TEKNIK PENCELUPAN
TESIS
OLEH
ELISA PUTRI 0127006010/KIM
PROGRAM STUDI MAGISTERILMU KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK LEMBARAN NANOKOMPOSIT BERBASIS LATEKS PEKAT KARET ALAM (Hevea brasiliensis)
YANG DIPERKUATOLEH NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPASAWIT
(Elaeis guineensis Jack)DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Magister Ilmu Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Oleh
ELISA PUTRI 127006010/KIM
PROGRAM STUDI MAGISTERILMU KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
Judul Tesis : PENINGKATAN SIFAT MEKANIK LEMBARAN NANOKOMPOSIT BERBASIS LATEKS PEKAT KARET ALAM (Hevea brasiliensis) YANG DIPERKUAT OLEH NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jack) DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
Nama Mahasiswa : Elisa Putri Nomor Pokok : 127006010 Program Studi : Ilmu Kimia
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Saharman Gea, Ph. D.)
Ketua Anggota
(Dr. Darwin Yunus Nasution, M.S.)
Katua Program Studi Dekan
(Prof. Basuki Wirjosentono, M.S.,Ph.D.) (Dr. Sutarman, M.Sc.)
Tanggal Lulus: 4 Februari 2015
Telah diuji pada
Tanggal : 4 Februari 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Saharman Gea, Ph. D.
Anggota : 1. Dr. Darwin Yunus Nasution, M.S.
2. Prof. Dr. Jamaran Kaban, M.Sc.
3. Jamahir Gultom, Ph. D.
4. Eddyanto, Ph. D.
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2015
Penulis,
(Elisa Putri)
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Segala Puji bagi Allah SWT yang dari belas kasih-NYA tak ada orang yang kehilangan harapan, yang dari ampunan-NYA tak ada orang yang kecewa, yang dari cinta kasih-NYA tak ada mahkluk yang terzalimi, yang dari nikmat dan anugrah- NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Bingkisan shalawat dan salam senantiasa penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW Sang Pahlawan Revolusi berkat penggorbanannya kita dapat merasakan ilmu pengetahuan.
Ucapan terimakasih dan curahan cinta kepada Ibunda Sri Miati Mahiddin&Ayahanda Syahruddin Abdullah yang tak pernah henti memberikan dukungan serta cucuran doa dan kerja keras untuk mendidik penulis dengan penuh kasih sayang. Kakanda tercinta Rita Sari Syah,M.Pd, Zulfadli Syah,S. KM, Fauziah Syah, & Jefri Soni Silitonga, M. Pd yangsenantiasa tak pernah bosan memberikan doa & semangat kepada penulis.
Terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat Bapak Saharman Gea, Ph. D selaku pembimbing 1, dan Bapak Dr. Darwin Yunus Nasution, MS selaku pembimbing 2, yang telah membimbing dan memberikan pengarahan kepada penulis hingga tesis ini selesai.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
Ketua Program Studi S2 Ilmu Kimia, Prof. Basuki Wirjesentono, MS, Ph. D dan Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kimia Dr. Hamonangan Nainggolan, M.
Sc.Tim penguji Prof. Dr. Jamaran Kaban, M. Sc, Bapak Eddyanto, Ph. D, Bapak Jamahir Gultom, Ph. D yang telah memberikan saran untuk menyempurnakan tesis ini.Seluruh dosen Program Studi S2 Ilmu Kimia FMIPA USU yang telah memberikan disiplin ilmu selama penulis menjalani studi.
Direktur utama dan staff pabrik Industri Karet Nusantara (IKN) Medan, yang telah memberikan izin dan memberikan fasilitas kepada penulis untuk melakukan penelitian di pabrik IKN.
Sahabat penulis Hartika Sam Grace Siagian, S. Pd, dan Reisya Ichwani, S. Si yang telah memberikan arti persahabatan yang tak kan terlupakan dan terimakasih untuk dukungan & kerjasamanya selama penulis menjalani studi dan penelitian, terimakasih kepada Rafika Hadiati, S. Si, Emi Amalia, S. Si, Siska Yuliani, dan Yesti Yuliana atas kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian, serta seluruh asisten Laboratorium Ilmu Kimia Dasar FMIPA USU, dan terkhusus untuk adinda tercinta Hadijah Siregar, STP yang selalu setia menemani dan memberikan motivasi kepada penulis.Seluruh teman-teman Jane Elnovreni, S. Pd, Rizki A. Amaturrahim, S. Si, Pada Mulia Raja, S. Pd, Cornelius Manik, S. Pd, Roby Pahala Gultom, S. Si, dan abanganda Ali Akbari, S. Si, yang telah bersama-sama menjalani studi, serta seluruh rekan-rekan mahasiswa magister ilmu kimia.Sahabat-sahabat di Daanish Organizer (Sari C. Kemben, S. Si, Siti Simatupang, S. Si, Yuan Anisa, S. Si, dan Chairul Iman) yang selalu memberikan masukan dan doa kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan baik dalam literatur maupun pengetahuan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2015 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Elisa Putri
Tempat / Tanggal Lahir : Alue Ie Mirah, 5 Agustus 1990
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Dr. Mansyur Gang Sipirok No. 10.
Medan
Telepon / Hp : 085262582067
Nama Ayah : Syahruddin Abdullah
Nama Ibu : Sri Miati Mahiddin
Pendidikan
SD Negeri 1 Alue Ie Mirah : 1996 – 2002 MTsS Ulumul Quran Langsa : 2003 – 2005 MAS Ulumul Quran Langsa : 2006 – 2008 Sarjana (S1) FMIPA USU Medan : 2008 – 2012
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK LEMBARAN NANOKOMPOSIT BERBASIS LATEKS PEKAT KARET ALAM (Hevea brasiliensis)
YANG DIPERKUATOLEH NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPASAWIT
(Elaeis guineensis Jack)DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pembuatan lembaran nanokomposit berbasis lateks pekat karet alam dengan menggunakan nanokristal selulosa (NKS) yang diisolasi dari tandan kosong sawit (TKS) sebagai penguat. Proses pembuatan lembaran nanokomposit melalui tiga tahap, yaitu proses isolasi α-selulosa dari TKS, dan dilanjutkan dengan proses isolasi NKS dari α-selulosa dengan menggunakan H2SO4
48,84%, kemudian pembuatan kompon lateks dengan memvariasikan bahan pengisi NKS 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 g. Pembuatan lembaran nanokomposit dilakukan dengan metode pencelupan, dan vulkanisasi pada suhu 120oC selama 30 menit. Lembaran nanokomposit yang dihasilkan dikarakterisasi sifat-sifat mekanik dengan uji tarik, stabilitas panas dengan TGA, analisa morfologi permukaan dengan SEM, dan identifikasi gugus fungsi dengan FTIR. Analisa gugus fungsi dengan FTIR tidak menunjukkan adanya interaksi kimia antara molekul karet dan NKS karena tidak ditemukan adanya perubahan struktur. Berdasarkan hasil uji tarik lembaran nanokomposit yang optimum yaitu pada penambahan 2 g NKS. Nilai uji tarik, regangan, dan modulus Young’s masing-masing 5,249 MPa, 0,165 Mpa, dan 853 %.
Morfologi permukaan menunjukkan penyebaran bahan NKS pada permukaan matriks karet.
Kata Kunci :Lateks pekat, lembaran nanokomposit, NKS, sifat mekanik
THE ENHANCEMENT OF THE MECHANICAL PROPERTIES
OFCONCENTRATEDLATEX -BASED NATURAL RUBBER (Heveabrasileinsis) NANOCOMPOSITES SHEETS REINFORCEDBY NANOCRYSTALLINECELLULOSE
FROM PALMOIL EMPTYFRUIT BUNCHES (ElaeisguineensisJack)WITH
DIPPING METHODE Abstract
Research about manufacturing of concentrated latex-based natural rubbernanocomposites sheetsusing nanocrystalline cellulose (NCC) isolated from a Palm Oil Empty BunchesPalm (POEBP) as areinforcing agenthas been done. The production of the nanocomposite sheetswereprepared through three stages: isolation of α-cellulose from POEBP, continued with isolation of NCC from α-cellulose using H2SO4 48,84%, and the manufacture of nanocomposite sheetwith various concentration of NCCof0, 1, 2, 3, 4, and 5 g. Latex compound made by the dipping method where a steel plate was dipped in concentrated latex and vulcanized at 120°C for 30 minutes. The nanocomposite sheets were characterized the mechanical properties through tensile-test, thermal stability by TGA, surface morphology by SEM, and identification of functional groups by FTIR. The optimum value of the tensile-test results of nanocomposite sheets was obtained at the addition of 1,2 phr of NCC. The values of tensile-test, elongation at break, and Young's modulus respectively 5,249 MPa; 0,165 Mpa; and 853%. Surface morphology shows the spread of NCC are on the surface of the rubber matrix. Analysis of functional groups with FTIR did not show any chemical interaction between the molecules of rubber and NCC, and there is not changein structure.
