• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

9

1. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)

a. Tingkat Berpikir Menurut Revised Bloom’s Taxonomy

Istilah taksonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu taxis yang berarti

“pengaturan atau divisi” dan nomos yang berarti hukum (Enghoff, 2009:442). Jadi taksonomi diartikan sebagai hukum yang mengatur sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016), taksonomi adalah kaidah dan prinsip yang mencakup pengklasifikasian objek.

Taksonomi diartikan sebagai pengklasifikasian suatu hal berdasar pada hierarki (tingkatan) tertentu. Tingkatan pada taksonomi dari tinggi ke rendah memperlihatkan hal yang umum menuju hal yang khusus.

Ungkapan taksonomi tidak asing lagi dalam dunia pendidikan.

Seorang pakar yang bernama Benjamin S. Bloom merancang sebuah taksonomi dalam pendidikan pada tahun 1956 yang diberi nama Taksonomi Bloom. Salah satu murid Bloom yaitu Lorin W.Anderson bersama dengan temannya yaitu David R. Krathwohl merevisi Taksonomi Bloom dengan alasan adanya kebutuhan untuk menyesuaikan pengetahuan-pengetahuan dan pemikiran baru dalam sebuah kerangka kategorisasi tujuan pendidikan. Hasil revisi tersebut dipublikasikan pada tahun 2001 dalam bukunya yang berjudul “A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing: A revision of Bloom's Taxonomy of Educational Objectives”.

Perubahan Taksonomi Bloom yang dilakukan Anderson dan Krathwohl (2015: 395) mencakup 12 perubahan yang terdiri dari perubahan penekanan, terminologi, dan struktural.

(2)

Perubahan struktural disajikan dalam gambar berikut.

Gambar 2. 1 Perubahan Struktural dari Kerangka Pikir Taksonomi Bloom Asli ke Revisinya

Taksonomi Bloom yang awalnya hanya memiliki satu dimensi kognitif direvisi menjadi dua dimensi. Dimensi kognitif dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif.

Dimensi proses kognitif memuat enam tingkatan, yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta.

Tingkatan berpikir mengacu pada taksonomi bloom yang direvisi terdiri dari 6 yaitu sebagai berikut:

1) Mengingat (Remember)

Proses mengingat merupakan proses mengambil pengetahuan yang diperlukan dari memori jangka panjang. Kegiatan pembelajaran disebut sebagai tingkatan mengingat jika seseorang dapat mengungkap kembali pengetahuan yang relevan dari memori jangka panjang.

2) Memahami (Understand)

Memahami merupakan proses kognitif yang berpijak pada kemampuan mentransfer. Kegiatan pembelajaran disebut sebagai tingkatan memahami jika seseorang dapat membentuk arti dari pesan pembelajaran lisan, tertulis, atau memahami komunikasi gambar.

(3)

3) Mengaplikasikan (Apply)

Mengaplikasikan merupakan proses kognitif yang melibatkan penggunaan prosedur-prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah.

4) Menganalisis (Analyze)

Menganalisis merupakan proses memecah-mecah materi menjadi bagian-bagian kecil dan menentukan bagaimana hubungan antar bagian dan antar setiap bagian dan struktur keseluruhannya.

5) Mengevaluasi (Evaluate)

Kegiatan pembelajaran disebut pada tingkatan mengevaluasi jika seseorang dapat membuat keputusan berdasarkan kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi dan konsistensi. Sedangkan standar- standarnya bisa bersifat kuantitatif atau kualitatif.

6) Mencipta (Create)

Mencipta melibatkan proses membentuk bagian-bagian menjadi sebuah keseluruhan yang koheren dan fungsional. Proses kognitif yang terlibat dalam tingkat mencipta kebanyakan sejalan dengan pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya.

Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi, tingkat berpikir mengingat, memahami dan mengaplikasikan dikelompokkan dalam tingkatan berpikir tingkat rendah sedangkan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta digolongkan dalam berpikir tingkat tinggi. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Sani (2015: 4), bahwa Taksonomi Bloom dianggap sebagai dasar dari berpikir tingkat tinggi. Aspek kognitif yang mencakup mengingat (C1), memahami (C2) dan aplikasi (C3) termasuk dalam bagan dari keterampilan berpikir tingkat rendah atau lower-order thinking skill (LOTS). Sementara itu, aspek kognitif lainya yang mencakup menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6) merupakan bagian dari keterampilan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking skill (HOTS).

(4)

b. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)

Berpikir merupakan hal yang perlu dilakukan oleh setiap individu, salah satunya yaitu berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS). Berpikir tingkat tinggi memiliki dampak yang penting terhadap keterlibatan siswa dengan matematika dan meningkatkan kinerja siswa (Tajudin & Chinnappan, 2016). Menurut Siswoyo & Sunaryo (2017), Higher Order Thinking Skills (HOTS) merupakan konsep reformasi pendidikan berdasarkan Taksonomi Bloom dengan pemikirannya bahwa beberapa jenis pembelajaran membutuhkan pengolahan kognitif yang lebih dari yang lain, akan tetapi juga memiliki manfaat yang lebih umum. Menurut Heong, dkk (2011) berpikir tingkat tinggi merupakan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi dari pada sekadar menghafal fakta atau menuturkan suatu informasi kepada seseorang.

