Integrasi Switching yang dinamakan BPD One oleh beberapa BPD antara lain Bank DKI, Bank BJB, Bank RiauKepri, Bank Sulutgo, Bank BPD Bali dan Bank Sulselbar, dan selanjutnya akan diikuti oleh BPD seluruh Indonesia.

Pada tahap awal melalui program ini nasabah masing-masing BPD akan bisa bertranaksi melalui ATM BPD lainnya dengan biaya dan fitur yang disesuaikan dengan kebutuhan nasabah BPD, sehingga hal ini bisa meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengembangan layanan berbasis IT oleh BPD kepada nasabah dan masyarakat pada umumnya. Program ini diharapkan akan menjadi pondasi pengembangan layanan berbasis IT oleh BPD seluruh Indonesia, dan selanjutnya akan dikembangkan terhadap fitur-fitur layanan lainnya seperti payment gateway, e-commerce dan lain-lain.

Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan, pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat output yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu.

(19)

Sebagai lembaga intermediasi, dunia perbankan harus bertindak rasional dan efisiensi merupakan salah satu kata kunci yang harus selalu diperhatikan.

Iswardono S Permono dan Darmawan (2000) menyatakan bahwa masalah efisiensi perbankan dirasakan sangat penting saat ini maupun di masa mendatang, karena anatar lain:

1. Kompetensi yang bertambah ketat;

2. Permasalahan yang timbul sebagai akibat berkurangnya sumber daya;

3. Meningkatnya standar kepuasan nasabah.

Oleh karena itu, analisis efisiensi perbankan di Indonesia mendesak dilakukan untuk mengetahui dan menentukan penyebab perubahan tingkat efisiensi serta selanjutnya mengambil tindakan korektif supaya dapat melaksanakan peningkatan efisiensi sebagaimana seharusnya.

Pengukuran efisiensi perbankan Indonesia secara operasional dapat dilihat dari biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Menurut pendapat yang dikemukakan oleh pengamat ekonomi Eugenia Mardanugraha (2003) mengungkapkan bahwa salah satu indikator efisiensi perbankan secara operasional dari sisi biaya adalah rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Semakin rendah rasio BOPO menunjukkan bahwa bank tersebut sudah melakukan efisiensi dalam mengeluarkan biaya-biaya operasionalnya(Sinar Harapan,2003). Disisi lain, rasio ini dinilai kurang tepat untuk menggambarkan efisien suatu bank secara keseluruhan karena bisnis perbankan sebagai sebuah proses produksi yang didalamnya terdapat kombinasi sekian banyak input yang akan menghasilkan output secara optimal dan hal

(20)

7

tersebut tidak ditemukan pada rasio BOPO yang hanya membandingkan beban operaional terhadap pendapatan operasional. Sedangkan pada metode DEA yang disebut juga pendekatan frontier, akan dihasilkan suatu titik optimum dimana input seminim mungkin bisa menghasilkan output yang maksimal dengan menggunakan kombinasi input dan output.

Menurut Reynauld dan rokhim (2005). Terdapat lima cara untuk menilai dan Free Disposal Hull (FDH): dan tiga metode estimasi parametrik: Stochastic Frontier Analysis (SFA), Distribution Free Approach (DFA) dan Thick Frontier Approach.. “Data Envelopment Analysis adalah analisis inti yang digunakan dalam analisis frontier. Metode ini menyediakan perbandingan yang tajam dan dapat digunakan untuk mengidentifikasi “stars performers dan under-achievers”

(suatu area operasional yang berada di bawah prestasi sehingga memungkinkan untuk dipertahankan atau dibuang) melalui perhitungan perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang diperbandingkan. Jika suatu unit bisnis ditemukan tidak efisien, maka analisis frontier akan mengindikasikan bagaimana sumberdaya yang ada apat dialokasikan lebih efektif dalam rangka meningkatkan efisiensi. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap Bank Pembangunan Dearah, mengukur nilai efisiensi bank dengan menggunakan DEA. Oleh karena itu penulis meneliti dengan berjudul

“Analisis Efisiensi Kinerja Keuangan Bank Daerah di Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dibuat beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

(21)

1. Berapa besar tingkat efisiensi pada perbankan daerah di Indonesia periode 2014-2018?

2. BPD manakah yang kurang efisien selama periode 2014-2018?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui efisiensi kinerja keuangan bank daerah di Indonesia 2. Untuk mengetahui tingkat kemampuan bank daerah dalam mengelola Input

dan memaksimalkan output.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai suatu kesempatan bagi penulis menambah wawasan ilmiah yang berkaitan dengan program studi yang sedang penulis tekuni khususnya mengenai perbandingan tingkat efisiensi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.

2. Sebagai bahan studi tambahan literature dan informasi bagi mahasiswa/I Fakultas Ekonomi khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan dan juga masyarakat yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya yang topiknya berhubungan dengan penelitian ini.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pengertian Efisiensi

Efisiensi merupakan perbandingan yang terbaik antara input (masukan) dengan output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang dipergunakan), seperti halnya juga hasil optimal yang dicapai dengan penggunaan sumber yang terbatas, dengan kata lain hubungan antara apa yang telah diselesaikan. Efisiensi juga sering dikaitkan dengan kinerja suatu organisasi karena efisiensi mencerminkan perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input)

Ditinjau dari teori ekonomi terdapat 3 (tiga) pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknik, efisiensi alokatif (harga) dan efisiensi ekonomi (Yotopoulos dan Nugent dalam Soekartawi 2003). Efisiensi ekonomi merupakan produksi dari efisiensi teknik dan harga sehingga efisiensi ekonomis dapat tercapai jika efisiensi teknik dan harga dapat tercapai (Farrel dalam Indah Susantun 2000).

Nicholson (1999) juga menyatakan bahwa efisiensi ekonomi memiliki sudut pandang makro dengan jangkauan yang lebih luas dibandingkan dengan efisiensi teknik yang bersudut pandang mikro di mana pengukuran efisiensi teknik cenderung lebih terbatas pada hubungan teknis operasional dalam proses konversi input menjadi output dan akibatnya usaha untuk meningkatkan efisiensi teknis hanya dilakukan dengan kebijakan mikro yang memiliki sifat internal, yaitu dengan pengendalian dan alokasi sumber daya secara optimal. Sedangkan dalam efisiensi ekonomi, harga tidak di anggap given, karena harga dapat dipengaruhi

(23)

oleh kebijakan makro.