Keywords : Concentrated latex, nanocomposite sheet, NCC, mechanical properties
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
RIWAYAT HIDUP iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG xiii
BAB 1PENDAHULUAN 1
1.1 LatarBelakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 PembatasanMasalah 3
1.4 TujuanPenelitian 4
1.5 ManfaatPenelitian 4
1.6 MetodologiPenelitian 4
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian 5
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 LateksAlam 6
2.1.1 Tanaman karet alam 7
2.1.2 Sifat karet 7
2.1.3 Lateks Pekat 8
2.1.4 Komoposisi lateks 9
2.1.5 Kualitas lateks 10
2.1.6 Faktor yang mempengaruhi kualitas lateks 11
2.2 Pembuatan Kompon Karet 13
2.2.1 Bahan vulkanisasi 13
2.2.2 Bahan pemercepat 14
2.2.3 Bahan aktivasi 15
2.2.4 Bahan antioksidan dan antiozon 15
2.2.5 Bahan pengisi 16
2.3 KelapaSawit 16
2.3.1 Tanaman kelapa sawit 16
2.3.2 Tandan kosong sawit 17
2.3.3 Komposisi tandan kelapa sawit 18
2.4 Selulosa 19
2.4.1 Pengertian selulosa 19
2.4.2 Sifat-sifat selulosa 21
2.5 NanokristalSelulosa 24
2.6 Nanokomposit 25
2.7 Teknik Pencelupan 25
2.8 Transmission Electron Microscopy 27
2.9 Scanning Electron Microscopy 28
2.10 Spectroscopi Fourier Transform Infrared 28
2.11 Uji Mekanik 29
2.11.1 Kekuatan tarik dan regangan 29
2.12 Thermogravimetri Analysis 31
BAB 3 METODE PENELITIAN 33
3.1 Alat-alat 33
3.2 Bahan 33
3.3 Prosedur Penelitian 34
3.3.1 Pembuatan larutan 34
3.3.2 Isolasi nanokristal selulosa 36
3.3.3 Pembuatan lembaran nanokomposit 38 3.3.4 Karakterisasi lembaran nanokomposit 41
3.4 Bagan Penelitian 42
3.4.1 Preparasi sampel tandan kosong sawit 42 3.4.2 Isolasi α-selulosa dari tandan kosong sawit 43 3.4.3 Isolasi nanokristal selulosa dari α-selulosa 44
3.4.4 Pembuatan lembaran nanokomposit 45
3.4.5 Karakterisasi lembaran nanokomposit 46
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 47
4.1 Hasil Penelitian 47
4.1.1 Hasil isolasi α-selulosa dari TKS 47 4.1.2 Hasil isolasi nanokristal selulosa dari α-selulosa 47 4.1.3 Hasil pembuatan lembaran nanokomposit 48 4.1.4 Hasil analisa gugus fungsi dengan FTIR 49 4.1.5 Hasil analisa ukuran dan morfologi dengan TEM 51
4.1.6 Hasil pengujian swelling indeks 52
4.1.7 Hasil pengujian TSC setelah maturasi 53 4.1.8 Hasil analisa sifat mekanik lembaran nanokomposit 53
4.1.9 Hasil analisis termogravimetri 54
4.2 Pembahasan 55
4.2.1 Isolasi α-selulosa dari tandan kosong sawit 55
4.2.2 Isolasi NKS dari α-selulosa 57
4.2.3 Analisa ukuran dan morfologi dengan TEM 58 4.2.4 Analisa swelling indeks dan TSC 58 4.2.5 Analisa proses reaksi vulkanisasi karet 59 4.2.6 Analisa sifat mekanik lembaran nanokomposit 60 4.2.7 Analisa gugus fungsi dengan FTIR 62
4.2.8 Analisa termogravimetri analisis 63
4.2.9 Analisa morfologi dengan SEM 64
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 67
5.1 Kesimpulan 67
5.2 Saran 67
DAFTAR PUSTAKA 68
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1. Komposisi Lateks 9
Tabel 2.2. Fraksi-fraksi Lateks Segar 10
Tabel 2.3. Sistem Vulkanisas 14
Tabel 2.4. Komposisi dan Sifat Kimia TKS 18
Tabel 2.5. Sifat Fisik dan Morfologi TKS 18
Tabel 3.1. Formulasi Kompon dengan Variasi NKS 39 Tabel 4.1. Daerah Absorpsi FTIR dari Gugus Fungsi α-Selulosa, NKS,
dan Lembaran Nanokomposit
50 Tabel 4.2. Nilai Swelling Indeks Lembaran Nanokomposit
Pravulkanisasi dan Setelah Maturasi
52 Tabel 4.3. Nilai TSC (%) Lembaran Nanokomposit 53 Tabel 4.4. Nilai Kekuatan Tarik, Modulus Young’s, dan Regangan dari
Lembaran Nanokomposit
54
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 2.1. Struktur Kimia Karet Alam Cis-1,4-Poliisoprene 7 Gambar 2.2. Protein Dipolar Berdasarkan Perbedaan pH 13
Gambar 2.3. Struktur Kimia Selulosa 19
Gambar 2.4. Ikatan Ester dan Eter Antara Lignin dan Hemiselulosa 21 Gambar 2.5. Jembatan Hidrogen Intramolekuler dan di Antara
Rantai-rantai Polimer di dalam Selulosa
22 Gambar 2.6. Kurva Tegangan-Regangan Bahan Polimer 30 Gambar 4.1. (a) Serat TKS yang telah dihaluskan (b) α-Selulosa 47
Gambar 4.2. Nanokristal Selulosa 48
Gambar 4.3. Lembaran Nanokomposit 48
Gambar 4.4. (a) Spektrum FTIR dari α-Selulosa dan NKS, (b) Spektrum FTIR Lembaran Komposit Tanpa Bahan Pengisi NKS dan Lembaran Nanokomposit dengan Penambahan Bahan Pengisi NKS
49
Gambar 4.5. Morfologi NKS Menggunakan TEM 51
Gambar 4.6. Kurva Temperatur (oC) vs Berat (%) dari Lembaran Komposit Tanpa Bahan Pengisi NKS dan Lembaran Nanokomposit dengan Penambahan 2 g NKS
55
Gambar 4.7. Reaksi Lignin dengan Gugus Hidroksil dari NaOH 56 Gambar 4.8. Reaksi Esterifikasi Gugus Hidroksil oleh Ion Sulfat
pada Selulosa
57
Gambar 4.9. Grafik Nilai Swelling Indeks 59
Gambar 4.10. (a) Morfologi SEM Lembaran Komposit Lateks Tanpa Bahan Pengisi NKS dengan Pembesaran 100x (b) Pembesaran 500x
65
Gambar 4.11. (a) Morfologi SEM Lembaran Nanomposit dengan Bahan Pengisi NKS sebesar 2 g Pembesaran 100x (b)
Pembesaran 500x 66
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
Lampiran 1. Analisa Ukuran Partikel NKS Menggunakan TEM 77 Lampiran 2. Hasil Analisa Sifat Mekanik Lembaran Nanokomposit 78 Lampiran 3. Morfologi Lembaran Nanokomposit dengan Penambahan
2 g NKS dengan SEM
80 Lampiran 4. Morfologi Lembaran Komposit Tanpa Bahan Pengisi
dengan SEM
81
Lampiran 5. Spektrum FTIR dari α-Selulosa 82
Lampiran 6. Spektrum FTIR dari NKS 83
Lampiran 7. Spektrum FTIR dari Lembaran Komposit Tanpa Bahan Pengisi NKS
84 Lampiran 8. Spektrum FTIR dari Lembaran Nanokomposit dengan
Bahan Pengisi NKS
85 Lampiran 9. Grafik TGA Lembaran Komposit Tanpa Bahan Pengisi
NKS
86 Lampiran 10. Grafik TGA Lembaran Nanokomposit dengan Bahan
Pengisi NKS sebesar 2 g
87 Lampiran 11. Foto Proses Pembuatan α-Selulosa sampai Pembuatan
Lembaran Nanokomposit
88
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
Singkatan Nama
ASTM American Standard for Testing and Material
EPB Empity Palm Bunch
FTIR Spektroskopi Fourier Transform Infrared
HA Hight Ammonia
NCC Nanocrystals Celluloce NKS Nanokristal Selulosa phr Part per Hundred Rubber SEM Scanning Electron Microscopy TEM Transmission Electron Microscopy TGA Thermogravimetric Analysis
TKS Tandan Kosong Sawit
TSC Total Solid Content ZDBC Zink Dithiocarbamat
ZnO Zink Oksida
Lambang Nama
A0 Luas Penampang awal (mm)
E Modulus Young’s (MPa)
Fmaks Beban Maksimum (Kgf)
Ε Kemuluran (%)