Sementara itu, Puspendik (Kemdikbud, 2017) mengklasifikasikan level kognitif menjadi tiga seperti yang telah digunakan dalam kisi-kisi UN mulai tahun ajaran 2015/2016. Pengklasifikasian level kognitif tersebut dijabarkan seperti berikut:

a. Pengetahuan dan Pemahaman (Level 1)

Pada level yang pertama ini mencakup dimensi proses berpikir mengetahui (C1) dan memahami (C2). Ciri-ciri soal pada level 1 yaitu mengukur pengetahuan faktual, konsep, dan prosedural.

Dimungkinkan soal-soal pada level 1 merupakan soal kategori sulit, karena untuk menjawab soal tersebut peserta didik dituntut dapat mengingat beberapa rumus atau kejadian, menghafal definisi, atau menyebukan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu. Akan tetapi, soal-soal pada level 1 bukan termasuk kategori soal HOTS.

b. Aplikasi (Level 2)

Soal-soal pada level kognitif kedua memerlukan kemampuan yang lebih tinggi dari pada level pertama. Yang termasuk dalam level kognitif aplikasi yaitu dimensi proses berpikir menerapkan atau mengaplikasikan (C3). Dimungkinkan soal yang berada pada level 2

(5)

merupakan soal kategori sedang atau sulit, karena untuk menjawab soal tersebut peserta didik dituntut untuk mengingat beberapa rumus atau kejadian, menghafal definisi/konsep, atau menyebutkan langkah-langkah (prosedur) melakukan sesuatu yang kemudian pengetahuan tersebut digunakan pada konsep lain atau untuk menyelesaikan permasalahan sehari-hari. Akan tetapi, soal-soal level 2 tidak temasuk dalam kategori soal HOTS.

c. Penalaran (Level 3)

Level terakhir yaitu level level penalaran yang mencakup dimensi menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Level ini merupakan level kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS), karena untuk menjawab soal-soal pada level tiga peserta didik dituntut untuk mampu mengingat, memahami, dan menerapkan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural serta memiliki logika dan penalaran yang tinggi untuk menyelesaikan masalah-masalah kontekstual (situasi nyata yang tidak rutin). Soal-soal pada level penalaran tidak selalu dikategorikan dalam soal-soal sulit.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan kemampuan berpikir peserta didik yang tidak sekadar mengingat, memahami atau menerapkan tetapi mencakup menganalisis, mengevaluasi, atau mencipta. Indikator sebagai dasar dalam mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam penelitian ini mengikuti pendapat Anderson & Krathwohl (2015:120-133) yang mencakup hal-hal seperti berikut:

1) Menganalisis (Analyze)

Kemampuan menganalisis mencakup kemampuan untuk memecah suatu kesatuan menjadi bagian-bagian dan menetapkan bagaimana bagian-bagian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain atau bagian tersebut dengan keseluruhanya. Analisis menekankan pada kemampuan merinci sesuatu unsur pokok menjadi bagian-bagian dan melihat hubungan antar bagian tersebut. Pada tingkatan analisis,

(6)

seorang akan mampu mengurai informasi yang masuk dan membagi- bagi informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengetahui pola atau hubungannya dan mampu mengetahui serta membedakan hal yang menjadi sebab dan akibat dari rancangan yang rumit.

Kategori menganalisis terdiri dari kemampuan membedakan, mengorganisasikan dan mengatribusikan yang dapat dijabarkan sebagai berikut:

a. Membedakan (Differentiating)

Kemampuan membedakan mencakup kemampuan memisahkan bagian-bagian dari keseluruhan struktur dalam bentuk yang sesuai. Peserta didik dikatakan dapat membedakan apabila peserta didik dapat membandingkan informasi yang relevan dan tidak relevan, yang penting dan tidak penting, dan mencermati informasi yang relevan atau penting.

b. Mengorganisasikan (Organizing)

Mengorganisasikan mencakup kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur secara bersamaan menjadi susunan yang saling bersangkutan. Peserta didik mengorganisasikan dengan cara membangun hubungan-hubungan yang sistematis dan koheren antar bagian-bagian dari informasi.

c. Mengartibusikan (Attributing)

Mengartibusikan merupakan kemampuan peserta didik untuk menyatakan sudut pandang, bias, nilai, atau maksud dari masalah yang diajukan. Attributing membutuhkan pengetahuan dasar yang lebih agar dapat menerka maksud dari pokok permasalahan yang diajukan.

2) Mengevaluasi (Evaluate)

Mengevaluasi diartikan sebagai kemampuan melaksanakan pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Kriteria yang kerap kali digunakan adalah menentukan kualitas, efektifitas, efisiensi, dan konsistensi, sedangkan standar yang kerap digunakan

(7)

yaitu dalam menentukan kualitas maupun kuantitas. Evaluasi meliputi kemampuan untuk membentuk suatu pendapat berkenaan dengan beberapa hal bersamaan dengan pertanggungjawaban pendapat tersebut yang berdasarkan kriteria tertentu. Kemampuan evaluasi ini ditunjukkan dengan kemampuan dalam memberikan penilaian terhadap sesuatu. Kategori menilai terdiri dari memeriksa dan mengkritik yang dijabarkan sebagai berikut:

a. Memeriksa (Checking)

Memeriksa merupakan kemampuan untuk menguji konsistensi internal atau kesalahan pada operasi atau hasil dan juga mendeteksi keefektifan prosedur yang digunakan.

b. Mengkritik (Critiquing)

Mengkritik merupakan kemampuan memutuskan hasil atau operasi berlandaskan kriteria dan standar tertentu. Mengkritik mencakup kemampuan mendeteksi apakah hasil yang diperoleh berdasarkan prosedur penyelesaian suatu masalah mendekati jawaban yang benar. Mengkritik menyertakan peserta didik dalam proses penilaian suatu hasil berlandaskan kriteria yang telah ditentukan.

