• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MAGNETIC RESONANCE SPECTROSCOPY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS MAGNETIC RESONANCE SPECTROSCOPY"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAGNETIC RESONANCE SPECTROSCOPY PADA CITRA BRAIN MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE (Naa), CREATINE (Cr), CHOLINE (Ch) DENGAN PATOLOGI KLINIK TUMOR OTAK DI RSUP H.ADAM MALIK

MEDAN

SKRIPSI

MARYATI MANURUNG 150821045

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

ANALISIS MAGNETIC RESONANCE SPECTROSCOPY PADA CITRA BRAIN MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE (Naa), CREATINE (Cr), CHOLINE (Ch) DENGAN PATOLOGI KLINIK TUMOR

OTAK DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MARYATI MANURUNG 150821045

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

i

PERSETUJUAN

Judul : Analisis Magnetic Resonance Spectroscopy Pada Citra Brain Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch) Dengan Patologi Klinik Tumor Otak Di RSUP H.Adam Malik Medan

Kategori : Skripsi

Nama : Maryati Manurung Nomor Induk Mahasiswa : 150821045

Program studi : Sarjana ( S1) FISIKA MEDIK Departemen : Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Agustus 2017 Komisi Pembimbing

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Josepa ND Simanjuntak, M.Si Dr. Herli Ginting,M.Si

NIP. 197703192006042001 NIP. 195505191986011001

Disetujui Oleh

Departemen Fisika FMIPA USU Ketua,

Dr. PerdinanSinuhaji,MS NIP. 195903101987031002

(4)

PERNYATAAN

ANALISIS MAGNETIC RESONANCE SPECTROSCOPY PADA CITRA BRAIN MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE (Naa), CREATINE

(Cr), CHOLINE (Ch) DENGAN PATOLOGI KLINIK TUMOR OTAK DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2017

Maryati Manurung 150821045

(5)

iii

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maaha Esa atas segala rahmat dan keberkahan yang telah dilimpahkan-Nya kepada penulis sehinggadapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “ANALISIS MAGNETIC RESONANCE SPECTROSCOPY PADA CITRA BRAIN MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE (Naa), CREATINE (Cr), CHOLINE (Ch) DENGAN PATOLOGI KLINIK TUMOR OTAK DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan ujian akhir pada jurusan Fisika Medik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menyadari bahwa tersusunnya skripsi ini mendapat bimbingan danbantuan dari banyak pihak, baik dalam bentuk ide, materi, dorongan semangat serta doa yang tulus. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Perdinan Sinuhaji,MS selaku Ketua Departement Fisika FMIPA USU.

3. Bapak Drs. Herli Ginting M.Si, selaku Dosen Pembimbing satu (1) dan Ibu Josepa ND Simanjuntak,M.Si selaku Dosen Pembimbing dua (2) yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing dan selalu memberisaran dan arahan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

4. Seluruh Bapak / Ibu Dosen Fisika, Staff dan Pegawai FMIPA USU

5. Ibu Nelida Erlince Pasaribu S.Si selaku kepala instalasi radiologi RSU Pusat Haji Adam Malik Medan

6. Orang tua, Ayah tercinta T. Manurung, Ibu tercinta M. Purba, terimakasih atas Semangat, motivasi dan doa yang tidak pernah luput setiap saat kepada penulis. Abang tercinta Juniper Manurung, Adik tercinta Brando Manurung, Edak tercinta Nova Nababan yang selalu memberi saran dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini untuk meraih sarjana di tahun ini.

(6)

7. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Fisika Medik terutama kak Ita Feranita dan kak Pitta Sirait yang telah banyak memberi bantuan dan saran, semoga kita kompak dan semangat terus.

8. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis didalam menyelesaikan skripsi yang namanya Regina Hutajulu, Lian Tambunan, Yusuf Manurung, Afif Yumnaa Tindaon, Eliska Sianturi, Elsa Ulina Pakpahan, Devi Simarmata dan Dessy hutagalung.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pembaca untuk perbaikan dimasa datang.

Medan, Agustus 2017

Maryati Manurung

(7)

ANALISIS MAGNETIC RESONANCE SPECTROSCOPY PADA CITRA BRAIN MENILAI KANDUNGAN N-ACETYL ASPARTATE (Naa), CREATINE (Cr), CHOLINE (Ch) DENGAN PATOLOGI KLINIK TUMOR OTAK DI RSUP H.ADAM MALIK

MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Analisis Magnetic Resonance Spectroscopy Pada Citra Brain Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch) Dengan Patologi Klinik Tumor Otak Di RSUP H.Adam Malik. Dengan tujuan untuk melihat besar kandungan NAcetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch), pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) Otak dan untuk mendeteksi kelainan pada Otak dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Metode pada pasien lima (5) orang yang dilakukan dengan pemeriksaan MRIS brain, hasil laboratorium dan menganalisis grafik spectroscopy juga hasil laboratorium. Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy (MRIS) diperoleh pengamatan bahwa pada kondisi normal otak diperoleh nilai N-Acetyl Aspartate (Naa) 2,0 ppm, Creatine (Cr) 3,02 ppm, Choline (Ch) bernilai 3,22 ppm, sedangkan pada kondisi abnormal otak akibat tumor diperoleh nilai N-Acetyl Aspartate (Naa) 0,83 ppm, Creatine (Cr) bernilai 0,91 ppm dan Choline (Ch) bernilai 4,86 ppm, dengan nilai standart 2,74 ppm. Jika nilai N-Acetyl Aspartate (Naa) lebih rendah dari nilai normal maka menunjukkan adanya pelemahan neuron pada jaringan otak yang disebabkan penyakit yang mempengaruhi integritas syaraf.

Kata Kunci : Kandungan N-Acetyl Aspartate (Naa) , Creatine (Cr), Choline (Ch), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Spectroscopy

(8)

ANALYSIS MAGNETIC RESONANCE SPECTROSCOPY ASSESSING BRAIN ON IMAGE CONTENT N-ACETYL ASPARTATE (Naa), CREATINE (Cr), CHOLINE (Ch) WITH BRAIN TUMOR CLINICAL

PATHOLOGY IN RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

ABSTRACT

Research on Magnetic Resonance Spectroscopy Analysis in Brain Assessing N- Acetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch) In Pathology of Brain Tumor Clinic at RSUP H.Adam Malik. It aims to look at the large NAcetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch), levels of the Brain Magnetic Resonance Imaging (MRI) and to detect brain abnormalities using Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Methods in patients five (5) people performed with MRIS brain examination, laboratory results and analyzing spectroscopy graphs as well as laboratory results.

Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy (MRIS) showed that N-Acetyl Aspartate (Naa) was 2.0 ppm, Creatine (Cr) 3.02 ppm, Choline (Ch) was 3.22 ppm, while on condition abnormal brain due to tumor obtained values of N-Acetyl Aspartate (Naa) 0.83 ppm, Creatine (Cr) is worth 0.91 ppm and Choline (Ch) is worth 4.86 ppm, with a standard value of 2.74 ppm. If the value of N-Acetyl Aspartate (Naa) is lower than the normal value it indicates a weakening of neurons in the brain tissue caused by disease affecting the integrity of the nerve.

Keywords: content of N- Acetyl Aspartate (Naa), creatine (Cr), choline (Ch), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Spectroscopy,

(9)

vii

DAFTAR ISI

Halaman PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

DAFTAR SINGKATAN xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 2

1.3. Tujuan Penelitian 2

1.4. Pembatasan Masalah 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

1.6. Metodologi Penelitian 3

1.7. Sistematika Penulisan 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) 5

2.1.1. Cara Kerja Magnetic Resonance Imaging (MRI) 6 2.1.2. Komponen-komponen Magnetic Resonance Imaging(MRI) 7 2.1.3. Kelebihan Magnetic Resonance Imaging (MRI) 8

2.1.4. Keuntungan Menggunakan (MRI) 8

2.1.5.Radio Frekuensi (RF) 8

2.1.6. Flip Angle (FA) atau Sudut Balik 9

2.2.Magnetic Resonance Spectroscopy (MR Spectroscopy) 10

2.3.Magnetic Resonance Spectroscopy Imaging 11

2.4.Magnetic Resonance Spectroscopy Imaging Pada Pemeriksaan Otak 13

2.4.1. Kekuatan Magnet 16

2.4.2. Teknik Voxel pada MR Spectroscopy 17

2.4.3. Penempatan Voxel 18

2.4.4. Pengumpulan Data 18

2.5. Anatomi Dan Patologi Otak 19

2.6. Tumor Otak 20

BAB 3 METODE PENELITIAN 27

3.1.Tempat Penelitian 27

3.2. Alat Dan Bahan Penelitian 27

3.2.1. Alat 27

(10)