Σ Kekuatan Tarik (MPa)
𝑙𝑙𝑜𝑜 Panjang mula-mula (mm)
𝑙𝑙𝑖𝑖 Panjang setelah diberi beban (mm)
PENINGKATAN SIFAT MEKANIK LEMBARAN NANOKOMPOSIT BERBASIS LATEKS PEKAT KARET ALAM (Hevea brasiliensis)
YANG DIPERKUATOLEH NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPASAWIT
(Elaeis guineensis Jack)DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pembuatan lembaran nanokomposit berbasis lateks pekat karet alam dengan menggunakan nanokristal selulosa (NKS) yang diisolasi dari tandan kosong sawit (TKS) sebagai penguat. Proses pembuatan lembaran nanokomposit melalui tiga tahap, yaitu proses isolasi α-selulosa dari TKS, dan dilanjutkan dengan proses isolasi NKS dari α-selulosa dengan menggunakan H2SO4
48,84%, kemudian pembuatan kompon lateks dengan memvariasikan bahan pengisi NKS 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 g. Pembuatan lembaran nanokomposit dilakukan dengan metode pencelupan, dan vulkanisasi pada suhu 120oC selama 30 menit. Lembaran nanokomposit yang dihasilkan dikarakterisasi sifat-sifat mekanik dengan uji tarik, stabilitas panas dengan TGA, analisa morfologi permukaan dengan SEM, dan identifikasi gugus fungsi dengan FTIR. Analisa gugus fungsi dengan FTIR tidak menunjukkan adanya interaksi kimia antara molekul karet dan NKS karena tidak ditemukan adanya perubahan struktur. Berdasarkan hasil uji tarik lembaran nanokomposit yang optimum yaitu pada penambahan 2 g NKS. Nilai uji tarik, regangan, dan modulus Young’s masing-masing 5,249 MPa, 0,165 Mpa, dan 853 %.
Morfologi permukaan menunjukkan penyebaran bahan NKS pada permukaan matriks karet.
Kata Kunci :Lateks pekat, lembaran nanokomposit, NKS, sifat mekanik
THE ENHANCEMENT OF THE MECHANICAL PROPERTIES
OFCONCENTRATEDLATEX -BASED NATURAL RUBBER (Heveabrasileinsis) NANOCOMPOSITES SHEETS REINFORCEDBY NANOCRYSTALLINECELLULOSE
FROM PALMOIL EMPTYFRUIT BUNCHES (ElaeisguineensisJack)WITH
DIPPING METHODE Abstract
Research about manufacturing of concentrated latex-based natural rubbernanocomposites sheetsusing nanocrystalline cellulose (NCC) isolated from a Palm Oil Empty BunchesPalm (POEBP) as areinforcing agenthas been done. The production of the nanocomposite sheetswereprepared through three stages: isolation of α-cellulose from POEBP, continued with isolation of NCC from α-cellulose using H2SO4 48,84%, and the manufacture of nanocomposite sheetwith various concentration of NCCof0, 1, 2, 3, 4, and 5 g. Latex compound made by the dipping method where a steel plate was dipped in concentrated latex and vulcanized at 120°C for 30 minutes. The nanocomposite sheets were characterized the mechanical properties through tensile-test, thermal stability by TGA, surface morphology by SEM, and identification of functional groups by FTIR. The optimum value of the tensile-test results of nanocomposite sheets was obtained at the addition of 1,2 phr of NCC. The values of tensile-test, elongation at break, and Young's modulus respectively 5,249 MPa; 0,165 Mpa; and 853%. Surface morphology shows the spread of NCC are on the surface of the rubber matrix. Analysis of functional groups with FTIR did not show any chemical interaction between the molecules of rubber and NCC, and there is not changein structure.
Keywords : Concentrated latex, nanocomposite sheet, NCC, mechanical properties
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karet merupakan bahan baku yang menghasilkan lebih dari 50.000 jenis barang,dari produksi karet alam 46% digunakan untuk pembuatan ban dan selebihnya untuk karet busa, sepatu dan barang jenis lainnya (Setyamidjaja, 1995).Industri–industri lateks karet alam selalu menggunakan teknik pencelupan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga baik dibidang medis dan kehidupan sehari-hari(Riyadhi, 2009).Pada dasarnya lateks karet alam tidak memiliki tensile, modulus, dan perpanjangan putus yang merupakan sifat mekanik yang penting pada produk olahan karet.Oleh karena itu perlu ditambahkan bahan pengisi ke dalam campuran kompon untuk menghasilkan produk olahan karet. Bahan pengisi ini memegang peranan penting dalam industri produk olahan lateks yaitu untuk meningkatkan sifat-sifat mekanik (Eqwaikhide, 2008).
Di Sumatera Utara perkebunan kelapa sawit cukup berkembang.Hal ini terbukti dengan terus bertambahnya areal perkebunan dan produksi kelapa sawit mulai dari tahun 2008-2012. Pada tahun 2008 total luas areal perkebunan sebesar 1.019.206 Ha dan pada tahun 2012 total areal perkebunan meningkat menjadi 1.076.081 Ha(www.sumutprov.go.id, 2013).Laju perkembangan industri kelapa sawit yang semakin pesat membutuhkan perhatian yang besar terutama dampaknya terhadap kelestarian lingkungan sekitarnya (Widhiastuti, 2001), karena limbah sawit, terutama tandan kosong sawit (TKS) akan menjadi masalah serius jika tidak ditangani dengan baik, agar kebersihan dan keapikan lingkungan dapat terjaga (Roosita, 2007).
Menurut Fauzi (2012) TKS belum dimanfaatkan sesuai dengan kandungan kimia di dalamnya.Sejauh ini TKS lebih banyak dimanfaatkan secara komersial untuk kompos dan briket.Komponen terbesar dalam limbah padat TKS adalah selulosa 43%, hemiselulosa 24%, lignin 21%.Ketiga komponen tersebut dapat dikonversikan menjadi berbagai bahan kimia, material, dan produk bernilai (Herawan,2013). Salah
satu produk yang diperoleh dari TKS adalah nanokristal selulosa (NKS).Produk ini merupakan nanopartikel kristalin yang terbuat dari selulosa sehingga sangat relevan untuk dikembangkan terutama dalam bidang biomaterial.NKS dapat dimanfaatkan sebagai perangkat biomedis, implant, dan tekstil mengingat sifatnya yang biokompetibel dan tidak beracun (Benavides, 2011).
Selulosa banyak digunakan sebagai bahan penguat pada berbagai komposit polimer (Peng dkk, 2011).Baru-baru ini material komposit dengan penguat berukuran nanometer yang disebut dengan nanokomposit sangat menarik perhatian.Penggabungan elemen berukuran nanometer ke dalam matriks polimer biasanya menghasilkan sifat-sifat yang lebih baik (Ranby, 1952) seperti modulus Young’s, kekuatan regang yang tinggi, dan koefisien muai termalnya rendah (Samir dkk, 2005). Brasdkk (2010) dalam penelitiannya melaporkan bahwa NKS dari ampas tebu yang dicampurkan dengan karet alam, dapat meningkatkan regangan, kekuatan tarik, dan modulus Young’s masing-masing 0,65 %, 4,7 MPa, dan 6,3 MPa.