Indah Susantun (2000) menyatakan bahwa pengertian efisiensi dalam produksi adalah perbandingan output dengan input berhubungan dengan tercapainya output maksimum dengan sejumlah input, artinya apabila rasio output/input besar maka efisiensi dikatakan tinggi Efisiensi juga bisa diartikan sebagai rasio antara output dengan input. Ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu 1) apabila dengan input yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar, 2) dengan input yang kecil dapat menghasilkan output yang sama, 3) dengan input yang lebih besar dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi (Suswadi, 2007).

Efisiensi mencerminkan perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input) oleh karenanya efisiensi sering dikaitkan dengan kinerja suatu organisasi. Dalam berbagai literatur, efisiensi juga sering dikaitkan dengan produktivitas karena sama – sama menilai variabel input terhadap output.

Produktiftas dihitung dengan cara membagi antara output dengan input sedang efektivitas dihitung dengan cara membagi antara input dengan output.

Efisiensi dan produktivitas keduanya merupakan indeks yang menunjukkan hasil perbandingan antara input dan output. Kedua rasio tersebut menunjukkan bahwa indeks efisiensi atau produktivitas dapat dikendalikan dengan cara merekayasa pengelolaan input atau output, atau keduanya sekaligus.

Efisiensi dan produktivitas dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu unit kegiatan ekonomi. (Mulyadi, 2007).

(24)

11

2.1.2. Kinerja Keuangan Bank

Penilaian kinerja terhadap pengelolaan keuangan suatu usaha perbankan dapat diukur dengan beberapa cara, yang salah satunya adalah dengan menggunakan metode analisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan merupakan suatu studi terhadap saling hubungan dari rekening-rekening didalam laporan keuangan baik hubungan structural maupun kecenderungannya terhadap laporan keuangan bank.

Analisis Kinerja Keuangan Bank didasarkan pada data-data yang berasal dari laporan keuangan yang disusun dengan menggunakan alat analisa.. Analisa rasio digunakan untuk mengetahui tingkat likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, profitabilitas, dan efisiensi bank. Pada hakekatnya laporan keuangan menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomis bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Agar dapat membantu proses pengambilan keputusan tersebut, laporan keuangan perlu dianalisis dan diinterpretasikan.

Pengertian analisis laporan keuangan menurut Leopold A. Bernstein (1989) adalah sebagai berikut: “ Financial Statement Analysis is the judgement process which aims to evaluate the curven tan the past position and the results of operation of an Enterprise, with the primary objective of determining the best possible estimate and prediction about future conditions and performance.”

Menurut pengertian ini, analisis laporan keuangan merupakan suatu proses untuk menilai posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lampau, dengan tujuan untuk menaksir dan meramalkan kondisi dan kinerja perusahaan di masa datang. Jadi, pada dasarnya analisis aporan keuangan

(25)

adalah menghubungkan angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan dengan angka lain atau menjelaskan perubahan- perubahan/trend yang terjadi.

Berdasarkan pernyatan-pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa analisis laporan keuangan bank merupakan penelaahan atas hubungan-hubungan angka-angka dalam laporan keuangan dengan angka lain dan perubahan- perubahannya untuk menentukan keadaan atau posisi keuangan dan hasil.

Perkembangan bank yang bersangkutan. Agar hasil analisis laporan keuangan dapat memberikan informasi yang optimal dan diperoleh prosedur kerja yang efisien dan terarah, amka sebelum melakukan analisis laporan keuangan terlebih dahulu harus ditentukan tujuan yang akan dicapai dari analisis tersebut.

Kinerja bank pada umumnya diukur dengan menggunakan indikator tingkat kesehatan bank sebagai ukuran kinerja (Putri dan Lukviarman, 2008).

Dalam hal ini kinerja suatu bank diukur dengan menggunakan lima indikator penilaian mencakup Capital, Assets, Management, Earnings, Liquidity, dan Sensitivity to Risk Market yang lebih dikenal sebagai analisis CAMELS. Empat dari enam aspek tersebut yaitu Capital, Assets, Earnings, Liquidity menggunakan rasio-rasio keuangan tradisional untuk mengukur kinerja dan kesehatan bank.

Penggunaan analisis CAMELS tersebut tidak lepas dari Bank Indonesia selaku regulator yang telah mengeluarkan ketentuan tentang penilaian tingkat kesehatan bank melalui Surat Edaran BI Nomor 26/BPPP/1993 tanggal 23 Mei 1993.

Pendekatan lain untuk mengukur kinerja bank adalah dengan menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan bila bank yang bersangkutan telah menjual sahamnya di pasar modal dapat dilengkapi dengan

(26)

13

Market Value Added (MVA). EVA merupakan pengukuran pendapatan sisa (residual income) yang mengurangkan biaya modal terhadap laba operasi.

Sedangkan MVA adalah selisih antara Market Value of Capital. Sehingga dapat dikatakan sebagai total economic surplus perusahaan (Mardiah Dkk, 2006).

Penelitian ini tidak menggunakan analisis CAMELS dan EVA maupun MVA sebagai alat pengukuran kinerja, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

Hal ini dikarenakan CAMELS menilai kinerja perbankan dengan pendekatan kesehatan bank dan EVA maupun MVA dengan pendekatan nilai tambah ekonomi, sementara penelitian ini menggunakan pendekatan efisiensi dengan teknik DEA sebagai ukuran kinerja perbankan di Indonesia.

2.2. Pengertian Bank Pembangunan Daerah

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian suatu negara, yaitu sebagai lembaga intermediasi antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus) dengan pihak yang kekurangan dana (deficit). Fungsi bank sebagai intermediasi ini merupakan mata rantai dalam melakukan bisnis yang berkaitan dengan penyediaan dana sebagai investasi dan modal kerja bagi unit-unit bisnis dalam melaksanakan fungsi produksi. Di Indonesia, perbankan mempunyai pangsa pasar sebesar 80% dari keseluruhan system keuangan yang ada. Besarnya peranan perbankan di Indonesia maka perlu dilakukan evaluasi kinerja yang memadai (Abidin, 2007).

Kinerja perbankan nasional di Indonesia sampai saat ini menunjukkan perkembangan yang positif, namun indikator yang menandakan efisiensi bank dalam kegiatan operasionalnnya masih menunjukkan angka yang cukup tinggi.