3) Mencipta (Create)

Mencipta diartikan sebagai kemampuan menggeneralisasikan pola pikir baru, produk atau cara pandang yang baru dari suatu kejadian. Mencipta disini diartikan sebagai kemampuan menempatkan beberapa elemen dalam suatu kesatuan yang menyeluruh sehingga terbentuk suatu bentuk yang koheren atau fungsional. Peserta didik dikatakan memiliki kemampuan mencipta apabila dapat menghasilkan produk baru dengan merombak beberapa elemen atau bagian ke dalam bentuk (struktur) yang belum pernah dijelaskan sebelumnya. Pada umumnya, proses mencipta berkaitan dengan pengalaman belajar peserta didik yang sebelumnya.

(8)

Proses mencipta dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

a. Merumuskan(Generating)

Merumuskan menyangkut proses menggambarkan masalah serta membuat pilihan atau anggapan dasar yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Muncul kemungkinan solusi-solusi dalam penyelesaian masalah yang bervariasi seperti halnya yang dilakukan peserta didik dalam mencoba memahami soal.

b. Merencanakan (Planning)

Merencanakan melibatkan peserta didik dalam proses menyusun metode penyelesaian masalah yang sepadan dengan kriteria-kriteria masalahnya. Merencanakan merupakan langkah- langkah untuk membuat solusi nyata dari suatu masalah.

c. Memproduksi (Producing)

Memproduksi melibatkan proses aplikasi dari rancangan yang telah disusun untuk menyelesaikan masalah yang memenuhi perincian tertentu.

2. Soal HOTS

Kemdikbud (2017: 3) menyatakan “soal-soal HOTS adalah instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu keterampilan berpikir yang tidak sekadar mengingat (remembering), memahami (understanding), atau menerapkan (applying)”. Soal HOTS dalam penelitian ini mengikuti penjelasan dari Kemdikbud yang menyatakan bahwa soal HOTS merupakan instrumen yang digunakan sebagai alat untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi, yaitu keterampilan berpikir yang tidak sekadar mengingat, memahami atau menerapkan tetapi mencakup menganalisis, mengevaluasi, atau mencipta.

(9)

a. Langkah Penyusunan Soal HOTS

Pada penyusunan soal HOTS, pembuat soal harus dapat merumuskan materi yang akan dijadikan sebagai dasar pertanyaan dalam konteks tertentu sejalan dengan perilaku yang diharapkan.

Berdasarkan Modul Penyusunan Soal HOTS (2017: 17), langkah- langkah penyusunan soal HOTS yaitu sebagai berikut:

1) Menganalisis KD yang dapat dibuat soal-soal HOTS

Terlebih dahulu pembuat soal memilih KD yang dapat dibuat menjadi soal HOTS karena tidak semua kompetensi dasar dapat dibuat model soal HOTS.

2) Menyusun kisi-kisi soal

Kisi-kisi penyusunan soal HOTS dimaksudkan untuk membantu dalam menulis butir soal HOTS. Kisi-kisi tersebut diperlukan dalam menentukan kompetensi dasar yang dapat dibuat soal-soal HOTS, menentukan materi pokok yang terkait dengan kompetensi dasar yang akan digunakan sebagai tes, merumuskan indikator soal, dan menentukan level kognitif.

3) Memilih stimulus yang menarik dan kontekstual

Stimulus dalam soal HOTS hendaknya menarik sehingga peserta didik dapat terdorong untuk membaca stimulus. Stimulus yang menarik secara umum merupakan hal yang baru atau belum pernah dibaca oleh peserta didik. Sedangkan stimulus dikatakan kontekstual apabila stimulus tersebut sesuai dengan kehidupan nyata sehari-hari.

4) Menulis butir pertanyaan sesuai dengan kisi-kisi soal

Butir-butir pertanyaan ditulis sejalan dengan kaidah penulisan butir soal HOTS. Kaidah penulisan butir soal HOTS berbeda dengan kaidah penulisan butir soal pada umumnya, yaitu terletak pada aspek materi, sedangkan pada aspek konstruksi dan bahasa relatif sama.

5) Membuat kunci jawaban dan pedoman penskoran

Setiap butir soal HOTS yang disusun harus dilengkapi dengan kunci jawaban atau pedoman penskoran. Rubrik atau pedoman

(10)

penskoran dibuat untuk soal yang berbentuk uraian. Sedangkan kunci jawaban dibuat untuk bentuk soal pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar/salah, ya/tidak), dan isian singkat.

b. Karakteristik Soal HOTS

Soal-soal HOTS memiliki kriteria yang berbeda dibandingkan soal-soal pada umumnya. Berikut ini dijabarkan karakteristik soal-soal HOTS.

1) Mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi

Kemampuan berpikir tingkat tinggi menurut The Australian Council for Educational Research (ACER) merupakan proses menganalisis, merefleksi, memberi argumen, menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun, serta menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang sehingga jawaban soal-soal HOTS tidak tersurat secara jelas dalam stimulus. Soal yang termasuk dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi berbeda dengan tingkat kesukaran dalam butir soal.

2) Berbasis permasalahan kontekstual

Soal-soal HOTS merupakan penilaian yang berdasarkan pada situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik diharapkan dapat mempraktikkan konsep-konsep pembelajaran yang ada di sekolah untuk menyelesaikan masalah yang ada di kehidupan sehari- hari. Masyarakat dunia saat ini tidak terlepas dari permasalahan kontekstual yang mencakup masalah lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berikut ini dipaparkan lima karakteristik penilaian kontekstual, yang biasa disingkat REACT:

a) Relating, penilaian yang berkaitan langsung dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.

(11)

b) Experiencing, penilaian yang ditegaskan kepada penggalian, penemuan, dan penciptaan.

c) Applying, penilaian yang mengharuskan kemampuan peserta didik untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam kelas untuk menyelesaikan masalah-masalah nyata.

d) Communicating, penilaian yang menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat mengomunikasikan kesimpulan model pada kesimpulan konteks masalah.

e) Transferring, penilaian yang menuntut kemampuan peserta didik untuk mentransfer konsep-konsep pengetahuan dalam kelas ke dalam situasi baru.

3) Menggunakan bentuk soal yang beragam

Sebuah perangkat tes dari soal-soal HOTS menggunakan bentuk-bentuk soal yang beragam seperti yang digunakan dalam PISA.

Hal tersebut dimaksdukan agar dapat memberikan informasi yang lebih detail dan menyeluruh tentang kemampuan siswa. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh guru supaya penilaian yang dilakukan dapat terjamin objektivitasnya. Artinya hasil penilaian yang dilaksanakan oleh guru bisa menggambarkan kemampuan peserta didik sejalan dengan keadaan yang sesungguhnya.

Beragam bentuk soal yang dapat digunakan untuk menyusun butir soal HOTS adalah sebagai berikut.

a) Pilihan ganda

b) Pilihan ganda kompleks (benar/salah, atau ya/tidak) c) Isian singkat atau melengkapi

d) Jawaban singkat e) Uraian

c. Indikator Soal HOTS

Berdasarkan indikator mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi menurut Anderson & Krathwohl (2015: 120-133), maka indikator soal HOTS pada penelitian ini mencakup dimensi menganalisis,

(12)

mengevaluasi dan mencipta. Indikator soal HOTS pada penelitian ini disajikan pada tabel berikut.

Tabel 2. 1 Indikator Soal HOTS Dimensi HOTS Indikator Soal HOTS

Analyze (Menganalisis)

Menuntut peserta didik untuk membedakan, memeriksa dan menguji informasi-informasi yang ada pada soal.

Evaluate (Mengevaluasi)

Menuntut peserta didik untuk menilai dan menentukan prosedur yang tepat dan efektif sebagai cara untuk menyelesaikan masalah.

Create (Mencipta/

Mengkreasi)

Menuntut peserta didik untuk berpikir kreatif sehingga mampu merancang atau menciptakan suatu cara baru untuk menyelesaikan masalah.

3. Kemampuan Menyelesaikan Soal HOTS

Kata kemampuan menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata “mampu” yang memiliki arti kuasa (bisa, sanggup) melakukan sesuatu dan dapat. Kemampuan memiliki arti yang sama dengan kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan. Robbins & Judge (2009) menyatakan bahwa kemampuan merupakan kapasitas individu untuk melaksanakan tugas-tugas dalam pekerjaan tertentu. Menurut Yusdi (2011) kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Dengan begitu, seseorang dikatakan memiliki kemampuan apabila ia dapat melakukan sesuatu yang harus dilakukan dengan baik.

Berdasarkan definisi di atas, maka kemampuan dalam penelitian ini diartikan sebagai kesanggupan atau kecakapan yang dimiliki seseorang dalam melakukan tugas ataupun pekerjaan tertentu dengan baik. Sehingga, dapat disimpulkan pula bahwa kemampuan menyelesaikan soal HOTS dalam penelitian ini adalah kesanggupan atau kecakapan yang dimiliki oleh siswa dalam menyelesaikan soal/masalah berkaitan dengan kemampuan berpikir peserta didik yang tidak sekadar mencapai level mengingat (remembering),

(13)

memahami (understanding), atau menerapkan (applying) tetapi mencakup level menganalisis, mengevaluasi, atau mencipta.

Kegiatan menyelesaikan soal penting diberikan kepada peserta didik dalam pembelajaran matematika untuk mengukur kemampuan pada masing- masing individu. Penyelesaian soal matematika sangat erat hubungannya dengan masalah. Secara umum, suatu masalah matematika mengandung suatu keadaan yang dapat mendorong seseorang untuk mememecahkannya, namun caranya tidak dapat diketahui secara langsung.