3.2.2. Bahan Penelitian 27

3.3.Diagram Alir 28

3.4. Prosedur Penelitian 28

3.4.1.Persiapan Pasien 28

3.4.2.Positioning Pasien 29

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 30

4.1.Hasil Penelitian 30

4.1.1 Citra Brain Hasil Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy (MRIS) pada pasien A, B, C, D dan E Tumor Otak 33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 39

5.1. Kesimpulan 39

5.2. Saran 39

DAFTAR PUSTAKA 40

LAMPIRAN 41

(11)

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

1. Hasil Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy (MRIS) Metabolisme N- Acetyl Aspartate (Naa) Otak pasien A, B, C, D dan E. 30 2. Hasil Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy Metabolisme Creatine (Cr)

Otak pasien A, B, C, D dan E. 31

3. Hasil Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy Metabolisme Choline (Ch)

Otak pasien A, B, C, D dan E. 32

4. Hasil Laboratorium Metabolisme N-Acetyl Aspartate (Naa) Otak

pasien A, B, C, D dan E. 36

5. Hasil Laboratorium Metabolisme Creatine (Cr) Otak pasien A, B, C, D dan E 37 6. Hasil Laboratorium Metabolisme Choline (Ch) Otak pasien A, B, C, D dan E. 37 7. Hasil Laboratorium Metabolisme Lipids Otak pasien A, B, C, D dan E. 38

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

1. Magnetic Resonance Imaging 5

2. Skema kerja Magnetic Resonance Imaging (MRI) 6

3. Penampang Magnetic Resonance Imaging (MRI) 7

4. Proton MR Spectroscopy Otak Normal 15

5. Anatomi otak 20

6. Diagram Alir Penelitian 28

7. Grafik Nilai Metabolisme Spectroscopy Naa Vs Pasien 31 8. Grafik Nilai Metabolisme Spectroscopy Creatine (Cr) Vs Pasien 32 9. Grafik Nilai Metabolisme Spectroscopy Choline (Ch) Vs Pasien 33 10. T1+C Coronal (a) dan T1+C sagittal (b) pasien A 34 11. T1+C Coronal (a) dan T1+C Sagittal (b) pasien B 34 12. T1+C Coronal (a) dan T1 Sagittal (b) pasien C 35 13. T1 Coronal (a) dan T1 Sagittal (b) pasien D 35 14. T2 Axial (a) T1 Coronal (b) dan T1+C Sagittal Pasien E 36

(13)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman Lampiran

1. Dokumentasi Penelitian 41

2. Data Magnetic Resonance ImagingSpectroscopy (MRIS) otak masing-masing

pasien 46

3. Data Laboratorium Masing-Masing Pasien 47

(14)

DAFTAR SINGKATAN

USG = Ultrasonografi

CT Scan = Computed Tomography MRI = Magnetic Resonance Imaging

SPECT = Single Photon Emission Computed Tomography PET = Positron Emission Tomography

NMR = Nuclear Magnetic Resonance PROBE = Proton Brain Examination RF = Radio Frekuensi

MRIS = Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy NMV = Net Magnetisasi Vektor

STEAM = Stimulated Echo Acquisition Mode PRESS = Point Resolved Spectroscopy

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam ilmu kedokteran ada cabang ilmu radiologi yang sarat dengan aplikasi teknik fisika, elektronika, dan komputer untuk melakukan pencitraan bagian-bagian tubuh manusia yang membantu dokter dalam menegakkan diagnosis suatu penyakit, seperti ultrasonografi (USG), Computed Tomography (CT Scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), atau kamera gamma, dan Positron Emission Tomography (PET).

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah bagian dari teknik tomografi yang pertama kali digunakan oleh Raymond Damadian untuk tujuan diagnose medis yang prinsip kerjanya menggunakan perilaku atom hidrogen yang banyak mendominasi tubuh manusia dalam memetakan organ yang didiagnosa dan secara fisiologis yang berhubungan dengan metabolisme tubuh manusia. Pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan kekuatan medan magnet,dimana semakin tinggi kekuatan teslanya semakin tinggi kemampuan yang akan dihasilkan baik dari sisi pencitraan maupun dari sisi lain khususnya Spectroscopy. (Bushberg, 2002)

Pada awalnya Spectroscopy dilakukan dengan alat yang disebut Nuclear Magnetic Resonance (NMR), yang prinsip kerjanya hampir sama dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI), yaitu menggunakan perilaku atom hidrogen yang ada pada tubuh manusia namun dalam penghitungan hasil spektrum memerlukan penghitungan dengan perangkat komputer yang mempunyai software seperti Proton Brain Examination (PROBE) sehingga mampu melakukan pemeriksaan spektroskopi dengan hasil spektrum dan nilai intensitas masing-masing unsur metabolisme dengan cepat. Magnetic Resonance Imaging (MRI) Spectroscopy, dapat memberikan diagnosis tumor otak dan organ normal.Pada kasus tumor otak diduga terjadi peningkatan terhadap unsur metabolisme cholin dan penurunan unsur rmetabolisme N-acetylaspartate yang bersifat non invasive. (Bushberg, 2002)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dalam mendeteksi keberadaan atau perubahan pada tumor dibanding dengan CT

(16)

Scan untuk menegakkan diagnosa tumor otak dapat juga dilakukan pemeriksaan laboratorium meliputi analisa darah, elektrolit, tes fungsi hati, dan profil koagulasi darah. Dari latar belakang diatas penulis akan membahas tentang “Analisis Magnetic Resonance Spectroscopy Pada Citra Brain Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch) Dengan Patologi Klinik Tumor Otak Di RSUP H.Adam Malik Medan”.

1.2 RumusanMasalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dari penelitian ini :

1. Bagaimana hasil Spectroscopy dari kandungan NAcetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch), pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) Otak.

2. Apakah pendiagnosaan dengan menggunakan Magnetik Resonansi Imaging (MRI) Spectroscopy dapat mendeteksi kelainan pada Otak.

1.3 TujuanPenelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk melihat besar kandungan NAcetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch), pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) Otak.

2. Untuk mendeteksi kelainan pada Otak dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI).

1.4 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi sebagai berikut :

1. Metode pengamatan Spectroscopy hanya pada organ Otak dengan kandungan N-Acetyl Aspartate(Naa), Creatine(Cr), Choline(Ch).

2. Pendiagnosa kelainan menggunakan Magnetik Resonansi Imaging (MRIS) Spectroscopy.

(17)

3

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Mengetahui besar kandungan NAcetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr),

Choline (Ch), pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) Otak bagi penulis dan pembaca.

2. Hasil penelitian ini dapat menambah kepustakaan dan pertimbangan referensi tentang menganalisis Metode Spectroscopy Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch) Dengan Patologi Klinik Tumor Otak.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan. Adapun metodologi yang digunakan dalam menyusun dan menganalisis hasil penelitian ini adalah :

1. Studi literature yang berhubungan dengan pemeriksaan MRI Brain dan hasil laboratorium.

2. Pengambilan Data 3. Analisis hasil

Data yang telah didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging spectroscopy.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman maka peneliti membuat sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam Bab ini berisikan pendahuluan yaitu membahas Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, metodologi penelitian atau teknik pengumpulan dan Sistematika Penulisan.

(18)

BAB II DASAR TEORI

Dalam bab ini dijelaskan tentang teori pendukung pembahasan dasar dan prinsip kerja alat. Teori pendukung itu antara lain tentang Spectroscopy, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Kandungan N-Acetyl Aspartate (Naa) , Creatine (Cr), Choline (Ch).

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini membahas tentang flowchart pemeriksaan MRI Brain dan hasil laboratorium.

BAB IV PENGUJIAN DAN HASIL

Dalam bab ini dibahas data-data hasil analisa Magnetic Resonance Spectroscopy Pada Citra Brain Menilai Kandungan N-Acetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), Choline (Ch).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup yang berupa kesimpulan dari pembahasan analisis yang dilakukan dari penelitian, juga saran yang ditujukan pada pembaca dan peneliti.