(27)

Salah satu rasio yang mencerminkan tingkat kinerja bank di tunjukkan oleh rasio Biaya Operasional dibandingkan Beban Operasional (BOPO). Rasio ideal BOPO beerkisar antara 70%-80% sementara rasio BOPO perbankan di Indonesia maih menunjukkan angka diatas 80% yang berarti bahwa perbankan di Indonesia belm efisien. Keadaan ini menempatkan efisiensi sebagai isu penting dalam dunia perbankan di Indonesia. Sebagai lembaa intermediasi, dunia perbankan harus bertindak rasional dan efisiensi merupakan salah satu kata kunci yang harus selalu diprhatikan (wardana dan Djumahir, 2013).

Bank pembangunan Daerah (BPD) merupakan salah satu kelompok lembaga keuangan yang turut berperan dalam menggerakkan perekonomian daerah dengan mendukung pembiayaan pembangunan di daerah. Dalam rangka mendukung pembiayaan pembangunan daerah serta memperkuat fungsinya sebagai lembaga intermediasi, BPD harus dapat meningkatkan efisiensi dalam melakukan operasionalnya. Oleh karena itu, analisis efisiensi Bank Pembangunan Daerah perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi serta selanjutnya mengambil tindakan perbaikan agar BPD dapat menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi dengan baik.

2.2.1 Peran BPD

Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebagai salah satu bank yang ada pada sistem perbankan nasional memiliki fungsi dan peran yang signifikan dalam konteks pembangunan ekonomi regional karena BPD mampu membuka jaringan pelayanan di daerah-daerah dimana secara ekonomis tidak mungkin dilakukan oleh bank swasta.

(28)

15

Undang-Undang No,13 tahun 1962 tentang asas-asas ketentuan Bank Pembangunan Daerah mengatakan bahwa BPD bekerja sebagai pengembangan perekonomian daerah dan menggerakkan pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat serta menyediakan pembiayaan keuangan pembangunan di daerah, menghimpun dana serta melaksanakan dan menyimpan kas daerah (pemegang / penyimpan kas daerah) disamping menjalankan kegiatan bisnis perbankan (Hasan, Anuar,dan Ismail 2010).

Sementara itu KEPMENDAGRI No.62 Tahun 1999 tentang pedoman organisasi dan tata kerja bank pembangunan daerah pasal 2 juga mengatakan bahwa BPD dibangun adalah untuk mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah melalui kegiatan BPD sebagai Bank.

2.2.2 Layanan Jasa BPD

Bank Pembangunan Daerah bukanlah satu kategori atau jenis bank tersendiri, tetapi masuk dalam kategori Bank Umum. Disebut sebagai Bank Pembangunan Daerah karena memang Bank Pembangunan Daerah ditujukan sebagai mitra kerja Pemerintah Provinsi untuk turut mendukung program kerja Pemerintah Provinsi yang membutuhkan layanan jasa keuangan dan perbankan.

2.3. Pengukuran Efisiensi

Konsep pengukuran efisiensi ini diawali oleh Michael James Farrel (1957) yang membandingkan pengukuran relatif untuk sitem dengan multi input dan multi output, selanjutnya dilakukan pengembangan oleh Farrel dan Fieldhouse (1962) dengan menitikberatkan pada penyusunan unit empiris yang efisien sebagai rataan dengan bobot tertentu dari unit – unit yang efisien dan digunakan

(29)

sebagai pembanding untuk unit yang tidak efisien, dimana koefisiennya telah ditentukan terlebih dulu melalui observasi berdasarkan sampel dari industri yang terkait. Farrel menyatakan bahwa efisiensi terdiri dari dua komponen, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency) dan efisiensi alokatif (allocative efficiency).

Ada tiga kegunaan mengukur efisiensi. Pertama, sebagai tolak ukur untuk memperoleh efisiensi relatif yang bertujuan untuk mempermudah perbandingan antara unit kegiatan ekonomi satu dengan lainnya. Kedua, apabila terdapat variasi tingkat efisiensi dari beberapa Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) yang ada maka dapat dilakukan penelitian untuk menjawab faktor – faktor apa yang menentukan perbedaan tingkat efisiensi. Dengan demikian dapat dicari solusi yang tepat.

Ketiga, informasi mengenai efisiensi memiliki implikasi kebijakan karena pembuat keputusan dapat menentukan kebijakan secara tepat. Pengkuruan efisiensi adalah pengukuran relatif untuk sistem dengan multi input dan multi output. Hal ini ditujukan untuk mempermudah perbandingan antara unit kegiatan ekonomi satu dengan lainnya.

Menurut Muharam dan Pusvitasari (2007), ada tiga jenis pendekatan pengukuran efisiensi khususnya perbankan, yaitu:

1. Pendekatan Rasio

Pendekatan rasio dalam mengukur efisiensi dilakukan dengan cara menghitung perbandingan output dan input yang digunakan. Pendekatan ini akan dapat dinilai memiliki efisiensi yang tinggi apabila dapat menghasilkan output yang semaksimal mungkin dengan input yang seminimal mungkin.

Efficiency = Output / Input ... (2.1)

(30)

17

Pendekatan rasio ini memiliki kelemahan apabila terdapat banyak input dan banyak output yang akan dihitung, karena jika diperhitungkan serempak maka akan menghasilkan banyak hasil perhitungan sehingga menghasilkan asumsi yang tidak tegas (Silkman, 1986; Ario, 2005 dalam Muharam dan Pusvitasari, 2007).

2. Pendekatan Regresi

Pendekatan ini dalam mengukur efisiensi menggunakan sebuah model dari tingkat output tertentu sebagai fungsi dari berbagai tingkat input tertentu.

Fungsi regresi adalah sebagai berikut:

Y=f (X1, X2, X3, X4,...Xn)... (2.2) Dimana:

Y = Output X = Input

Pendekatan regresi akan menghasilkan estimasi hubungan yang dapat digunakan untuk memproduksi tingkat output yang dihasilkan sebuah Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) pada tingkat input tertentu. UKE dapat dikatakan efisien apabila menghasilkan output lebih banyak dari pada output hasil estimasi (Silkman, 1986 dalam Muharam dan Pusvitasari,2007).