Pemecahan masalah menurut Polya (1985) diartikan sebagai suatu upaya untuk mencari jalan keluar dari suatu kesusahan untuk mencapai tujuan yang tidak dapat segera tercapai. Kegiatan seseorang dalam menyelesaikan suatu soal mendorong siswa untuk dapat melakukan inisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu permasalahan dengan menerapkan pengetahuan yang sebelumnya telah dikuasai. Terdapat empat langkah dalam memecahkan masalah menurut Polya (Mumun Syaban, 2008: 2) yaitu:

a. Memahami masalah yang ada (understand the problem)

Pada langkah ini, siswa merumuskan apa saja yang diketahui, ditanyakan, kecukupan informasi, keadaan apa yang harus dipenuhi, dan mengemukakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih dapat dipecahkan.

b. Menyusun suatu strategi (devising a plan)

Pada langkah ini, kegiatan yang dilakukan yaitu mencoba mencari atau mengingat masalah yang memiliki kemiripan dengan sifat yang akan dipecahkan dengan hal yang sebelumnya pernah diselesaikan, mencari pola atau aturan, dan menyusun prosedur penyelesaian.

c. Melaksanakan strategi yang telah dipilih (carrying out the plan)

Kegiatan pada langkah ini yaitu melaksanakan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya agar mendapatkan penyelesaian.

Keterampilan yang dibutuhkan pada langkah ini yaitu keterampilan berhitung, keterampilan memanipulasi aljabar, dan keterampilan membuat penjelasan (explanation) dan argumentasi (reasoning).

(14)

d. Memeriksa kembali pekerjaan yang telah dilakukan (looking back) Pada langkah ini, pekerjaan yang dilakukan yaitu menganalisis dan mengecek apakah prosedur yang digunakan dan hasil yang diperoleh sudah benar, apakah terdapat prosedur/cara lain yang lebih efektif, apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan yang sejenis, atau apakah prosedur tersebut bisa dibuat generalisasinya.

Menurut Khairani dan Zainil (2021) model pemecahan masalah Polya menyajikan kerangka kerja yang tersusun dengan rapi dan sistematis sehingga dapat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dengan benar. Selain itu, pemecahan masalah Polya menggunakan langkah-langkah yang urut dan mudah dipahami siswa. Oleh karena itu, dalam penelitian ini pemecahan masalah Polya digunakan untuk menganalisis seberapa besar kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal HOTS. Indikator menyelesaikan soal HOTS dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2. 2 Indikator kemampuan menyelesaikan soal HOTS Pemecahan

Masalah Polya

Indikator Kemampuan Menyelesaikan Soal HOTS Menganalisis Mengevaluasi Mencipta

Memahami masalah yang ada

(understand the problem)

Mampu menelaah/

menganalisis informasi penting dari masalah yang ada.

Mampu

menjelaskan apa yang didapat dari

permasalahan.

Mampu merumuskan masalah dan membuat

hipotesis.

Menyusun suatu strategi (devising a plan)

Mampu

menyusun ide-ide berdasarkan informasi penting yang didapat.

Mampu mendeteksi keefektifan prosedur yang digunakan.

Mampu merencanakan strategi baru yang tepat untuk menyelesaikan masalah.

(15)

Melaksanakan

strategi yang telah dipilih (carrying out the plan)

Mampu

menghubungkan informasi- informasi

berdasarkan ide yang telah disusun.

Mampu menjalankan prosedur atau operasi yang tepat.

Mampu menciptakan strategi baru dengan

menjalankan rencana yang telah dibuat.

Memeriksa kembali pekerjaan yang telah dilakukan (looking back)

Mampu

menyimpulkan dan memeriksa ulang jawaban.

Mampu

menyimpulkan prosedur yang lebih efektif dan memeriksa ulang jawaban.

Mampu

menyimpulkan dan memeriksa ulang jawaban dengan metode penyelesaian yang lain.

4. Geometri

a. Pengertian Geometri

Menurut Ulum, Budiarto & Ekawati (2018) geometri merupakan cabang dari ilmu matematika yang menelaah tentang hubungan antar titik, sudut, garis, bidang serta bangun datar dan bangun ruang. Geometri juga mempelajari tentang sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya dan hubungannya pada setiap bangun dari geometri (Sofyana & Budiarto, 2013).

Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud geometri dalam penelitian ini adalah bagian dari ilmu matematika yang membahas sifat-sifat, ukuran-ukuran dan hubungan antara titik, sudut, garis, bidang serta bangun datar dan bangun ruang.

Beberapa pandangan dan pendapat mengenai geometri di sekolah diungkapkan oleh Iswadji (2001) adalah sebagai berikut:

a. Hakikat geometri tidak dapat terlepas dari tempatnya yaitu matematika.

b. Geometri merupakan ilmu pengetahuan yang tidak lebih dari mengetahui hasil jawabannya, akan tetapi juga mengetahui langkah- langkah agar dapat sampai pada jawaban tersebut.