Umumnya penambahan pengisi ke dalam lateks alam ditujukan untuk menguatkan vulkanisat suatu karet, sehingga kekakuan, kekuatan tarik dan sifat-sifat mekanik lainnya seperti ketahanan terhadap pengikisan dan pengoyakan menjadi meningkat.Setiap jenis pengisi memberikan sifat-sifat tertentu pada produk olahan karet karena permukaan kimianya yang spesifik.Bahan pengisi dapat berupa bahan mineral maupun nonmineral.Pengisi NKS yang diisolasi dari limbah TKS diharapkan dapat meningkatkan sifat-sifat yang baik dari produk lateks alam.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui peningkatan sifat mekanik lembaran nanokomposit berbasis lateks pekat karet alam yang diperkuat oleh nanokristal selulosa dari TKS.Menginggat wilayah Sumatera Utara sendiri merupakan sektor perkebunan karet alam dan kelapa sawit yang cukup besar.
1.2 Permasalahan
Penggunaan bahan pengisi ke dalam formulasi lateks dapat meningkatkan sifat mekanik produk olahan lateks. Bahan pengisi tidak aktif seperti kaolin banyak digunakan oleh industri lateks hanya untuk menekan biaya produksi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti melakukan alternatif penggunaan NKS yang diisolasi dari TKS sebagai bahan pengisi yang dapat meningkatkan sifat mekanik lembaran nanokomposit berbasis lateks pekat karet alam. Peningkatan sifat mekanik nanokomposit dipengaruhi oleh perbandingan antara bahan pengisi dan matriks polimer.
Maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana pengaruh perbandingan jumlah bahan pengisi NKS dan matriks lateks pekat karet alam untuk menghasilkan lembaran nanokomposit dengan sifat mekanik yang optimum.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini pembatasan masalah adalah sebagai berikut:
1. Limbah TKS yang digunakan diperoleh dari Pabrik Kelapa Sawit PTPN 2 (dua) Kebun Sawit Seberang, Kabupaten Langkat.
2. Isolasi NKS dari α-selulosa dilakukan dengan cara hidrolisis asam dengan menggunakan asam sulfat 48,84%.
3. Pencetakan lembaran nanokomposit dengan menggunakan teknik pencelupan.
4. Sifat mekanik yang diamati yaitu, kekuatan tarik, modulusYoung’s, dan regangan, TGA, analisa morfologi permukaan, dan FTIR
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini untuk meneliti pengaruh penambahan NKS hasil isolasi dari TKS sebagai bahan pengisi yang dapat meningkatkan sifat mekanik lembaran nanokomposit berbasis lateks pekat karet alam dengan teknik pencelupan.
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui pengaruh perbandingan jumlah partikel bahan pengisi NKS dan matriks lateks pekat karet alam terhadap sifat mekanik lembaran nanokomposit.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan lembaran nanokomposit dengan sifat-sifat mekanik yang lebih baik dan menjanjikan di masa mendatang.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium yang dilakukan dalam 3 (tiga) tahap yaitu:
1. Tahap pertama yaitu: proses diisolasi α-selulosa dari TKS, kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR
2. Tahap kedua yaitu: proses isolasi NKSdengan hidrolisis asam dengan menggunakan H2SO4 48,84%, kemudian disentrifugasi untuk menghilangkan amorf, dan didialisis sehingga diperoleh NKS. Karakterisasi NKS dengan menggunakanTransmisi ElectronMicroscopy (TEM).
3. Tahap ketiga yaitu: pembuatan lembaran nanokomposit berbasis lateks pekat karet alam dengan penambahan bahan pengisiNKS, yaitu dengan cara:
1. Pembuatan kompon untuk proses vulkanisasi yang berupa campuran (lateks HA 60%, KOH 10%, sulfur 50%, NKS, wingstay 50%, ZnO 60%, dan ZDBC 50%), disebut dengan formulasi lateks.
- Formulasi lateks dipravulkanisasi pada suhu 70oC selama 30 menit, dan dimaturasi selama 24 jam.
2. Pembuatan lembaran nanokomposit dengan teknikpencelupan (dipping)menggunakan plat baja sebagai bahan pencetak, dan divulkanisasi pada suhu 120oC selama 30 menit.
3. Lembaran nanokomposit yang dihasilkan dikarakterisasi.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU dan di Laboratorium Kimia PT. Industri Karet Nusantara, Medan. Pengujian kekuatan tarik dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik USU, pengujian TGA di Laboratorium Terpadu FMIPA USU, pengujian ukuran dan morfologi permukaan NKS dengan TEM di Laboratorium TEM Jurusan Kimia FMIPA UGM, pengujian morfologi dengan SEM di Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri (PUSLAPOR) Jakarta, pengujian FTIR di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 (sepuluh) bulan mulai dari Maret 2014–Desember 2014.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KaretAlam
2.1.1 Tanaman karet alam
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas.Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan Lateks.Dalam dunia tumbuh-tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut:
Devisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas :Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis
Karet alam (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman yang tumbuh subur di daerah iklim tropis, menghasilkan getah atau lateks sebagai bahan baku yang dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk akhir dalam berbagai jenis dan kegunaannya. Tahapan pengolahan dengan penambahan bahan pengisi (filler) dan proses vulkanisasi untuk meningkatkan elastisitas dan ketahanan terhadap suhu,sehingga menghasilkan produk olahan karet yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi (Fachry, 2012).
Lateks merupakan cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan.
Lateks terdiri dari partikel karet dan bukan karet yang terdispersi di dalam air (Triwijoso, 1989). Sedangkan menurut Goutaradkk(1985), lateks merupakan sistem koloid dimana partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid terdispersi di dalam air.Protein lapisan luar memberikan muatan negatif pada partikel. Lateks
merupakan suatu dispersi butir-butir karet dalam air, di dalamdispersi tersebut juga larut beberapa garam dan zat organik, seperti zat gula, dan zat protein (Bathnagar, 2004).
2.1.2 Sifat karet
Karet alam mengandung 93-95% cis-1,4-polyisoprena merupakan elastromer yang dihasilkan dari lateks atau tanaman karet. Poliisoprena adalah gabungan dari unit-unit monomer hidrokarbon (C5H8)n yang membentuk rantai panjang dan jumlahnya sangat banyak. Konfigurasi dari polimer ini adalah konfigusari “cis” dengan susunan ruang yang teratur. Susunan ruang yang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal (Aspolumin, 1962).
Gambar 2.1 Struktur Kimia Karet Alamcis-1,4-Poliisoprena(Bathnagar, 2004)
Karet alam sebagai hasil alam yang dapat diperbaharui, memiliki sifat-sifat yang sangat baik, seperti elastisitas yang baik, daya regang tinggi dan memiliki sifat pengolahan yang baik (Zhou dkk, 2001). Karet alam memiliki warna agak kecoklat- coklatan, pH 6,5-7, densitas 0,91-0,93 mg/cm3 dan energi permukaan 0,960-1,1 mcal/cm2.Sifat mekaniknya tergantung dari derajat vulkanisasinya, melunak pada suhu 130oC, dan terurai sekitar 200oC(Bathnagar, 2004). Sifat isolasi listriknya berbeda karena percampuran dengan addiktif. Karet alam tidak tahan terhadap faktor- faktor lingkungan seperti oksidasi dan ozon (Ompusunggu, 1987).Karet alamjuga
H3C
C C
H
CH2 H2C H3C
C C
H
CH2 H2C
n
merupakan polimer yang sangat reaktif karena mengandung ikatan ganda pada setiap lima atom karbon (Yu, 2009).
2.1.3 Lateks pekat
Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet kering (KKK) 25-35%. Lateks ini belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum dapat digunakan sebagai bahan industri karet pada umumnya(Setyamidjaja,1995). Oleh karena itu, lateks perlu dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki KKK sekitar 60%, yang lebih dikenal dengan sebutan lateks pekat (concentrated latex) (Stagg, 2004).
Pengolahan lateks pekat dapat dilakukan dengan 4 (empat) cara, yaitu: pemusingan (centrifuging), pendadihan (creaming), penguapan (evaporating), dan elektrodekantasi. Metode yang paling sering digunakan adalah metode pemusingan karena menghasilkan kapasitas produksi yang besar, viskositas lateks lebih rendah, dan hasil lateks lebih murni (tidak tercampur endapan dan kotoran) (Solichin dkk, 1991).