3. Pendekatan Frontier

Menurut Silkman (1986) dalam Muharam dan Pusvitasari (2007),pendekatan frontier dalam mengukur efisiensi dibedakan menjadi dua jenis yaitu pendekatan frontier parametrik dan non parametrik. Tes parametric adalah tes yang modelnya menetapkan adanya syarat-syarat tertentu tentang parameter populasi yang merupakan sumber penelitiannya, sedangkan tes statistik non

(31)

parametrik adalah tes yang modelnya tidak menetapkan syarat-syarat mengenai parameter populasi yang merupakan induk sampel penelitiannya. Pendekatan frontier parametrik dapat diukur dengan menggunakan metode Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free Analysis (DFA). Sedangkan pendekatan frontier non parametrik dapat diukur dengan dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA).

2.3.1 DEA (Data Envelopment Analysis)

Salah satu teknik untuk mengukur efisiensi kinerja adalah Data envelopment Analysis (DEA) yang mencoba untuk memaksimalkan efisiensi dengan mengambil pertimbangan input dan output. DEA adalah teknik pemrograman matematika yang menghitung efisiensi relatif dari beberapa unit pengambil keputusan/Decision Making Units (DMUs) atas dasar input dan output yang diamati, yang bisa diekspresikan dengan berbagai jenis metrik. Data Envelopment Analysis (DEA) adalah sebuah pendekatan non parameter untuk mengevaluasi performa dari kumpulan entitas homogen yang disebut Decision Making Units (DMU) dimana terdapat banyak input dan output yang masingmasing punya bobot yang berbeda (multiple weighted inputs) dan (multiple weighted outputs) (Handaru, 2015).

Data envelopment Analysis (DEA) adalah sebuah metode optimasi program matematika yang dipergunakan untuk mengukur efisiensi teknis suatu Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dan membandingkan secara relatif terhadap UKE yang lain (Charnes, et al 1978; Banker, et al 198). Ramanathan (2003) mengatakan, DEA adalah teknik berbasis program linier untuk mengukur efisiensi

(32)

19

unit organisasi yang dinamakan Decision Making Units (DMUs). Dalam perkembangannya DEA merupakan alat analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi relatif dalam penelitian pendidikan, kesehatan, transportasi, pabrik, maupun perbankan (Sengupta, 2000).

DEA adalah suatu pendekatan non-parametrik yang membandingkan Entitas yang sama, misalnya DMU, terhadap virtua l terbaik dari DMU. DEA biasanya dimodelkan sebagai model pemrograman linear (LP) yang memberikan skor efisiensi relatif untuk setiap DMU. Keuntungan yang paling menarik dari.

DEA adalah, bukan merupakan pendekatan parametrik seperti analisis regresi/regression analysis (RA), bahwa DEA mengoptimalkan setiap pengamatan individu dan tidak memerlukan fungsi tunggal yang paling sesuai dengan semua pengamatan. (Kongar, Pallis, & Sobh, 2010).

DEA ditemukan pertama kali oleh Farrel pada tahun 1957 dan dikemudian dipopulerkan oleh Charnes, Cooper, dan Rhodes (1978) yang nantinya dikenal dengan istilah DEA-CCR. DEA adalah alat manajemen untuk mengevaluasi tingkat efisiensi relatif sebuah dinamakan Decision Making Units (DMUs) yang bersifat non-parametik dan multifaktor, baik output maupun input (Charnes et al.,1979). Metode DEA merupakan sebuah metode frontier non parametric yang menggunakan model program linier untuk menghitung perbandingan rasio output dan input untuk semua unit yang dibandingkan dalam sebuah populasi.

Tujuan dari metode DEA adalah untuk mengukur tingkat efisiensi dari DMU (misal bank) relatif terhadap bank yang sejenis ketika semua unit – unit ini berada pada atau dibawah “kurva” efisien frontier-nya. Jadi metode ini digunakan

(33)

untuk mengevaluasi efisien relatif dari beberapa objek. Cara pengukuran yang digunakan dalam DEA adalah dengan membandingkan antara output yang dihasilkan dengan input yang ada (Ramanathan, 2003). Dalam kenyataannya, baik input maupun output dapat lebih dari satu. Dalam membandingkan output dan input, digunakan bobot untuk masing – masing input dan output yang ada (Ramanathan, 2003).

Menurut Achirulloh (2006), seperti halnya konsep lain, metode DEA memiliki berbagai keunggulan dan kelemahan dalam penggunaannya yang dikutip dari Darwis (2004) yang telah merangkum kelebihan dan kekurangan dari metode DEA sebagai berikut:

Keunggulan DEA:

mengenai bentuk fungsional yang menghubungkan variabel input dan output dari suatu fungsi produksi.

an digunakan.

yang digunakan termasuk dari segi jumlah variabel yang dipergunakan. DEA membolehkan analis dalam memilih input dan output berdasarkan fokus manajerial.

pengukuran yang berbeda, dapat berupa kontinu, ordinal maupun variabel kategori.

ensi, efektivitas, kualitas dan kombinasinya.

Kelemahan dari penggunaan DEA:

(34)

21

Mengasumsikan data harus bebas dari kesalahan pengukuran karena kesalahan dalam pengukuran dapat berakibat fatal mengingat DEA tergolong extreme point technique.

sil perhitungan nantinya sangat dipengaruhi oleh sampel mana yang digunakan. Disamping itu DEA juga sensitif terhadap ketidaktersediaan data dalam sampel.

ri DMU bukan efisiensi absolute mengingat efisiensi dari suatu DMU hanya diukur dalam himpunannya saja.

ndikator statistik untuk mengukur kesalahan mengingat DEA bersifat deterministik. Selain itu uji hipotesis secara statistik dari DEA juga sulit untuk dilakukan.

apalagi bila melibatkan jumlah DMU yang banyak karena menggunakan perumusan programa linier yang terpisah untuk tiap DMU.

Dari Purwantoro (2003), beberapa karakteristik penting yang perlu di perhatikan dalam penggunaan DEA yang dikutip Achirulloh (2006 ) adalah sebagai berikut:

bernilai positif (>0).

yang digunakan harus punya hubungan yang isotonis yang berarti bahwa untuk setiap kenaikan pada variable input apapun harus menghasilkan kenaikan setidaknya satu variabel output dan tidak ada variabel output yang mengalami penurunan.

(35)

nya 3 DMU untuk setiap variable input dan output yang digunakan dalam model untuk memastikan adanya degree of freedom.