(16)

c. Geometri merupakan cabang dari ilmu matematika yang menelaah titik, garis, bidang, dan benda-benda ruang serta sifat, ukuran dan hubungannya antara satu dengan yang lain.

d. Geometri memberikan kecakapan penguasaan sifat-sifat ruang dalam bentuk pemahaman dan dalil-dalil serta penggunaannya dalam pemecahan masalah-masalah riil.

e. Geometri mengembangkan sikap, kemampuan berpikir kritis dan masuk akal serta keterampilan memecahkan masalah.

f. Geometri mengembangkan kemampuan berpikir aksioma melalui penyusunan definisi dan pembuktian teorema/dalil dengan kalimat- kalimat yang benar dan cermat sehingga mudah dipahami.

g. Geometri dapat membuat keindahan, kenyamanan dan suasana rekreatif.

h. Geometri tidak dapat dipisahkan dari alam dan lingkungan serta cabang ilmu pengetahuan lainnya.

Materi geometri menjadi materi yang wajib diajarkan di Indonesia mulai dari sekolah dasar hingga menengah atas. Hal tersebut dikarenakan ilmu geometri memiliki kegunaan dan cakupan yang sangat luas. Pada penelitian ini, akan difokuskan pada materi geometri bangun datar.

b. Bangun Datar

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian terhadap bangun datar khususnya pada materi segi empat antara lain sebagai berikut:

1) Segi empat

Segi empat adalah suatu bidang datar yang terbentuk dengan cara menghubungkan empat titik secara berurutan dan tidak terdapat tiga titik yang segaris (Wagiyo dkk, 2008).

Gambar 2. 2 Segi empat

(17)

2) Jajar genjang

Jajar genjang adalah segi empat yang sepasang-sepasang sisinya yang berhadapan sejajar (Kusni, 2008: 14).

Gambar 2. 3 Jajar genjang Luas jajar genjang = alas × tinggi

Keliling = 2 (alas + sisi miring) 3) Persegi panjang

Persegi panjang adalah jajar genjang yang salah satu sudutnya 90˚ (Kusni, 2008: 14).

Gambar 2. 4 Persegi Panjang Luas persegi panjang = panjang × lebar

Keliling persegi panjang = 2 ( panjang + lebar ) 4) Belah ketupat

Belah ketupat adalah jajar genjang yang dua sisinya yang berurutan sama panjang (Kusni, 2008: 14).

Gambar 2. 5 Belah ketupat s

s s s

d1

d2

A

B C

D

(18)

Luas belah ketupat = 1

2 × diagonal 1 × diagonal 2 Keliling belah ketupat = 4 x s

5) Persegi

Persegi adalah belah ketupat yang salah satu sudutnya 90 ˚ (Kusni, 2008: 14).

Gambar 2. 6 Persegi Luas persegi = sisi × sisi

Keliling persegi = 4 x s 6) Trapesium

Trapesium adalah segi empat yang memiliki tepat sepasang sisi berhadapan yang sejajar (Kusni, 2008: 14).

Gambar 2. 7 Trapesium Luas trapesium = jumlah sisi sejajar

2 × tinggi

Keliling trapesium = AB+BC+CD+DA 7) Layang-layang

Layang-layang adalah segi empat yang diagonalnya saling tegak lurus dan salah satu diagonalnya terbagi dua sama panjang oleh yang lain (Kusni, 2008: 14).

(19)

Gambar 2. 8 Layang-layang Luas layang-layang = 1

2 × diagonal 1 × diagonal 2 Keliling layang-layang = 2 ( s1+ s2 )

5. Gaya Belajar Menurut Felder-Silverman

Istilah gaya belajar menurut Kolb (1984) berhubungan dengan cara belajar yang lebih disukai oleh anak. Pada umumnya, siswa lebih suka memproses informasi dengan cara belajar yang dirasa nyaman bagi mereka.

Hamzah B. Uno (2010: 180) mengemukakan bahwa gaya belajar memperlihatkan cara terbaik dan tercepat untuk mencerna informasi dari luar dirinya bagi setiap individu. Bobbi dePorter dan Mike Hernacki (2007: 112) juga menyatakan bahwa gaya belajar seseorang merupakan perpaduan dari bagaimana ia menyerap dan kemudian mengatur serta mengolah informasi.

Nasution (2009) juga mengungkapkan bahwa gaya belajar merupakan cara yang konsisten dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap informasi, mengingat, berpikir dan memecahkan masalah. Gaya belajar dalam penelitian ini diartikan sebagai cara terbaik yang dilakukan secara konsisten oleh seseorang untuk mencerna informasi, mengingat, berpikir dan menyelesaikan masalah.

Dalam dunia pendidikan, penelitian mengenai gaya belajar dilakukan oleh beberapa tokoh dimana mereka mengelompokkan jenis gaya belajar pada dimensi yang berbeda-beda. Salah satu model gaya belajar yang dikenal yaitu

d2

A

B C

D

d1 s2

s1

(20)

Felder-Silverman Learning Model (FSLM). Gaya belajar menurut Felder- Silverman dirasa lebih mendetail dan tidak mengarah pada satu macam gaya belajar.

Felder-Silverman Learning Model (FSLM) merupakan salah satu model gaya belajar yang dikemukakan oleh dua ilmuwan yaitu Richard M. Felder seorang yang memiliki pengalaman dalam dunia teknik dan Linda K.