(19)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat diagnostik muthakhir untuk memeriksa dan mendeteksi tubuh dengan menggunakan medan magnet yang besar dan gelombang frekuensi radio, tanpa operasi, penggunaan sinar- x, ataupun bahan radioaktif, yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh/organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Merupakan metode rutin yang dipakai dalam diagnosis medis karena hasilnya yang sangat akurat. Dengan beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan lunak, terutama otak, sumsum tulang belakang dan susunan saraf pusat dan memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras, dibandingkan dengan pemeriksaan CT- Scan dan x-ray lainnya sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara detail Adapun gambar Magnetic Resonance Imaging (MRI) dibawah ini. (Bushberg, 2002)

Gambar 1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) (Bushberg, 2002)

(20)

2.1.1 Cara Kerja Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air ( H2O) yang mengandung 2 atom hydrogen yang memiliki no atom ganjil (1) yang pada intinya terdapat satu proton.

Inti hidrogen merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia yaitu 1019 inti/ mm3,memiliki konsentrasi tertinggi dalam jaringan 100 mmol/ Kg dan memiliki gaya magnetic terkuat dari elemen lain. Dalam aspek klinisnya, perbedaan jaringan normal dan bukan normal didasarkan pada deteksi dari kerelatifan kandungan air (proton hydrogen) dari jaringan tersebut.Sehingga melalui Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat diketahui apakah di dalam tubuh pasien terdapat kanker yang notabene merupakan jaringan tidak normal dalam tubuh manusia. (Bushberg, 2002)

Secara ringkas, proses terbentuknya citra Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat digambarkan pada gamabr 2.2 sebagai berikut, bila tubuh pasien diposisikan dalam medan magnet yang kuat, inti-inti hidrogen tubuh akan searah dan berotasi mengelilingi arah/vektor medan magnet. Bila signal frekuensi radio dipancarkan melalui tubuh, beberapa inti hidrogen akan menyerap energi dari frekuensi radio tersebut dan mengubah arah, atau dengan kata lain mengadakan resonansi. Bila signal frekuensi radio dihentikan pancarannya, inti-inti tersebut akan kembali pada posisi semula, melepaskan energi yang telah diserap dan menimbulkan signal yang ditangkap oleh antena dan kemudian diproses komputer dalam bentuk radiograf. (Bushberg, 2002)

Gambar 2. Skema kerja Magnetic Resonance Imaging (MRI) (Bushberg, 2002)

(21)

7

2.1.2 Komponen-komponen Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) berbentuk berupa suatu tabung silinder yang ditengahnya terdapat ruang kosong dimana nantinya sang pasien akan dimasukkan untuk di ambilgambaran jaringan-jaringan yang diperlukan oleh dokter. Lebih lengkapnya, komponen-komponen Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah sebagai berikut:

1. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet. Agar dapat mengoperasikan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan baik, kita perlu mengetahui tentang : tipe magnet, efek medan magnet, magnet shielding;

shimming coil dari pesawat Magnetic Resonance Imaging (MRI) tersebut.

2. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah kumparan koil, yaitu:

a. Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal b. Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal c. Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial

Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik;

3. Sistem frequensi radio berfungsi membangkitkan dan memberikan radio frequensi serta mendeteksi sinyal

4. Sistem komputer berfungsi untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengontrol semua komponen alat Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan menyimpan memori beberapa citra

5. Sistem pencetakan citra, berfungsinya untuk mencetak gambar pada film rongent atau untuk menyimpan citra

Gambar 3. PenampangMagnetic Resonance Imaging (MRI) (Bushberg, 2002)

(22)

2.1.3 Kelebihan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Ada beberapa kelebihan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dibandingkan dengan pemeriksaan CT-Scan yaitu :

1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak seperti otak, sumsum tulang serta muskuloskeletal.

2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.

3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi dan spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT-Scan.

4. Mampu membuat gambaran potongan aksial, koronal, dan sagital tanpa merubah posisi pasien.

5. MRI tidak menggunakan radiasi pengion.

2.1.4 Keuntungan Menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI) 1. Tidak menggunakan sinar pengion.

2. Tidak berbahaya.

3. Tidak menimbulkan rasa sakit.

2.1.5 Radio Frekuensi (RF)

Pada pulsa RF mengubah energi proton sehingga dapat menyebabkan transisi dan pemberian frekuensi radio dengan waktu yang singkat disebut pulsa frekuensi radio yang merupakan gelombang elektromagnetik, pulsa RF yang diberikan sama dengan frekuensi Larmor yang dimiliki proton. Pada keadaan tersebut proton yang sedang berpresisi akan mendapat tambahan energi. Dalam pemberian frekuensi radio proton pada tingkat energi rendah akan tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, peristiwa ini disebut resonansi magnetik. Pulsa RF yang menggerakkan magnetisasi (M) dari posisi setimbang ke bidang transversal disebut pulsa 900. Pulsa RF yang menggerakkan M dengan arah yang berlawanan dengan arah asalnya dinamakan pulsa 1800.Kedua pulsa tersebut merupakan pulsa yang mempunyai persamaan yang sangat besar dan penting dalam metode Magnetic Resonance Imaging (MRI).

(23)

9

melainkan oleh masalah dengan komponen internal dari system seperti kerusakan dari pemancar RF, sambungan listrik yang buruk, atau kegagalan sirkuit terkait dengan kumparan penerima. (Blink, 2004).

2.1.6Flip Angle (FA) atau Sudut Balik

FA adalah sudut yang ditempuh Net Magnetisasi Vektor (NMV) pada waktu relaksasi. Nilai Flip Angle (FA) akan mempengaruhi kekontrasan gambar, dimana besar kecilnya dapat dibagi menjadi :

1. Sudut balik kecil (5° – 30°)

Sudut balik kecil menghasilkan magnetisasi longitudinal besar setelah aplikasi pulsa Radio Frekuensi (RF) sehingga dapat mempersingkat waktu.Sudut kecil juga menyebabkan magnetisasi transversal bernilai kecil sehingga komponen steady state kecil pula. Keadaan seperti ini akan mengurangi pembobotan T2. Hasil gambar lebih didominasi oleh pembobotan jika TR panjang dan TE pendek.Oleh karena itu untuk memperoleh pembobotan T2, TR, dan TE harus panjang.

2. Sudut balik sedang (30° – 60°)

Jika pada pembobotan T1 memerlukan FA yang besar, maka pada pembobotan T2 diperoleh dengan peningkatan steady state.Oleh karena itu faktor TR harus dipertimbangkan.Jika TR pendek (+ 10 mili/detik) maka NMV tidak cukup untuk melakukan peluruhan magnetisasi transversal sebelum pulsa berikutnya.Sehingga sisa magnetisasi transversal berkontribusi terhadap sinyal berikutnya. TR pendek meningkatkan pembobotan T2, sedangkan TE yang pendek akan mengurangi pembobotan T2.

3. Sudut balik besar

Sudut balik besar (75°– 90°, menurut Hashemi dan 70°-110°, menurut Westbrook) akan menghasilkan perbedaan T1 karakteristik dua jaringan dengan baik. Untuk memperoleh pembobotan T1 maka perbedaan T1 jaringan harus maksimal dan perbedaan T2 nya harus minimal.Pemulihan penuh (full recovery) harus dihindari.Hal ini bisa dilakukan dengan mengatur parameter FA besar, TR dan TE pendek. (Blink, 2004).

(24)

2.2 Magnetic Resonance Spectroscopy (MR Spectroscopy)

Banyak inti dapat digunakan untuk mendapatkan MR spektrum, termasuk fosfor (31 P), fluor (19 F), karbon (13 C) dan natrium (Na 23). Yang banyak digunakan untuk MRS klinis adalah proton (H-MRS). Otak idealnya dicitrakan dengan H-MRS karena kekurangannya Gerak (ini mencegah MRS tidak digunakan di perut dan toraks tanpa pengurangan gerakan yang sangat canggih Teknik). Inti hidrogen melimpah di jaringan manusia. H-MRS hanya membutuhkan kumparan frekuensi radio (RF) standar Dan paket perangkat lunak khusus. Untuk MRS non- proton, kumparan RF disetel ke frekuensi Larmor dari nukleus lain, yang sesuai Preamplifier, hibrida dan penguat daya pita lebar dibutuhkan. Ada berbagai kekuatan medan yang digunakan secara klinis untuk MRI konvensional, berkisar antara 0,2 sampai 3T. Karena tujuan utama dari MRS adalah untuk mendeteksi sinyal lemah dari metabolit, medan kekuatan yang lebih tinggi diperlukan (1.5T atau lebih). Unit kekuatan lapangan yang lebih tinggi Memiliki keuntungan dari rasio signal-to-noise yang lebih tinggi (SNR), resolusi yang lebih baik dan waktu akuisisi yang lebih pendek Teknik yang berguna pada pasien sakit dan orang lain yang tidak dapat bertahan dalam waktu lama. H-MRS didasarkan pada sifat pergeseran kimia atom.