DMU (misalnya tahunan menjadi triwulan) yang biasanya dilakukan untuk memenuhi syarat jumlah DMU. Analisis ini dilakukan untuk menjamin stabilitas nilai produktivitas dari DMU yang bersifat time dependent.

ot yang seringan mungkin untuk setiap unit relatif terhadap unit yang lain dalam satu set data, terkadang dalam praktek manajemen dapat menentukan bobot sebelumnya (weight judgement).

tut seluruh DMU yang dievaluasi memiliki variabel input dan output yang sama jenisnya.

Dalam mengevaluasi dengan metode DEA, perlu diperhatikan:

– masing DMU.

dan jenis output yang sama.

sing – masing DMU melalui rasio antara penjumlahan bobot output dengan pemjumlahan bobot input.

antara 0 sampai 1.

an untuk memaksimumkan nilai efisiensi relatif.

(36)

23

2.3.2 Orientasi dalam DEA

Terdapat dua orientasi yang digunakan dOalam metodologi pengkuran efisiensi, yaitu:

a) Orientasi input

Perspektif yang melihat efisiensi sebagai pengurangan penggunaan input meski memproduksi output dalam jumlah yang tetap. Proyeksi frointer dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 2.1

Proyeksi Frontier Orientasi Input Model CCR Sumber: Braspati diolah (2019)

b) Orientasi Output

Perspektif yang melihat efisiensi sebagai peningkatan output secara proporsional dengan menggunakan tingkat input yang sama. Cocok untuk industri dimana unit pembuatan keputusan diberikan kuantitas resource dalam jumlah yang fix dan diminta untuk memproduksi output sebanyak mungkin dengan resource tersebut. Proyeksi frointer dapat dilihat pada gambar 2.

(37)

Gambar 2.2

Proyeksi Frontier Orientasi Output Model CCR Sumber : Braspati diolah (2019)

Perbedaan antara orientasi input dan output model DEA hanya terletak pada ukuran yang digunakan dalam menentukan efisiensi (yaitu dari sisi input dan output), namun semua model (apapun orientasinya) akan mengestimasi frontier yang sama.

2.3.3 Model dalam DEA

Model DEA yang sering digunakan yaitu:

a) DEA Model CCR

DEA model CCR (Charnes-Cooper-Rhodes) merupakan model yang paling dasar dari konsep DEA yang diusulkan oleh Charnes, et al (1978). Model ini mengasumsikan bahwa rasio antara penambahan input dan output adalah sama (constant return to scale). Artinya jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat sebesar x kali juga. Dengan model ini suatu DMU dimungkinkan untuk mengadopsi suatu himpunan bobot yang akan memaksimalkan rasio efisiensi relatifnya tanpa melebihi rasio yang sama dari

(38)

25

berbeddengan model Banker-Charnes-Cooper (BCC) yang terdapat syarat convexity constant.

b) DEA Model BCC

Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variable return to scale). Artinya, penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali.

c) DEA Model Super-Efisiensi

Konsep Super-Efisiensi merupakan perluasan model DEA yang pertama kali diusulkan oleh Andersen & Petersen (1993). Konsep ini sangat didukung kesederhanaan dan manfaatnya. Dengan menggunkan konsep ini, dimungkinkan untuk membuat peringkat masing-masing DMU, bahkan DMU yang efisien.

Prinsip dasar super efisiensi terdapat pada formulasi model linier program yang tidak memasukkan DMU yang dievaluasi kedalam constraint, sehingga nilai efisiensi relatif DMU efisien akan lebih besar dari satu.

2.3.4 Model dari DMU

DMU merupakan obyek yang akan di nilai kinerjanya. DMU dapat ditentukan variabel input dan output nya apabila didasarkan pada fungsi dan tujuan dari adanya DMU tersebut.

2.3.5 Pemilihan Variabel Input dan Output

Pada prinsipnya variabel input meliputi sumber daya (resource) atau kondisi yang mempengaruhi kinerja dari DMU, sedang variabel output meliputi parameter–parameter keberhasilan kinerja atau keuntungan yang dihasilkan dari

(39)

kegiatan operasi DMU, variabel dan Model DEA.

2.4. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1

Rangkuman Penelitian Terdahulu

No. Penelitian Tahun

Variabel Penelitian

Hasil Penelitian

1. Zaenal Abidin dan Endri

2009 Aset dan total

Pendapatan

Bank BPD dalam kegiatan operasionalnya belum efisien dalam memanfaatkan semua kemampuan potensial yang dimilikinya untuk dapat menghasilkan output yang maksimal.

2. Himawan Arif

2015 Biaya tenaga kerja, total kredit dan aset

Bank Pembangunan Daerah Seluruh Indonesia menunjukkan belum seluruhnya mencapai efisien dengan rata-rata tingkat efisiesni sebesar 93,2%. Sebanyak 12 Bank dari 26 BPD seluruh Indonesia telah mencapai efisiensi 100%.

Sedangkan 14 BPD lainnya tidak efisien (<100%) dalam menjalankan operasionalnya.

3. Efri Saputra

2016 Aset, total pendapatan dan dana pihak keriga

Terdapat perbedaan yang signifikan anatara ROA, NPL/NPF, CAR dan BOPO terhadap Bank Syariah dengan Bank Konvensional.

4. Muazmar Brispati

2015 Aset dan Total pendapatan

Pada periode 2009-2011 seluruh BPD yang diteliti mencapai tingkat efiensi 100%, namun pada periode 2012 terdapat 1 BPD yang hanya mencapai tingkat efisiensi 99%

yaitu PT. BPD. Jawa Tengah dan periode 2013 terdapat 1 BPD yang hanya mencapai tingkat efiensi 98% yaitu PT. BPD. Sumatera Utara.