Pada umumnya, pengolahan lateks pekat di Indonesia menggunakan cara pemusingan karena kapasitasnya tinggi dan pemeliharaannya mudah. Lateks kebun dengan KKK 28-35% dipusingkan dengan kecepatan 5000-7000 rpm, sehingga pada bagian atas akan diperoleh lateks pekat dengan KKK 60% dan berat jenis 0,94 mg/cm3, sedangkan di bagian bawah akan menghasilkan skim yang masih mengandung 4-8% karet dengan berat jenis 1,02 mg/cm3 (Goutara dkk, 1985).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lateks dengan cara pemusingan adalah pengawetan lateks kebun, KKK lateks kebun, pengendapan lateks kebun, penambahan ammonium laurat sebelum ataupun sesudah pemusingan, alat dan cara pemusingan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara pengabilan sampel lateks pekat (Solichin dkk, 1991).
2.1.4 Komposisi lateks
Hampir semua karet alam diperoleh sebagai lateks yang terdiri dari sekitar32-35%
karet dan sekitar 5% senyawa lain, termasuk asam lemak, gula, protein, sterol, ester, dan garam sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Lateks(Setyamidjaja, 1995)
Komponen Lateks segar(%) Lateks Pekat (%) Kandungan karet
Resin
Protein dan fosfoprotein Abu
Karbohidrat Air
Senyawa anorganik
35,62 1,65 2,03 0,70 0,34 59,62
0,5
88,28 4,10 5,04 0,84 0,84 1,00 0,1-0,5
Secara fisiologis lateks merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet, lutoid, nukleus, mitokondria, partikel Frey Wessling, dan ribosom.Selain partikel karet, di dalam lateks terdapat bahan-bahan bukan karet yang berperan penting mengendalikan sifat lateks dan karetnya meskipun dalam jumlah relatif kecil. Lateks segar yang dipusingkan dengan alat pemusing ultra dengan kecepatan 18.000 rpm akan menyebabkan lateks terpisah menjadi 4 (empat) fraksi dapat dilihat pada Tabel 2.2(Suparto, 2002).
Tabel 2.2 Fraksi-fraksi Lateks Segar(Setyamidjaja, 1995)
Fraksi karet (35%)
Karet Protein Lipid Ion logam Fraksi frey wissling(5%) Karatonaida
Lipid
Fraksi serum (50%)
Air
Karbohidrat
Protein dan turunannya Senyawa nitrogen
Asam nukleat dan nukleosida Ion logam
Fraksi dasar (10%) Lutoid (vakuolisosom) 2.1.5 Kualitas lateks
Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, di antaranya adalah:
1. Faktor selama proses di kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon).
2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prokoagulasi, musim kemarau keadaan lateks tidak stabil).
3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik dari alumenium atau baja tahan karat).
4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu).
5. Kualitas air dalam pengolahan.
6. Bahan-bahan kimia yang digunakan.
7. Komposisi lateks(Setyamidjaja, 1995).
Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi flokulasi maupun penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut:
1. Adanya kecenderungan setiap pertikel karet berinteraksi dengan fasa air (serum), misalnya bersatunya komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikel- partikel karet.
2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri(Ompungsungu, 1989).
2.1.6 Faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks
Kestabilan koloid lateks dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Pengaruh pH
Pengaruh pH dapat terjadi dengan penambahan asam, basa, dan penambahan elektrolit. Bila pH terlalu rendah lateks akan tetap cair (stabil) karena lapisan pelindung seluruhnya bermuatan positif.
2. Pengaruh jasad renik
Setelah lateks disadap dari pohon, lateks akan segera tercemar oleh jasad renik yang berasal dari udara atau peralatan-peralatan yang digunakan. Jasad renik tersebutmula-mula akan menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum dan menghasilkan asam.
3. Pengaruh mekanis
Jika lateks terkena gonjangan, maka akan menganggu gerakan Brown dan sistem koloid lateks, sehingga partikel akan bertumbukan satu sama lain. Tumbukan yang terjadi dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung dan akan mengalami pengumpalan (Setyamidjaja, 1995).
Faktor yang menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet menjadi stabil, yaitu:
1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara partikel karet tersebut.
2. Adanya interaksi antarmolekul air dengan partikel karet, yang menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut.
3. Energi bebas antarpermukaan partikel karet yang rendah.
Sistem koloid lateks terbentuk karena adanya lapisan lipida yang teradsorpsi pada permukaan partikel karet (lapisan primer) dan lapisan protein pada lapisan luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Penambahan dinding pengawet ammonia dan bahan pemantap ammonium laurat akan menyempurnakan lapisan pelindung tersebut.Lapisan pelindung lipida, protein dan lapisan sabun asam lemak tersebut bertindak sebagai pelindung partikel karet dengan molekul air menghasilkan sistem dispersi koloid yang mantap. Jika terjadi pembentukan gel, flokulasi dan koagulasi maka hal ini menunjukkan bahwa kestabilitas koloid dapat dirusak dengan cara berikut:
1. Menurunkan energi potensial partikel koloid lateks dengan cara:
- Menurunkan kelarutan stabilizer dengan menambahkan penggumpal
- Menetralkan muatan listrik dari partikel koloid lateks dengan menambahkan ion-ion yang polaritasnya berlawanan dengan muatan partikel koloid lateks tersebut.
- Menambahkan zat yang dapat mengadsorpsi lapisan pelindung partikel koloid, sehingga terjadi persaingan antara pengadsorpsi dengan partikel karet terhadap bahan pemantap.
2. Menaikkan energi kinetik partikel dengan cara pengadukan.
Jika energi kinetik partikel semakin naik maka gaya tolak muatan antarpartikel akan terlampaui sehingga daya tarik antarpermukaan semakin besar dan frekuensi tumbukan semakin tinggi mengakibatkan dua partikel atau lebih jadi bersatu membentuk flokulat atau gumpalan (Ompungsungu, 1989). Partikel karet di dalam lateks tidak dapat saling berdekatan, karena masing-masing partikel mempunyai muatan listrik. Gaya tolak menolak muatan listrik ini menimbulkan gerak brown ini dapat dilihat di bawah mikroskop. Lateks isoprena dilapisi dengan lapisan protein, sehingga partikel karet bermuatan listrik. Protein merupakan gabungan dari asam-asam amino yang bersifat dipolar (dalam keadaan netral mempunyai dua muatan listrik) dan amphoter (dapat bereaksi dengan asam atau basa) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2 (Morton, 1973).
Gambar 2.2 Protein Dipolar Berdasarkan Perbedaan pH (Morton, 1973)
2.2 Pembuatan Kompon Karet
Campuran karet mentah dengan bahan kimia karet disebut kompon karet. Bahan kimia karet terdiri dari bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahan kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pemercepat reaksi, antioksidan dan antiozon, bahan pengisi, dan bahan pelunak. Sedangkan bahan kimia tambahan yaitu bahan pewangi dan pewarna.
2.2.1 Bahan vulkanisasi
Vulkanisasi adalah suatu proses dimana molekul karet yang linier mengalami reaksi ikat silang sehingga menjadi molekul polimer yang membentuk rangkaian tiga dimensi. Reaksi ini mengubah karet yang bersifat plastis (lembut) dan menjadi karet yang elastis, keras dan kuat (Akiba, 1997). Tanpa proses vulkanisasi (crosslingking), karet alam tidak akan memberikan sifat elastis dan tidak stabil terhadap suhu panas (Nijasure, 1997).
Bahan vulkanisasi yang sering digunakan dalam industri pengolahan karet adalah sulfur yang mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lain untuk vulkanisasi adalah peroksida organik dan damar fenolik (Setiawan, 2005).
Penambahan 30-40% sulfur akan memperbanyak jumlah ikat silang antarrantai molekul karet sehingga mempengaruhi sifat-sifat produk karet. Kekerasan dan
R C C
NH2
H O
O-
+H+ -H+
R C C
NH3+
H O
O-
+H+ -H+
R C C
NH3+
H O
OH
Protein negatif pH > 4,7 Suasana basa
Protein netral pH = 4,7 Titik isoelektrik
Protein positif pH < 4,7 Suasana Asam
kekakuan dari karet alam akan meningkat dengan proses vulkanisasi. Karet alam dengan ikat silang sedikit akan bersifat relatif lebih lunak dan fleksibel dari karet alam dengan jumlah ikatan silang lebih banyak (Saptono, 2008). Perbandingan kadar sulfur dan kadar bahan pemercepat sangat menentukan sifat fisik barang jadi karet.