Silverman. Gaya belajar siswa menurut Felder-Silverman dikategorikan menjadi empat dimensi, yaitu dimensi pemrosesan (active/reflective), dimensi input (visual/verbal), dimensi persepsi (sensing/intuitive) dan dimensi pemahaman (sequential/global). Masing-masing dimensi gaya belajar menurut Felder-Silverman dijelaskan sebagai berikut:

a. Dimensi Pemrosesan (active/reflective)

Dimensi pemrosesan terdiri dari gaya belajar active dan reflective.

Siswa dengan gaya belajar active cenderung menyimpan dan memahami informasi melalui bekerja secara aktif atas materi pembelajaran dan lebih suka melakukan kegiatan belajarnya dengan cara berkelompok.

Sedangkan siswa dengan gaya belajar reflective lebih suka memikirkan hal-hal dengan tenang atas materi pembelajaran dan lebih suka bekerja secara mandiri atau dalam sebuah kelompok kecil.

b. Dimensi Persepsi (sensing/intuitive)

Dimensi persepsi terdiri dari gaya belajari sensing dan intuitive.

Siswa dengan gaya belajar sensing lebih suka belajar fakta-fakta dan materi pembelajaran yang konkrit, cenderung lebih praktis dan suka menyelesaikan masalah dengan pendekatan yang baku dan cenderung lebih sabar dengan yang detail/rinci. Sedangkan siswa dengan gaya belajar intuitive lebih suka belajar materi yang bersifat abstrak (ide, konsep, teori) dan cenderung lebih inovatif dan kreatif.

c. Dimensi Input (visual/verbal)

Dimensi input terdri dari gaya belajar visual dan verbal. Siswa dengan gaya belajar visual memiliki ciri-ciri mampu mengingat dengan baik dari apa yang dilihat dan menyukai materi yang dijelaskan dengan

(21)

banyak gambar, diagram dan peta. Sedangkan siswa dengan gaya belajar verbal memiliki ciri mampu mengingat dengan baik dari apa yang didengar dan lebih suka belajar materi pembelajaran melalui representasi tekstual, baik berbentuk teks maupun narasi.

d. Dimensi Pemahaman (sequential/global)

Dimensi pemahaman terdiri dari gaya belajar sequential dan global.

Siswa dengan gaya belajar sequential belajar dengan langkah penngkatan yang kecil sehingga mempunyai kemajuan yang linier, mengikuti alur langkah-langkah yang logis dan memahami secara detail. Sedangkan siswa dengan gaya belajar global menggunakan proses berpikir yang holistik dan belajar dengan lompatan yang besar, cenderung menyerap materi belajar hampir secara acak tanpa melihat koneksinya, serta dapat memahami secara keseluruhan.

Gaya belajar seorang siswa dapat diketahui dengan menggunakan ILS Questionnaire. Indeks of Learning Style (ILS) Questionnaire diciptakan oleh Richard M. Felder dan Linda K. Silverman yang kemudian disebarkan dengan kerjasama antara Richard M. Felder dan Barbara A. Solomom di North Carolina State University. Pada instrumen ILS yang asli, terdapat 44 butir soal kuisioner yang perlu dijawab oleh responden untuk mengetahui gaya belajarnya. Setiap dimensi gaya belajar terdiri dari 11 butir soal. Masing- masing butir soal dan kuisioner ini terdapat dua jawaban yang disediakan (“a”

atau “b”). Responden harus memilih salah satu dari dua jawaban yang disediakan. Peneliti mengkhususkan gaya belajar pada dimensi persepsi dan dimensi pemahaman dengan pertimbangan bahwa dimensi ini jarang dilakukan sebagai bahan penelitian.

(22)

Berdasarkan penjelasan gaya belajar menurut Felder-Silverman, maka indikator gaya belajar dalam penelitian ini disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 2. 3 Indikator Gaya Belajar Felder-Silverman Dimensi Gaya

Belajar Indikator

Dimensi Persepsi

sensing − Lebih suka belajar fakta-fakta dan materi pembelajaran yang konkrit.

− Cenderung lebih praktis.

− Suka menyelesaikan masalah dengan pendekatan yang baku dan cenderung lebih sabar dengan yang detail/rinci.

intuitive − Lebih suka belajar materi yang bersifat abstrak (ide, konsep, teori).

− Cenderung lebih inovatif dan kreatif.

Dimensi Pemahaman

sequential − Belajar dengan langkah peningkatan yang kecil sehingga mempunyai kemajuan yang linier.

− Mengikuti alur langkah-langkah yang logis.

− Memahami secara detail.

global − Menggunakan proses berpikir yang holistik dan belajar dengan lompatan yang besar.

− Cenderung menyerap materi belajar hampir secara acak tanpa melihat koneksinya.

− Memahami secara keseluruhan.

B. Kerangka Berpikir

Kegiatan menyelesaikan soal penting diberikan kepada peseta didik dalam pembelajaran matematika agar kemampuan mereka lebih terasah dan berkembang sehingga hasil belajar akan menjadi lebih baik. Silabus Matematika SMP Revisi 2017 menyatakan bahwa pendidikan matematika yang ada di sekolah diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mendukung ketercapaian kompetensi lulusan pendidikan menengah melalui pengalaman belajar. Salah satu kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan menyelesaikan/ memecahkan masalah. Dalam menyelesaikan soal matematika sangat erat hubungannya dengan masalah.