Sumber : Data Olahan Penulis

(40)

27

Laporan Keuangan Bank Pembangunan Daerah Tahun 2014-2018 2.5 Kerangka Konseptual

Variabel input yang diduga mempengaruhi variabel output ditentukan dengan mengacu pada penelitian-penelitian terdahulu dan beberapa literature mengenai efisiensi perbankan. Dalam penelitian ini menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA). Analisis ini kemudian akan menghasilkan perumusan frontier interaksi antar input dalam mempengaruhi jumlah output yang dihasilkan. Hubungan input dan output tersebutlah yang kemudian akan menentukan nilai efisiensi, sehingga akan dapat dilihat perbedaan antara efisiensi seluruh Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran Teoritis

 Simpanan (DPK)

 Aset

 Biaya Tenaga Kerja

 Total Kredit

 Total Pendapatan

Pengukuran Efisiensi dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan pendekatan Intermediasi

Tingkat Efisiensi 26 Bank Pembangunan Daerah Tahun 2014-2018

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data ataupun informasi empiris gunamemecahkan permasalahn dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian dengan judul “Analisis Efisiensi Kinerja Bank Daerah di Indonesia”

ini merupakan Penelitian Deskriptif Kuantitatif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menguji data yang telah ada dan melakukan analisis tentang kondisi yang sebenarnya. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kuantitatif untuk mendapatkan hasil perbandingan data dengan banyak variabel input dan output. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variable atau lebih tanpa membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain.

Penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk angka atau data kunatitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2011).

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder (time series) dengan kurun waktu tahunan yang di peroleh dari dokumentasi dan arsip atau data publikasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga-lembaga terkait sebagai Institusi yang mempublikasikan data keuangan seluruh bank, serta berbagai buku dan jurnal yang berhubungan dengan kinerja keuangan bank daerah.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank

(42)

29

Pembagunan Daerah (BPD) seluruh Indonesia, yang berjumlah 26 BPD.

Pemilihan BPD sebagai objek penelitian karena BPD sebagai salah satu bank yang ada pada sistem perbankan nasional yang memiliki fungsi dan peran yang signifikan dalam konteks pembangunan ekonomi regional karena BPD mampu membuka jaringan pelayanan di daerah-daerah dimana secara ekonomis tidak mungkin dilakukan oleh bank swasta.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah mencakup seluruh BPD di Idonesia yang tercatat di Otoritas Jasa Keuangan sampai akhir tahun 2018 yang berjumlah 26 BPD.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Judgement sampling atau Purpose sampling berdasarkan kriteria yang di tetapkan terhadap elemen populasi. Adapun kriteria-kriteria yang dimaksud yaitu:

1. BPD yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan dari tahun 2014-2018 2. Selama periode penelitian, bank tersebut secara periodik mengeluarkan

laporan keuangan dari tahun 2014-2018 dan memilki kelengkapan data selama periode pengamatan.

Berdasarkan kriteria diatas yang mrnjdi sampel pada penelitian ini adalah 26 BPD seluruh Indonesia seperti terlihat pada tabel berikut:

(43)

Tabel 3.1 Populasi Penelitian

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan, 2018

No. Nama Bank

1 PT BPD Kalimantan Barat 2 PT BPD Bali

3 PT BPDBengkulu

4 PT BPD Daerah Istimewa Yogyakarta 5 PT BPD DKI

6 PT BPDJambi

7 PT BPD Jawa Barat & Banten Tbk.

8 PT BPD Jawa Tengah 9 PT BPD Kalimantan Selatan

10 PT BPD Kalimantan Timur & Kalimantan Utara 11 PT BPD Kalimantan Tengah

12 PT BPD Lampung

13 PT BPD Maluku & Maluku Utara 14 PT BPD Nusa Tenggara Barat Syariah 15 PT BPD Nusa Tenggara Timur

16 PT BPD Papua

17 PT BPD Riau & Kepulauan Riau

18 PT BPD Sulawesi Selatan & Sulawesi Barat 19 PT BPD Sulawesi Tenggara

20 PT BPD Sulawesi Utara Gorontalo 21 PT BPD Sumatera Barat

22 PT BPD Sumatera Selatan & Bangka Belitung 23 PT BPD Sumatera Utara

24 PT BPD Jawa Timur 25 PT BPD Sulawesi Tengah 26 PT Bank Aceh

(44)

31

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang apa yang diharapkan, sehingga mempermudah peneliti menjelajahi objek atau situasi sosial yang sedang diteliti, yang menjadi kepedulian dalam pengambilan sampel penelitian kualitatif adalah tuntasnya memperoleh informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan pada banyak sampel sumber data (Sugiyono, 2012:218).

Sampel dalam penelitian ini adalah 20 bank daerah. Adapun sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2 Sampel Penelitian

No. Nama Bank

1 PT BPD Kalimantan Barat 2 PT BPD Bali

3 PT BPDBengkulu

4 PT BPD Daerah Istimewa Yogyakarta

5 PT BPD DKI 6 PT BPDJambi

7 PT BPD Jawa Barat &

Banten Tbk.

8 PT BPD Jawa Tengah 9 PT BPD Kalimantan Selatan 10 PT BPD Kalimantan Timur

& Kalimantan Utara

11 PT BPD Kalimantan Tengah

12 PT BPD Lampung

13 PT BPD Maluku & Maluku Utara

14 PT BPD Nusa Tenggara Barat Syariah

15 PT BPD Nusa Tenggara Timur

16 PT BPD Papua

17 PT BPD Riau & Kepulauan Riau

18 PT BPD Sulawesi Selatan &

Sulawesi Barat

19 PT BPD Sulawesi Tenggara 20 PT BPD Sulawesi Utara

Gorontalo

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan (2018)

(45)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pencacatan langsung berupa Time Series dari tahun 2014-2018, data diperoleh dari seluruh Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang tercatat pada Otoritas Jasa Keuangan dan asosiasi Bank Pembangunan Daerah dalam penelitian ini sampai akhir tahun 2018 yang berjumlah sebaya 25 Bank Pembangunan Daerah dan tidak perlu melakukan survei, wawancara, ataupun observasi. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Total aset diperoleh dari laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

b. Dana pihak ketiga diperoleh dari neraca dalam laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

c. Biaya tenaga kerja di peroleh dari laporan laba/rugi dalam laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

d. Total kredit diperoleh dari laporan neraca keuangan tahunan bank selama periode pengamatan.

e. Total pendapatan diperoleh dari laporan laba/rugi dalam laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

f. Total aset diperoleh dari laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

g. Dana pihak ketiga diperoleh dari neraca dalam laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

h. Biaya tenaga kerja di peroleh dari laporan laba/rugi dalam laporan

(46)

33

i Total aset diperoleh dari laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

j. Dana pihak ketiga diperoleh dari neraca dalam laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

k. Biaya tenaga kerja di peroleh dari laporan laba/rugi dalam laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

l. Total kredit diperoleh dari laporan neraca keuangan tahunan bank selama periode pengamatan.

m. Total pendapatan diperoleh dari laporan laba/rugi dalam laporan keuangan tahunan bank yang bersangkutan selama periode pengamatan.