Berdasarkan perbandingan kadar sulfur dan kadar bahan pemercepat terdapat 3 (tiga) jenis sistem vulkanisasi, yaitu konvensional, semi-effesien, dan effesien.
Tabel 2.3 Sistem Vulkanisasi(Mark dkk, 2011)
Sistem vulkanisasi Kadar Sulfur (phr) Kadar Bahan Pemercepat (phr)
Konvensional 2,0-3,5 0,4-1,2
Semi Effisien 1,0-1,7 1,2-2,5
Effisien 0,4-0,8 2,0-5,0
Kuantitas ikat silang yang terjadi pada vulkanisasi produk karet alam, memberi efek pada peningkatan ketahan panas, kelarutan dalam pelarut organik, dan daya kompresi. Namun di sisi lain, kuantitas ikat silang yang besar akan menurunkan kekuatan tarik dan elastisitas dari produk karet. Kadar sulfur untuk menghasilkan produk karet alam dengan sifat mekanik, sifat dinamis, dan ketahanan panas yang optimal yaitu dengan penambahan sulfur sebesar 1,0-1,7 phr (sistem vulkanisasi semi effesien) (Mark dkk, 2005).
2.2.2 Bahan pemercepat
Vulkanisasi dalam industri pengolahan lateks biasanya lambat, sehingga agar efesien perlu dipercepat. Penggunaan bahan pemercepat reaksi (accelerator) ini dapat digunakan secara tunggal ataupun gabungan dari beberapa bahan tersebut (Setiawan, 2005). Proses vulkanisasi karet alam dapat bekerja lebih baik bila disertai dengan bahan pemercepat anorganik maupun organik. Bahan pemercepat anorganik yang
paling sering digunakan adalah oksida logam, dan bahan pemercepat organik adalah senyawa yang mengandung gugus amina atau amida. Berdasarkan fungsinya bahan pemercepat dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Primer : - Thiazol (contoh: MBT, MBTS) - Sulfenamida (contoh: CBS, TBBS) 2. Sekunder :- Guanidin (contoh DPG, DOTG)
- Dithiocarbamat (contoh: ZDBC, ZDEC) - Thiuram (contoh: TMTD, TMTM) - Dithiofosfat (contoh: ZBDP)
2.2.3 Bahan aktivasi
Bahan pengaktivasi biasa digunakan bersama dengan bahan pemercepat. Hal ini disebabkan kecepatan proses vulkanisasi terjadi lebih cepat jika bahan pemercepat teraktivasi. Pengunaan bahan pemercepat dan pengaktivasi secara bersamaan membentuk sistem aktivator yang akan merangsang proses pembentukan ikat silang lebih cepat pada saat proses vulkanisasi berlangsung. Sistem aktivator pada proses vulkanisasi yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara asam stearat dan zink oksida.
2.2.4 Bahan antioksidan dan antiozon
Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsur-unsur yang terkandung dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat-sifat fisik bahkan menimbulkan retak-retak dipermukaan barang jadi karet.
Antioksidan dikelompokkan antara lain:
- Fenil nafrilamin (PAN dan PBN)
- Kondensat aldehid-amina (agerite resin) - Kondensat keton-amina (flekton H)
- Turunan difenil amina (nonox OD) (Bhuana, 1993).
2.2.5 Bahan pengisi
Bahan pengisi (filler) adalah bahan yang ditambahkan pada komposit untuk meningkatkan sifat mekanik dan sifat fisik. Bahan pengisi juga berfungsi sebagai penguat pada matriks. Fungsi utama dari penguat adalah sebagai penompang kekuatan dari komposit, sehingga tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari pengguat yang digunakan (Callister, 2007).
Ada 2(dua) macam bahan pengisi pada pengolahan karet, yaitu bahan pengisi yang tidak aktif dan bahan pengisi aktif atau yang mengguatkan. bahan pengisi aktif akan meningkatkan sifat-sifat mekanik seperti: menambah kekerasan, ketahan sobek, ketahan kikis serta tegangan putus yang tinggi (Setiawan, 2005). Perubahan sifat-sifat akibat penambahan bahan pengisi ditentukan oleh ukuran, keadaan permukaan, bentuk butiran, dan jumlah perbandingan kadar bahan pengisi (phr) dan matriks polimer.Contoh bahan pengisi aktif: karbon hitam, silika, alumenium silikat.
Sedangkan bahan pengisi tidak hanya akan menambah kekerasan dan kekakuan pada barang jadi karet, biasanya penggunaaan bahan pengisi tidak aktif digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat.
2.3 Kelapa Sawit
2.3.1 Tanaman kelapa sawit
Kelapa sawit termasuk golongan tumbuhan palma. Kelapa sawit menjadi popular setelah Revolusi Industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati dan industri sabun menjadi tinggi.Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat.Namun, ada sebagian pendapat yang justru menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari kawasan Amerika Selatan, yaitu Brazil.Hal ini karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan di Afrika.Pada kenyataannya kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini,bahkan, mampu memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi (Fauzi, 2012).
Tanaman kelapa sawit disebut dengan Elaeis guineensis Jacq.Elaeis berasal dari Elaion yang dalam bahasa Yunani berarti minyak.Guinensis dari kata guinea yaitu pantai Barat Afrika dan Jacq singkatan dari Jacqiaum seorang Botanis dari Amerika (Soehardjo, 1999).
2.3.2 Tandan kosong sawit
Tandan kosong sawit (TKS) adalah salah satu produk samping berupa padatan dari industri pengolahan kelapa sawit. Kesediaan TKS cukup signifikan bila ditinjau berdasarkan rata-rata relatif produksi TKS terhadap total jumlah TBS yang diproses (Gaol, 2013). Laju perkembangan industri kelapa sawit yang semakin pesat membutuhkan perhatian yang besar terutama dampaknya terhadap kelestarian lingkungan sekitarnya (Widhiastuti, 2001).
Pabrik kelapa sawit menghasilkan limbah padat berupa cangkang dan TKS yang dihasilkan adalah antara 22-23% dari jumlah tandan buah segar yang diolah.
Pada saat ini sebagian besar TKS masih dibakar pada alat pembakar (incinerator) atau digunakan sebagai mulsa pada perkebunan kelapa sawit. Pembakaran TKS akan mengakibatkan polusi udara, sedangkan pemanfaatannya sebagai mulsa kurang ekonomis, karena transportasinya sulit dan biaya yang cukup tinggi (Herawan ,1999)
Berbagai penelitian telah dilakukan menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan.TKS dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memiliki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman.TKS mencapai 23% dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memberikan manfaat lain dari sisi ekonomi. Bagi perkebunan kelapa sawit, dapat menghemat penggunaan pupuk sintetis sampai dengan 50%.Ada beberapa alternatif pemanfaatan TKS yang dapat dilakukan, yaitu sebagai pupuk kompos (Fauzi, 2012).
2.3.3 Komposisi tandan kosong sawit
TKS merupakan hasil limbah padat industri kelapa sawit.TKS memiliki ciri khas pada komposisinya. Komposisi terbesarnya adalah selulosa, disamping komponen lain yang lebih kecil seperti abu, hemiselulosa, dan lignin.Berdasarkan Tabel 2.2 dapat diketahui bahwa TKS adalah kumpulan jutaan serat organik yang dapat dimanfaatkan dalam dunia industri (Fauzi, 2002).TKS banyak mengandung serat selain zat-zat lainnya.Bagian dari tandan yang banyak mengandung serat atau selulosa adalah bagian tandan dan ujungnya yang runcing dan keras (Darnoko, 1992).
Tabel 2.4Komposisi dan Sifat KimiaTandan Kosong Sawit(Darnoko, 1992)
Tabel 2.5Sifat Fisik dan Morfologi Tandan Kosong Sawit(Muthia, 2011)
Apabila dilihat dari strukturnya, TKS adalah kumpulan jutaan serat organik yang memiliki kemampuan dalam menahan air yang ada di sekitarnya. Struktur tersebut akan mengalami proses dekomposisi dan degradasi bahan organik sehingga
Komposisi Kimia Kadar (%) Selulosa
Hemiselulosa Lignin Abu Pektin
43 24 21 15 13
Parameter Bagian pangkal Bagian ujung Panjang serat (mm)
Diameter serat (μm) Tebal dinding (μm) Kadar serat (%) Kadar non serat(%)
Selulosa Hemiselulosa Lignin Abu Pektin
40 24 21 15 13
akan mengalami perubahan struktur menjadi lebih kuat dan lebih fleksibel (Muthia, 2011).