(23)

Menurut Polya (1985), dalam memecahkan masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan oleh siswa yaitu memahami masalah yang ada (understand the problem), menyusun suatu strategi (devising a plan), melaksanakan strategi yang telah dipilih (carrying out the plan), dan memeriksa kembali pekerjaan yang telah dilakukan (looking back). Menurut Khairani dan Zainil (2021) model pemecahan masalah Polya menyediakan kerangka kerja yang tersusun rapi dan sistematis sehingga dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah dengan benar. Selain itu, pemecahan masalah Polya menggunakan langkah-langkah yang urut dan mudah dipahami siswa.

Kementerian Pendidikan Nasional menerapkan standar soal yang lebih tinggi pada Ujian Nasional mulai tahun 2018 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Soal-soal yang diterapkan merupakan soal dengan standar internasional yaitu yang memerlukan daya nalar yang tinggi atau HOTS. Hal tersebut menjadi kendala bagi beberapa siswa yang tidak terbiasa menyelesaikan soal-soal HOTS.

Hasil ujian nasional materi geometri dan pengukuran SMP Negeri 3 Surakarta 2018/2019 memiliki daya serap yang rendah jika dibandingkan dengan materi bilangan, aljabar, dan statistika dan peluang pada tingkat satuan pendidikan dan Kota/Kabupaten. Hal tersebut dikuatkan dengan pernyataan guru matematika di SMP N 3 Surakarta yaitu Aji Pratiwi, S.Pd bahwa kendala yang cenderung dialami siswa pada saat pembelajaran yaitu pada pengerjaan soal-soal, terutama pada soal Higher Order Thinking Skills (HOTS). Pada saat menyelesaikan soal HOTS materi geometri, siswa mengalami tantangan dan hambatan yang berbeda- beda. Setiap siswa memiliki tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Salah satu yang memengaruhi kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal adalah gaya belajar. Felder-Silverman mengategorikan gaya belajar menjadi empat dimensi, yaitu pemrosesan (active/reflective), dimensi input (visual/verbal), persepsi (sensing/intuitive) dan pemahaman (sequantial/global). Gaya belajar yang diambil dalam penelitian ini adalah gaya belajar sensing/intuitive dan sequantial/global.

Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda-beda tergantung dengan kenyamanannya masing-masing.

(24)

Siswa dengan gaya belajar sensing lebih suka belajar fakta-fakta dan materi pembelajaran yang konkrit, sedangkan siswa dengan gaya belajar intuitive lebih suka belajar materi pembelajaran abstrak dan cenderung lebih inovatif dan kreatif dibanding siswa yang memliki gaya belajar sensing. Siswa dengan gaya beljar sequential cenderung belajar dengan langkah peningkatan yang kecil dan cenderung mengkuti alur langkah-langkah yang logis dalam menentukan solusi, sedangkan siswa dengan gaya belajar global menggunkan proses berpikir yang holistik dan belajar dengan lompatan yang besar.

Oleh karena itu diperlukan informasi yang lebih mendalam untuk mengetahui kecenderungan tipe gaya belajar menurut Felder-Silverman, dan mengetahui kemampuan menyelesaikan soal HOTS materi geometri kategori soal menganalisis, mengevaluasi dan mencipta pada masing-masing dimensi gaya belajar menurut Felder-Silverman.

Gambar 2. 9 Bagan Kerangka Berpikir

Kemampuan menyelesaikan soal HOTS materi geometri ditinjau dari gaya belajar Felder-Silverman

Jenis gaya belajar menurut Felder-Silverman

Kecenderungan gaya belajar dimensi

persepsi (sensing/intuitive)

Kecenderungan gaya belajar dimensi

pemahaman (sequential/global)

Kemampuan menyelesaikan soal HOTS materi geometri

Soal HOTS

Gambar

Gambar 2. 1 Perubahan Struktural dari Kerangka Pikir Taksonomi  Bloom Asli ke Revisinya
Tabel 2. 3 Indikator Gaya Belajar Felder-Silverman  Dimensi  Gaya
Gambar 2. 9 Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Dari grafik tersebut terlihat bahwa tren perkembangan debt ratio perusahaan sampel selama periode penelitian selalu mengalami gejolak naik turun dengan rata-rata

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disusun pengendalian hama terpadu (PHT) lalat buah pada tanaman cabai dengan komponen pengendalian sebagai berikut, penggunaan tanaman

 Walau pun sedang menjalani pemeriksaan bersama dengan seseorang dari departemen lain, pihak luar atau bahkan presiden sekali pun atau setiap orang yang pada

Kegiatan utama yang dilakukan dalam greenlab ini adalah “beternak, bercocok tanam dan mengelola sampah”. Kegiatan ini dilaksanakan setiap minggunya yaitu pada Rabu

Information Strategy System bertujuan untuk mengkonstruksi arsitektur informasi dan strategi yang mendukung tujuan dan kebutuhan organisasi secara menyeluruh, menyangkut

Dari hasil diskusi dengan pengelola dan penelusuran lapangan, ditemukan bahwa sangat sulit bagi lembaga untuk menggalang dana masyarakat secara besar-besaran karena beberapa factor,

Setelah dijawab oleh warga tersebut, maka Stap Umum mencatat data-data yang dibutuhkan ke dalam buku agenda surat keterangan dan membuat surat tersebut, setelah

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..