3.5 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Adapun penentuan variabel-variabel input dan output dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Variabel Penelitian

Pendekatan Input Output

Intermediasi

Aset

Dana Pihak Ketiga Biaya Tenaga Kerja

Total Kredit Total Pendapatan Sumber : Data diolah (2019)

Dalam penelitian ini terdapat definisi dari operasional variabel yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Variabel Input

Variabel Input adalah variabel yang mempengaruhi variabel output. Variabel

(47)

Input yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak tiga variabel.

a. Aset

Aset (I1) adalah seluruh kekayaan yang dimiliki oleh bank meliputi kas, giro pada laporan Neraca tahunan pada Otoritas Jasa Keuangan. Penempatan pada bank lain surat berharga yang dimiliki, pembiayaan atau kredit dan aktiva tetap yang dimiliki.

b. Dana Pihak Ketiga

DPK (I2) adalah kewajiban bank kepada penduduk dalam rupiah dan valuta asing. Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sector riil melalui penyaluran kredit. (Febry Amithya Yuwono, 2011:21)

c. Biaya Tenaga Kerja

Menurut Mulyadi (2000:343) tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyan untuk mengolah produk. Biaya tenaga kerja (I3) adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan biaya tenaga kerja manusia.

2. Variabel Output

Variabel output adalah variabel yang menjadi pusat perhatian. Dalam penelitian ini variabel output yang digunakan adalah total kredit (O1) dan pendapatan operasional (O2).

a. Total Kredit

Total Kredit (O1) merupakan produk utama bank sebagai lembaga intermediasi yang menghubungkan antara pihak yang kelebihan dana (surplus) dengan pihak yang kekurangan dana (defisit).

(48)

35

b. Pendapatan

Pendapatan (O2) merupakan pendapatan hasil dari kegiatan operasional maupun non operasional bank yang tergolong bank asing maupun bank swasta nasional.

3.6 Metode Analisis Data

Tujuan dari penelitian mengenai efisiensi perbankan adalah untuk memperoleh suatu frontier yang akurat. Naun demikian kedua metode menggunakan pendekatan yang berbeda mencapai tujuan ini. Pendekatan parametrik menghasilkan stochastic cost frontier sedangkan pendekatan non- parametrik DEA menghasilkan production frontier.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan nonparametrik yakni metode Data Envelopment Analysis (DEA).

Penelitian ini akan menggunakan bantuan software DEAFrontier.

3.6.1 Data Envelopment Analysis (DEA)

Untuk mengukur efisiensi relatif suatu UKE yang memiliki banyak input dan output maka dapat dipakai metode Data Envelopment Analysis (DEA) yang memiliki kelebihan mampu mengatasi kekurangan analisis efisiensi secara rasio dan regresi berganda dimana analisis rasio hanya mampu memberikan informasi bahwa UKE tertentu memiliki kemampuan satu jenis input kesatu jenis output tertentu sedangkan analisis regresi berganda adalah dengan menggabungkan banyak output menjadi satu.. Metode ini tidak memerlukan fungsi produksi dan hasil perhitungannya disebut nilai efisiensi relatif (Erwinta Siswadi dan Wilson Arafat: 2004).

(49)

3.6.2 Model Pengukuran Efisiensi Teknik Bank

Efisiensi teknik perbankan diukur dengan menghitung rasio antara output dan inputnya. DEA akan menghitung bank menggunakan input m yang berbeda Miller dan Noulas, dikutip Sutawijaya dan Lestari (dalam Arief Setiawan,2013:48)

(3.1)

Penggunaan satu variabel input dan satu outpot ditunjukkan dalam persamaan diatas rasio efisiensi (hs). Kemudian dimaksimumkan dengan kendala sebagai berikut:

(3.2) (3.3) Persamaan diatas menyebutkan bahwa N mewakili jumlah bank dalam sampel dan r merupakan jenis bank yang ddijadikan sampel dalam penelitian.

Pertidaksamaan pertama menjelaskan bahwa adanya rasio untuk UKE lain tidak lebih dari 1. Sementara pertidaksamaan kedua berbobot non-negatif(positif).

Angka rasio akan bervariasi antara 0 sampai dengan 1. Bank dikatakan efisien,

(50)

37

apabila memilki angka rasio mendekati 1 atau 100 persen. Sebaliknya apabila memilki angka rasio mendekati 0 menunjukkan efisiensi bank semakin rendah.

Pada DEA setiap bank dapat menentukan bobotnya masing-masing dan menjamin bahwa pembobotnya yang dipilih akan menghasilkan ukuran kinerja yang terbaik.

Sutawijaya dan Lestari (2009:57).

Metode analisis pada persamaan 3.1 dan 3.2 juga dapat dijelaskan bahwa efisiensi sejumlah bank sebagai UKE (n). Setiap bank menggunakan n jenis input untuk menghasilkan m jenis output. Apabila xjs merupakan jumlah input j yang digunakan oleh bak sedangkan yjs > 0 merupakan jumlah output i yang dihasilkan oleh bank. Variabel keputusan (decision variabel) dari penjelasan tersebut adalah bobot yang harus diberikan pada setiap input dan output bank. Vj merupakan bobot yang diberikan pada input j oleh bank dan ui merupakan bobot yang diberikan ada output i oleh bank. Sehingga vj dan ui merupakan variabel keputusan. Nilai variabel ini ditentukan melalui literasi program linear. Kemudian diformulasikan pada sejumlah s program linear fraksional (fractional linear program). Satu formulasi program linear untuk setiap bank dalam sampel. Tujuan dari setiap program linear fraksional tersebut adalah rasio dari output tertimbang (total wieghted output/total weighted input) dari bank. Pusvitasari(2007:46).

Model pengukuran teknik bank berdasarkan asumsi pendekatan frontier dibagi menjadi dua jenis yaitu:

a. Model DEA CCR (Charnes-Cooper-Rhodes, 1978)

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Charnes, Coopers dan Rhodes (CCR) pada tahun 1978 yang disebut dengan model CCR. Model ini mengasumsi

(51)

bahwa rasio antara penambatan input dan output adalah sama (constant return to scale atau CRS). Artinya, jika ada tambahan input sebesar x kali. Maka output juga akan meningkat sebesar x kali. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa setiap perusahaan beroperasi pada skala yang optimal (optimal scale). Endri (2011:15).