Saat jaringan terkena medan magnet eksternal, itu inti akan beresonansi pada frekuensi (f) yang diberikan oleh persamaan Larmor: f = γ B 0. (Debora Bertholdo, 2004).

Karena rasio gyromagnetic (γ) adalah konstan setiap spesies nuklir, frekuensi berputar dari inti tertentu (f) tergantung pada medan eksternal magnetik (B 0) dan lingkungan mikro lokal. Interaksi kerang listrik dari nuklei ini dengan Molekul sekitarnya menyebabkan perubahan pada medan magnet lokal yang menyebabkan perubahan pada frekuensi putaran atom (a Fenomena yang disebut pergeseran kimia).

Nilai perbedaan frekuensi resonansi ini memberikan informasi tentang kelompok molekul membawa 1H dan dinyatakan dalam bagian per juta (ppm). Posisi pergeseran kimia dari nukleus sangat ideal Dinyatakan dalam ppm karena tidak bergantung pada kekuatan medan (choline, misalnya, akan diposisikan pada 3,22 ppm pada 1,5T Atau 7T). Spektrum MR diwakili oleh sumbu x yang sesuai dengan frekuensi metabolit dalam ppm menurut Pergeseran kimia dan sumbu y yang sesuai dengan amplitudo puncak. (Debora Bertholdo, 2004)

(25)

11

MR spectroscopy sebenarnya sudah digunakan jauh sebelum pengguna Magnetic Resonance Imaging (MRI). MR spectroscopy itu sendiri adalah salah satu dari berbagai instrumentasi spectroscopy, dimana aplikasinya digunakan pada kimia organik untuk menilai komposisi struktur molekul dari suatu senyawa atau untuk mendeteksi keberadaan senyawa tertentu pada sampel yang diperiksa.

Konsep dasar spectroscopy itu sendiri sebenarnya sederhana. Enegi dari gelombang eletromagnetik dengan panjang gelombang tertentu (λ), frekuensi (υ), dan c adalah kecepatan suara [dimana υ = c / λ], dapat berinteraksi dengan sampel tertentu dari materi. Interaksi ini menyebabkan sampel bisa menyerap atau melepaskan energi.Energi tersebut kemudian diukur intensitasnya dan distribusinya, disebut spektrum, sehingga bisa didapatkan informasi tentang fisiologis dan struktur kimiawi dari sampel yang diambil.

MR spectroscopy berdasar pada fenomena dari nukleus (inti) dari beberapa atom memiliki momen magnetik aktif dan atom-atom ini berinteraksi dengan medan magnet. Nukleus dengan jumlah proton dan neutronnya ganjil misalnya hydrogen (1H) (hanya 1 proton), phosphorus (31P) (15 proton , 16 neutron) dan carbon (13C) mempunyai momen magnetik dan secara umum digunakan studi MR spectroscopy.

2.3 Magnetic Resonance Spectroscopy Imaging

Magnetic Resonance Spectroscopy Imagingadalah teknik non invasif yang digunakan untuk mengukur konsentrasi-konsentrasi dari beberapa komponen biokimia dalam jaringan tubuh. Teknik yang digunakan menggunakan prinsip fisika yang sama dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Teori fisikaMagnetic Resonance Imaging (MRI) danMagnetic Resonance Spectroscopy (MRS) lebih dalam bisa dipelajari lebih dalam pada beberapa literatur dan tidak dibahas detail disini. Namun yang berkaitan dengan spectroscopy, secara sederhana dijelaskan sebagai berikut:

a. Ketika molekul nukleus-nukleus magnetis aktif ditempatkan pada medan magnet eksternal (Bo [Tesla]), sebagian besar mereka akan menyelaraskan arah sepanjang medan magnet tersebut sambil berosilasi / putaran melingkar pada axisnya. (precession)

(26)

b. Frekuensi gerakan memutar tersebut (disebut frekuensi Lamour (ωo) [hertz/Megahertz]) besarnya tergantung pada besarnya magnetik lokal dan struktur molekulnya , atau rasio gyromagnetic (γ [hertz/T]

Persamaannya dirumuskan sebagai berikut : (ωo) = γ . Bo

c. Ketika energi elektromagnetik (dalam bentuk denyut frekuensi radio atau RF pulse) dipancarkan ke arah molekul dengan frekuensi sama dengan frekuensi Lamournya, maka molekul-molekul tersebut menyerap energi dan merubah keselarasan arahnya terhadap medan magnet extrenal. Ketika energi dari radiofrekuensi ini dihentikan, mereka akan kembali menyelaraskan arah ke external magnet sambil melepaskan energi. Energi yang dilepaskan ini besarnya frekuensi konstan tetapi intensitasnya semakin berkurang sepanjang waktu, disebut Free Induction Decay, perubahan intensitas inlah ditangkap sebagai dipakai sebagai dasar signal Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Karena jumlah proton (misal 1H) berbeda-beda dalam suatu jaringan, maka terdapat variasi frekuensi FID dari bagian anatomi yang diakusisi dalam bentuk irisan dari objek tubuh manusia, dimana lokasi spasialnya bisa diperoleh dengan menerapkan gradien koil pada medan magnet. Kemudian signal-signal ini dikonversikan menjadi gambar anatomi dengan perbedaan densitas (hitam–putih) sesuai dengan kekuatan signal emisinya dan letak lokasi spasial irisannya.

Perbedaannya, Magnetic Resonance Imaging (MRI) mendeteksi emisi signal frekuensi berdasarkan data posisi spasial dari nukleus sedangkan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) medeteksi perbedaan resonansi frekuensi atau pergeseran kimia (chemical shifts) dari ikatan kimia (chemical bounding) dari bagian gambar anatomi yang diseleksi. Informasi signal frekuensi Free Induction Decay (FID), yang terekam sebagai fungsi ”time domain”, dideteksi oleh Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) dan dikonversikan menggunakan metode transformasi Fourier menjadi ”frequency domain” dalam bentuk grafik pada sumbu vertikal berupa spektrum kurva dengan nilai-nilai puncak yang konsisten dan pada sumbu horisontal berupa distribusi dari variasi resonansi frekuensi dari pergeseran kimia (chemical shift) metabolisme yang dideteksi.Secara teknis pelaksanaanya, Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) dapat dikerjakan setelah Magnetic Resonance Imaging (MRI). Maksudnya setelah gambar Magnetic Resonance

(27)

13

Imaging (MRI) dibuat, maka bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan MR spectrosocopy pada area tertentu pada gambar anatomi otak, disebut voxel.Jadi dalam pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala, Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan gambaran anatomis dari otak, sedangkan Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) memberikan informasi metabolisme dari area tertentu pada gambar anatomi kepala yang telah dibuat dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI) tadi. (Debora Bertholdo, 2004)

2.4 Magnetic Resonance Spectroscopy Imaging Pada Pemeriksaan Otak

MRSI telah banyak digunakan secara intensif untuk pemeriksaan otak dan kelainan patologisnya sejak awal tahun 1980. Saat itu, MR spectroscopy untuk pemerikasaan otak menggunakann nucleus phosphorus (31P). Namun teknik ini mempunyai kekurangan dari segi rendahnya sensivitas dan konsentrasi pada jaringan otak serta resolusi spasial yang tidak adekuat pada pemeriksaan fokal lesi berukuran sedang atau kecil, sehingga digantikan oleh hydrogen (1H). Teknik resonansi proton (1H) adalah paling banyak digunakan pada pemeriksaan otak karena kandungan hidrogen terbanyak dalam tubuh manusia dan emisi nukleusnya memancarkan frekuensi paling intens ketika berinteraksi dengan medan magnet eksternal serta pemeriksaannya dapat dikerjakan dengan coil yang sama dengan yang digunakan untuk imaging. (Debora Bertholdo, 2004)

Proton MRspectroscopy pada jaringan otak menunjukkan spectral dari beberapa metabolit dimana konsentrasi minimumnya antara 0.5 dan 1.0 mMol.

Dalam satu spektrum, metabolit-metabolit tersebut beresonansi pada frekuensi yang berbeda sehingga posisi tiap metabolit yang di plot sepanjang grafik axis horisontal berbeda satu dengan lainnya, dan merujuk pada pergeseran kimia (chemical shift), mempunyai skala unit dalam part per millon (ppm). (Debora Bertholdo, 2004)

Konsentrasi metabolit normal pada jaringan otak bervariasi sesuai umur pasien.Variasinya lebih terlihat pada 3 tahun pertama semenjak lahir, namun terkadang bisa juga sampai 16 tahun. Perbedaan signifikan ialah kenaikan rasio NAA/Cr dan turunnya rasio Cho/Cra sesuai pertambahan usia. (Debora Bertholdo, 2004)

(28)

Beberapa metabolit utama pada jaringan otak yang dideteksi Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) adalah:

a. N-acetyl aspartate (Naa): sebagai marker neuoral yang terdapat pada tubuh neuron dan axon. Penurunan nilai puncak dari spektrum ini mengindikasikan hilangnya neural (neural loss) , misalnya pada kasus glioma, ischemia, mesial temporal sclerosis, dan penyaki generatif. Naa terlihat di spektrum pada resonansi frekuensi 2.02 part per million (ppm).

b. Creatine (Cr): marker energi aerobic dari metabolisme jaringan otak. Nilai puncak pada spektrum relatif konstan sehingga dipakai sebgai pembanding internal untuk nilai metabolit lainnya. Penurunan nilai puncaknya pada spektrum umumnya terjadi pada metastasis tumor otak. Cr nampak di spektrum pada resonansi 3.02 ppm dan kadang ada puncak tambahan di 3.49 ppm.

c. Cholin (Cho): berhubungan dengan sintesa membran. Kenaikan puncak pada Cho menunjukkan peningkatan sintesa membran dan proliferasi sel dan terjadi pada kasus neoplasma pada jaringan otak. Cho beresonansi di spektrum pada 3.2 ppm.

d. Lactate: neuro modulator, umumnya tidak tampak pada jaringan otak normal.

Lactateakan terlihat pada keadaan patologis yang berhubungan hasil akhir dari metabolisme anaerobic. Dapat dijumpai pada cyst otak. Pada keadaan hypoxic/ischemic di jaringan otak, akan terlihat spektral terbalik dengan puncak ganda pada grafik. (Echo time=136 ms) pada frekuensi 1.33 ppm.

e. Lipids: metabolit ini tidak akan tampak pada jaringan normal. Keadaan patologis, dimana terjadi nekrosis, seperti neoplasm dan proses inflamasi / infeksi, puncak akan terlihat karena terjadi degradasi membran sel pada 0.9 dan 1.33 ppm.

f. Myoinositol: marker fungsi glial dan berperan penting sebagai agen regulator dari volume sel. Nampak relatif tinggi pada lesi low grade glioma dan relatif rendah pada lesi high grade tumor seperti anaplastic astrocytoma dan glioblastoma multiforme. (Debora Bertholdo, 2004)

(29)

15

Pola normal spektral dari metabolit jaringan otak ditunjukkan pada gambar 2.4

Gambar 4. Proton MR Spectroscopy Otak Normal (Irina, 2008)

Konsentrasi tiap metabolit lebih direpresentasikan oleh area dibawah puncak kurva ketimbang tinggi (peak) dari puncak tersebut. Konsentrasi metabolit-metabolit itu jauh lebih kecil dibandingkan air dan lemak. Oleh sebab itu , MR spectroscopy pemeriksaan otak menggunakan teknik Chemical shift selective (CHESS) (seperti yang dipakai pada teknik saturasi lemak,tetapi bedanya radiofrekuesi yang ditekan berpusat pada air bukan lemak , untuk menekan signal dari air atau cairan otak, sehingga frekuensi-frekuensi metabolit tersebut dapat terlihat dengan lebih prominen.

Perbedaan pola dari spektral antara jaringan otak normal dan abnormal adalah dasar aplikasi klinis dari MR spectroscopy. Sedangkan Magnetic Resonance Imaging (MRI), perbedaan morfologi antara struktur anatomi otak normal dan abnomal menjadi dasarnya. Permasalahnya, ada beberapa kelainan patologis tanpa perubahan morfologi (misalnya: ischemia). Disamping itu, perubahan struktur anatomi tersebut masih perlu dibedakan jenisnya, dan terkadang sulit karena memilik karakteristik morfologi yang hampir sama, misalnya: tumor low grade glioma atau cerebral infark. (Irina Mader, 2008)

Intinya, proses terjadinya penyakit pada jaringan otak, kelainan metabolik sering kali terjadi lebih dahulu sebelum perubahan morfologinya. MR spectroscopy tidak berperan menggantikan Magnetic Resonance Imaging (MRI) imaging, namun sebagai tambahan informasi metabolik non invasif sehingga evaluasi diagnosa menjadi lebih komperhensif. (Irina Mader, 2008)

(30)

Dalam aplikasi klinis, pola spektral otak normal menjadi referensi pembanding untuk menentukan jenis kelainan pada otak yang abnormal. Dari penelitian secara klinis, beberapa kelainan pada otak ternyata memiliki karakteristik pola spektrum yang khas atau ibaratnya seperti ”tanda tangan”. (misalnya dengan penurunan atau kenaikan rasio metabolit tertentu). Hal ini bisa membantu pada dokter untuk mendiagnosa penyakit lebih baik lagi. (Irina Mader, 2008)

Aplikasi klinis yang umum digunakan pada pemeriksaan MR spectroscopy otak adalah pada kasus tumor, infeksi , inflamasi, epilepsi, dan sebagainya.

2.4.1 Kekuatan Magnet

Secara teori, MR spectroscopy bisa dilakukan pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) berapa pun teslanya. Namun secara klinis, hanyaMagnetic Resonance Imaging (MRI) 1.5 Tesla dipakai sebagai standar karena resolusi spasial yang baik dan waktu imaging yang cepat, tanpa harus membeli alat baru dan biaya operasional tambahan. Bahkan telah banyak digunakan klinis menggunakanMagnetic Resonance Imaging(MRI) 3T, sementara MRI 7T telah dipakai sebatas riset.

Pulse Sequence

Ada 2 metode pulse sequence dasar yang digunakan untuk pengambilan sampel volume pada pemeriksaan MR spectroscopy yaitu Stimulated Echo Acquisition Mode (STEAM) dan Point Resolved Spectroscopy (PRESS).

Steam

Menggunakan radio frekuensi pulse 90°-90°-90° untuk medapatkan stimulasi echo. Teknik ini dapat digunakan dengan waktu echo yang pendek (TE=20-40 ms) untuk menampilkan metabolit dengan waktu relaksasi T2 yang pendek (misal: Lipid (lip), Glutamine dan glutameate (Gx), Myo-inisitol (mI), presisi voxel yang tinggi.

Namun tidak lengkap, sehinggal perbandingan antara signal dan noise (signal to noise ratio) lebih rendah.

(31)

17

Press

Menggunakan radio frekuensi pulse 90°-180°-180° untuk medapatkan stimulasi echo. Dapat digunakan dengan waktu echo yang pendek dan panjang.

Perbandingan signal to noise rasio dua kali lebih baik dan waktu akusisi yang lebih efisien dari STEAM. Baik digunakan untuk evaluasi lesi pada otak untuk melihat konsentrasi metabolit T2 yang panjang (misalnya NAA, Choline, creatine, dan lactate).Time Echo bisa dipakai: Intermediate =135-144 ms, 270, Long=270-288 ms.

2.4.2 Teknik Voxel pada MR Spectroscopy

Dalam melakukan sampling area anatomi otak Proton MR spectroscopy, kita bisa menggunakan teknik single voxel (SV) atau multivoxel (MV).

Teknik single voxel : paling umum dikerjakan dan tersedia hampir pada semua peralatanMagnetic Resonance Imaging(MRI). Teknik single voxel ini biasanya berukuran 2x2x2 cm =8 cm3, pemindainya berbentuk bujur sangkar. Untuk evaluasi lesi yang lebih kecil, ukuran volumenya bisa diturunkan.

Waktu pemeriksaan relatif cepat (kira-kira 3 sampai 5 menit). Kelemahan teknik ini ialah sangat terbatasnya area anatomi otak yang diperiksa sehingga hanya satu bagian area kecil saja yang dievaluasi dalam satu kali pemeriksaan, sehingga akurasi hasil pengambilan sampel sangat bergantung pada penempatan voxel yang tepat.

Teknik mutivoxel (MV): dikenal dengan Chemical Shift Imaging (CSI), menggunakan beberapa area kubikal (voxel) sehingga menjangkau area anatomi jaringan otak yang lebih luas. Keuntungannya, area-area tersebut tersebut dapat diperiksa secara simultan, sehingga jaringan otak abnormal dan normal, komposisi jaringan berbeda dan heterogen disekitar lesi dapat dievaluasi bersamaan. Disamping itu, konsentrasi dan distribusi metabolit dan perbandinganya dapat dipetakan dengan warna (colour mapping) berupa gambar anatomi dengan distibusi perbedaan gradasi warna sesuai dengan konsentrasi metabolit di area tersebut. Selain itu, teknik ini bisa meminimalkan kesalahan tempat pengambilan sampel karena efek volume parsial.

Kelemahannya terletak pada waktu akusisi yang lebih panjang dan agak sulit memperoleh area yang luas tersebut magnetis-homogen.

(32)

2.4.3 Penempatan Voxel

Untuk menghasilkan kualitas spektral yang tinggi, penempatan voxel harus menghindari area magnetisasi yang tidak homogen. Area tersebut adalah : darah, produk darah, udara, cairan spinal (Cerebro Spinal Fluid), kalsifikasi dan tulang.Untuk evaluasi lesi otak, setiap pengambilan sampel area spectroscopy sebaiknya juga diambil area normal yang terletak pada sisi lainnya (kontralateral), dan penggunaan teknik dan protokol yang selalu sama dan konsisten (PRESS atau STEAM, TE, TR, dan parameter lainnya yang sama).

2.4.4 Pengumpulan Data

MR Spectroscopy dapat dipakai baik sebelum maupun sesudah pemberian kontras media dan penelitian, bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara pemeriksaan MR spectroscopy yang dilakukan sebelum dan sesudah pemberian kontras media MRI. Pemberian kontras media memberikan gambaran informasi lebih lanjut tentang bentuk, besar dan letak lesi yang sebenarnya, membedakan dengan jaringan sekitarnya (oedema atau infiltrasi tumor), bahkan lesi lain yang tidak tampak sebelumnya pada T1W, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Buat minimal 1 – irisan gambar untuk area penempatan voxel. (Bisa dari MRI gambar sebelumnya atau sequence T2W fast atau T1W).

b. Letakkan voxel (single atau multi voxel) ditempat area otak yang diingikan untuk diperiksa. Pada post contrast, untuk single voxel bisa dipasang di central dan sekitar area yang ada penyangatan kontras.

c. Optimasi scanning (atur voxel volume dan area)

d. Lakukan shim (supaya area magnetik tersebut homogen), misalnya pada single voxel , ukuran 20 mm3, Line witdh water frequency < 7 Hz.

Kualitas spektra yang baik sangat ditentukan oleh:

a. Langkah penyeragaman daerah lokasi voxel yang ditentukan (Shimming).

b. Penekanan signal dari cairan otak, gunakan Chemical Shift Selective Saturation) supaya signal metabolit – metabolit bisa diobservasi.

c. Penekanan signal lemak untuk mencegah kontaminasi spektrum oleh frekuesi lemak.

(33)

19

Jika hasil spektral kurang baik dapat dilakukan :

a. Menaikkan jumlah akuisisi (NEX) dengan konsekuensi bertambahnya waktu pemeriksaan.

b. Pindahkan kubus voxel ke tempat lain.

c. Naikkan ukuran voxel untuk meningkatkan perbandingan rasio signal to noise Untuk menilai spektrumnya adalah :

Spektrum yang bernilai diagnostik, ditampilkan dengan sumbu horisontal yang mendatar dan saling berdekatannya puncak-puncak dari amplitudo signal-signal metabolit tetapi masih dapat dibedakan. Selain perbandingan intensitas signal, perhitungan rasio antar konsentrasi metabolit (dihitung dari luas area dibawah kurva frekuensi metabolit) digunakan untuk evaluasi karakteristik patologis dari jaringan otak. (Irina Mader, 2008)

Pada perangkat lunak MR Spectrocopy, signal molekul yang di deteksi diproses (dengan teknik kompensasi Eddy Current, Offset Correction, Zero Filling, dan Apodization) kemudian dikonversi lewat transformasi Fourier dan dilakukan pengaturan koreksi fase dan base linenya, sehingga menghasilkan grafik spektrumnya yang siap dianalisa.

2.5 Anatomi Dan Patologi Otak

Otak mengendalikan semua fungsi tubuh.Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental bisa ikut terganggu. Seandainya jantung atau paru-paru berhenti bekerja selama beberapa menit, masih bisa bertahan hidup. Namun jika otak berhenti bekerja selama satu detik saja, maka tubuh mati.Itulah mengapa otak disebut sebagai organ yang paling penting.Selain paling penting, otak juga merupakan organ yang paling rumit. Membahas tentang anatomi dan fungsi otak secara detail bisa memakan waktu berhari-hari.

(34)

Gambar 5. Anatomi otak

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:

1. Cerebrum (Otak Besar) 2. Cerebellum (Otak Kecil) 3. Brainstem (Batang Otak)

4. Limbic System (Sistem Limbik)

2.6 Tumor Otak

Tumor terbentuk akibat pertumbuhan sel yang abnormal.Hal ini dapat terjadi pada otak yang dalam istilah medis disebut dengan penyakit tumor otak.Namun, penyakit ini tak selalu berbahaya.Sebab, sel tumor ada yang jinak dan ganas. Sel tumor tidak selalu muncul pada otak secara langsung (tumor otak primer), tapi mungkin merupakan hasil penyebaran dari bagian tubuh lain yang kemudian menyerang bagian otak (tumor otak sekunder atau metastasis). Meski pun sel tumor ada yang tergolong jinak dan tidak membahayakan tubuh, namun hal itu tetap harus mendapatkan pengobatan secara cepat dan tepat.Sebab, bila tidak tumor otak dapat semakin memburuk dan menyebabkan komplikasi.Jenis komplikasi yang ditimbulkan pun bervariasi, tergantung pada bagian otak mana yang terpengaruh.

Berikut jenis komplikasi yang mungkin dapat Anda alami:

a. Tubuh melemah

Pada penyakit ini, otak menjadi organ sasarannya. Bila Anda mengalami hal ini, organ otak Anda akan mengalami kerusakan dan semakin lama akan

(35)

21

semakin parah. Jika tumor menyerang bagian otak yang berfungsi mengontrol kekuatan tubuh, tentunya tubuh Anda akan menjadi lemah, mungkin seperti orang lumpuh atau orang yang mengalami penyakit stroke.

b. Gangguan penglihatan

Tumor otak dapat merusak saraf yang terhubung ke mata atau ke bagian dai otak yang berfungsi memproses informasi visual (visual korteks). Bila hal ini terjadi, penglihatan Anda akan terganggu, misalnya penglihatan menjadi ganda dan lahan penglihatan menjadi berkurang.

c. Sakit kepala

d. Tumbuhnya sel tumor pada organ otak dapat menyebabkan meningkatnya tekanan dalam otak itu sendiri. Hal ini akan menimbulkan rasa sakit pada kepala. Namun, rasa sakit ini juga dapat timbul akibat cairan yang ada dalam otak (hidrosefalus). Sakit kepala memang menjadi penyakit yang biasa Anda alami. Namun, bila rasa sakit itu tidak kunjung sembuh dan disertai dengan mual dan muntah, mungkin ada tumor pada otak Anda.

e. Perubahan kepribadian

Kepribadian seseorang juga dapat berubah akibat adanya sel tumor pada organ otak.Perilaku seseorang pun dapat ikut berubah.

f. Gangguan pendengaran

Tumor otak yang mempengaruhi saraf pendengaran, terutama neuromas akustik, dapat menyebabkan gangguan pada pendengaran.

g. Kejang

Tumor otak menyebabkan otak mengalami iritasi.Hal inilah yang kemudian menyebabkan Anda mengalami kejang-kejang.Jenis komplikasi tersebut sekaligus menjadi gejala dari penyakit ini.

Gejala

Tanda-tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini sangatlah bervariasi, tergantung pada ukuran, lokasi, dan tingkat pertumbuhan dari sel tumor.

Namun, bila Anda mengidap penyakit tumor otak, umumnya Anda akan mengalami tanda-tanda seperti berikut ini:

a. Sering mengalami sakit kepala dan semakin lama semakin parah

(36)

b. Pola sakit kepala sering mengalami perubahan

c. Mual dan muntah tanpa sebab

d. Masalah penglihatan, seperti penglihatan kabur, ganda, atau bahkan hilang

e. Masalah pada pendengaran

f. Bagian tubuh tertentu mengalami mati rasa dan tidak dapat digerakkan

g. Sulit mengatur keseimbangan

h. Sulit berbicara

i. Kepribadian dan perilaku mengalami perubahan

j. Kejang

Penyebab

Tumor otak dibagi menjadi dua jenis, yaitu tumor otak primer dan tumor otak sekunder.Hal yang membedakan keduanya adalah awal pertumbuhan dari sel otak.Faktor penyebab dari kedua jenis penyakit tersebut juga berbeda.

Berikut penjelasannya:

1. Tumor otak primer

Pada jenis ini, sel tumor mulai tumbuh pada organ otak atau dalam jaringan yang dekat dengan organ otak, seperti dalam membran otak (meninges), saraf kranial, kelenjar pituitary, atau kelenjar pineal.Tumor otak primer dapat terjadi akibat sel-sel normal mengalami kesalahan mutasi dalam DNA mereka.Mutasi inilah yang menyebabkan sel terus bertumbuh dan membelah.

Mereka akan terus hidup ketika sel-sel sehat akan mati. Akibatnya, terbentuklah massa sel abnormal yang kemudian membentuk tumor. Jenis tumor otak primer sangatlah beragam, misalnya meningioma, pineoblastoma, dan masih banyak lagi.Namun, bila dibandingkan dengan tumor otak sekunder, tumor otak primer lebih jarang terjadi.

2. Tumor otak sekunder

Jenis tumor ini merupakan hasil dari adanya sel kanker yang tumbuh di tempat lain dalam tubuh Anda yang kemudian menyebar atau bermetastasis ke organ otak. Bila dibandingkan dengan tumor otak primer, jenis tumor otak ini lebih sering dialami oleh manusia, khususnya pada orang yang memiliki riwayat penyakit kanker.Setiap jenis penyakit kanker dapat menyebar ke

(37)

23

organ otak, namun selama ini mayoritas adalah pengidap penyakit kanker pada payudara, usus besar, ginjal, paru-paru, dan melanoma.

Namun, belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan sel-sel tumbuh dengan abnormal. Selain itu, ada beberapa faktor yang turut menjadi penyebab penyakit tumor otak sekaligus meningkatkan risiko dari penyakit ini. Faktor-faktor tersebut, antara lain:

3. Riwayat keluarga

Bila keluarga Anda ada yang mengidap penyakit tumor otak, hal itu dapat menurun kepada Anda secara genetik.Selain itu, hal ini juga dapat meningkatkan risiko tumor otak.

4. Ras

Umumnya, tumor otak lebih sering dialami oleh orang dengan ras kulit putih.

5. Usia

Seiring dengan bertambahnya usia, risiko dari penyakit tumor otak ikut meningkat. Namun, anak-anak juga sudah bisa terserang oleh penyakit ini, khusunya dengan jenis medulloblastomas.

6. Paparan radiasi

Orang-orang yang telah dan sering terkena paparan radiasi pengion, radiasi yang menggunakan ion, akan lebih berisiko mengalami tumor otak. Jenis radiasi ini biasanya digunakan pada pengobatan sel kanker.Radiasi dari perangkat elektronik, seperti ponsel, microwave, dan lain sebagainya, yang sering dikaitkan oleh penyakit ini, belum terbukti dapat menjadi faktor penyebabnya.

7. Paparan bahan kimia

Orang yang bekerja di industri tertentu, yang mungkin sering terkena bahan kimia, akan memiliki peningkatan risiko tumor otak.

Pengobatan

Pertama-tama, dokter akan melakukan sejumlah tes dan prosedur untuk memastikan apakah Anda positif mengidap penyakit tumor otak atau tidak. Berikut beberapa jenis tes dan prosedur yang biasanya dilakukan oleh dokter:

1. Pemeriksaan neurologis

(38)

Pada jenis pemeriksaan ini, dokter akan memeriksa penglihatan, pendengaran, keseimbangan, koordinasi, dan refleks pada tubuh Anda.

2. Tes pencitraan

Beberapa jenis tes pencitraan yang ada pada dunia kedokteran adalah magnetic resonance imaging (MRI), computerized tomography (CT), dan tomografi emisi positron (PET).Namun, MRI lah yang paling sering digunakan untuk membantu mendiagnosis tumor otak. Biasanya, sebelum melakukan tes MRI, dokter akan menyuntikkan pewarna melalui pembuluh darah yang ada pada lengan Anda. Hal ini dapat mempermudah dokter untuk melihat apakah ada sel tumor dalam tubuh Anda.Selain itu, dokter mungkin dapat melakukan CT scan pada bagian dada Anda guna melihat apakah tumor tersebut timbul akibat penyebaran dari sel kanker dari bagian tubuh lainnya.

Setelah melakukan pemeriksaan dan menunjukkan Anda positif menderita tumor otak, dokter biasanya akan merujuk Anda untuk melakukan pengobatan. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat guna mencegah penyakit ini bertambah parah dan menyebar ke bagian lain dalam tubuh.Pilihan pengobatan juga tergantung pada jenis, ukuran dan lokasi tumor, serta kesehatan Anda secara keseluruhan dan preferensi Anda.Dokter Anda dapat menyesuaikan pengobatan agar sesuai dengan situasi tertentu.

Berikut jenis pengobatan yang biasanya akan direkomendasikan dokter untuk mengobati tumor pada otak Anda:

3. Biopsi

Dokter akan mengumpulkan dan melakukan pengujian pada sampel jaringan abnormal. Biopsi biasanya dilakukan dengan menggunakan jarum agar dapat mencapai daerah yang sensitif dalam otak Anda yang mungkin akan rusak bila Anda melakukan operasi. Jarum tersebut akan dimasukkan ke dalam lubang kecil atau yang biasa disebut dengan lubang duri, kemudian akan masuk ke dalam tengkorak kepala Anda. Jaringan akan dihapus menggunakan jarum dan dipandu oleh CT atau MRI scan. Sampel biopsi kemudian akan dilihat di bawah mikroskop untuk menentukkan apakah sel kanker itu jinak atau ganas. Informasi tersebut sangat membantu untuk menentukan pengobatan.

(39)

25

4. Terapi radiasi

Pada jenis terapi ini digunakan sinar berenergi tinggi, seperti sinar-X atau proton, untuk membunuh sel tumor.Terapi radiasi dapat dilakukan dengan menggunakan mesin radiasi eksternal yang berada di luar tubuh atau dengan menempatkan radiasi dalam tubuh Anda yang berdekatan dengan sel tumor, meskipun hal ini jarang dilakukan. Kebanyakan dari pengidapnya akan dirujuk untuk melakukan terapi radiasi eksternal di mana pancaran radiasi dapat terfokus pada area otak Anda yang ditempeli oleh sel tumor. Namun, bila sel kanker telah menyebar, terapi radiasi ini akan diterapkan di seluruh bagian dari organ otak. Terapi radiasi akan menimbulkan efek samping, tergantung pada jenis dan dosis radiasi yang Anda terima. Biasanya, setelah melakukan jenis pengobatan ini, Anda akan mengalami kelelahan, sakit kepala, dan kulit kepala mengalami iritasi.

5. Radiosurgery

Pada jenis pengobatan ini, dokter akan menggunakan beberapa buah balok radiasi guna membunuh sel-sel tumor, di daerah yang sangat kecil sekalipun.

Pancaran radiasi tidak terlalu kuat, namun pada titik di mana terdapat balok radiasi, pancaran radiasi akan lebih kuat dan dosisnya lebih besar. Efek samping yang dimunculkan antara lain kelelahan, sakit kepala, dan menimbulkan rasa mual.

6. Kemoterapi

Kemoterapi menggunakan obat untuk membunuh sel tumor.Obat kemoterapi ada dua jenis yaitu obat dalam bentuk pil atau obat yang disuntikkan ke dalam vena (intravena).Namun, yang paling sering digunakan untuk mengobati tumor otak adalah obat pil, yaitu temozolomide (Temodar). Jenis lain dari kemoterapi dapat digunakan selama operasi. Ketika dokter menghilangkan tumor pada otak, dokter akan menempatkan satu atau lebih cakram di bagian yang terkena sel tumor. Cakram ini perlahan-lahan akan melepaskan obat kemoterapi dan dapat berfungsi selama beberapa hari. Jenis pengobatan ini juga dapat menimbulkan efek samping, seperti mual, muntah, dan rambut rontok.

(40)

7. Terapi obat yang ditargetkan

Jenis pengobatan ini dapat menyebabkan sel kanker mati. Dokter akan menerapkan obat dengan cara menyuntikkannya ke dalam pembuluh darah (intravena) guna menghentikan pembentukkan pembuluh darah baru, memotong suplai darah ke tumor, sekaligus membunuh sel-sel tumor.

8. Operasi

Jika sel tumor berada pada tempat yang mudah diakses dan memungkinkannya untuk disembuhkan dengan operasi, dokter mungkin akan merekomendasikan Anda untuk melakukan operasi. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan sebanyak mungkin sel tumor pada otak Anda. Bila sel tumor masih berukuran kecil, sel tumor tersebut lebih mudah untuk dipisahkan dari jaringan otak yang berada di sekitarnya. Namun, ada juga sel tumor yang tidak dapat dipisahkan dari jaringan di sekitarnya, yang mungkin disebabkan oleh letak sel tumor yang berdekatan dengan daerah sensitif di otak Anda.

Hal ini membuat operasi berisiko dan dapat mengancam nyawa. Namun, bila Anda melakukan pembedahan untuk mengobati penyakit tumor otak, Anda dimungkinkan mengalami infeksi dan pendarahan. Selain itu, operasi juga dapat menimbulkan risiko lain tergantung pada letak sel tumor. Misalnya, operasi pada tumor dekat saraf yang terhubung ke mata Anda mungkin membawa risiko kehilangan penglihatan.

(41)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian

Rencana Penelitian dilakukan di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN.

3.2. Alat Dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

1. MRI 1,5 Tesla Merek Philips 2. Meja pasien

3. Monitor

4. Penutup telinga (ear plug) 5. Bantal

6. Selimut

7. Tombol emergency pasien sebagai media komunikasi dengan petugas apabila pasien merasa tidak nyaman selama pemeriksaan berjalan.

3.2.2 Bahan Penelitian 1. 5 orang pasien

(42)

3.3. Diagram Alir

Adapun diagram alur pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Persiapan Pasien

Persiapan pasien yang harus dilalukan adalah sebagai berikut :

1. Screening pasien yaitu pengisian check list oleh pasien, untuk memastikan boleh tidaknya menjalani pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI), antara lain apakah menggunakan alat pacu jantung, implant operasi, atau logam lainnya yang tidak diperbolehkan dibawa ke dalam ruang pemeriksaan.

(43)

29

2. Memberikan penjelasan tentang jalannya pemeriksaan yang akan dilakukan, serta instruksikan pada pasien untuk tidak bergerak selama proses pemeriksaan.

3. Melepas semua benda yang bersifat logam

3.4.2 Positioning Pasien

Pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pengaturan positioning pasien perlu dilakukan untuk memperoleh pencitraan yang tepat dengan prosedur sebagai berikut :

a. Pasien tidur terlentang (supine) ditas meja pemeriksaan dengan head first.

b. Berikan ear plug pada pasien.

c. Posisikan meja pada tempat pemeriksaan ( isocenter magnet ), dengan menekan tombol ”position” pada pesawat.

d. Menetukan coil surface yang sesuai dengan pemeriksaan lumbal (spine coil).

e. Memposisikan pasien dan obyek yang diperiksa (cerebellum) tepat pada pertengahan coil, serta pada pertengahan light indicator pesawat.

f. Pastikan pasien merasa nyaman dengan posisinya.

g. Pintu ruangan ditutup agar tidak ada interfensi signal dari luar.

h. Hasil dari pencitraan yang dilakukan oleh pesawat Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan akan ditampilkan dalam monitor dalam bentuk film work station area, kemudian dapat ditampilkan dalam bentuk film frame setelah dilakukan pencetakan dengan dry view film melalui perangkat.

(44)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Adapun hasil penelitian yang dilakukan degan pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy (MRIS) Otak pada lima (5) pasien yaitu pasien A,B dan C, D dan E dengan memperoleh hasil nilai N-Acetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr), dan Choline (Ch) normal dengan nilai standart 2,74 dan abnormal dengan nilai range 2,20. Pada Magnetic Resonance Imaging (MRI) dilakukan sampling terhadap organ tumor dan non tumor dengan cara meletakkan reagent of interest (ROI) pada organ yang akan disampling, kemudian dengan program Functool pada pesawat Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat langsung diketahui nilai dan spektrum yang terjadi. Hasil spektrum yang terjadi dicatat berapa nilai intensitas yang terjadi pada Choline (Ch), N-Acetyl Aspartate (Naa), Creatine (Cr). Nilai intensitas senyawa Choline (Ch) pada otak abnormal mempunyai intensitas yang lebih tinggi dibandingkan otak normal, yang menyebabkan nilai intensitas Choline (Ch) lebih tinggi karena dipengaruhi keaadaan umum pasien.

Sedangkan nilai intensitas senyawa N-Acetyl Aspartate (Naa) untuk otak abnormal, Secara kuantitatif mempunyai intensitasnya jauh lebih rendah dibandingkan otak normal, ini dapat dijabarkan dan ditampilkan pada table dan gafik berikut :

Tabel 1. Hasil Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy (MRIS) Metabolisme N- Acetyl Aspartate (Naa) Otak pasien A, B, C, D dan E.

Pasien Satuan Nilai Normal Nilai Abnormal

A ppm 2.02 0.68

B ppm 2.02 2.58

C ppm 2.02 0.63

D ppm 2.02 0.22

E ppm 2.02 0.07

(45)

31

Tabel 1 diatas menunjukkan nilai N-Acetyl Aspartate (Naa) setiap pasien untuk hasil normal dan abnormal, diperoleh nilai abnormal rata-rata 0,83. Diantara ke lima (5) pasien nilai metabolisme Naa yang paling tinggi adalah pasien B. N-Acetyl Aspartate (Naa) sebagai marker neuoral yang terdapat pada tubuh neuron dan axon.

Penurunan nilai puncak dari spektrum ini mengidikasikan hilangnya neural (neural loss).

Tabel 1 diatas ditunjukkan grafik hasil Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy (MRIS) Metabolisme N-Acetyl Aspartate (Naa) Otak pasien A, B, C, D dan E.

Gambar 7. Grafik Nilai Metabolisme Spectroscopy Naa Vs Pasien

Tabel 2. Hasil Magnetic Resonance Imaging Spectroscopy (MRIS) Metabolisme Creatine (Cr) Otak pasien A, B, C, D dan E.

Pasien Satuan Nilai Normal Nilai Abnormal

A Ppm 3.02 1.47

B Ppm 3.02 1.79

C Ppm 3.02 0.67

D ppm 3.02 0.41

E ppm 3.02 0.22

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

Pasien A

Pasien B

Pasien C Pasien D

Pasien E

2.02 2.02 2.02 2.02 2.02

0.68

2.58

0.63

0.22 Nilai Hasil Metabolisme Spectroscopy 0.07

Nilai Normal Nilai Abnormal

Gambar

Gambar 1. Magnetic Resonance Imaging (MRI) (Bushberg, 2002)
Gambar 2. Skema kerja Magnetic Resonance Imaging (MRI) (Bushberg, 2002)
Gambar 3. PenampangMagnetic Resonance Imaging (MRI) (Bushberg, 2002)
Gambar 4. Proton MR Spectroscopy Otak Normal (Irina, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang muncul dalam penelitian ini adalah “Bagaimana mengembangkanMobile learning dengan model TAPPS Pada Materi Barisan dan Deret di SMA NASIMA Semarang yang

DIRJEN BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN BULAN SEPTEMBER 2019.. HARI/TANGGAL PUKUL ACARA TEMPAT

Lubang bor hasil pemboran berarah pada trayek 8.5 inch untuk casing 7 inch memiliki kolom yang panjang dan menembus formasi dengan litologi yang didominasi oleh batuan

Pembuatan lembaran LTO didapat dengan menggabungkan serbuk LTO dengan PTFE dan serbuk AB dengan perbandingan 85:10:5 wt% dengan variasi suhu pemanasan 40 ° C, 50 ° C dan 70 ° C

Begitu sampai di seberang sungai, Kancil berkata pada buaya, “Hai buaya bodoh, sebetulnya tidak ada daging segar yang akan aku bagikan.. Tidakkah kau lihat bahwa aku tidak

SKRINING SENYAWA BIOAKTIF DAUN PEREPAT (Sonneratia alba J.E. Smith) SEBAGAI ANTIOKSIDAN ASAL PESISIR KUALA BUBON ACEH BARAT Mohamad Gazali 1 *, Nurjanah 2 , Nabila Ukhty 3 ,

Pertempuran hari ketiga berlangsung pada hari Jum'at, tanggal 3 Januari 1947.Saat itu, Kolonel Mollinger memerintahkan angkatan perangnya (Darat, Laut, dan Udara) untuk menghancurkan

DKI Jakarta, yaitu memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang lambat dan. fluktuatif, yang diindikasikan oleh belum optimalnya penyaluran kredit