2.4 Selulosa
2.4.1 Pengertian selulosa
Selulosa merupakan biopolimer alam yang dapat diperbaharui, biodegradable, dan non-toxik. Polimer karbohidrat ini tersusun oleh unit β-D-Glukopiranosa dan mengandung tiga gugus hidroksil pada setiap unit unhidroglukosa (AGU) ini yang memberikan molekul selulosa tinggi akan derajat polimerisasi (Peng dkk, 2011).
Selulosa merupakanserat-serat panjang, bersama hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman pada proses deferensiasi (Budiyanto, 2004).
Gambar 2.3 Struktur Kimia Selulosa (Khalid dkk, 2006)
Menurut Winarno (1992), selulosa merupakan serat-serat panjang yang bersama-sama dengan hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Selulosa mempunyai rumus empiris (C6H10O5)ndimana n adalah jumlah unit pengulangan glukosa, n juga disebut derajat
O
OHH H
HO
H H
HO
H
O OH
O OH
H H
O OH
H HO
H
OH
O
OHH H HO
H H
H
O OH
O OH
H OHH
H HO
H
OH
OH
n
polimerisasi (DP). Nilai dari (n) bervariasi tergantung sumber selulosa yang berbeda (Habibah, 2013).
Selulosa yang terdiri atas polimer linier panjang hingga 10.000 unit glukosa, terikat dalam bentuk ikatan β-1,4. Karbohidrat dalam bentuk β (beta) tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia, serta memiliki struktur Kristal yang sangat stabil (Almatsier, 2003).
Kebanyakan selulosa bergabung dengan lignin sehingga sering disebut sebagai lignoselulosa. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dihasilkan dari proses fotosintesis. Komponen-komponen utama penyusun tanaman ini dapat diurai oleh mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme mampu menghidrolisis selulosa untuk digunakan sebagai sumber energi, seperti bakteri dan kapang (Enari, 1983).Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun dari selulosa,lignin, danhemiselulosa.
Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matriks, dan lignin sebagai bahan pengikat sel-sel dan memberikan kekakuan pada dinding sel.
Hemiselulosa merupakan heteropolimer dengan berbagai monomer gula.
Berbeda dengan selulosa yang hanya terdiri dari polimer glukosa, hemiselulosa merupakan polimer dari lima bentuk gula: glukosa, galaktosa, xylosa, maltosa, dan arabinosa. Rantai hemiselulosa lebih pendek dibandingkan dengan selulosa, karena hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi yang lebih rendah, dan berbentuk tidak lurus, tapi merupakan polimer-polimer yang berarti hemiselulosa tidak akan membentuk struktus kristal seperti halnya selulosa. Pada pembuatanpulp, hemiselulosa bereaksi lebih cepat dibandingkan selulosa (Dumanauw, 1982).
Gambar 2.4Ikatan Eter dan Ester Antara Lignin dan Hemiselulosa(Kim, 1987) Lignin merupakan senyawa polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana yang tidak beraturan dari berbagai ikatan hidroksi dan metoksi yang tersubstitusi pada satuan-satuan fenil propana. Polimer lignin tidak dapat dikonversikan menjadi monomernya tanpa mengalami perubahan pada bentuk dasarnya (Judoamidjojo dkk, 1989). Secara fisis lignin berbentuk amorf (tidak beraturan) dan berwarna kuning cerah. Adanya lignin di dalam pulp menyebabkan warna pada pembuatan kertas, oleh karena itu lignin perlu dipisahkan dari pulp melalui proses pemutihan (Kim dkk, 1987)
2.4.2 Sifat-sifat selulosa
Ditinjau dari strukturnya, diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Tetapi kenyataannya tidak demikian, dan selulosa bukan
CH2OH CH O
C
H O
O
OCH3 O
R
OH CH2OH OHO
Rantai xilan
R = H atau OCH3
Ikatan eter antara lignin dan hemiselulosa
hanya tidak larut dalam air tetapi juga dalam pelarut lainnya. Hal ini disebabkan kekakuan rantai dan tingginya gaya antarrantai akibat ikatan hidrogen antargugus hidroksil pada rantai yang berdekatan. Faktor ini menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari serat selulosa. Jika ikatan hidrogen berkurang, gaya interaksi juga berkurang, oleh karena itu gugus hidroksil selulosa harus diganti sebagian atau seluruhnya dengan proses esterifikasi(Coed, 1991).
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Jadi, berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril, dimana tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril-fibril dan akhirnya serat-serat selulosa. Sebagai akibat struktur yang berserat dan ikatan-ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut (Sjostrom, 1995).
Gambar 2.5 Jembatan Hidrogen Intramolekuler di Antara Rantai-rantai Polimerdidalam Selulosa (Riswiyanto, 2009)
O
O H H
O
H H
HO
H
O OH
O
OH H
H
O OH
H O
H
O
O
OHH H
O
H H
H
O OH
O
O H H
HO
H H
HO
H
O O
O OH
H
H
O O
H O
H
O
O
OHH H
O
H H
H
O O
H
H
H H
H
H
H
H H
H
H
H
Rantai selulosa dihubungkan bersama dalam bentuk kristalin yang bersifat sangat kuat dan kompleks dengan adanya ikatan intramolekul. Selulosa dapat larut dalam pelarut tembaga (II) hidroksida beramonia. Pembentukan kompleks yang melibatkan gugus hidroksil selulosa, ion Cu2+, dan ammonia menjelaskan gejala larutnya selulosa dalam larutan tembaga (II) hidroksida beramonia (Coed, 1991).Selulosa sangat stabil dalam berbagai pelarut dan hanya dapat dihancurkan dengan adanya asam kuat atau sistem pelarut dengan ikatan hidrogen yang kuat, biasanya basa-amina.Sifat termal selulosa yaitu temperatur transisi gelas selulosa dengan kisaran 200-300oC(Goring, 1963).
Berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan menjadi 3(tiga) jenis yaitu:
1. α-selulosa: selulosa berantai panjang,tidak larut dalam larutan NaOH 17,5%
ataularutan basa kuat dengan DP 600–1500.
α-selulosa digunakan sebagai penduga atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. ß-selulosa: selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15–90 dan juga dapat mengendap bila dinetralkan.
3. γ-selulosa: sama seperti ß-selulosa, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15, kandungan utamanya adalah hemiselulosa(Goring, 1963).
Selulosa murni dapat diperoleh dengan memisahkannya dari campuran yang berisi lemak, pektin, lignin, dan sebagainya (Fatmawati, 2008). Untuk mengisolasi selulosa salah satunya dapat dilakukan dengan cara hidrolisis asam. Nickerson and Habrle (1947) menyatakan tentang hidrolisis selulosa dengan menggunakan asam sulfat untuk menghasilkan kristalin selulosa dari material selulosa.Proses isolasi mikrokristal selulosa (MKS) yang tepat dengan menggunakan asam sulfat karena tidak hanya mengisolasi selulosa tetapi juga memberikan muatan negatif pada permukaan yang dihasilkan dari esterifikasi gugus hidroksil dengan ion sulfat, sehingga menghasilkan suspensi selulosa membentuk suatu sistem koloid yang stabil (Marchessault dkk. 1961; Favier dkk. 1995).
2.5 Nanokristal Selulosa
Nanokristal selulosa (NKS) merupakan nanopartikel kristalin yang dibuat dari selulosa, sangat relevan untuk mengembangkan biomaterial yang dapat diperbaharui dalam banyak bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-lain. NKS diperoleh dari proses hidrolisis α-selulosa menggunakan asam, dan baru-baru ini banyak digunakan sebagai nanokomposit (Habibi dkk, 2010). Pada saat proses hidrolisis asam bagian amorf dari selulosa terlarut, sehingga menghasilkan kristalin berbentuk nanopartikel dengan diameter dari 8 sampai 20 nm dan panjang 100 nm sampai beberapa mikrometer, tergantung pada sumber selulosa (Lima, 2004).
NKS sebagai dasar nanokomposit umumnya menunjukkan sifta-sifat yang lebih baik secara signifikan seperti sifat termal, mekanik dan sifat-sifat bawaan lainnya, yang dikonversikan menjadi komposit polimer atau konvensional. NKS memiliki pratikel selulosa dengan bentuk kristal jarum sekurang-kurangnya mempunyai dimensi yang sama sampai atau lebih dari 100 nm, dan memiliki kristalin yang tinggi (Silveriodkk, 2013).
NKS dapat diproduksi dengan menghidrolisis bagian yang amorf dari daerah selulosa dan meninggalkan kristal yang berbentuk utuh. Asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida telah digunakan untuk menghidrolisis bentuk yang amorf dari selulosa. Kondisi yang optimal adalah metode hidrolisis dengan menggunakan asam sulfat untuk mempersiapkan individual kristalit (Rong, 2011).
Menurut Peng dkk (2011) NKS yang dihasilkan dari hidrolisis asam sulfat dan asam klorida berbeda, karena kelimpahan dari gugus sulfat pada permukaannya, NKS yang diperoleh dari hidrolisis asam sulfat dapat terdispersi dengan mudah dalam air, sedangkan NKS yang diperoleh dari hisrolisis asam klorida tidak terdispersi dengan mudah, dan suspensi larutan cenderung terflokulasi.
Dari penelitian Sumaiyah dkk (2014), NKS yang diisolasi dari tandan kosong aren dengan metode hidrolisis asam menggunakan asam sulfat 54%, dan membandingkan antara NKS dan MKS,dari hasil TEM dapat diketauhi bahwa dimensi dari NKS tandan kosong aren memiliki ukuran nanomater dan memiliki
ukuran bola (spherical).Difraktogram XRD menunjukkan bahwa nanoselulosa yang dihasilkan merupakan selulosa tipe II dan mengandung selulosa dengan kristalin yang tinggi.
2.6 Nanokomposit
Nanokomposit polimer didefinisikan sebagai polimer yang mengandung bahan pengisi dengan ukuran yang lebih kecil dari 100 nm. Berbeda dengan komposit biasa, nanokomposit polimer pada umunya berisi sejumlah kecil bahan pengisi yang berukuran nanometer (Siquiera dkk, 2010).
Nanokomposit digunakan pada plastik, dipelopori oleh pabrik mobil General Motor dan Toyota. Plastik akan lebih tahan gores, ringan-kuat sehingga mengurangi biaya bahan bakar, umur pemakaian lebih panjang. Industri transportasi akan dapat menarik keuntungan dari penggunaan nanokomposit ini. Nanokomposit dapat meningkatkan ketahanan dan permeabilitas sehingga bagus untuk penggunaan pengemas makanan dan minuman.Nanokomposit dilapisi dengan butyl rubber membuat bola tenis lebih memantul dan tahan lama (Subiyanto, 2010 ).
2.7 TeknikPencelupan
Prosses pencelupan(dipping) merupakan suatu teknik yang menghasilkan produk dari lateks yang dilakukan dengan mencelupkan suatu pembentuk yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks. Sewaktu pembentuk dicelupkan ke dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks akan bersentuhan dengan permukaan pembentuk, sehingga mengalami proses hilangnya kestabilan lateks dan membentuk suatu lapisan atau film. Film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk yang dicelup ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan maka akan menghasilkan produk lateks.
Dalam industri yang menghasilkan produk lateks, proses pencelupan merupakan suatu teknik penting dalam industri lateks karet alam.Teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti
sarung tangan, balon, dan sebagainya. Teknik pencelupan terdiri dari 3 (tiga) cara utama yaitu pencelupan langsung (straight dipping), pencelupan berkoagulan (coagulant dipping), dan pencelupan pengaktifan panas (heat sensitized dipping).
Setiap pencelupan ini digunakan untuk menghasilkan produk lateks yang berbeda (Blackley, 1966; Hannam, 1973).
1. Pencelupan langsung
Pencelupan langsung(straight dipping) merupakan teknik yang paling mudah dan selalu dipakai untuk menghasilkan produk yang sangat tipis (ketebalan ~0,05 mm) seperti pada pembuatan kondom. Teknik pencelupan langsung, tidakmenggunakan bahan pemantap lateks.Hanya pembentuk yang telah bersih dan dikeringkan dimasukkan ke dalam formulasi lateks yang kemudian dikeringkan untuk mendapatkan produk.
2. Pencelupan berkoagulan
Pencelupan berkoagulan (coagulant dipping)juga merupakan teknik pencelupan yang digunakan untuk menghasilkan produk yang mempunyai ketebalan sederhana yaitu 0,2-0,8 mm seperti sarung tangan. Pada teknik ini, bahan kimia yang disebut dengan koagulan dilapisi pada permukaan pembentuk. Apabila pembentuk yang dilapisi koagulan dicelupkan ke dalam lateks, maka akan terbentuk suatu lapisan film pada permukaan tersebut.
Pencelupan berkoagulan pada umumnya ada dua jenis utama, yaitu pencelupan berkoagulan basah dan pencelupan berkoagulan kering.Pencelupan berkoagulan kering merupakan teknik pencelupan yang lebih sering digunakan,karena teknik pencelupan berkoagulan basah, pada saat dilakukan pencelupan ke dalam formulasi lateks maka koagulan akan menetes ke dalam tangki formulasi lateks, yang menyebabkan hilangnya kestabilan lateks, dan menyebabkan partikel kecil karet tidak dapat digunakan untuk menghasilkan produk, karena partikel karet ini akan melekat pada permukaan produk lateks dan mengakibatkan kecacatan pada produk (Harahap dkk, 2006).
3. Pencelupan pengaktifan panas
Pencelupan pengaktifan panas(heat sensitized dipping) merupakan teknik yang digunakan untuk menghasilkan produk yang sangat tebal yaitu ~4 mm.
Sejumlah nilai pengaktifan panas yang sesuai akan dimasukkan ke dalam formulasi lateks. Pengaktifan panas yang selalu digunakan ialah kumpulan bahan polimer yang dapat melarut dalam lateks pada suhu kamar dan mengendap apabila suhu ditingkatkan, seperti polyvinyl methyl ether(PVME). Apabila pembentuk yang dipanaskan dicelupkan ke dalam formulasi lateks, agent pengaktif panas yang berdekatan dengan permukaan pembentuk akanmengendap dan menangkap partikel- partikel lateks, dan akan menghasilkan film lateks yang tebal (Azahari, 2000).
2.8 Transmission Electron Microscopy
Transmission Electron Microscopy (TEM) merupakan alat karakterisasi yang penting untuk mendapatkan gambar nanomaterial, dimana dapat diperoleh ukuran kuantitatif partikel, distribusi ukuran, dan morfologi. Pada analisa TEM elektron lebih digunakan dari pada cahaya untuk menyinari sampel. Ketika elektron ditransmisikan pada spesimen, maka berkas elektron ini dikatakan mengalami transmisi.
Transmisi elektron berbanding terbalik dengan ketebalan spesimen. Bidang spesimen yang lebih tebal akan mengalami transmisi elektron lebih sedikit dan akan terlihat lebih gelap, sedangkan daerah tipis akan mengalami lebih banyak transmisi elektron, maka akan terlihat lebih terang. Semua elektron memiliki energi yang sama dan memasuki spesimen secara normal ke permukaannya selebaran elektron ini dapat disusun menggunakan lensa magnetik untuk membentuk pola bintik-bintik. Masing- masing bintik sesuai dengan jarak atom tertentu. Pola ini kemudian dapat menghasilkan informasi orientasi, susunan atom, dan fase pada bidang yang diperiksa (Vountou, 2008).
2.9 Scanning ElektronMicroscopy
Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen, untuk melihatperubahan dalam bahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, dan alat yang biasa digunakan adalah SEM.SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik.Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar-X, elektron sekunder, absorpsi elektron.
Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan.Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan.Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor, pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar pada monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam kedalam suatu disket.
Sampel yang akan dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktifitasnya rendah sehingga saat dilakukan analisa SEM bahan polimer harus dilapisi dengan bahan konduktor yang tipis. Konduktor yang biasa digunakan adalah perak, tetapi semakin berkembangnya teknologi pengguaan emas atau campuran emas dan paladium akan lebih baik (Subaer, 2007).
2.10 Spektroskopi Fourier Transform Infrared
Spektroskopi infrared merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi inframerah pada berbagai bilangan gelombang. Kebanyakan spektrum inframerah merekam bilangan gelombang atau frekuensi versus %T. Bila suatu