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah Constant Return to Scale (CRS). Beberapa program linier ditransformasikan ke dalam program ordinary liniear secara primal atau dual. Sebagai berikut:

Maksimalisasi

(3.4)

(3.5)

(3.6)

Efisiensi pada masing-masing bank dihitung menggunakan programasi linier dengan memaksimumkan jumlah output yang di bobot dari bank s. kendala jumlah input yang dibobot harus sama dengan satu untuk bank s. Sedangkan kendala untuk semua bank yaitu output yang dibobot dikurangi jumlah input yang dibobot harus kurang atau sama dengan 0. Hal ini berarti bahwa semua bank akan berada atau di bawah referensi kinerja frontier yang merupakan garis lurus yang memotong sumbu origin. Sutawijaya dan Lestari (2009 : 58).

(52)

39

b. Model DEA BBC (Bankers dan Cooper1948)

Model BCC ini beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang optimal. Persaingan dan kendala-kendala keuangan dapat menyebabkan perusahaan untuk tidak beroperasi pada skala optimalnya.

Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan output tidak sama (variabel return to scale atau VRS). Artinya penambahan input sebesar x kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali bisa lebih kecil atau lebih besar dari x kali. Endri (2011:15).

(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Bank Pembangunan daerah di Indonesia

Bank Pembangunan Daerah Seluruh Indonesia (BPD-SI) terus menunjukkan pertumbuhannya. Per Mei 2018, aset BPD telah mencapai Rp.649,19 triliun atau meningkat sebesar 5,00% dibandingkan posisi Mei 2017 yang mencapai 618,26 triliun. Jumlah ini menempati peringkat 5 dalam perbankan nasional setelah BRI, Mandiri, BCA, dan BNI. Kekuatan aset BPD seluruh Indonesia ini menunjukkan bahwa apabila BPD seluruh Indonesia bersinergi akan menjadi potensi kekuatan yang solid dalam kancah persaingan industri perbankan nasional serta dapat memberikan kontribusi yang lebih optimal bagi perekonomian nasional, khususnya di daerah.

Sesuai dengan data Statistik Perbankan Indonesia, kinerja kredit BPD juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Pada Mei 2018, posisi kredit BPD mencapai Rp.401,53 triliun atau meningkat sebesar 9,28% dibandingkan posisi Mei 2017 sebesar Rp.367,42 triliun. Sementara posisi Dana Pihak Ketiga (DPK) BPD seluruh Indonesia pada Mei 2018 mencapai Rp. 517,12 triliun atau mengalami kenaikan sebesar 2,53% dibanding posisi Mei 2017 yang mencapai sebesar Rp.505,34 triliun.

4.2 Hasil dan Pembahasan 4.2.1 Analisis Deskriptif

Hasil dan analisis data akan dilakukan dengan tiga tahap, yaitu: (1) mendeskripsikan perkembangan variabel output-input, (2) Melakukan perhitungan tingkat efisiensi pada perbankan daerah. Hasil dan analisis yang dilakukan melalui

(54)

41

penelitian ini berdasarkan dengan apa yang telah dibuat yang sekaligus menjadi desain/rancangan dari penelitian ini, akan disajikan selanjutnya.

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan menggunakan bantuan microsoft excel windows 10 dan DEAFrontier untuk dapat mengolah data dan memperoleh hasil dari variabel-variabel yang diteliti. DEAFrontier digunakan untuk menganalisis efisiensi bank-bank yang diteliti yakni 20 sampel Bank Pembangunan Daerah dengan menggunakan tiga variabel input, yaitu : Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Biaya Tenaga Kerja (TK). Sedangkan variabel outputnya yaitu : Pembiayaan/kredit dan Total Pendapatan.

Variabel pertama dalam penelitian ini adalah Aset, yaitu dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito tabungan atau yang dapat dipersamakan dengan itu.

Kasmir (dalam Arief Setiawan, 2013 : 60) Tabel 4.1

Perkembangan Jumlah Variabel Input Aset Tahun 2014-2018 (Jutaan Rupiah)

No. Nama Bank Tahun

2014 2015 2016 2017 2018

1 PT BPD

Kalimantan Barat

306.941 465.388 511.191 588.941 618.665

2 PT BPD Bali 194.860 203.126 221.726 233.430 245.556 3 PT

BPDBengkulu

73.010 95.889 112.858 111.094 207.741

4 PT BPD

Daerah Istimewa Yogyakarta

226.607 29.216 310.650 329.147 349.827

5 PT BPD DKI 355.772 1.568,287 1.624,772 1,738.770 1.834,494 6 PT BPDJambi 50.64 55.614 64.355 91.89 95.657

Gambar

Tabel 3.1  Populasi Penelitian
Tabel 3.2  Sampel Penelitian
Tabel 3.3  Variabel Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

4&lt; ◆ ◆ Kagcbkbtj ugtuh Kagcbkbtj ugtuh kagcjlagtjejhbsj lbg kagcjlagtjejhbsj lbg karukushbg kbsbibo karukushbg kbsbibo tagtbgc fdyah 0 ljkagsj tagtbgc fdyah 0 ljkagsj ◆

Koordinator penelitian klinik kerjasama dengan National Institute of Allergy and Infectious Diaseses (NIAID) untuk Acute Febrile Illness dan South East Asia Infectious

Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian pembuatan membran alginat yang mengandung senyawa yang aktif terhadap bakteri gram positif (Basitrasin) dan gram

Kantor DPRD sendiri memiliki Persatuan Wartawan Legislatif (PWL) Tugas persatuan wartawan legislatif ini biasa nya meliput atau memuat berita tentang apa saja

Berdasarkan hasil temuan karakteristik pengguna jalan dan survei ukuran lalu lintas di Kecamatan Denpasar Barat, Jalan Gunung Sanghyang dilalui 5 jenis moda

organik pada air limbah pencucian kendaraan bermotor akan diserap oleh permukaan karbon aktif sehingga jumlah bahan organik dalam air limbah

Pembangunan ekonomi di Kawasan Istana Basa Pagaruyung sudah menunjukkan pengembangan dari ekonomi berbasis kearifan lokal. Dari ketiga indikator pembangunan ekonomi, faktanya

bahwa dengan telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler